Anda di halaman 1dari 51

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Beton merupakan campuan antara bahan agregat halus dan kasar

dengan pasta semen (kadang-kadang juga ditambhkan admixtures), campuran

tersebut apabila dituangkan ke dalam cetakan kemudian didiamkan akan

menjadi keras seperti batuan. Proses pengerasan terjadi karena adanya reaksi

kimiawi antara air dengan semen yang terus berlangsung dari waktu ke

waktu, hal ini menyebabkan kekerasan beton terus bertambah sejalan dengan

waktu. Beton dapat juga dipandang sebagai batuan buatan di mana adanya

rongga pada partikel yang besar (agregat kasar) diisi oleh agregat halus dan

rongga yang ada di antara agregat halus diisi oleh pasta (campuran air dengan

semen) yang juga berfungsi sebagai bahan perekat sehingga semua bahan

penyusun dapat menyatu menjadi massa yang padat.

Bahan penyususn beton meliputi air, semen portland, agregat kasar,

dan halus serta bahan tambah, dimana setiap bahan peyusun mempunyai

fungsi dan pengaruh yang berbeda-beda. Sifat penting pada beton adalah kuat

tekan, bila kuat tekan tinggi maka sifat-sifat yang lain pada umumnya juga

baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton terdiri dari kualitas

bahan penyusun, nilai faktor air semen, gradasi agrega, ukuran maksimum

agregat, cara pengerjaan (pencampuran, pengangkutan, pemadatan, dan

perawatan) serta umur beton. (Tjokrodimuljo, 1996)


2

Proses desain balok beton bertulang merupakan proses yang

memerlukan banyak waktu dengan metode do dan check yang terus berulang

untuk mendapatkan desain yang kuat dengan dimensi dan jumlah tulangan

yang ekonomis.

Pada kenyataannya pembuatan struktur bangunan di lapangan

terkadang dengan terpaksa dan dilakukan dengan orang awam. Karena itu

diperlukan suatu alat bantu dalam mendesain struktur balok beton bertulang,

agar didapat desain struktur yang lebih mudah, cepat, dan tepat.

Tugas akhir ini akan dibuat grafik bantu desain baton bertuang dengan

tulangan lentur dan geser.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana membuat alat bantu dalam mendesain tulangan lentur balok

beton bertulang untuk balok persegi.

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Membuat alat bantu dalam mendesain balok tulangan lentur beton

bertulang untuk balok persegi.

1.4. Batasan Masalah

Adapun beberapa batasan masalah dalam penulisan tugas akhir ini

adalah sebagai berikut:


3

1. Membuat metode dengan model balok persegi dengan tulangan tunggal

2. Mutu beton fc’= 20 MPa, 25 MPa, 30 MPa, 35 MPa, 40 MPa

3. Mutu baja fy = 250 MPa, 400 MPa

4. Menggunakan metode desain balok persegi tulangan tunggal yang

diaplikasikan pada struktur yang sederhana

1.5. Sistemetika Penulisan

Garis besar penulisan tugas akhir ini terdiri atas 3 (tiga) bab, dimulai

dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metodologi penelitian. Penjabaran lebih

lanjut akan di uraikan sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan

Pada bab ini membahas tentang latar belakang, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, serta sistematika

penulisan.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang teori–teori dasar yang di gunakan dalam

peyusunan dan perhitungan tugas akhir ini.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Pada bab ini membahas tentang tahapan penelitian, sumber dan

pengumpulan data serta teknik analisa data.

4. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisi analisis dari hasil pengumpulan dan pengolahan data

hingga hasil yang dicapai selama penenlitian dan pembuatan laporan

penelitian ini.
4

5. BAB V Penutup

Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapat dari pembahasan

dan berisikan saran


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Beton Bertulang

Menurut SNI 2847:2013, beton adalah campuran antara semen

portland atau semen hidrolis lainnya, agregat halus, agregat kasar, dan air

dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (admixture) yang membentuk

massa padat.

Beton normal adalah beton yang mempunyai berat isi 2200-2500

kg/m3 menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah yang tidak

menggunakan bahan tambahan (Sebayang, Surya, 2000)

Beton bertulang merupakan material komposit yang terdiri dari beton

dan baja tulangan yang ditanam di dalam beton. Sifat utama beton adalah

sangat kuat di dalam menahan beban tekan (kuat tekan tinggi) tetapi lemah di

dalam menahan gaya tarik. Baja tulangan di dalam beton berfungsi menahan

gaya tarik yang bekerja dan sebagaian gaya tekan. (Pratikto, 2009)

Beton dan beton bertulang digunakan sebagai bahan konstruksi

bangunan di setiap negara. Di banyak negara, termasuk Amerika Serikat dan

Kanada, beton bertulang adalah yang dominan material struktural dalam

konstruksi rekayasa. Sifat universal dari konstruksi beton bertulang berasal

dari ketersediaan luas tulangan penguat dan dari konstituen beton (kerikil atau

batu hancur, pasir, air, dan semen), dari keterampilan yang relatif sederhana

yang dibutuhkan dalam konstruksi beton, dan dari ekonomi beton bertulang
6

dibandingkan dengan bentuk konstruksi lainnya. (James K. Wight, James G.

MacGregor, 2012)

Sukses besar beton bertulang sebagai bahan konstruksi yang universal

cukup mudah dipahami jika dilihat dari banyaknya kelebihan yang

dimilikinya. Kelebihan tersebut antara lain (McCormac, Jack C. 2001)

1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan

dengan kebanyakan bahan yang lain.

2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap air dan

api, bahkan merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang

banyak bersentuhan dengan air.

3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaanyang tinggi

(serviceanility)

5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang

sangat panjang. Dalam kondisi-kondisi normal, struktur beton

bertulang dapat digunakan sampai kapan pun tanpa kehilangan

kemampuannya untuk menahan beban.

6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk

pondasi tapak, dinding, basment, tiang tumpuan jembatan, dan

bangunan-bangunan lain semacam itu.

7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak

menjadi bentuk sangat beragam, mulai dari pelat, balok dan kolom

sederhana sampai atap kubah dan cangkang besar.


7

8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan lokal yang murah

(pasir, kerikil, air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan

tulangan baja, yang mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.

