Anda di halaman 1dari 2

Mencari SIM

Monolog Whani Darmawan

TOKOH KITA, SEORANG MAHASISWA/I MASUK KE SEBUAH RUMAH DENGAN


PERABOTAN MAINSTREAM DENGAN MUKA MANYUN, MELEMPARKAN TASNYA
DI SOFA SEBERANGNYA DAN DUDUK DI SOFA SATUNYA.

Tak tahulah. Mungkin papa yang sibuk atau aku yang lelet, selalu saja aku diomel-omelin.
Dan parahnya, kalau papa sudah ngomel suka nggak nyambung. Ngungkit-ungkit perkara
yang sudah lewat. Mana yang aku gak disiplin, suka menunda pekerjaan, nggak ngerti skala
prioritas. Udah begitu, gak konsisten. Marahnya sambil nerima handphone dari kolega-
koleganya, bicara hal-hal yang jauuuuh dari aku tahu. Mana yang ngobrolin KPK, Operasi
Tangkap Teman..............eh, tangkap teman apa tangkap tangan, ya? Ah gitulah. Sok-sok
annya jadi pengamat politik. Mungkin gak juga sok-sokan ya, mengingat dia anggota
dewan dari komisi.........komisi...............aah, komisi apaan, perduli kucinglah. Aku gak ada
urusan dengan itu semua. Kalau udah, ngomelnya dilanjutin lagi. Aku dipaksa
mendengarkan omelan-omelannya. Yang selalu ia tekankan ; disiplin, patuh dan tertib sama
peraturan. Yaaaah tapek deeehh! Dan hari ini, adalah puncak dari omelan-omelan itu.
Hadeeeehhh! (MEREBAHKAN TUBUHNYA DI SOFA BEBERAPA SAAT, BANGKIT LAGI)

Kemarin, aku gak bisa menghindar lagi. Memang, di kampus ada latihan UKM, tahu gak
siiihh, itu sesuatu yang mengasyikan beeengeeeett gitu loh! Tahu gak sih, gimana rasanya jadi
mahasiswa baru? Huuuu Papa gak keren! Ganggu aja! (JEDA) Hari ini aku harus ikut papa
untuk menyelesaikan urusan yang maha penting ; mencari SIM. Ya, SIM ; surat ijin
mengemudi. Sim C, kendaraan bermotor roda dua. Tapi yang bikin boring, tahu gak
ciiiiihh..........papa sambil menyelesaikan urusan-urusannya! Mampir ke rumah dewan,
nunggu dia ngobrol sama koleganya wek.....wek...weekk. Masuk mobil sambil nerima
telephone, wek....wek....wek......lagian, di perjalanan papa baweeelnya bukan main.
Emosian. Waktu trafich light masih hitungan lima dari merah menuju hijau, papa sudah
nyalain klakson berulang kali. Brisik. Kalau aku protes, papa bilang, “Orang kalau gak
diingetin jauh waktu suka lemot!” Udah. Na, di perempatan jalan Kahutaman tadi gak tahu
kenapa, terjadi antrean panjang. Mobil-mobil mencuri antrean. Yang mustinya mau ke kiri
ambil kanan, yang mau kanan ambil kiri. Termasuk Papa. Motor nyaris tidak punya
peluang untuk bisa masuk di celah-celah antara mobil. Akibatnya motor berlomba-lomba
menyerobot trotoar. Sebagai anggota dewan, mungkin, Papa merasa tergerak. Ia membuka
kaca kiri di sampingku di mana aku duduk dan menyemprot, “Wooooeeee! Jangan jadi
koruptooorrr! Itu tempat orang jalan kakiiii! Masak kalian nggak ngertiiiiii!!” hasilnya?
Mana ada yang mau ngedengerin. Anaknya saja nggak, apalagi orang lain! E ge pe!Para
pengendara motor itu dengan riangnya berlomba menaiki trotoar, sampai para pejalan kaki
cuma bisa geleng-geleng kepala! Karena saking jengkelnya, juga mungkin Papa lagi stress
karena urusan di kantornya, ditambah dengan terpaksa harus mengawal aku mencari SIM
papa jadi rusuh. Ngomelnya gak berhenti-berhenti kayak nenek-nenek. Aku diam saja. Tahu
gak, antrean mobil yang kami tumpangi sudah sampai sepuluh meter garis batas trafich light.
Lampu menyala hijau sudah sedari tadi dan hitungan sudah tinggal lima menuju merah.
Waaaa....papa blingsatan. Ketika lampu merah menyala pada hitungan satu, papa
menginjak pedal gasnya......wuuussssss.......mobil zigzag menghindari kendaraan dari arah
samping. Tentu saja, para pengendara motor itu ganti mengumpati papa. Aku gak bicara
apa-apa, tapi kutatap wajah papa dengan --- ya mungkin pandanganku aneh. Eh, dia
menjawab, “Hidup itu perjuangan! Sekali tempo bolehlah mencuri, untuk meraih yang lebih
besar!” (JEDA) Terserah kamu deh my hero!
TOKOH KITA INI BERDIRI KEMUDIAN BERJALAN MENUJU KE KULKAS YANG ADA
DI RUANGAN ITU, MEMBUKA KULKAS DAN MENGAMBIL SATU SOFT DRINK.
MENUTUP KULKAS, BERJALAN KEMBALI ARAH SEMULA SAMBIL MEMBUKA SOFT
DRINK TERSEBUT DAN MENENGGAK ISINYA.

