Askep Kardiovaskuler
Askep Kardiovaskuler
Kelas : 4.2
Nim: 180204098
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Memahami perubahan anatomi dan fisiologi sistem neurologis pada lansia
2. Memahami asuhan keperawatan sistem neurologi pada lansia
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Kesadaran sesorang akan dunianya ditentukan oleh mekanisme neural
yang mengolah informasi yang diterima. Langkah awal pada pengolahan ini
adalah transformasi energi stimulus menjadi potensial reseptor lalu menjadi
potensial aksi pad serabut saraf. Pola potensial aksi pada serabut saraf tertentu
adalh kode yang memberikan informasi mengenai dunia, meskipun seringkali
kode yang disampaikan berbeda dari apa yang ingin disampaikan
Proses desak ruang adalah proses terdesaknya struktur dalam ruang
intrakranial karena pertambahan volume salah satu atau lebih dari 3
komponen intrakranial yakni: jaringan otak, darah otak dan atau cairan
serebrospinal sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
dengan segala akibatnya.
3. Nervus Okulomotorius
- Fungsinya kontraksi pupil, pergerakan bola mata
- Sifatnya motorik,mensarafi otot-otot orbital
4. Nervus Troklearis
- Fungsinya sebagai saraf pemutar bola mata ke bawah dan
dalam
- Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
5. Nervus Trigeminus
- Fungsinya sebagai penggerak
- Sifatnya majemuk (sensoris motoris)
- Saraf ini mempunyai 3 cabang yaitu :
o Nervus Optalmikus : Sifatnya sensorik, mensarafi kulit
kepala bagian depan, kelopak mata
o Nervus : Sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas,
palatum, hidung dan sinus maksilaris
o Nervus Mandibularis : Sifatnya majemuk, mensarafi otot
pengunyah, gigi bawah, dagu dan serabut rongga mulut
dan lidah, membawa rangsangan citra rasa ke otak
6. Nervus Abdusen
- Fungsinya pergerakan bola mata ke lateral
- Sifatnya motoris, mensarafi otot orbital
7. Nervus Facialis
- Fungsinya sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa
pengecap
- Sifatnya majemuk, mensarafi wajah, otot-otot lidah dan
selapu lender rongga mulut
8. Nervus Vestibulotroklearis
- Fungsinya sebagai pendengaran dan keseimbangan
(vestibulo)
- Sifatnya sensoris, membawa rangsangan dari telinga ke otak
9. Nervus Glasofaringeus
- Fungsinya menelan dan membawa rangsangan cita rasa ke
otak
- Sifatnya majemuk, mensarafi faring, tonsil, dan lidah
10. Nervus Vagus
- Fungsinya sebagai perasa
- Sifatnya majemuk, mensarafi faring, laring, esofagus,
gaster, dan kelenjar pencernaan
11. Nervus Assesorius
Fungsinya untuk mengkaji otot sternokleidomastoideus dan
muskulus trapezius
12. Nervus Hipoglosus
Fungsinya pergerakan lidah dalam berbicara dan menelan
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot lidah
C. Etiologi
Sebagaimana dikemukakan di atas, proses desak ruang intrakranial
dapat desibabkan oleh berbagai keadaan yang meyebabkan berubahnya
volume salah satu komponen intra kranial. Berikut beberapa keadaan
tersebut:
1. Peningkatan volume darah jaringan otak:
Edema serebral
Trauma
Pembedahan
Stroke
Tumor.
2. Peningkatan volume darah otak
Hematoma
Malformasi AV
Anurisme
Stroke
Peningkatan PCO2
3. Peningkatan volume cairan serebrosinal
Peningkatan produksi, hidrosefalus
Penurunan reabsopsi
D. Patofisiologi
1. Dinamika Ruang Intrakranial
Hipotesis Monro-Kellie menyatakan bahwa volume intrakranial
sama dengan volume otak (80-85%) ditambah volume darah serebral (3-
10%) dan volume cairan serebrospinal (8-12%). Perubahan volume dari
salah satu komponen karena proses desak ruang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intrakranial.
Dalam keadaan normal, otak mempunyai kemampuan melakukan
autoregulasi aliran darah serebral untuk menyesuaikan dengan perubahan
komponen intrakranial lainnya. Autoregulasi menjamin aliran darah
konstan melalui pembuluh darah serebral di atas rentang tekanan perfusi
dengan cara mengubah diameter pembuluh darah dalam berespon
terhadap tekanan perfusi serebral. Tetapi berbagai faktor dapat mengubah
kemampuan pembuluh serebral untuk melakukan kontriksi dan dilatasi
seperti iskemia, hipoksia, hiperkapnea dan trauma otak. Karbondioksida
merupakan vasodilator yang paling poten pada pembuluh serebral, dapat
menyebabkan kenaikan aliran darah serebral dan selanjutnya dapat
meningkatkan tekanan intrakranial.