9. Keahlian buruh untuk membangun konstruksi beton bertulang lebih

rendah bila dibandigkan dengan bahan lain seperti baja struktur

Disamping kelebihan-kelebihan beton bertulang sebagai suatu bahan

struktur seperti yang telah disebutkan di atas, beton bertulang juga

mempunyai berbagai kekurangn dan kelemahan. Kelemahan-kelemahan

(Tjokrodimuljo, 2007), antara lain adalah:

1. Bahan dasar penyusun beton (agregat halus maupun agregat kasar)

bermacam-macam sesuai dengan lokasi pengambilannya, sehingga

cara perencanaannya bermacam-macam pula.

2. Beton keras mempunyai kelad kekuatan sehingga harus disesuaikan

dengan bagian begunan yang dibuat.

3. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga getas atau rapuh

dan mudah retak. Oleh karean itu perlu diberikan cara-cara

mengatasinya, misalnya dengan memeberikan baja tulangan, serat,

dan sebagainya.

2.2. Balok Tulangan Tunggal (Tarik)

Suatu keadaan pembebanan terhadap lentur murni apabila penampang

hanya dibebani momen lentur, maka terdapat keadaan keseimbangan dalam

berupa ΣFH=0. Ini berarti Cc = Ts. untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar

yang menyatakan bahwa regangan tekan beton dan batas leleh baja yang
8

diisyaratkan tercapai bersamaan. Diagram regangan tersebut berdasarkan cu

fy
= 3.10-3 dan tegangan tarik baja ε y =
εs

Gambar 2.1. Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Persegi Bertulangan


Tunggal
(Sumber : Ellysa Wulan Agustina, 2008)

Dari gambar 2.1. didapatkan kesetimbangan gaya yang terjadi dari

penampang balok adalah sebagai berikut:

ΣFH = 0

Cc = Ts

Cc = 0,85 fc’.a.b (2.1)

Ts = As.fy (2.2)

Sehingga:

0,85 fc’.a.b = As.fy (2.3)

As.f y
a= ' (2.4)
0,85. f c .b

dimana:

Cc = gaya pada daerah tekan penampang (N)


9

Ts = gaya tarik baja tulangan (N)

a = daerah tekan beton (mm)

fc’ = kuat tekan beton (Mpa)

b = lebar balok (mm)

h = tinggi balok (mm)

d = tinggi efektif balok (mm)

As = tulangan pada daerah terik balok (mm2)

fy = tegangan luluh baja pada daerah tarik balok (Mpa)

dengan a = β1. c(2.5)

c adalah letak sumbu netral dari sisi atas penampang dalam satuan mm dan

β1 mempunyai ketentuan sebagai berikut:

 fc’ ≤ 30 Mpa, maka β1 = 0,85 (2.6)


'
f c - 30
 fc’ > 30 Mpa, maka β1 = 0,85- 0,05 (2.7)
7
 fc’ ≥ 58 MPa, maka β1= 0,65 (2.8)

Momen nominal (Mn) dari tampang dapat dihitung dengan rumus berikut:

Mn = Cc.Z = Ts.Z (2.9)

Z = (d – a/2)

Sedangkan momen ultimitnya dapat dihitung dengan rumus:

Mu = ∅ .Mn (2.10)

Dengan ∅ adalah faktir reduksi sebesar 0,9


10

2.3. Tulangan Geser

Bentang geser pada balok beton tenpa tulangan geser terjadi di daerah

sepanjang kurang lebih tiga kali tinggi efektif balok. Retak akibat tarik

diagonal merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan geser. Untuk

bentang geser yang lebih pendek, kerusakan akan timbul sebagai kombinasi

dari pergeseran, remuk dan belah. Sedangkan untuk balok beton tanpa

tulangan dengan bentang geser lebih panjang, retak karena tegangan tarik

lentur akan erjadi terlebih dahulu sebelum timbul retak karena tarik diagonal.

Dengan demikian terjadnya retak tarik lenturan pada balok tanpa tulangan

merupakan peringatan awal kerusanak geser (Dipohusodo, 1996)

Pada balok dengan tumpuan sederhana seperti yang diperlihatkan

dalam gambar 2.2 di bawah, jika dibebani akan mengalami momen lentur

(M). Momen tersebut akan menyebabkan elemen beton yang berada didaerah

atas dari garis netral mengalami tegangan tekan, dan elemen beton yang

berada dibawah garis akan mengalami tegangan tarik jika beton belum retak.

Sebagai syarat untuk memenuhi kesetimbangan gaya vertikal, maka

tegangan-tegangan geser yang terjadi dalam elemen harus sama dengan gaya-

gaya vertikal (V) yang bekerja dalam beton.

Gambar 2.2. Gaya geser dan momen lentur pada balok sederhana
(Sumber : Ellysa Wulan Agustina, 2008)
11

Di bawah garis netral tersebut terdapat gaya geser yang keduanya

dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini:

Gambar 2.3. Keadaan geser murni


(Sumber : Ellysa Wulan Agustina, 2008)

Gambar di atas menujukan penjelasan bahwa pada daerah geser yang

berada di bawah garis netral, terdapat tegangan tarik yang memiliki nilai yang

sama dengan tegangan geser pada bidang dengan kemiringan 45o (diagonal).

Tarik diagonal ini menyebabkan terjadinya retakan miring, sehingga

keruntuhan geser (shear failure) sebenarnya adalah keruntuhan tarik pada

arah retak miring.

Rumus yang umum yang berlaku untuk tegangan geser adalah sebagai

berikut:

V.S
υ= (2.11)
b.I

dimana:

υ= tegangan geser

V = gaya geser (N)

S = momen statis dari bagian balok yang tergeser, terhadap garis

netral (mm3)

b= lebar balok (mm)


12

I= momen inersia dari penampang (mm3)

2.3.1. Gaya Geser (Vu)

Dalam merencanakan tulangan geser, gaya lintang yang terjadi

harus ditinjau sedemikian rupa sehingga:

Vu ≤ ∅ .Vn (2.12)

Vu = 1,2 VD + 1,6 VL (2.13)

dengan:

Vu = gaya geser yang terjadi akibat luar terfaktor

VD = gaya geser akibat beban mati

VL = gaya geser akibat beban hidup

∅ = faktor reduksi kekuatan yang nilainya 0,75

Dimana nilai Vn adalah kuat geser nominal dari tampang

balok, dengan rumus sebagai berikut:

Vn = Vc + Vs (2.14)

Dengan:

Vc = kuat geser nominal sumbangan beton (N)

Vs = kuat geser nominal sumbangan tulangan geser (N)

Perencanaan beton bertulang terhadap gaya geser sesuai

dengan keadaan lentur murni, hal ini dikarenakan faktor yang

menentukan adalah perilaku dari struktur dalam tahap keruntuhan.