Sampailah akhirnya kami di kantor......kantor.............kantor apa yang untuk ngurus SIM itu?
Yah, kantor polisilah karena banyak polisi. Ia banyak melambai-lambaikan tangan kepada
para polisi itu. Mungkin teman semasa SMA atau bagaimana. Yang jelas kenal lah. Kupikir
papa akan main mata dengan para polisi ini untuk mendapatkan SIM. Eh, tidak juga. Jadi?
Aku harus menempuh ujian mengendarai? Busyeeett! Tega bener ama anaknya! Bisa naik
motor juga baru kemarin. Huh, Papa yang kejam! Diajaknya aku ke ruang antean pengisian
formuir SIM. Di situ papa bertemu dengan seorang lelaki. Penampilannya enggak beut,
sudah pasti bukan polisi. So? Mau apa dengan orang ini? Papa bilang, “Pokoknya manut
sama Om ini.” Aku mengisi formulir, kemudian masuk ke ruang ujian tertulis. Gak susah,
menurut penilaian komputer nilaiku delapan puluh tiga. Not so bad! Terus keluar, ketemu
papa dan orang itu lagi. aku linglung aja di depan orang ini. Terus? Om itu bilang, “Sudah,
nanti SIMnya saya antar ke rumah, dik.”

MENENGGAK SOFT DRINKNYA HINGGA TANDAS DAN BERSENDAWA KERAS.

Sebenarnya aku merasa janggal. Seperti ada yang belum kulakukan, tetapi apa ya. Aku
ingin bertanya, tapi bagaimana mungkin aku bertanya, sementara hal yang mau aku
tanyakan saja aku tidak tahu. Ya, aku merasa janggal, tetapi aku tak tahu.

KEMUDIAN MEMBUKA TASNYA, MENGAMBIL DOMPET DAN MENGAMBIL


SELEMBAR SIM DARI SANA, DAN MENUNJUKKAN KEPADA PENONTON.

Jadi, inilah hasilnya. Sekarang aku sudah bisa bebas naik motor tanpa takut ada momen.
Dan yang penting, Papa gak usah lagi ngomel-ngomel, nyerobot lampu merah atau
semacamnya, karena ia sudah bisa mendisiplinkan anaknya. Merdeka!

MENGGELETAKKAN TUBUHNYA, TANGANNYA MERAIH REMOTE CONTROL


TELEVISI DAN MENYETELNYA, TEPAT DI ACARA BERITA YANG MENAYANGKAN
SOAL TERTANGKAPNYA KORUPTOR.

Omahkebon, Minggu 18 September 2016.

Anda mungkin juga menyukai