Anda di halaman 1dari 17

Nama : Formasi Lumbantobing

Kelas : 4.2

Nim: 180204098

ASKEP LANJUT USIA DENGAN GANGGUAN SISTEM NEURO:CVD

A. Latar Belakang

Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.Chalhoum (1995) masa tua


adalah suatu masa dimana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya.
Tetapi bagi orang lain periode ini adalah permulaan kemunduran. usia tua
dipandang sebagai masa kemunduran,masa kelemahan manusiawi dan social.

Dengan memandang proses penuaan dari perspective yang luas dapat


membimbing kearah strategi yang lebih kreatif untuk melakukan intervensi
terhadap lansia. Perubahan structural yang paling terlihat terjadi pada otak itu
sendiri, walaupun bagian lain dari system saraf pusat juga terpengaruh.
Perubahan ukuran otak yang di akibatkan oleh atropi girus dan dilatasi sulkus
dan ventrikel otak. Korteks serebral adalah daerah otak yang paling besar
dipengaruhi oleh kehilangan neuron.

Penurunan aliran darah serebral dan penggunaan oksigen juga telah


diketahui akan terjadi selama proses penuaan. Perubahan dalam system
neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan neuron, dengan
potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80 tahun. Penurunan
dopamine dan beberapa enzim dalam otak pada lansia berperan terhadap
terjadinya perubahan neurologis fungsional. Secara fungsional, mungkin
terdapat suatu perlambatan reflek tendon profunda. Terdapat kecenderungan
kearah tremor dan langkah yang pendek-pendek atau gaya berjalan dengan
langkah kaki melebar disertai dengan berkurangnya gerakan yang sesuai.
Fungsi system saraf otonom dan simpatis mungkin mengalami penurunan
secara keseluruhan.

B. Tujuan
1. Memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem neurologis pada lansia
2. Memahami asuhan keperawatan sistem neurologi pada lansia

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Kesadaran sesorang akan dunianya ditentukan oleh mekanisme neural
yang mengolah informasi yang diterima. Langkah awal pada pengolahan ini
adalah transformasi energi stimulus menjadi potensial reseptor lalu menjadi
potensial aksi pad serabut saraf. Pola potensial aksi pada serabut saraf tertentu
adalh kode yang memberikan informasi mengenai dunia, meskipun seringkali
kode yang disampaikan berbeda dari apa yang ingin disampaikan
Proses desak ruang adalah proses terdesaknya struktur dalam ruang
intrakranial karena pertambahan volume salah satu atau lebih dari 3
komponen intrakranial yakni: jaringan otak, darah otak dan atau cairan
serebrospinal sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
dengan segala akibatnya.