Untuk menjelaskan tentang tegangan geser maka dapat digunakan

gambar 2.4 berikut ini.


13

Gambar 2.4. Diagram gaya dan momen akibat pembebanan pada


balok
(Sumber : Ellysa Wulan Agustina, 2008)

Seandainya beban sendiri balok diabaikan, maka gaya geser

pada kedua tepi balok di antar tumpuan dan beban terpusat mencapai

nilai meksimum sebesar V = 1/2P. sedangkan gaya geser di bagian

tengah balok sama dengan nol (saat momen mencapai niali

maksimum). Momen maksimum terdapat di antara dua beban terpusat

yang nilaimya sebesar M = 1/6P. semakin mendekati tumpuan nilai

momen ini akan berkurang secara linear, dan pada tumpuan nilai M =

0.
14

2.3.2. Kuat Geser Sumbangan Beton (Vc)

Sesuai dengan sifat beban yang bekerja pada komponen

struktur non-pratekan maka kuat geser Vc yang disambungkan oleh

beton ditentukan sebgai berikut:

a) Untuk komponen struktur yang dibebani geser dan lentur berlaku,

Vc = [ ]
√ fc '
6
bw.d (2.15)

atau dapat juga dihitung secara rinci dengan ketentuan:

Vc = [ √ f c' +120 P w
Vu
Mu ] bw d
7
(2.16)

Tetapi tidak boleh diambil lebih besar dari pada 0,3 √ fc' bwd.

Besaran VuD/Mu tidak boleh diambil melebihi 1,0 dimana Mu

adalah momen terfaktor yang terjadi bersamaan dengan Vu pada

penampang yang ditinaju.

b) Untuk komponen struktur yang dibebani tekan aksial

(
Vc = 1 +
Nu
14 Ag )[ ] √ fc'
6
bwd (2.17)

Besaran Nu/Ag harus dinyatakan dalam Mpa

atau dapat juga dihitung secar rinci dengan ketentuan:

Persamaan (2.13) boleh digunakan untuk menghitung Vc dengan

nilai Mm menggantikan nilai Mu dan nilai Vud/Mu boleh diambil

lebih besar daripada 1,0 dengan:


15

(4 h - d )
Mm = Mu – Nu (2.18)
8

Tetapi dalam hal ini, Vc tidak boleh diambil lebih besar daripada:

0 , 3 Nu
Vc = 0,3 √ fc’ bwd √ 1+ (2.19)
Ag

Besaran Nu/Ag harus dinyatakan dalam Mpa. Bila Mm yang dihitung

dengan persamaan (2.15) bernilai negatif, maka Vc harus dihitung

dengan persamaan (2.16).

c) Untuk komponen struktur yang dibebani oleh gaya tarik aksial

yang cukup besar, tulangan geser harus direncanakan untuk

memikul gaya geser total yang terjadi,

(
Vc = 1 +
Ag )
0,3 N u √ fc '
6
bwd (2.20)

Tapi tidak kurang daripada nol, dengan Nu adalh negatif untuk

tarik. Besaran Nu/Ag harus dinyatak dalam MPa.

Dalam menggunakan persamaan-persamaan di atas, harus

diperhatikan bahwa nilai √ fc' yang digunakan di dalamnya tidak

boleh melebihi 25/3 MPa, dan untuk komponen struktur standar

bundar, luas yang digunakan unuk menghitung Vc harus diambil

sebagai hasil kali dari diameter dan tinggi efektif penampang.

Tinggi efektif penampang boleh diambil sebagai 0,8 kali diameter

penampang beton.

2.3.3. Kuat Geser Sumbangan Tulangan Geser


16

Jenis-jenis tulangan geser yang dapat digunakan sebagai

tulangan geser terdiri dari:

a) Sengkang yang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen

struktur.

b) Jaring kawat baja las dengan kawat-kawat yang dipasang tegak

lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur.

c) Spiral, sengkang ikat bundar atau persegi.

Untuk komponen struktur non-pratekan, tulangan geser dapat

juga terdiri dari:

a) Sengkang yang membuat sudut 45o atau lebih terhadap tulangan

tarik longitudinal.

b) Tulangan longitudinal dengan bagian yang dibengkokkan untuk

membuat sudut sebesar 30o atau lebih terhadap tulangan

longitudinal.

c) Kombinasi dari sengkang dan tulangan longitudinal yang

dibengkokkan.

d) Spiral.

Bila gaya geser berfaktor Vu lebih besar daripada kuat geser ∅

Vc, maka harus disediakan tulangan geser untuk memenuhi persamaan

(2.9) dan (2.11).

a) Untuk penggunaan tulangan geser yang tegak lurus terhadap sumbu

aksial komponen struktur, maka

Av fy d
Vs = (2.21)
s
17

dengan Av adalah luas tulangan geser yang berbeda dalam rentang

jarak s.

Bila sengkang ikat bundar, sengkang ikat persegi, atau

spiral digunakan sebagai tulangan geser, maka Vs harus dihitung

menggunakan persamaan (2.18), luas yang digunakan untuk

menghitung Vc harus diambil sebagai hasil kali dari diameter dan

tinggi efektif penampang. Tinggi efektif penampang boleh diambil

sebagai 0,8 kali diameter penampang beton. Niai Av harus diambil

sebagai dua kali luas batang tulangan pada sengkang ikat bundar,

sengkang persegi, atau spiral dengan spasi s, dan fyn adalah kuat

leleh tegangan sengkang ikat bundar, sengkang ikat persegi, atau

spiral.

b) Bila sebagai tulangan geser digunakan sengkang miring, maka

A v f y ( sin ∝ + cos ∝ ) d
Vs = (2.22)
s

Dalam hal perencanaan kekuatan geser beton bertulang dengan

formulasi di atas, kuat leleh rencana tulangan geser tidak boleh

diambil lebih daripada 400 MPa, kecuali untuk jaring kawat baja

las, kuat leleh rencananya tidak boleh lebih dari pada 550 MPa.