Autoregulasi dapat berfungsi dalam batasan:
1. Tekanan perfusi serebral > 60 mmHg
2. Tekanan arteri rata-rata
3. Tekanan intrakranial
2. Tekanan Perfusi Serebral (TPS)
Aliran darah serebral berjalan dalam TPS > 60 mmHg. Di bawah
tingkat ini, suplai darah ke otak tidak adekuat dan akan terjadi hipoksia
neural dan dapat terjadi kematian sel neuron. Saat tekanan perfusi
menurun, respon kardiovaskuler adalah meningkatkan tekanan darah
sistemik. Sistem autoregulasi yang berfungsi mempertahankan aliran
darah serebral yang konstan tidak berfungsi bila TPS
E. Manifestasi Klinis
Disorientasi
Daya ingat menurun
Aphasia: gangguan berbahasa yaitu gangguan dalam mengerti dan
mengutarakan kata-kata yang akan diucapkan
Apraxsia: ketidak mampuan dalam melakukan aktivitas motorik
walaupun fungsi motorik masih baik (contohnya mampu memegang
gagang pintu tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan)
Agnosia: gagal mengenali atau mengidentifikasi objek walaupun
sensorinya masihb baik
Amnesia: ketidak mampuan untuk belajar dan mengingat kembali
informasi baru yang didapat sebelumnya
Sering bingung
Belajar perlu waktu yang loma
Penurunan reaksi dan respon
F. Komplikasi
Masalah Sensori Pada Lansia
1. Mata atau penglihatan
Kornea, lensa, iris, aquous humormvitrous humor akan mengalami
perubahan seiring bertambahnya usia., karena bagian utama yang
mengalami perubahan / penurunan sensifitas yang bisa menyebabkan
lensa pada mata, produksi aquous humor juga mengalami penurunan
tetapi tidak terlalu terpengaruh terhadap keseimbangan dan tekanan intra
okuler lensa umum. Bertambahnya usia akan mempengaruhi fungsi organ
pada mata seseorang yang berusia 60 tahun, fungsi kerja pupil akan
mengalami penurunan 2/3 dari pupil orang dewasa atau muda, penurunan
tersebut meliputi ukuran-ukuran pupil dan kemampuan melihat dari jarak
jauh. Proses akomodasi merupakan kemampuan untuk melihat benda-
bend dari jarak dekat maupun jauh. Akomodasi merupakan hasil
koordianasi atas ciliary body dan otot-otot ins, apabial sesorang
mengalami penurunan daya akomodasi makaorang tersebut disebut
presbiopi.
5 masalah yang muncul ada lansia :
1. Penurunan kemampuan penglihatan
2. ARMD ( agp- relaed macular degeneration )
3. Glaucoma
4. Katarak
5. Entropion dan ekstropion
2. Glaukoma
Glaukoma dapat terjadi pada semua usia tapi resiko tinggi pada
lansia usia 60 tahun keatas, kerusakan akibat glaukoma sering tidak bisa
diobati namun dengan medikasi dan pembedahan mampu mengurangi
kerusakan pada mata akibat glaukoma. Glaukoma terjadi apabila ada
peningkatan tekanan intra okuler ( IOP ) pada kebanyakan orang
disebabkan oleh oleh peningkatan tekanan sebagai akibat adanya
hambatan sirkulasi atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih berisi
O2, gula dan nutrisi), selain itu disebabkan kurang aliran darah kedaerah
vital jaringan nervous optikus, adanya kelemahan srtuktur dari syaraf.
3. Strok
Adalah penyakit padasistem syaraf pusat ( otak ) yang ditandai dengan
gangguan pada peredaran darah, baik itu karena sumbatan pembuluh
darah maupun pendarahan ( pecahnya pembuluh darah ) di otak sehingga
menyebabkan gangguan anatomo dan fisiologi otak.\
Faktor-faktor penyebabnya :
- Tekanan darah tinggi
- Penyakit jantung
- Kencing manis
4. Radang otak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya bakteri / virus / parasit
kedalam otak dan selaput otak. Gejala awalnya adalah panas badan tinggi,
badan lemah, kaku leher dan muntah-muntah yang tidak membaik
dengan obat-obatan biasa. Penyakit timbul apabila keradangan meluas
sampai timbul bengkak otak dan atau abses ( borok ) otak sehingga
menimbulkan penurunan kesadaran ( coma ).
G. Test Diagnostik
Tes diagnostik yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
a. CT Scan
CT Scan memberikan gambaran rinci dari struktur tulang, jaringan dan
cairan tubuh. Dapat menunjukkan perubahan struktur karena tumor,
hematom atau hidrosefalus.