B. Anatomi Fisiologi Sistem Saraf Pada Lansia


Sistem persarafan pada manusia yang normal, maupun pada lansia yang
telah mengalami perubahan adalah sebagai berikut :
1. Otak
Perbandingan pada otak yang normal dan otak pada lansia yang
telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah sebagai berikut :
a. Normal
Otak terletak di dalam rongga kepala, yang pada orang dewasa
sudah tidak dapat lagi membesar, sehingga bila terjadi penambahan
komponen rongga kepala akan meningkatkan tekanan intra cranial.
Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian
meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai
menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini kurang lebih
11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang
rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung
100 million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat.
b. Lansia
Penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron
dapat mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan
kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur
angsur tonjolan dendrite dineuron hilang disusul membengkaknya
batang dendrit dan batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi
dan kematian sel. Pada semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment
wear and tear) yang terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal
dari lisosom atau mitokondria. RNA, Mitokondria dan enzyme
sitoplasma menghilang, inklusi dialin eosinofil dan badan levy,
neurofibriler menjadi kurus dan degenerasi granulovakuole. Corpora
amilasea terdapat dimana-mana dijaringan otak.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu
lebih dari 60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis
dan integrita, input sensorik menurun menyebabkan gangguan
kesadaran sensorik (nyeri sentuh, panas, dingin, posisi sendi).
Tampilan sesori motorik untuk menghasilkan ketepatan melambat.
2. Saraf Otonom
Perbandingan pada saraf otonom yang normal dan saraf otonom
pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan fungsi adalah
sebagai berikut
a. Normal
- Saraf simpati
Bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan pernafasan serta
menurunkan aktifitas saluran cerna.
- Saraf parasimpatis
Bekerjanya berlawanan dari saraf simpatis.
b. Lansia
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus.
Beberapa hal yang dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan
otonom pada usia lanjut adalah penurunan asetolikolin, atekolamin,
dopamine, noradrenalin. Perubahan pada “neurotransmisi” pada
ganglion otonom yang berupa penurunan pembentukan asetil-kolin
yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-
asetilase.
Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan
pengurangan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan
predisposisi terjadinya hipotensi postural, regulasi suhu sebagai
tanggapan atas panas atau dingin terganggu, otoregulasi disirkulasi
serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
3. Sistem Saraf Perifer
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem
saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan
fungsi adalah sebagai berikut:
a. Normal
- Saraf aferen
Berfungsi membawa informasi sensorik baik disadari maupun
tidak, dari kepala, pembuluh darah dan ekstermitas. Saraf eferen
menyampaikan rangsangan dari luar ke pusat.
- Saraf eferen
Berfungsi sebagai pembawa informasi sensorik dari otak menuju
ke luar dari susunan saraf pusat ke berbagai sasaran (sel
otot/kelenjar).
b. Lansia
- Saraf aferen
Lansia terjadi penurunan fungsi dari saraf aferen, sehingga
terjadi penurunan penyampaian informasi sensorik dari organ
luar yang terkena ransangan.
- Saraf eferen
Lansia sering mengalami gangguan persepsi sensorik, hal
tersebut dikarenakan terjadinya penurunan fungsi saraf eferen
pada sistem saraf perifer.
4. Medulla spinalis
Perbandingan pada sistem saraf perifer yang normal dan sistem
saraf perifer pada lansia yang telah mengalami perubahan/penurunan
fungsi adalah sebagai berikut:
1. Normal
Fungsinya :
- Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu, Cornu motorik/ cornu
ventralis.
- Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut.
- Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum.
- Mengadakan komun ikasi antara otak dan semua bagian tubuh.
2. Lansia
Medulla spinalis pada lansia terjadi penurunan fungsi,
sehingga mempengaruhi pergerakan otot dan sendi di mana lansia
menjadi sulit untuk menggerakkan otot dan sendinya secara
maksimal.
12 yaraf kranial:
1. Nervus Olfactorius
- Fungsinya sebagai penciuman
- Sifatnya sensorik membawa rangsangan aroma dari hidung
ke otak
2. Nervus Optikus
- Fungsinya untuk menentukan ketajaman penglihatan dan
lapangan pandang mata
- Sifatnya sensoris, membawa rangsangan penglihatan ke
otak

3. Nervus Okulomotorius
- Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata
- Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital
4. Nervus Troklearis
- Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan
dalam
- Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
5. Nervus Trigeminus
- Fungsinya sebagai penggerak
- Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
- Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu :
o Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit
kepala bagian depan, kelopak mata
o Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, hidung dan sinus maksilaris
o Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot
pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut
dan lidah, membawa rangsangan citra rasa ke otak
6. Nervus Abdusen
- Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral
- Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital
7. Nervus Facialis
- Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa
pengecap
- Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan
selapu lender rongga mulut
8. Nervus Vestibulotroklearis
- Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan
(vestibulo)
- Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak

9. Nervus Glasofaringeus
- Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke
otak
- Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah
10. Nervus Vagus
- Fungsinya sebagai perasa
- Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus,
gaster, dan kelenjar pencernaan
11. Nervus Assesorius
 Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan
muskulus trapezius
12. Nervus Hipoglosus
 Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan
 Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah
C. Etiologi
Sebagaimana dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial
dapat desibabkan oleh berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya
volume salah satu komponen intra kranial. Berikut beberapa keadaan
tersebut:
1. Peningkatan volume darah jaringan otak:
 Edema serebral
 Trauma
 Pembedahan
 Stroke
 Tumor.
2. Peningkatan volume darah otak
 Hematoma
 Malformasi AV
 Anurisme
 Stroke
 Peningkatan PCO2
3. Peningkatan volume cairan serebrosinal
 Peningkatan produksi, hidrosefalus
 Penurunan reabsopsi

D. Patofisiologi
1. Dinamika Ruang Intrakranial
Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial
sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-
10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari
salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial.
Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan
autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan
komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah
konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi
dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon
terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah
kemampuan pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi
seperti iskemia, hipoksia, hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida
merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh serebral, dapat
menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:
1. Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg
2. Tekanan arteri rata-rata
3. Tekanan intrakranial

Bila mekanisme autoregulasi terganggu, aliran darah serebral


berfluktuasi sesuai dengan tekanan darah sistemik. Setiap aktivitas yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah seperti batuk, suksion dan
kecemasan dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral yang
dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

Otak mampu melakukan kompensasi atau menerima perubahan


minimal pada volume kolaps parsial sisterna, ventrikel dan sistem
vaskuler, juga menurunkan pembentukan dan meningkatkan reabsorbsi
cairan serebrospinal. Selama masa kompensasi, TIK tetap cukup konstan.
Bila mekanisme kompensasi ini telah digunakan sampai batas
kemampuan otak, peningkatan TIK tidak dapat diterima lagi dan akan
terjadi herniasi yang mengakibatkan terhentinya aliran darah serebral
sebagai konsekuensi yang paling berat.

2. Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah
tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia
neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi
menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah
sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran
darah serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS
E. Manifestasi Klinis
 Disorientasi
 Daya ingat menurun
 Aphasia: gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata-kata yang akan diucapkan
 Apraxsia: ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang
gagang pintu tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan)
 Agnosia: gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun
sensorinya masihb baik
 Amnesia: ketidak mampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya
 Sering bingung
 Belajar perlu waktu yang loma
 Penurunan reaksi dan respon

F. Komplikasi
Masalah Sensori Pada Lansia
1. Mata atau penglihatan
Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang
mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan
lensa pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan
tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra
okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ
pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan
mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan
tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak
jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-
bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil
koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang
mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut
presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
1. Penurunan kemampuan penglihatan
2. ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
3. Glaucoma
4. Katarak
5. Entropion dan ekstropion
2. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada
lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa
diobati namun dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi
kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada
peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang
disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya
hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi
O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah
vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
3. Strok
Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan
gangguan pada peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh
darah maupun pendarahan ( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga
menyebabkan gangguan anatomo dan fisiologi otak.\
Faktor-faktor penyebabnya :
- Tekanan darah tinggi
- Penyakit jantung
- Kencing manis
4. Radang otak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit
kedalam otak dan selaput otak. Gejala awalnya adalah panas badan tinggi,
badan lemah, kaku leher  dan muntah-muntah yang tidak membaik
dengan obat-obatan biasa. Penyakit timbul apabila keradangan meluas
sampai timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak sehingga
menimbulkan penurunan kesadaran ( coma ).
G. Test Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
a. CT Scan
CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan
cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor,
hematom atau hidrosefalus.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan
dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang
detail anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau
sindrom infark dini.
c. PET (Positron Emission Tomografi)
Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam
sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau
tidak.
d. Angiografi Serebral
Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa
zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi
arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah,
penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran
pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi
AV).
e. Mielografi
Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau
sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi
medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata.
f. EEG (Elektroensefalografi)
Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal
dalam korteks serebri
g. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel,
protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
a. Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf
(jatuh, kecelakaan lalulintas)
b. Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit
gigi.
c. Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan
ingatan yang baru terjadi.
d. Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun,
tinitus dan masalah pendengaran.
e. Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
f. Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau
kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
g. Impotensi dan kesulitan berkemih.
h. Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
i. Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.
j. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
2. Pengkajian Fisik
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
1. Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar,
letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale.
2. Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.
Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan
neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan
yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi
keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa
kemampuan koordinasi ekstremitas atas.
3. Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek,
bahasa, pikiran dan persepsi (person, time and space).
4. Refleks
Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik.
Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon),
refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti
refleks Babinski.
5. Gerakan involunter
Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat
dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus,
hemibalismus, chorea dan atetosis.
6. Perubahan pupil
Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap
cahaya.
7. Tanda vital
Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik
dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah
atau lambat dan pernapasan tidak teratur.
8. Saraf kranial
Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya
kelainan yang spesifik.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
c. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori,
transmisi dan integrasi.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :
- Pasien bebas dari resiko cedera.
- Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.

Intervensi :

- Kaji status mental dan fisik.


- Lakukan strategi untuk mencegah cedera yang sesuai untuk status
fisiologis.
- Pertahankan tindakan kewaspadaan.
- Singkirkan atau lepaskan alat-alat yang dapat membahayakan pasien.
- Hindari tugas-tugas yang membahayakan.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
Tujuan :
- Pasien akan mengidentifikasikan aktifitas dan/atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi
aktivitas.
- Pasien dapat menampilkan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).

Intervensi :

- Kaji respon emosi, sosial, dan spiritual terhadap aktivitas.


- Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas.
- Hindari menjadwalkan aktivitas selama periode istirahat.
- Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala dan ambulasi
yang dapat di toleransi.
c. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori,
transmisi dan integrasi.
Tujuan :
- Pasien dapat menunjukkan kemampuan kognitif.
- Pasien dapat mengidentifikasikan diri, orang, tempat, dan waktu.

Intervensi :

- Pantau perubahan status neurologis pasien.


- Pantau tingkat kesadaran pasien.
- Identifikasikan factor yang berpengaruh terhadap gangguan persepsi
sensori.
- Pastikan akses dan penggunaan alat bantu sensori.
- Tingkatkan jumlah stimulus untuk mencapai tingkat sensori yang
sesuai.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf pusat.
Tujuan :
- Pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

Intervensi :

- Kaji kemampuan berbicara, menulis, membaca, dan memahami


simbol.
- Anjurkan kunjungan keluarga secara teratur untuk memberikan
stimulasi sebagai komunikasi.
- Anjurkan pasien untuk berkomunikasi secara perlahan

Anda mungkin juga menyukai