2.3.4 Kebutuhan Penulangan Geser

a) Jika Vu ≤ 0,5.∅ .Vc (2.23)

untuk kasus ini tidak diperlukan tulangan geser

b) Jika 0,5.∅ . Vc ≤ Vu ≤ ∅ .Vc (2.24)


18

untuk kasus ini diperlukan tulangan geser minimum, kecuali untuk

pelat pondasi telapak, dan balok dengan tinggi total yang tidak

lebih dari nilai terbesar diantara 250 mm, 3,5 kali tebal sayap, atau

0,5 kali lebar badan. Perkuatan geser yang diperlukan untuk kasus

ini sebesar:

jarak sengkang (s) maksimum ≤ d/2 600 mm (2.25)


bw s
luas tulangan geser minimum Av = (2.26)
3. fy

[
c) Jika ∅ Vc < Vu ≤ ∅ Vc + ∅ (3√fc ' ). b d ]
w (2.27)

untuk kasus ini diperlukan tulangan geser dengan kuat geser perlu

yang dihitung sebagai berikut:

∅ Vs perlu = Vu - ∅ Vc (2.28)

∅ A v fy d
∅ Vs ada = (untuk α = 90o) (2.29)
s
jarak sengkang (s) maksimum ≤ d/2 ≤ 600 mm (2.30)

[
d) Jika ∅ Vc + ∅ (3√fc ' ). b d ]< V ≤ [ ∅ V + ∅ (23 √fc' ) . b d ]
w u c w (2.31)

untuk kasus ini diperlukan tulangan geser dengan kuat geser perlu

yang dihitung menurut persamaan (2.24) dan (2.25) dengan:

jarak sengkang (s) maksimum ≤ d/4 ≤ 300 mm (2.32)

[
e) Jika Vu > ∅ Vc + ∅ (2√3 fc' ) . b d]
w (2.33)

untuk kasus ini ukuran penampang melintang beton harus

diperbesar sedemikian hingga dicapai:


19

[
Jika Vu ≤ ∅ Vc + ∅ (23 √fc' ) . b d ]
w (2.34)

2.4. Gaya Dalam

Gaya gaya yang bekerja dalam struktur atau sering disebut dengan

gaya-gaya dalam terbagi atas gaya normal (N), gaya lintang (Q), dan Momen

(M).

2.4.1. Gaya Normal (Normal Forces Diagram )

Gaya normal adalah gaya dalam yang bekerja tegak lurus

penampang dan titik pusat kerja gaya pada titik berat penampang

dimana gaya itu bekerja. Gaya ini dapat juga disebut gaya aksial.

Gambar 2.5 Penggambaran normal forces diagram (NFD)


(Sumber : Faqih Ma’arif, 2012)

Notasi:
20

a. Positif jika gaya normal tarik

b. Negatif jika gaya normal tekan.

Pada gambar di atas menunjukkan bahwa adanya gaya normal

diakibatkan oleh adanya beban Pα , yang apabila diuraikan gayanya

menjadi gaya vertikal dan horizontal. Selanjutnya gaya arah horizontal

(arah ke kiri) akan dilawan oleh gaya P H (arah ke kanan). Sehingga

timbulah gaya normal tekan (negtif) kerana serat pada balok tersebut

tertekan (memendek).

2.4.2. Gaya Lintang (Shear Forces Diagram)

Gaya lintang adalah gaya dalam yang bekerja melintang atau

tegak lurus gaya normal atau sejajar penampang melintang elemen

struktur dimana gaya itu bekerja, atau gaya lintang adalah susunan

gaya yang tegak lurus dengan sumbu batang.

Gambar 2.6 Konsep SFD pada struktur balok


(Sumber : Faqih Ma’arif, 2012)

Notasi:

a. Positif jika searah dengan jarum jam

b. Negatif jika berlawanan arah jarum jam


21

Gambar 2.7 Penggambaran shear forces diagram (SFD)


(Sumber : Faqih Ma’arif, 2012)

Pada gambar 2.7 di atas menunjukan bahwa nilai gaya lintang

akan positif apabila perputaran gaya yang bekerja searah dengan

jarum jam, dan diarsir tegak lurus dengan sumbu batang yang

menerima gaya melintang. Sebaliknya, bila perputaran gaya berkerja

berlawanan arah dengan perputaran jarum jam, diberi tanda negatif

dan diarsir sejajar dengan sumbu batang.

2.4.3. Momen (Bending Moment Diagram)

Momen merupakan perkalian gaya dengan jarak terpendek.

Jarak terpendek adalah jarak yang tegak lurus terhadap gaya dengan

titik pusat momen.


22

Gambar 2.8 Penggambaran bending moment diagram (BMD)


(Sumber : Faqih Ma’arif, 2012)

Pada gambar 2.8 di atas berarti bahwa pada titik C terjadi

momen sebesar:

Mc = RA. L1

Bidang momen diberi tanda positif jika bagian bawah atau bagian

dalam yang mengalami tarikan. Bidang momen positif diarsir tegak

lurus sumbu batang yang mengalami momen. Sebaliknya apabila yang

mengalami tarikan pada bagian atas atau luar bidang momen, maka

diberi dengan tanda negatif. Bidang momen negatif diarsir sejajar

dengan sumbu batang.

Menurut SNI 2847-2013 koefisien momen balok menerus

sebagai alternatif untuk analisis rangka, momen dan geser pendekatan

berikut diizinkan untuk perancangan balok dan slab satu arah menerus

dengan syarat:

a. Terdapat dua bentang atau lebih.


23

b. Bentang-bentang mendekati sama, dengan bentang yang lebih besar

dari dua bentang yang bersebelahan tidak lebih besar dari yang

bentang yang lebih pendek dengan lebih dari 20 persen.

c. Beban terdistribusi merata

d. Beban hidup tak berfaktor, L, tidak melebihi tiga kali beban mati

tak berfaktor, D

e. Komponen struktur adalah prismatis.

Untuk menghitung momen negatif, ln, diambil sebesar rata-rata

panjang bentang bersih yang bersebelahan.