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Sacn dengan MRI membuat gambaran grafis dari struktur tulang, cairan
dan jaringan lunak. Dapat memberikan hasil yang lebih jelas tentang
detail anatomi dan dapat membantu diagnosis tumor yang kecil atau
sindrom infark dini.
c. PET (Positron Emission Tomografi)
Test dignostik untuk mengukur proses fisiologis dan biokimia dalam
sistem saraf. Daerah tertentu dapat teridentifikasi sebagai berfungsi atau
tidak.
d. Angiografi Serebral
Merupakan pemeriksaan radiografi dengan menggunakan kontras berupa
zat warna radio-opak yang disuntikkan dengan kateter ke dalam sirkulasi
arteri serebral. Hasilnya memperlihatkan patensi pembuluh darah,
penyempitan, oklusi dan abnormalitas struktur (aneurisma), pergeseran
pembuluh (tumor dan edema) dan perubahan aliran darah (malformasi
AV).
e. Mielografi
Ruang subarakhnoid spinal diperiksa terhadap obstruksi total atau
sebagian yang berhubungan dengan perubahan letak tulang, kompresi
medula spinalis atau herniasi cakram intervertebrata.
f. EEG (Elektroensefalografi)
Membantu mendeteksi dan menemukan tempat aktivitas listrik abnormal
dalam korteks serebri
g. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan CSS terhadap adanya darah, perubahan karater, jumlah sel,
protein, dan glukosa dan memperkirakan TIK.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Riwayat Keperawatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan pada anamnesis riwayat neurologis:
a. Trauma yang baru terjadi yang dapat mempengaruhi sistem saraf
(jatuh, kecelakaan lalulintas)
b. Infeksi yang baru terjadi termasuk sinusitis, infeksi telinga dan sakit
gigi.
c. Sakit kepala dan masalah-masalah gangguan daya konsentrasi dan
ingatan yang baru terjadi.
d. Perasaan pusing, kehilangan keseimbangan, melayang, melamun,
tinitus dan masalah pendengaran.
e. Kecanggungan atau kelemahan ekstremitas, kesulitan berjalan.
f. Penyimpangan sensoris (kesemutan, baal, hipersensitivitas, nyeri) atau
kehilangan sensori pada wajah, badan dan ekstremitas.
g. Impotensi dan kesulitan berkemih.
h. Kesulitan dalam kegiatan sehari-hari.
i. Efek masalah pada pola hidup, kinerja pekerjaan dan interaksi sosial.
j. Penggunaan tembakau, alkohol dan obat-obat tertentu.
2. Pengkajian Fisik
Hal-hal yang perlu dilakukan pada pemeriksaan fisik neurologis adalah:
1. Pemeriksaan tingkat kesadaran (GCS)
Tingkat kesadaran dapat digambarkan secara kualitatif seperti sadar,
letargi, stupor, semikoma dan koma atau secara kuatitatif dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale.
2. Gerakan, kekuatan dan koordinasi otot ekstremitas.
Kelemahan otot merupakan tanda penting pada beberapa gangguan
neurologis. Beberapa tes khusus digunakan untuk mendeteksi kelainan
yang lebih spesifik seperti tes Romberg untuk memeriksa koordinasi
keseimbangan tubuh tes koordinasi jari hidung untuk memeriksa
kemampuan koordinasi ekstremitas atas.
3. Status mental
Pemeriksaan status mental meliputi perhatian, daya ingat, afek,
bahasa, pikiran dan persepsi (person, time and space).
4. Refleks
Refleks terjadi jika stimulasi sensori menimbulkan respon motorik.
Refleks yang diperiksa meliputi refleks regangan otot (refleks tendon),
refleks kutaneus (superfisial) dan adanya refleks abnormal seperti
refleks Babinski.
5. Gerakan involunter
Gerakan involunter adalah gerakan bagian tubuh yang tidak dapat
dikendalikan seperti tremor, fasikulasi, klonus, mioklonus,
hemibalismus, chorea dan atetosis.
6. Perubahan pupil
Pupil dapat dinilai ukuran dan bentuknya serta respon terhadap
cahaya.
7. Tanda vital
Tanda klasik peningkatan TIK meliputi kenaikan tekanan sistolik
dalam hubungan dengan tekanan nadi yang membesar, nadi lemah
atau lambat dan pernapasan tidak teratur.
8. Saraf kranial
Tes fungsi saraf kranial diperiksa satu persatu untuk melihat adanya
kelainan yang spesifik.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan secara menyeluruh.
c. Gangguan persepsi sensori (visual, auditori, kinestetik, pengecapan, taktil,
penciuman) berhubungan dengan perubahan penerimaan sensori,
transmisi dan integrasi.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan/penurunan
sistem saraf.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan
kognitif.
Tujuan :
- Pasien bebas dari resiko cedera.
- Tidak memperlihatkan tanda cedera fisik.
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :
Intervensi :