Momen positif

a. Momen positif

1). Bentang ujung


wu l 2
- Ujung tak menerus tak terkekang, (2.35)
11
2
wu l
- Ujung tak menerus menyatu dengan tumpuan,
14
(2.36)
wu l2
2). Bentang interior, (2.37)
16
b. Momen negatif
wu l2
1). Momen negatif pada muka lainnya tumpuan interior,
11

(2.38)

2). Momen negatif pada muka dari semua tumpuan


2
w l
- Ujung bentang, u (2.39)
12
3). Momen negatif pada muka interior dari tumpuan ekterior
24

2
wu l
- Dimana tumpuan adalah balo tepi, (2.40)
24

wu l 2
- Dimana tumpuan adalah kolom, (2.41)
16

c. Geser

1). Geser pada komponen struktur ujung pada muka dari


1,15 wu l
pendukung interior pertama, (2.42)
2
wu l
2). Geser pada muka dari semua tumpuan lainnya, (2.43)
2
25

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan dari bulan November sampai bulan

Januari 2019.

3.2. Tahapan dan Prosedur Penelitian

3.2.1. Persiapan

Sebelum dilakukan penelitian lebih lanjut perlu dilakukan

pengumpulan data dengan cara mencari buku, literatur untuk

memperdalam ilmu yang berkaitan dengan judul penelitian.

3.2.2. Studi Literatur

Studi literatur yang mendukung dan sangat dibutuhkan dalam

penyususnan studi ini, seperti perencanaan tulangan lentur dan geser

menurut SNI serta sumber-sumber data lainnya yang bersifat ilmiah

(jurnal, buku-buku dan lain-lain).

3.2.3. Metode Analisis

Analisis yang dilakukan dalam merencanakan tulangan lentur

dan geser pada balok mengacu pada SNI-2847-2013. Tahapan


26

penelitian secara skamatis dan bentuk bangan alir dapat dilihat pada

gambar berikut:

Mulai

Diketahui: fc’ = 20; 25; 30;


35; 40 dan fy = 250; 400

Tulangan Lentur

Hitung ρ min, ρ b, ρ
max

Hitung persamaan:
2 2
x * fy
f(x) = x*fy-
1,7 * fc'
Dimulai dari nilai ρ min
sampai ρ max

Membuat tabel dan


grafik fy = 400
dengan nilai fc’ = 20;
25; 30; 35; 40

Hasil dan
Pembahasan

Kesimpulan dan
Saran

Selesai
27

Gambar 3.1 Bagan Alir Prosedur Penelitian


(Sumber : sketsa penulis)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Mn
4.1. Perumusan
b d2

Gambar 4.1. Distribusi Tegangan dan Regangan Balok Persegi Bertulangan


Tunggal

Rumus tahanan nominalnya pada persamaan (2.6) menjadi :

( a2 )
Mn = As.Fy. d - (4.1)

As.fy
Subsitusi persamaan (2.4) nilai a = maka, persamaan (4.1)
0,85 fc' . b

menjadi:

(
Mn = As.Fy. d -
As.fy
1.7 fc' . b ) (4.2)

As
Karena ρ = atau As = ρ .b.d, maka persamaan (4.2) menjadi:
b.d
28

Mn =( ρ .b.d).Fy. d - ( ( ρ.b.d).fy
1.7 fc ' . b )
(4.3)

Bila persamaan (4.3) disederhakan maka menjadi:

ρ2 . b . d 2 .fy
Mn = ρ .b.d2.fy. (4.4)
1.7 . . fc '

Sehingga didapat persamaan sebagai berikut:

Mn 2
ρ . fy
2

2 = ρ .fy - (4.5)
bd 1.7 . . fc'

Mn
Jika, x = ρ , dan y= 2 maka persamaan (4.5) menjadi:
bd

x 2 . fy 2
f(x) = x.fy - (4.6)
1.7 . . fc'

4.2. Batasan Nilai Rasio Tulangan ( ρ )

1,4
ρ min = (4.7)
fy

ρb = (0,85
fy
. fc'
).β .(600
600 +fy )
1 (4.8)

ρ max = 0,75. ρ b (4.9)

Perhitungan batasan nilai rasio tulangan ( ρ ), dihitung dengan cara di atas

menggunakan persaamaan (4.7) (4.8) dan (4.9), sehingga hasilnya dapat

ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 4.1 Batasan Nilai Rasio Tulangan ( ρ )

fc’ fy 400 (MPa)


(MPa) ρ min ρb ρ max
20 0,0035 0,0217 0,0163
25 0,0035 0,0271 0,0203
30 0,0035 0,0325 0,0244
35 0,0035 0,0255 0,0191
29

40 0,0035 0,0583 0,0437

Mn
4.3. Perumusan Grafik Hubungan Antara 2 Dengan ρ
bd

Pada persamaan (4.6) dihitung menggunakan nilai x = ρ min sampai ρ max,

sehingga hasilnya dapat ditabelkan sebagai berikut:

Mn
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Perumusan Antara 2 Dengan ρ
bd
Dari tabel 4.2 di atas dapat dibuat grafik sebagai berikut:

fy 390 MPa
fc' 20 MPa fc' 25 MPa fc' 30 MPa fc' 35 MPa fc' 40 MPa
ρ Mn/bd2 ρ Mn/bd2 ρ Mn/bd2 ρ Mn/bd2 ρ Mn/bd2
0.0035 1.34 0.0035 1.35 0.0035 1.36 0.0035 1.37 0.0035 1.37
0.0050 1.88 0.0050 1.91 0.0050 1.92 0.0050 1.93 0.0050 1.94
0.0065 2.40 0.0065 2.44 0.0065 2.47 0.0065 2.49 0.0065 2.50
0.0080 2.90 0.0080 2.96 0.0080 3.00 0.0080 3.03 0.0080 3.05
0.0095 3.38 0.0095 3.46 0.0095 3.52 0.0095 3.56 0.0095 3.59
0.0110 3.83 0.0110 3.94 0.0110 4.02 0.0110 4.07 0.0110 4.12
0.0125 4.26 0.0125 4.41 0.0125 4.51 0.0125 4.58 0.0125 4.63
0.0140 4.68 0.0140 4.86 0.0140 4.99 0.0140 5.07 0.0140 5.14
0.0155 5.07 0.0155 5.30 0.0155 5.45 0.0155 5.55 0.0155 5.63
0.0163 5.26 0.0170 5.71 0.0170 5.89 0.0170 6.02 0.0170 6.12
0.0185 6.11 0.0185 6.33 0.0185 6.48 0.0185 6.59
0.0200 6.49 0.0200 6.75 0.0191 6.67 0.0200 7.06
0.0203 6.57 0.0215 7.15 0.0215 7.51
0.0230 7.54 0.0230 7.96
0.0244 7.89 0.0245 8.39
0.0260 8.81
0.0275 9.22
0.0290 9.62
0.0305 10.01
0.0320 10.39
0.0335 10.76
0.0350 11.12
0.0365 11.47
0.0380 11.80
0.0395 12.13
30

0.0410 12.44
0.0437 12.99
14.00

12.00

10.00

8.00
Mn/bd2

6.00

4.00

2.00

0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300 0.0350 0.0400 0.0450 0.0500
Rasio Tulangan (𝜌)

fc' 20 MPa fc' 25 MPa fc' 30 MPa fc' 35 MPa fc' 40 MPa

Mn
Gambar 4.2 Grafik Hubungan antara 2 Dengan ρ
bd

4.4. Contoh Kasus

Sebuah balok seperti gambar 4.3 dengan dibebani beban hidup merata sebesar

7,18 kN/m2 (SNI 1727-2013), dengan dimensi balok 0,5 m x 0,25 m.

Bandingkan momen positf, negatif dan gaya geser mengguanakan persamaan

(2.35) sampai (2.41) dengan menggunakan aplikasi SAP2000

Gambar 4.3 Balok Menerus


31

Penyelesaian:

Beban hidup (L) : 36 kN/m

Beban mati (D) : 0,5 x 0,25 x 2400 = 300 kg = 3 kN/m

Kombinasi beban

Wu = 1,2D + 1,6L

= (1,2 x 3 kN) + (1,6 x 36 kN)

= 61,04 kN/m

Dari hasil kombinasi pembebanan di atas, sehingga hasilnya dapat ditabelkan

sebagai berikut

Tabel 4.3 Perbandingan momen dan gaya geser SNI 2847-2013 dengan

SAP2000

Momen Geser
Titik
SNI 2847-2013 SAP2000 SNI 2847-2013 SAP2000
A -95,38 -167,8 152,6 177,51
AB 109,00 90,04
B -152,60 -143,52 175,49 167,8
BC 95,38 106,85
C -152,60 -143,52 175,49 167,8
CD 109,00 90,04
D -95,38 -167,8 152,6 177,51
Gambar 4.4 Diagram Momen di titik A, AB, CD, dan D
32

Gambar 4.5 Diagram Momen di titik B


33

Gambar 4.6 Diagram Momen di titik BC


34

Gambar 4.6 Diagram Momen di titik C

4.5. Perencanan tulangan lentur Menurut SNI 2847-2013

Tinggi efektif balok (d):

13
d = h – ds – 10 -
2
13
=500 – 40 - 10 -
2

= 444 mm

Daerah tumpuan A dan D

Mu = 95,38 kN/m = 95,38 x 106 N/mm

Mu 95,38 x 106
MR = Mnperlu = = = 106,0 x 106 N/mm
∅ 0.9

ρb =
0,85 x fc'
fy
. β1 .
600
(
600+ fy )
= 0,0327

ρmax = 0,75. ρb

= 0,0244

fy 400
m = = = 15,7
0 ,85 x fc' 0,85 x 30
Mn perlu 106,0 x 10 6
Rn = = = 2,16
b.d2 250 x 4352

ρ =
1
m (√
1- 1-
fy ' (
2. m.Rn
)) = 115,7 (1- √1- (2.15,3
400
.2,16
))
= 0,0056

1,4 1,4
ρmin = = = 0,0035
fy ' 400
35

Kontrol rasio penulangan perlu

ρ = 0,0056 < ρmax = 0,0244 : maka diperlukan tulangan tunggal

ρ = 0,0056 > ρmin = 0,0035

Luas tulangan perlu

As = ρ.b.d = 0,0056 . 250 . 444 = 625,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 625,0 mm2

Kontrol kapasitas

As.fy
a = '
0,85. f c .b

641,0. 400
=
0,85.30.250

= 39,22 mm

Mn ( a2 )
= As.fy. d -

(
= 625,0.400. 444 -
39,22
2 )
= 105972222.2 N.mm

= 105972.22 kN.m

MR = φ .Mn

= 0,9. 105972.22 kN/m

= 95375.0 kN.m > Mu : oke

Daerah tumpuan B dan C


36

Mu = 152,6 kN/m = 152,6 x 106 N/mm

Mu 152,6 x 106
MR = Mnperlu = = = 169,6 x 106 N/mm
∅ 0.9

ρb =
0,85 x fc'
fy
. β1 . (
600
600+ fy )
= 0,0325

ρmax = 0,75. ρb

= 0,0244

fy 400
m = = = 15,7
0 ,85 x fc' 0,85 x 30
Mn perlu 169,6 x 10 6
Rn = = = 3,45
b.d2 250 x 4352

ρ =
1
m (√(
1- 1-
2. m.Rn
fy ' )) =
1
15,7 (√(
1- 1-
2.15,3 .3,45
400 ))
= 0,0093

1,4 1,4
ρmin = = = 0,0035
fy ' 400

Kontrol rasio penulangan perlu

ρ = 0,0093 < ρmax = 0,0244 : maka diperlukan tulangan tunggal

ρ = 0,0093 < ρmin = 0,0035

Luas tulangan perlu

As = ρ.b.d = 0,0093 . 250 . 435 = 1031,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

3D22 = 1140,4 mm2 > 1031,0 mm2

Kontrol kapasitas
37

As.fy
a =
0,85. f c' .b

1057,4. 400
=
0,85.30.250

= 64,69 mm

Mn ( a2 )
= As.fy. d -

= 1031,0.400. 444 - ( 64,69


2 )
= 169555555.6 N.mm

= 169555.56 kN.m

MR = φ .Mn

= 0,9. 169555.56 kN/m

= 152600 kN.m > Mu : oke

Daerah lapangan A-B dan C-D

Mu = 109,0 kN/m = 109,0 x 106 N/mm

Mu 109,0 x 106
MR = Mnperlu = = = 121,1 x 106 N/mm
∅ 0.9

ρb =
0,85 x fc'
fy
. β1 . (
600
600+ fy )
= 0,0325

ρmax = 0,75. ρb

= 0,0244

fy 400
m = = = 15,7
0 ,85 x fc' 0,85 x 30
38

Mn perlu 121,1 x 10
6
Rn = 2 = 2 = 2,46
b.d 250 x 435

ρ =
1
m (√(
1- 1-
2. m.Rn
fy ' )) =
1
15, 7(√(
1- 1-
2 .15,3 . 2,46
400 ))
= 0,0065

1,4 1,4
ρmin = = = 0,0035
fy ' 400

Kontrol rasio penulangan perlu

ρ = 0,0065 < ρmax = 0,0244 : maka diperlukan tulangan tunggal

ρ = 0,0065 > ρmin = 0,0035

Luas tulangan perlu

As = ρ .b.d = 0,0065 . 250 . 435 = 719,3 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 719,3 mm2

Kontrol kapasitas

As.fy
a = '
0,85. f c .b

737,7. 400
=
0,85.30.250

= 45,13 mm

Mn = As.fy. d - ( a2 )
= 719,3.400. 444 - ( 45,13
2 )
= 121111111.1 N.mm
39

= 121111.11 kN.m

MR = φ .Mn

= 0,9. 121111.11 kN/m

= 109000 kN.m > Mu : oke

Daerah lapangan B-C

Mu = 95,38 kN/m = 95,38 x 106 N/mm

Mu 95,38 x 106
MR = Mnperlu = = = 106,0 x 106 N/mm
∅ 0.9

ρb =
0,85 x fc'
fy
. β1 .(600
600+ fy )
= 0,0325

ρmax = 0,75. ρb

= 0,0244

fy 400
m = = = 15,7
0 ,85 x fc' 0,85 x 30
Mn perlu 106,0 x 10 6
Rn = 2 = = 2,16
b.d 250 x 4352

ρ =
1
m (√(
1- 1-
2. m.Rn
fy ' )) = 115,7 (1- √1- (2400.15,3 . 2,16 ))
= 0,0056

1,4 1,4
ρmin = = = 0,0035
fy ' 400

Kontrol rasio penulangan perlu

ρ = 0,0056 < ρmax = 0,0244 : maka diperlukan tulangan tunggal

ρ = 0,0056 > ρmin = 0,0035


40

Luas tulangan perlu

As = ρ .b.d = 0,0058 . 250 . 435 = 625,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 625,0 mm2

Kontrol kapasitas

As.fy
a = '
0,85. f c .b

641,0. 400
=
0,85.30.250

= 39,22 mm

Mn ( a2 )
= As.fy. d -

= 625,0.400. 444 - ( 39,22


2 )
= 105972222.2 N.mm

= 105972.22 kN.m

MR = φ .Mn

= 0,9. 105972.22 kN/m

= 95375 kN.m > Mu : oke

Perencanaan Tulangan Geser

Posisi penampang kritis sejarak d di muka tumpuan:

(0,25
2
+ 0,444 = 0,6 ) dari ujung bentang teoritis
41

Hitung besaran gaya geser yang menentukan

q DL . L 3.5
VDL = - qDL.0,6 = – 3.0,6 = 5,8 kN/m
2 2

q¿ . L 36.5
VLL = - qLL. 0,6 = – 36.0,6 = 69,3 kN/m
2 2

Vu = 1,2.VDL + 1,6.VLL

= 1,2.5,82 + 1,6.69,3

= 117,90 kN

Hitung kapasitas geser beton

Vc =
√ fc' . bw.d = √30 . 250.444
6 6

= 101214,6 N

∅ .Vc = 0,75. 101328,7

= 75910,92 N

3. ∅ .Vc = 3. 75910,92

= 227732,8 N

Hitung tulangan geser yang diperlukan menggunakan persamaan (2.23)

∅ .Vc < Vu < 3.∅ .Vc

75910,92 N < 117898,8 N < 227732,78 N :diperlukan tulangan geser

Hitung kuat geser perlu menggunakan persamaan (2.24)

∅ .Vs = Vu - ∅ .Vc

= 117898,8 - 75910,92

= 41987,8

∅ .V s
Vs =

42

41987,8
=
0,75

= 55983,8

Av .fy.d
s =
Vs

(2.0,25. π .8 2 ).250.444
=
5598,3

= 197,8 mm

= 100 mm

d
Spasi sengkang maksimum < 600 mm
2

d 444
= = 222 mm ≈ 200 mm
2 2

Daerah batas perubahan spasi sengkang:

Vu = ∅ .Vc = 75910,92 N = 75,91092 kN

q u .L
= – qu.x
2

x (
= 2
(1,2.3+1,6.36).5
)- 75,91092
(1,2.3+1,6.36 )

= 1,26 m ≈ 1,30 m di muka tumpuan

Spasi sengkang untuk daerah dimana Vu > ∅ .Vc (masing-masing berjarak 1,85

m dari kedua ujung tumpuan, baik sisi kanan maupun kiri) digunakan

sengkang tertutup ∅ 8-100


43

Spasi sengkang untuk daerah dimana Vu < 3.∅ .Vc (bagian tengah sepanjang

1,30 m) digunakan sengkang tertutup ∅ 8-250

Gambar 4.7 Detail Tulangan Geser

Tabel 4.4 Detail peulangan Lentur

No Tulangan Tumpuan Tulangan Lapangan Tulangan Tumpuan

AB

Tul. Atas 2D22 Tul. Atas 2D22 Tul. Atas 2D22


Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22
Tul. Seng. ∅ 8-100 Tul. Seng. ∅ 8-200 Tul. Seng. ∅ 8-100
44

BC

Tul. Atas 3D22 Tul. Atas 2D22 Tul. Atas 3D22


Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22
Tul. Seng. ∅ 8-100 Tul. Seng. ∅ 8-200 Tul. Seng. ∅ 8-100

CD

Tul. Atas 2D22 Tul. Atas 2D22 Tul. Atas 2D22


Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22 Tul. Bawah 2D22
Tul. Seng. ∅ 8-100 Tul. Seng. ∅ 8-200 Tul. Seng. ∅ 8-100
4.6. Penggunaan Grafik Bantu Desain Balok

Daerah tumpuan A dan D

Mu = 95,38 kN/m = 95,38 x 106 N/mm

Mu 95,38 x 106
Mn = = = 106,0 x 106 N/mm
∅ 0,9

b = 250 mm

d = 444 mm

fc’ = 30 MPa

fy’ = 400 MPa

Sehingga,
45

6
Mn 106 x 10
2 = 2 = 2,16
bd 250 x 444

Gambar 4.8 Contoh penggunaan grafik bantu desain balok fc’ 30 MPa

Dari grafik di atas didapat nilai rasio tulangan ( ρ ) = 0,0056

Hitung nilai As

As = ρ .b.d = 0,0056 . 250 . 444 = 625,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 625,0 mm2

Daerah tumpuan B dan C

Mu = 152,6 kN/m = 152,6 x 106 N/mm

Mu 152,6 x 10 6
Mn = = = 169,6 x 106 N/mm
∅ 0,9

b = 250 mm

d = 444 mm

fc’ = 30 MPa

fy’ = 400 MPa

Sehingga,

Mn 169,6 x 10 6
= 2 = 3,45
b d2 250 x 444
46

9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
Mn/bd2

4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300
Rasio Tulangan (p)

fc' 30 MPa

Gambar 4.9 Contoh penggunaan grafik bantu desain balok fc’ 30 MPa

Dari grafik di atas didapat nilai rasio tulangan ( ρ ) = 0,0093

Hitung nilai As

As = ρ .b.d = 0,0093 . 250 . 444 = 1031,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

3D22 = 1140,4 mm2 > 1031,0 mm2

Daerah lapangan A-B dan C-D

Mu = 109,0 kN/m = 109,0 x 106 N/mm


47

Mu 109,0 x 10 6
Mn = = = 121,1 x 106 N/mm
∅ 0,9

b = 250 mm

d = 444 mm

fc’ = 30 MPa

fy’ = 400 MPa

Sehingga,

Mn 121,1 x 10 6
= 2 = 2,46
b d2 250 x 444

Gambar 4.10 Contoh penggunaan grafik bantu desain balok fc’ 30 MPa

Dari grafik di atas didapat nilai rasio tulangan ( ρ ) = 0,0065

Hitung nilai As

As = ρ .b.d = 0,0065 . 250 . 444 = 719.3 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 719,3 mm2

Daerah lapangan B-C

Mu = 95,38 kN/m = 95,38 x 106 N/mm

Mu 95,38 x 106
Mn = = = 106,0 x 106 N/mm
∅ 0,9

b = 250 mm

d = 444 mm

fc’ = 30 MPa

fy’ = 400 MPa


48

Sehingga,

Mn 106 x 10 6
= = 2,16
b d2 250 x 444 2

Gambar 4.11 Contoh penggunaan grafik bantu desain balok fc’ 30 MPa

Dari grafik di atas didapat nilai rasio tulangan ( ρ ) = 0,0056

Hitung nilai As

As = ρ .b.d = 0,0056 . 250 . 444 = 625,0 mm2

Dipasang tulangan tarik:

2D22 = 760,3 mm2 > 625,0 mm2

Dari hasil desain balok persegi beton bertulang dengan menggunakan dua

cara di atas terdapat perbedaan dari proses perhitungannya tetapi memiliki

persamaan dari hasil akhir yang ditemukan. Motode menggunakan grafik

lebih efisien dibandingkan dengan metode menggunakan SNI 2847-2013.


49

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
50

Berdasarkan hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa pembuatan

grafik bantu desain tulangan lentur balok persegi beton bertulang memerlukan

berbagai persamaan antara satu dan yang lainnya dengan mengacu pada SNI

2847-2013 sehingga menjadi satu rumusan yang dapat mempermudah dan

mempecepat dalam mendesain tulangan lentur balok persegi beton bertulang.

Rumusan tersebut lebih efisien dalam mendesain tulangan lentur balok

persegi beton bertulang dibandingkan dengan metode desain balok

menggunakan cara SNI 2847-2013, akan tetapi hasil yang diperoleh dari dua

metode tersubut sama. Namun penggunaan metode tersebut memerlukan

pengetahuan dasar mengenai perhitungan momen ultimate dan penentuan

dimensi balok persegi.

5.2. Saran

Saran untuk penggunaan grafik bantu desain tulangan lentur balok

persegi beton bertulang yang lebih mudah dan efisien yaitu:

1. Perlu adanya ketelitian dalam penggunaan grafik sehingga hasil yang

didapatkan dari penggunaan grafik sesuai dengan metode SNI 2487-

2013.

2. Perlu adanya pengetahuan dasar untuk orang awam dalam menghitung

momen ultimate dan mentukan dimensi balok sehingga grafik bantu

dapat mudah digunakan.

DAFTAR PUSTAKA
51

Dipohusodo, I. 1996. “Manajemen Proyek dan Konstruksi”. Jilid I. Edisi


Pertama. Penerbit Ksnisius. Yogyakarta.

Ellysa, W, A. 2008. “Pengaruh Sika Carbodur Pada Kuat Geser Balok Beton
Tanpa Tulangan Geser”. Fakultas Teknik. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta

MacGregor, J.G. 2012. “Reinforced Concrete”. Mechanics and Design 6th Ed.
Prentice-Hall Internasional, Inc.

Ma’arif, F. 2012. “E-Learning Mekanika Teknik 01”. Fakultas Teknik.


Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

McCormac, Jack C. 2001. “Desain Beton Bertulang Jilid I”. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama.

Praktikno. 2009. “Konstruksi Beton I”. Fakultas Teknik. Politeknik Negeri


Jakarta. Jakarta.

Sebayang, S. 2000. “Diktat Bahan Bangunan”. Fakultas Teknik. Universitas


Lampung. Bandar Lampung.

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2013. “Persyaratan beton Struktural Untuk


Bangunan Gedung”. SNI-2847-2013. Badan Standarisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia (SNI).

2014. “Baja Tulangan Beton”. SNI-2052-2014. Badan Standarisasi Nasional.

Tjokrodimuljo, K. 1996. “Teknologi Beton”. Nafiri. Yogyakarta

Tjokrodimuljo, K. 2007. “Teknologi Beton”. Biro Penerbit Teknik Sipil Keluarga


Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan. Universitas Gadjah mada
Yogyakarta.

Widodo, S. 2009. “Material Penyusun Beton Bertulang”. Fakultas Teknik.


Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Widodo, S. 2009. “Perencanaan Geser Dan Torsi”. Fakultas Teknik. Universitas


Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai