Anda di halaman 1dari 26

STRUKTUR MODAL DAN LEVERAGE

Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat berasal dari utang

maupun ekuitas. Utang mempunyai dua keuntungan. Pertama, bunga yang dibayarkan dapat

dipotong untuk tujuan pajak, sehingga menurunkan biaya efektif dari utang. Kedua,

pemegang utang (debtholder) mendapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham

(stockholder) tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam kondisi

prima.

Namun utang juga mempunyai beberapa kelemahan. Pertama, semakin tinggi rasio

utang (debt ratio), semakin tinggi pula risiko perusahaan, sehingga suku bunganya mungkin

akan lebih tinggi. Kedua, apabila sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba

operasi tidak mencukupi untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus

menutup kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup. Terlalu

banyak utang dapat menghambat perkembangan perusahaan yang pada gilirannya dapat

membuat membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk tetap menanamkan modalnya.

Kroger, sebuah rantai swalayan terbesar di Amerika,merupakan suatu contoh yang baik

dari perusahaan yang menggunakan utang secara bijak. Seperti banyak toko makanan lain,

Kroger mempunyai beban utang yang besar, tetapi aktiva yang dibeli dengan utang itu

memberi penghasilan yang lebih besar dibandingkan biaya utangnya. Sehingga ‘leverage

utang’ mampu menambah laba perusahaan. Alhasil, laba per sahamnya mengalami

pertumbuhan yang baik, dan dalam tahun-tahun terakhir pertumbuhan saham Kroger

melampaui sebagian besar pasar.

Di lain pihak, banyak contoh penggunaan utang dalam jumlah besar yang justru

mendorong perusahaan menuju arah kebangkrutan. Misalnya, beberapa tahun yang lalu,
banyak toko eceran terbesar di A.S, termasuk Federated Department Stores dan R.H. Macy,

bangkrut akibat penggunaan utang yang berlebihan.

Pembiayaan dengan utang juga menimbulkan beberapa masalah berat bagi banyak

maskapai penerbangan, termasuk U.S. Air. Pada tahun 1996, U.S. Air mempunyai rasio utang

jangka panjang terhadap kapitalisasi (long term debt to capitalization ratio) sebesar hampir

100 persen, jadi perusahaan itu hampir seluruhnya dibiayai oleh utang. Bahkan, beban bunga

tahunannya mencapai lebih dari $200 juta, jauh lebih tinggi dari rata-rata laba operasinya.

U.S. Air tidak bisa membayar dividen atas saham biasa, dan kelangsungan hidupnya sangat

rawan. Industri penerbangan sangat bersifat siklis, sehingga utang dalam jumlah besar dapat

menimbulkan beban yang berat bagi perusahaan ketika laba menurun.

Perusahaan dapat melakukan pembiayaan dengan utang maupun ekuitas. Apakah salah

satu lebih baik daripada yang lain? Apakah perusahaan harus dibiayai seluruhnya dengan

utang atau seluruhnya dengan ekuitas? Jika solusi yang terbaik adalah kombinasi utang dan

ekuitas, kombinasi manakah yang terbaik?  Dalam bab ini, kita akan membahas aspek-aspek

penting dari keputusan utang lawan ekuitas, yakni keputusan struktur modal. Saat Anda

membaca bab ini ingatlah tentang Kroger dan U.S. Air dan bagaiman konsep-konsep yang

dibahas dapat membantu para manajer perusahaan ini dan perusahaan lain saat mereka

mengambil keputusan atas struktur modal.

Dalam Bab 9, saat kita menghitung biaya modal rata-rata tertimbang untuk digunakan

dalam penganggaran modal, kita mengasumsikan bahwa perusahaan mempunyai target

struktur modal tertentu. Akan tetapi, struktur modal yang optimal dapat berubah sewaktu-

waktu, perubahan ini dapat mempengaruhi tingkat risiko dan biaya dari setiap jrnis modal,

yang pada gilirannya mengubah biaya modal rata-rata tertimbang. Lebih lanjut, perubahan ini
juga mempengarui keputusan penganggaran modal yang akhirnya, mempengaruhi harga

saham perusahaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, dan seperti yang akan

Anda lihat, penentuan struktur modal optimal bukan merupakan ilmu pasti. Karena itu,

meskipun perusahaan-perusahaan berada dalam industri yang sama, seringkali mempunyai

struktur modal yang sangat berbeda. Dalam bab ini pertama-tama kita mempertimbangkan

efek struktur modal terhadap risiko, kemudian kita menggunakan penelaahan ini untuk

mencari solusi mengenai pembiayaan operasional perusahaan.

STRUKTUR MODAL YANG DITARGETKAN

Pertama-tama perusahaan harus menganalisis beberapa faktor, kemudian menetapkan

struktur modal yang ditargetkan (target capital stucture). Target bisa berubah sewaktu-waktu

sesuai kondisi, tapi manajemen harus mempunyai gambaran target struktur modal yang

spesifik setiap saat. Jika rasio utang yang sesungguhnya berada di bawah target, ekspansi

modal mungkin perlu dilakukan dengan menggunakan pinjaman, sementara jika rasio utang

sudah melampaui target saham mungkin perlu digunakan.

Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade off) antara tingkat risiko dan

tingkat pengembalian:

 Menggunakan lebih banyak utang berarti memperbesar risiko yang ditanggung pemegang

saham.

 Menggunakan lebih banyak utang juga memperbersat tingkat pengembalian yang

diharapkan.
Risiko yang makin tinggi cenderung menurunkan harga saham, tetapi meningkatnya

tingkat pengembalian (expected rate of return) akan menaikkan harga saham tersebut.

Struktur modal yang optimal harus berada pada keseimbangan antara risiko dan

pengembalian yang memaksimalkan harga saham.

Empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal, yaitu:

1. Risiko bisnis. Tingkat risiko yang terkandung dalam operasi perusahaan apabila ia tidak

menggunakan utang. Makin besar risiko bisnis perusahaan, makin rendah rasio utang

yang optimal. 

2. Posisi pajak perusahaan. alasan utama menggunakan utang adalah bunganya yang dapat

menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya utang efektif. Akan

tetapi, jika sebagian besar laba perusahaan telah dlindungi dari pajak karena

perlindungan penyusutan pajak, bunga dari utang yang masih beradar saat ini, atau

karena kerugian pajak yang dbawah ketahun berikutnya, maka tarif pajaknya akan

rendah, sehingga tambahan utang mungkin tidak akan begitu menguntungkan lagi

dibandingkan jika perusahaan memiliki tarif pajak efektif yang lebih tinggi.

3. Fleksibilitas keuangan atau Kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan

yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer dana perusahaan mengetahui

bahwa penyedia modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil, yang

merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. Mereka juga

mengetahui bahwa dalam keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan

menghadapi kesulitan operasi, para pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya

pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan tersedianya

dana di masa mendatang, dan konsekuensi akibat kurangnya dana, sangat berpengaruh

terhadap struktur modal yang ditargetkan semakin besar kemungkinan kebutuhan modal
di masa mendatang ditunjang dengan semakin buruk konsekuensi kekurangan modal,

maka seharusnya neraca semakin kuat.

4. Konservatisme atau agresivitas manajemen. Sebagian manajemen lebih agresif dari

yang lainnya, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung menggunakan utang untuk

meningkatkan laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal yang optimal atau

memaksimalkan nilai, namun akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan dan

ditetapkan manajer.

Keempat hal ini sebagian besar menentukan struktur modal yang ditargetkan, tetapi kondisi-

kondisi operasi dapat menyebabkan struktur modal yang sebenarnya berbeda dari yang

ditargetkan. Misalnya, Illinois Power mempunyai rasio utang yang ditargetkan 45 persen,

tetapi kerugian besar yang berkaitan dengan pembangkit listrik tenaga nuklir memaksa

perusahaan untuk menurunkan ekuitas biasa (common equity) yang menaikkan rasio utang

melebihi tingkat yang ditargetkan. Selanjutnya, perusahaan itu berusaha untuk menaikkan

ekuitasnya kembali ke tingkat yang ditargetkan.

RISIKO BISNIS DAN KEUANGAN

Dalam Bab 5 (Jilid I), ketika menelaah risiko dari sudut pandang investor perorangan, kita

membedakan antara risiko berdiri-sendiri (risk on a stand alone basis), di mana arus kas

suatu aktiva dianalisis pada aktiva itu sendiri, dan risiko dalam konteks portofolio (risk in

portofolio context), di mana arus kas dari sejumlah aktiva digabungkan dan dianalisis. Dalam

konteks portofolio, risiko suatu aktiva dapat dibagi menjadi dua komponen: risiko yang dapat

diversifikasikan(diveriifiable risk), yang dapat di eliminasi dengan diversifikasi sehingga

kekhawatiran investor, dan risiko pasar (market risk), diukur oleh koefisien beta yang

mencerminkan pergerakan pasar secara luas yang tidak dapat dihilangkan dengan
diversifikasi dan karenanya penting bagi semua investor. Kemudian, pada Bab 12, kita

menelaah risiko dari sudut pandang perusahaan, dan mengkaji bagaimana keputusan di

bidang penganggaran modal mempengaruhi tingkat risiko perusahaan.

Sekarang kita mengenali dua dimensi baru dari risiko :

1. Risiko bisnis, yaitu tingkat risiko dari aktiva perusahaan jika tidak menggunakan utang.

2. Risiko keuangan, yaitu risiko bagi pemegang saham biasa akibat keputusan penggunaan

utang.

RISIKO BISNIS

Risiko Bisnis (business risk) yang didefinisikan sebagaiketidakpastian yang melekat

dalam proyeksi tingkat pengembalian aktiva (ROA) masa depan, merupakan satu-satunya

determinan terpenting dari struktur modal perusahaan. perhatikan Bigbee Electronics

Company, sebuah perusahaan yang saat ini menggunakan 100 persen ekuitas. Karena

perusahaan tidak memiliki utang, ROE-nya bergerak seiring dengan ROA-nya , dan baik

ROE ataupun ROA dapat ditelaah untuk diperkirakan risiko bisnis. Gambar 13-1 memberikan

sejumlah petunjuk mengenai risiko bisnis Bigbee. Grafik bagian atas menunjukkan tren ROE

(dan ROA) dari 1987 sampai 1997; grafik ini memberi gambaran kepada analis sekuritas dan

manajemen Bigbee mengenai sejauh mana ROE berubah-ubah di masa lalu dan kemungkinan

perubahannya di masa mendatang. Grafik bagian bawah menyajikan distribusi probabilitas

dari ROE Bigbee untuk 1997 yang ditaksir secara subjektif pada awal tahun berdasarkan

garis tren pada bagian atas Gambar 13-1. Penaksiran dilakukan pada awal tahun 1997 dan

dilihat dari garis tren tersebut nilai yang diharapkan sebesar 12 persen. Terlihat pada grafik,

pada tahun 1997 ROE sesungguhnya (8%) lebih rendah daripada yang diharapkan (12%).
Fluktuasi ROE Bigbee pada masa lalu disebabkan oleh banyak faktor masa cerah dan

resesi perekonomian nasional, keberhasilan produk baru yang dihasilkan oleh Bigbee maupun

oleh pesaingnya, pemogokan tenaga kerja, kebakaran yang terjadi di pabrik utama Bigbee,

dan sebagainya. Kejadian-kejadian serupa dapat terjadi kembali di masa mendatang, yang

mengakibatkan ROE naik atau turun. Bahkan, selalu ada kemungkinan timbulnya bencana

jangka panjang yang akan menurunkan kemampuan perusahaan untuk mendapat laba.

Misalnya, pesaing mungkin saja memperkenalkan produk baru yang secara permanen

menggerogoti laba Bigbee. Ketidakpastian mengenai ROE Bigbee di masa mendatang adalah

risiko bisnis yang mendasar(basic business risk) dari perusahaan tersebut.

Gambar 13.1

Risiko bisnis antarindustri dan antar perusahaan dalam industri yang sama adalah

berbeda-beda. Lebih lanjut, risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Misalnya,

perusahaan listrik selama bertahun-tahun dianggap mempunyai risiko bisnis yang kecil, tetapi

adanya persaingan ketat mengubah situasi tersebut, yang menyebabkan ROE sebagian

perusahaan listrik menurun tajam, dan mengakibatkan kenaikan tajam pada risiko industri

tersebut. Dewasa ini, perusahaan pemroses makanan dan toko-toko makanan dipandang

sebagai contoh industri yang memiliki risiko rendah, sementara industri yang bersifat siklis,

seperti baja, dianggap sebagai industri yang berisiko tinggi. perusahaan Perusahaan kecil dan

produsen satu jenis produk juga mempunyai risiko yang relatif tinggi.

Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor, antara lain :

1. Variabilitas permintaan (unit yang terjual). Dengan asumsi hal-hal lain tetap, semakin

stabil penjualan unit produk perusahaan, semakin kecil risiko bisnisnya. Jumlah

persaingan yang dihadapi suatu perusahaan merupakan faktor yang berpengaruh.


2. Variabilitas harga jual. Perusahaan di mana produk-produknya dijual dalam pasar yang

sangat mudah berubah menghadapi risiko bisnis yang lebih tinggi daripada perusahaan

sejenis yang harga jual produknya relatif lebih stabil. Terlebih lagi, jumlah persaingan

yang dihadapi merupakan faktor yang sangat penting.

4. Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran terhadap perubahan harga

masukan. Sejumlah perusahaan menghadapi sedikit kesulitan dalam menaikkan harga

produknya apabila biaya masukan naik, dan semakin besar kemampuan perusahaan

untuk menyesuaikan harga keluaran, maka semakin kecil risiko bisnisnya.faktor ini

penting dalam kondisi tingkat inflasi yang tinggi.

5. Sejauh mana biaya-biaya bersifat tetap : leverage operasi. Jika persentase tinggi dari

biaya adalah tetap, sehingga tidak menurun apabila permintaan menurun, maka hal ini

akan memperbesar risiko bisnis perusahaan. faktor ini disebut leverage operasi, yang

akan dibahas dalam bagian berikut.

Setiap faktor dipengaruhi oleh karakteristik industri perusahaan, tetapi sampai tingkat

tertentu juga dapat dikendalikan oleh manajemen. Sebagai contoh, melalui kebijakan

pemasarannya, perusahaan dapat mengambil tindakan untuk menstabilkan jumlah unit yang

terjual maupun harga jual. Akan tetapi, stabilisasi ini mungkin memerlukan pengeluaran

besar untuk iklan atau konsesi harga untuk menarik pembeli agar membeli sejumlah besar

barang dengan harga yang pasti pada masa mendatang. Demikian pula, perusahaan seperti

Bigbee Electronics dapat mengurangi gejala naik nturunnya biaya masukan di masa

mendatang dengan menegosiasikan ikatan kerja dan kontrak pengadaan bahan jang panjang,

meskipun mereka mungkin terpaksa membayar di atas harga pasar yang berlaku guna

mendapatkan kontrak-kontrak ini.

LEVERAGE OPERASI
risiko bisnis sebagian bergantung pada sejauh mana biaya suatu perusahaan bersifat

tetap. Jika biaya tetap tinggi, penurunan sedikit saja dalam penjualan dapat mengakibatkan

penurunan yang besar dalam laba operasi dan ROE. Karena itu, bila hal-hal lain tetap sama,

makin tinggi biaya tetap suatu perusahaan, makin besar risiko bisnisnya. Biaya tetap yang

lebih tinggi umumnya berkaitan dengan perusahaan dan industri yang makin terotomatisasi

dan padat modal, seperti perusahaan listrik, perusahaan telepon, dan maskapai penerbangan.

Jika sebagian besar dari total biaya perusahaan adalah biaya tetap, perusahaan itu

dikatakan mempunyai leverage operasi (operating leverage) yang tinggi. Dalam ilmu fisika,

leverage berarti menggunakan pengungkit (lever) untuk mengungkit beban yang berat dengan

menggunakan sedikit tenaga. Dalam politik, orang-orang yang mempunyai leverage dapat

mencapai banyak hal dengan hanya sedikit bicara atau bertindak. Dalam istilah bisnis, bila

hal-hal lain tetap, tingkat leverage operasi yang tinggi, berarti perubahan yang relatif kecil

dalam penjualan akan mengakibatkan perubahan laba operasi yang besar.

Gambar 13-2 memperlihatkan leverage operasi dengan membandingkan hasil-hasil

yang dapat diharapkan Bigbee dengan jumlah leverage operasi yang berbeda. Proyek A

memerlukan jumlah beban tetap yang kecil. Di sini perusahaan tidak akan mempunyai

banyak peralatan yang terotomatisasi, jadi penyusutan, pemeliharaan, pajak properti dan

seterusnya relatif rendah. Akan tetapi, dalam Proyek garis total biaya mempunyai kemiringan

yang relatif curam yang menunjukkan bahwa biaya variabel per unit lebih tinggi daripada

seandainya perusahaan menggunakan lebih banyak leverage. Di lain pihak, proyek B,

memerlukan tingkat biaya tetap yang lebih tinggi. Di sini perusahaan menggunakan peralatan

terotomatisasi dimana satu operator dapat menghasilkan lebih banyak unit untuk biaya tenaga

kerja tertentu. Titik imp[as (breakeven point) lebih tinggi dalam Proyek B : 40.000 unit

dalam Proyek A lawan 60.000 unit dalam Proyek B.


Kita dapat mengembangkan suatu rumus untuk mencari kuantitas impas dengan

mengetahui bahwa titik impas terjadi ketika laba operasi (EBIT) sama dengan no;, yang

menyiratkan bahwa pendapatan adalah sama dengan biaya:

Penjualan = Biaya

PQ = VQ + F

PQ – VQ – F = 0 (13-1)

Disini P adalah harga jual rata-rata per unit keluaran, Q adalah unit keluaran, V adalah biaya

valiabel per unit dan F adalah biaya operasi tetap. Kita dapat menyelesaikan Persamaan 13-1

untuk kuantitas impas, QBE :

QBE = (13-1a)

Untuk Proyek A,

Dan untuk Proyek B,

Meskipun poada contoh konsep leverage operasi diterapkan pada dua proyek investasi,

A dan B, hal itu dapat juga diterapkan pada keseluruhan perusahaan. perusahaan seperti

Bigbee Electronics dapat menggunakan perangkat aktiva yang berbeda untuk memproduksi

serta menjual keluaran mereka dan susunan operasi yang berbeda biasanya menghasilkan

leverage operasi yang berbeda. Jadi, konsep leverage operasi dapat digunakan untuk

menganalisis proyek penganggaran modal ataupun keseluruhan perusahaan. jika suatu

perusahaan melaksanakan banyak proyek dengan leverage operasi yang tinggi, maka

perusahaan tersebut akan mempunyai banyak leverage operasi.


Bagaimana leverage operasi mempengaruhi tingkat pengembalian yang diharapkan dan

tingkat risiko dari suatu proyek atau perusahaan? Pada umumnya, jika hal-hal lain tetap

konstan, menggunakan lebih banyak leverage operasi akan menaikkan tingkat pengembalian

yang diharapkan, tetapi juga akan meningkatkan tingkat risiko dari pengembalian yang

diharapkan, tetapi juga akan meningkatkan tingkat risiko dari pengembalian itu. Hal ini

diperagakan dengan data Gambar 13-2 dimana kita melihat bahwa tingkat pengembalian

yang diharapkan menjadi lebih tinggi untuk Proyek B yang lebih terungkit (Leveraged),

tetapi tingkat risiko proyek B, sebagaimana yang diukur oleh deviasi standar atau koefisien

variasi, juga lebih tinggi daripada Proyek A.

Gambar 13-3 memperlihatkan hal yang sama disini diperlihatkan bahwa ProyekB

menawarkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi, tetapi B mempunyai risiko yang lebih

besar. Gambar itu menunjukkan distribusi probabilitas yang relevan. Bagian atas

menggambarkan distribusi probabilitas dari penjualan, dan menunjukkan bahwa penjualan

bergantung pada variasi permintaan untuk proyek tersebut, bukan pada ketergantungan

proyek itu terhadap serangkaian aktiva yang diperoleh dalam Proyek A atau Proyek B. karena

itu, distribusi probabilitas penjualan yang sama berlaku untuk kedua rencana produksi

tersebut. Penjualan yang diharapkan adalah $200.000, tetapi penjualan sebenarnya dapat

berkisar antara nol hingga $400.000,

Bagian bawah dari gambar 13-3 menunjukkan distribusi probabilitas ROE untuk kedua

proyek. Proyek B mempunyai tingkat ROE yang diharapkan yang lebih tinggi, tetapi juga

mempunyai probabilitas kerugian yang jauh lebih besar. Karena itu, Proyek B, yang

mempunyai biaya tetap yang lebih tinggi sehingga mempunyai lebih banyak leverage operasi,

lebih beresiko. Secara umum, bila hal lain tetap konstan, semakin leverage operasi risiko

bisnis semakin besar risiko bisnis sebagaimana yang diukur oleh variabel dari EBIT dan

ROE.
Sampai sejauh mana perusahaan dapat mengendalikan leverage operasi mereka? Dalam

banyak hal, leverage operasi ditentukan oleh teknologi. Perusahaan listrik, perusahaan

telepon, maskapai penerbangan, peleburan baja dan perusahaan kimia memang harus

melakukan investasi yang besar dalam aktiva tetap, akibatnya mereka mempunyai biaya tetap

yang tinggi sehingga leverage operasinyapun tinggi. Di lain pihak, toko makanan mempunyai

aktiva tetap jauh lebih rendah sehingga leverage operasinya jugalebih rendah. Namun, semua

perusahaan mempunyai sejumlah pengendalian terhadap leverage operasi mereka. Sebagai

contoh, sebuah perusahaan listrik dapat memperbesar kapasitas pembangkitnya dengan

membangun suatu reaktor nuklir atau pabrik dengan bahan bakar gas. Pembangkit nuklir

akan memerlukan investasi yang besar sehingga tingkat biaya tetapnya tinggi, tetapi biaya

operasi variabelnya relatif rendah. Di lain pihak pabrik berbahan bakar gas akan memerlukan

investasi yang lebih kecil dan mempunyai biaya tetap yang lebih rendah, tetapi biaya

variabelnya (untuk gas) relatif tinggi. Jadi, keputusan penganggaran modal dapat

mempengaruhi leverage operasi yang juga berarti mempengaruhi risiko dasar bisnis.

Gambar 13-2 dan Gambar 13-3

Konsep leverage operasi semula dikembangkan untuk digunakan dalam penganggaran

modal. Metode-metode alternatif untuk membuat produk tertentu sering menghasilkan

leverage operasi dan titik impas yang berbeda, yang menampakkan tingkat risiko bisnis yang

juga berbeda. Bigbee Electronics dan perusahaan-perusahaan lain secara teratur

melaksanakan analisis titik impas sebagai bagian dari proses penganggaran modal mereka.

Namun, setelah leverage operasi perseroan ditetapkan, faktor ini mempengaruhi keputusan

struktur modalnya.

RESIKO KEUANGAN
Leverage keuangan (financial leverage) mengacu pada penggunaan sekuritas yang

memberikan penghasilan tetap yaitu, utang dan saham preferen dan risiko keuangan

(financial risk) adalah tambahan risiko bagi pemegang saham biasa akibat penggunaan

leverage keuangan. Kita dapat memperluas contoh Bigbee Electronics untuk menggambarkan

efek leverage keuangan. Pertama, asumsikan bahwa perusahaan itu memutuskan untuk

melaksanakan Proyek B diputuskan bahwa pengembalian yang diharapkan lebih tinggi adalah

cukup untuk mengkompensasikan risiko yang lebih tinggi. Proyek B memerlukan aktiva

sebesar $200.000, jadi perusahaan harus mendapatkan $200.000 ini. Perusahaan dapat

memperoleh uang itu dengan menerbitkan saham biasa, meminjam uang, atau menggunakan

kombinasi utang dan ekuitas, untuk total sebesar $200.000.

Untuk saat ini, asumsikan bahwa hanya dua pilihan pembiayaan yang dipertimbangkan

100 persen ekuitas atau 50 persen utang dan 50 persen ekuitas. Sekarang perhatikan Tabel

13-1, yang menunjukkan bagaimana pilihan pembiayaan akan mempengaruhi pengembalian

yang diharapkan dan risiko Proyek B. Probabilitas tersebut diambil dari bagian tabel Gambar

13-2, yang menunjukkan bagaimana permintaan akan keluaran dari proyek itu dapat

bervariasi. Kolom kedua menunjukkan angka EBIT seperti yang dikembangkan untuk Proyek

B dalam bagian tabel dari Gambar 13-2. Perhatikan bahwa probabilitas dan EBIT ini berlaku

tanpa memperhatikan bagaimana Proyek B dibiayai, jadi besarnya sama pada bagian atas

maupun bawah dari Tabel 13-1.

Sekarang pusatkan perhatian pada bagian atas Tabel 13-1, yang menunjukkan situasi

dengan asumsi Bigbee tidak menggunakan utang dan membiayai Proyek B seluruhnya

dengan ekuitas biasa. Sekarang perhatikan Tabel 13-1, yang menunjukkan bahwa pilihan

pembiayaan akan mempengaruhi pengembalian yang diharapkan dan risiko Proyek B.

Probabilitas tersebut diambil dari bagian tabel Gambar 13-2, yang menunjukkan bagaimana

permintaan akan keluaran dari proyek itu dapat bervariasi. Kolom kedua menunjukkan angka
EBIT seperti yang dikembangkan untuk Proyek B dalam kondisi permintaan yang berbeda

sebagaimana yang diperlihatkan untuk Proyek B dalam bagian tabel dari Gambar 13-2.

Perhatikan bahwa probabilitas dan EBIT ini berlaku tanpa memperhatikan bagaimana Proyek

B dibiayai, jadi besarnya sama pada bagian atas maupun bawahdari tabel 13-1.

Sekarang pusatkanb perhatian pada bagian atas Tabel 13.1, yang menunjukkan situasi

dengan asumsi Bigbee tidak menggunakan utang dan membiayai Proyek B seluruhnya

dengan ekuitas biasa. Karena utang nol, bunga juga nol, maka laba sebelum pajak sama

dengan EBIT. Pajak 40 persen dikurangkan untuk menghasilkan laba bersih, yang kemudian

dibagi dengan ekuitas $200.000 untuk menentukan ROE. Jika kondisi permintaan sangat

buruk, penjualan akan turun menjadi nol (dari Gambar 13-2); dan perusahaan akan menderita

kerugian $60.000; kerugian ini dapat digunakan untuk mengofset laba dari sumber-sumber

lain atau dikompensasi ke belakang untuk mengofset laba tahun sebelumnya. Dalam kasus

manapun hasilnya akan berupa kredit pajak sebesar $24.000, jadi kerugian bersih jika kondisi

permintaan sangat buruk sebesar $36.000. kerugian itu dibagi dengan ekuitas $200.000

menghasilkan ROE-18 persen. Prosedur serupa digunakan untuk menentukan hasil dalam

Gambar 13-2 untuk Proyek B-Karena tidak ada leverage yang digunakan ROE tetap konstan.

Tabel 13-1

Sekarang pertimbangkan jika Bigbee memutuskan untuk menggunakan pembelanjaan

utang 50 persen, dengan biaya sebesar 10 persen. Permintaan tidak akan terpengaruh,

demikian pula biaya operasi, karena EBIT-nya sama untuk kasus utang nol dan utang 50

persen. Akan tetapi, perusahaan sekarang mempunyai utang $100.000 dengan bunga 10

persen, sehingga beban bunganya $10.000. Bunga ini harus dibayar tanpa memperhatikan

keadaan perekonomian jika tidak dibayar, perusahaan mungkin akan bangkrut, dan pemegang

sahama mungkin akan menarik kembali modalnya. Karena itu, biaya $100.000 ditunjukkan
dalam kolom ketiga sebagai suatu angka tetap untuk semua keadaan permintaan. Kolom

keempat memperlihatkan laba sebelum pajak,kelima memperlihatkan pajak yang berlaku, dan

yang keenam laba bersih yang dihasilkan. Apabila angka laba bersih dibagi dengan investasi

ekuitas yang sekarang hanya sebesar $100.000 karena $100.000 dari $200.000 total

kebutuhan diperoleh dari utang akan diperoleh ROE dalam setiap kondisi permintaan. Jika

kondisi permintaan sangat buruk sehingga penjualan nol, maka kerugian yang sangat besar

akan terjadi, dan ROE akan menjadi -42 persen. Rata-rata tertimbang probabilitas adalah

ROE yang diharapkan, sebesar 18 persen jika perusahaan menggunakan utang 50 persen.

Pembiayaan dengan utang umumnya akan meningkatkan tingkat pengembalian yang

diharapkan untuk suatu investigasi bagi pemilik perusahaan, yaitu para pemegang saham

biasa. Situasi ini berlaku dalam contoh sebelumnya-leverage keuangan menaikkan ROE yang

diharapkan dari 12 persen menjadi 15 persen, tetapi juga meningkatkan tingkat risiko

investasi sebagaimana yang diukur oleh koefisien variasi 1,23 menjadi 1,65.

Gambar 13-4 menggambarkan data dalam Tabel 13-1. Meskipun penggunaan leverage

keuangan meningkatkan ROE yang diharapkan, namun leverage juga meratakan distribusi

probabilitas terjadinya kerugian besar, sehingga menambah risiko yang ditanggung pemegang

saham.

Kita dapat mengikhtisarkan pembahasan sampai saat ini:

1. Sejumlah risiko bisnis terkandung dalam semua aktiva selain dari obligasi tanpa risiko,

dan risiko bisnis umumnya lebih tinggi jika perusahaan memilih menggunakan lebih

banyak leverage operasi.

2. Konsep risiko bisnis dan leverage operasi dapat diterapkan untuk seluruh perusahaan dan

juga untuk proyek-proyek investasi. Jika sebuah perusahaan menerima sejumlah proyek
penganggaran modal yang mempunyai risiko bisnis dan leverage operasi yang tinggi,

maka perusahaan tersebut akan mempunyai risiko bisnis dan leverage operasi yang tinggi

pula. Disversifikasi dapat mengurangi risiko bisnis sampai pada titik tertentu, tetapi

umumnya mengambil banyak proyek yang berisiko membuat perusahaan menjadi lebih

berisiko.

Gambar 13-4

3. Meskipun menggunakan lebih banyak leverage operasi umumnya meningkatkan risiko

suatu perusahaan atau proyek, leverage operasi yang lebih tinggi juga meningkatkan

tingkat pengembalian yang diharapkan.

4. Aktiva, termasuk keseluruhan perusahaan, harus dibiayai, dan dua jenis dasar modal

adalah utang atau ekuitas. Umumnya, peningkatan penggunaan utang meningkatkan

tingkat pengembalian yang diharapkan, tetapi lebih banyak utang berarti lebih banyak

risiko yang harus ditanggung oleh pemegang saham.

5. Ada dua jenis leverage-leverage operasi dan leverage keuangan dan keduanya

meningkatkan pengembalian yang diharapkan serta risiko yang ditanggung pemegang

saham. Contoh-contoh yang disajikan memperlihatkan hal tersebut dan diharapkan dapat

memperjelas situasi. Dapat juga dikembangkan secara aljabar, seperti yang dilakukan

dalam Lampiran 13A, dimana kita menghitung tingkat leverage operasi, tingkat leverage

keuangan,dan tingkat leverage total.

6. Fokus kita dalam bab ini adalah struktur modal, dengan kata lain sejauh manbba utang

digunakan untuk membiayai aktiva. Kita lihat bahwa leverage keuangan meningkatkan

tingkat pengembalian yang diharapkan, tetapi dengan kompensasi meningkatnya risiko.

Jadi, kita menghadapi suatu perimbangan: Jika kita menggunakan lebih banyak leverage
keuangan, kita meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan, yang berakibat

baik, tetapi kita juga meningkatkan risiko, yang berakibat buruk.

7. Ada dua pertanyaan yang timbul: (1) Apakah tingkat pengembalian yang diharapkan

dalam kaitan dengan utang, cukup untuk mengkompensasi kenaikan risiko yang timbul

dari penggunaannya? Dan (2) Berapakah jumlah optimal penggunaan utang bagi suatu

perusahaan? Jawaban terhadap kedua pertanyaan tersebut pada dasarnya sama : Jika

ingin menaikkan nilai perusahaan, maka utang sebaiknya digunakan, sehingga rasio

utang yang memaksimalkan nilai perusahaan adalah struktur modal yang optimal. Tidak

mudah mengukur efek struktur modal terhadap harga saham, tetapi ini merupakan inti

dari keputusan struktur modal. Dalam sisa bab ini kita akan membahas jenis-jenis

analisis yang dilakukan manjer keuangan ketika menentukan struktur modal mereka.

Tabel 13-2

MENENTUKAN STRUKTUR MODAL YANG OPTIMAL

Dalam bagian terdahulu kita menggunakan salah satu dari proyek penganggaran modal

Bigbee Electronics Company untuk menggambarkan leverage operasi dan keuangan. Namun,

konsep dan metode leverage yang sama dapat diterapkan untuk perusahaan secara

menyeluruh, dan dalam bagian ini kita membahas Bigbee secara keseluruhan. Perusahaan itu

telah mengakuisisi aktiva dari waktu ke waktu melalui proses penganggaran modal. Aktiva

tersebut mempunyai risiko bisnis dan leverage operasi yang unik, dan risiko bisnis

perusahaan mencerminkan tingkat risiko dari masing-masing aktivanya.

Laporan keuangan yang sangat disederhanakan diperlihatkan pada Tabel 13-2. Tiga

angka nol terakhir dalam jumlah dasar dan jumlah lembar saham telah dihilangkan untuk

menyederhanakan perhitungan sepanjang bab ini. Sampai saat ini, perusahaan tidak pernah
menggunakan utang, tetapi manajer dana sekarang sedang mempertimbangkan kemungkinan

perubahan dalam struktur modal. Jika Bigbee memutuskan untuk menggunakan sejumlah

utang, sampai berapakah jumlahnya? Jawabannya adalah perusahaan harus menggunakan

jumlah utang, atau struktur modal, yang memaksimumkan harga sahamnya.

ANALISIS EBIT/EPS

Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba per saham

(EPS-earnings per share) dan, karena itu, juga mengakibatkan perubahan harga saham.

Untuk memahami hubungan diantara leverage keuangan dan EPS, pertama-tama mari kita

lihat tabel 13-3, yang memperlihatkan bagaimana biaya utang Bigbee akan berubah jika ia

menggunakan persentase utang yang berbeda. Semakin tinggi persentase utang, semakin

tinggi risiko utang tersebut, sehingga semakin tinggi suku bunga yang akan dibebankan oleh

pemberi pinjaman.

Tabel 13-4, yang memperlihatkan bagaimana EPS yang diharapkan berubah sejalan

dengan perubahan leverage keuangan. Bagian 1 tabel tersebut dimulai dengan distribusi

probabilitas dari penjualan; untuk lebih memudahkan, kita mengasumsikan hanya 3

kemungkinan penjualan yaitu $100.000, $200.000, atau $300.000. selanjutnya, dalam Bagian

I kita menghitung EBIT pada setiap tingkat penjualan. Kita asumsikan bahwa leverage

keuangan tidak mempengaruhi penjualan dan biaya operasi, maka ketiga angka EBIT ($0,

$40.000, dan $80.000) akan tetap sama, berapapun jumlah utang yang digunakan Bigbee.

Tabel 13-3 dan Tabel 13-4

Bagian II dari Tabel 13-4 yaitu untuk keadaan tanpa utang, memperlihatkan laba per

saham Bigbee untuk setiap tingkat penjualan dengan asumsi perusahaan tetap tidak

menggunakan utang. Laba bersih dibagi dengan 10.000 lembar saham yang beredar untuk
menghitung EPS. Jika penjualan $100.000, EPS sama dengan nol, tetapi EPS akan naik

menjadi $4,80 pada tingkat penjualan $300.000. kemudian EPS pada setia[ tingkat penjualan

dikalikan dengan probabilitas penjualan tersebut untuk menghitung EPS yang diharapkan,

yaitu $2,40 apabila perusahaan B tidak menggunakan utang. Kita juga menghitung deviasi

standar EPS dan koefisien variasi sebagai indikator dari risiko perusahaan apabila rasio utang

sama dengan nol :

Bagian III dari tabel tersebut memperlihatkan hasil-hasil jika Bigbee dibiayai dengan

rasio utang/aktiva sebesar 50 persen. Dalam situasi ini, $100.000 dari total modal $200.000

akan berupa utang. Tingkat suku bunga atas utang, yaitu 12 persen, diambil dari tabel 13-3.

Dengan utang $100.000 berbunga 12 persen, beban bunga perusahaan pada Tabel 13-4 adalah

$12.000 per tahun. Ini merupakan biaya tetap-jumlah tersebut akan tetap sama berapa pun

tingkat penjualan dan biaya itu dikurangkan dari EBIT yang dihitung pada Bagian I.

selanjutnya, pajak diperhitungkan untuk mendapatkan laba bersih, lalu laba bersih dibagi

dengan jumlah saham yang beredar. Akan tetapi, jika separuh dari ekuitas itu digantika

dengan utang (utang = $100.000), hanya 5.000 saham yang beredar, dan kita harus

menggunakan fakta ini dalam menghitung EPS untuk ketiga tingkat penjualan yang mungkin.

Dengan rasio utang/aktiva sebesar 50 persen, angka EPS adalah -$1,44 jika penjualan

$100.000, EPS naik menjadi $3,36 jika penjualan $200.000, dan EPS akan melonjak menjadi

$8,16 jika penjualan setinggi $300.000.

Gambar 13-5

Distribusi EPS dalam kedua struktur keuangan tersebut dilukiskan dengan grafik pada

Gambar 13-5, dimana kita menggunakan distribusi kontinyu, bukan distribusi diskrit (yang

terputus) seperti pada Tabe; 13-4, meskipun EPS yang diharapkan akan jauh lebih tinggi jika

leverage keuangan digunakan, namun grafik tersebut juga memperlihatkan secara jelas bahwa
risiko terjadinya EPS yang rendah, atau bahkan negatif, juga makin tinggi jika utang

digunakan.

Gambaran lain mengenai hubungan antara EPS yang diharapkan, risiko, dan leverage

keuangan disajikan pada Gambar 13-6. Data pada tabel dibagian bawah gambar tersebut

dihitung sesuai dengan cara perhitungan pada Tabel 13-4, dan grafik di atasnya

menggambarkan data tersebut. Disini kita melihat bahwa EPS yang diharapkan naik sampai

pembiayaan dengan utang mencapai 50 persen. Beban bunga merangkak naik, tetapi

pengaruh kenaikannya belum menurunkan EPS karena makin sedikitnya jumlah saham yang

keredar ketika ekuitas ditukar dengan utang. Akan tetapi, kenaikan EPS tersebut mencapai

puncaknya pada rasio utang mencapai 50 persen, dimana diatas rasio meski jumlah saham

yang beredar berkurang.

Sisi kanan Gambar 13-6 memperlihatkan bahwa risiko yang diukur dengan koefisien

variasi EPS naik secara terus-menerus dan tingkat kenaikannya makin besar saat utang

digunakan untuk menggantikan ekuitas.

Dengan demikian, kita melihat bahwa penggunaan leverage berdampak baik dan buruk;

leverage yang lebih tinggi memperbesar laba per saham yang diharapkan (dalam contoh ini,

sampai rasio D/A mencapai 50 persen), namun juga memperbesar risiko perusahaan. jelaslah,

rasio utang Bigbee tidak boleh melampaui 50 persen. Berapa seharusnya rasio utang

ditetapkan dalam kisaran 0 sampai 50 persen? Masalah ini akan dibahas dalam bagian

berikut.

Gambar 13-6

PENGARUH STRUKTUR MODAL TERHADAP HARGA SAHAM DAN BIAYA

MODAL
Seperti yang kita lihat pada Gambar 13-6, EPS yang diharapkan Bigbee dimaksimumkan

pada rasio utang/aktiva sebesar 50 persen. Apakah ini berarti struktur modal yang optimal

bagi Bigbee harus terdiri dari 50 persen utang? Jawabannya jelas tidak –struktur modal yang

optimal adalah struktur modal yang memaksimumkan harga saham perusahaan, dan ini

memerlukan rasio utang yang lebih rendah daripada rasio utang yang memaksimumkan EPS.

Pernyataan ini diperlihatkan pada Tabel 13-5, yang menyajikan taksiran harga saham

dan biaya rata-rata tertimbang dari modal untuk Bigbee pada berbagai rasio utang/aktiva.

Dengan memperhitungkan hasil-hasil dari Gambar 13-6, kita lihat bahwa EPS

dimaksimumkan pada tingkat utang yang lebih rendah (utang 40 persen)

Dalam bab 8 disebutkan bahwa harga saham berkaitan secara positif dengan dividen

yang diharapkan tetapi berkaitan secara negatif dengan tingkat pengembalian yang

disyaratkan pada ekuitas. Perusahaan dengan laba yang tinggi mampu membayar dividen

yang lebih tinggi, jadi selama tingkat utang yang lebih tinggi menaikkan laba per saham yang

diharapkan, leverage bekerja mengungkit harga saham. Namun, tingkat utang yang lebih

tinggi juga meningkatkan risiko perusahaan, yang menaikkan biaya ekuitas dan selanjutnya

menurunkan harga saham. Jadi, sekalipun kenaikan rasio utang dari 40 ke 50 persen

menaikkan EPS, kenaikan EPS yang terjadi kurang sepadan dibandingkan dengan kenaikan

dalam risiko.

Tabel 13-5

Dalam Tabel 13-5 diperlihatkan bahwa kenaikan dalam rasio utang/aktiva menaikkan

biaya utang dan ekuitas. (Biaya utang, Kd, diambil dari Tabel 13-3). Pemegang obligasi

mengakui bahwa, apabila hal lain tetap konstan perusahaan dengan tingkat utang yang lebih

tinggi cenderung mengalami kesulitan keuangan, yang menjelaskan mengapa kenaikan dalam

rasio utang/aktiva menaikkan biaya utang. Juga, ingat kembali dari Bab 5 bahwa beta saham
mengukur tingkat gejolak harga saham tersebut dibandingkan dengan saham rata-rata.

Koefisian beta yang diperlihatkan dalam Kolom 4 Tabel 13-5 diperkirakan oleh manajemen.

Telah diperlihatkan baik secara teoritis maupun empiris bahwa beta dari perusahaan naik

sejalan dengan kenaikan leverage keuangan. Untuk perusahaan tertentu , sifat dasar hubungan

ini sulit untuk diperkirakan, tetapi nilai-nilai yang dicantumkan pada Kolom 4

memperlihatkan perkiraan manajemen Bigbee atas hubungan tersebut.

Dengan asumsi tingkat pengembalian yang bebas risiko, KRF, adalah 6 persen dan

tingkat pengembalian yang disyaratkan, KS, untuk Bigbee seperti terlihat pada Kolom 5.

Disini kita lihat bahwa KS adalah 12 persen jika leverage keuangan tidak digunakan, tetapi KS

naik menjadi 16,8 p-ersen jika perusahaan melakukan pembiayaan dengan 60 persen utang,

yaitu jumlah maksimum yang diperbolehkan dalam anggaran dasarnya.

Gambar 13-7 menggambarkan tingkat pengembalian yang disyaratkan pada tingkat

utang yang berbeda. Gambar tersebut juga memperlihatkan komposisi pengembalian yang

disyaratkan Bigbee: tingkat pengembalian yang bebas risiko sebesar 6 persen ditambah

premi-premi untuk risiko bisnis dan keuangan. Seperti yang Anda lihat dari grafik tersebut,

premi risiuko bisnis tidak tergantung pada tingkat utang-risiko ini tetap konstan pada tingkat

6 persen untuk semua tingkat utang. Sebaliknya, premi untuk risiko keuangan bervariasi

tergantung pada tingkat utang-semakin tinggi tingkat utang, semakin besar premi untuk risiko

keuangan.

Model penilaian saham dengan tingkat pertumbuhan nol dari Bab 8 digunakan dalam

Tabel 13-5, bersama-sama dengan nilai-nilai DPS dari Kolom 3 dan nilai K S dari Kolom 5

untuk mengembangkan estimasi harga saham yang diperlihatkan pada Kolom 6. Disini kita

melihat bahwa harga saham yang diharapkan akan naik sejalan dengan meningkatnya

leverage keuangan, mencapai puncaknya pada $22,86 ketika rasio utang/aktiva sebesar 40
persen, dan kemudian mulai menurun. Jadi, struktur modal yang optimal untuk Bigbee

memerlukan penggunaan utang 40 persen.

Rasio harga/laba (P/E) yang diperlihatkan pada Kolom 7 dihitung dengan cara

membagi harga pada Kolom 6 dengan laba yang diharapkan pada Kolom 3. Kita

menggunakan pola rasio P/E sebagai pemeriksa “kewajaran” dari data yang lain. Apabila hal-

hal lain konstan, rasio P/E akan menurun sejalan dengan naiknya risiko perusahaan, dan pola

tersebut terdapat dalam contoh ilustrasi kita. Juga, saat data Bigbee dianalisi, rasio P/E yang

diperlihatkan disini umumnya konsisten dengan rasio P/E dari perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan nol serta menggunakan leverage keuangan yang berbeda-beda. Jadi, data pada

Kolom 7 menguatkan keyakinan kita atas kewajaran dari taksiran harga pada Kolom 6.

Gambar 13-7

Terakhir, Kolom 8 menunjukkan biaya rata-rata tertimbang (WWAC) Bigbee yang

dihitung sesuai denmgan penjelasan Bab 9, dengan struktur modal yang berbeda-beda. Jika

perusahaan tidak menggunakan utang semua modalnya akan terdiri dari ekuitas, sehingga

. Ketika perusahaan mulai menggunakan utang berbiaya rendah, biaya

rata-rata tertimbang dari modal akan menurun. Akan tetapi, dengan naiknya rasio utang,

biaya utang maupun ekuitas akanm naik, dan kenaikan biaya dari kedua komponen tersebut

mulai mengikis offset keuntungan yang diperoleh dari penggunaan utang berbiaya rendah.

Pada saat rasio utang sebesar 40 persen, WWAC mencapai titik minimum sebesar 10,8

persen, kemudian naik apabila rasio utang naik.

Dapat dilihat bahwa struktur modal yang memaksimumkan harga saham perusahaan

juga merupakan struktur modal yang meminimumkan WWAC-nya. Perhatikan juga bahwa

sekalipun biaya komponen ekuitas umumnya lebih tinggi daripada utang, menggunakan

utang berbiaya rendah saja tidak akan memaksimumkan nilai karena terdapat efek umpan
balik dari utang terhadap biaya utang dan ekuitas. Jika Bigbee ingin menggunakan utang

lebih dari 40 persen, ia akan cenderung mengandalkan sumber modal yang lebih rendah,

tetapi biaya yang lebih rendah ini tidak dapat mengingkari kenyataan bahwa menggunakan

lebih banyak utang akan menaikkan biaya utang maupun ekuitas. Pandangan ini ditampilkan

dalam Laporan Keuangan terbaru dari Georgia Pacific Corporation.

Berdasarkan nilai pasar, rasio utang pada modal kita adalah 47 persen. Dengan

menggunakan struktur modal ini, kami yakin biaya rata-rata tertimbang modal hampir

dioptimalkan sekitar 10 persen. Meskipun mengurangi utang secara signifikan akan

mengurangi sejumlah biaya utang marjinal, pengurangan utang yang berarti cenderung

menaikkan biaya rata-rata tertimbang modal dengan meningkatkan proporsi ekuitas

yang berbiaya lebih tinggi.

EPS, biaya modal, dan harga saham yang disajikan pada Tabel 13-5 digambarkan pada

Gambar 13-8. Seperti terlihat dalam grafik tersebut, rasio utang/aktiva yang

memaksimumkan EPS yang diharapkan Bigbee adalah 50 persen. Akan tetapi, harga saham

dimaksimumkan pada saat risiko utang 40 persen, dan sejalan dengan hal tersebut biaya

modal mencapai titik minimum. Jadi, struktur modal Bigbee yang optimal memerlukan utang

40 persen dan ekuitas 60 persen. Kondisi struktur modal pada rasio seperti inilah yang harus

ditargetkan oleh manajemen, dan jika struktur yang ada masih jauh dari targetr, maka

penawaran saham baru harus mengarah kepada target tersebut.

ANALISIS LIKUIDITAS DAN ARUS KAS


Ada sejumlah kesulitan praktis sehubungan dengan jenis analisis yang telah diuraikan sejauh
ini, yaitu:
1. Pada dasarnya tidak mungkin menentukan secara pasti bagaimana rasio P/E (harga/laba)
atau tingkat kapitalisasi ekuitas (nilai-nilai ks) dipengaruhi oleh tingkat leverage keuangan
yang berbeda-beda. Hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah membuat “dugaan
terarah” (educated guesses) mengenai hubungan ini. Karena itu, manajemen jarang
sepenuhnya mempercayai jenis analisis yang dituangkan pada Tabel 13-5 dan Gambar
13-5 untuk digunakan sebagai satu-satunya determinan dalam menetapkan struktur modal
yang ditargetkan.
Gambar 13-8
2. Para manajer suatu perusahaan mungkin lebih atau kurang konservatif daripada
pemegang saham rata-rata, sehingga mungkin saja manajemen menetapkan target struktur
modal yang berbeda dari yang memaksimumkan harga saham. Manajer dari perusahaan
yang telah go-public tidak akan pernah mengakui hal ini, karena jika mereka mempunyai
suara dengan hak pengendalian, mereka akan segera diberhentikan. Akan tetapi, dengan
melihat berbagai ketidakpastian mengenai unsur-unsur struktur modal yang
memaksimumkan nilai, manajemen akan selalu dapat menyatakan bahwa struktur modal
yang ditargetkannya sudah merupakan struktur yang akan memaksimumkan nilai
(saham), dan akan sulit untuk mengingkari pernyataan tersebut. Namun, jika hasil yang
dicapai manajemen jauh dibawah target, akan besar peluang bagi perusahaan atau
kelompok perusahaan lain untuk mengambil alih perusahaan tersebut, menaikkan
leverage-nya, yang pada akhirnya menaikkan nilainya. Hal ini dibicarakan secara lebih
mendalam pada bagian akhir bab ini.
3. Manajer perusahaan besar, khususnya yang memberikan pelayanan vital seperti listrik
dan telepon, bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan yang berkelanjutan,
karena itu mereka harus menghindari penggunaan leverage yang membahayakan
kelangsungan jangka panjang perusahaan. keberhasilan perusahaan dalam jangka panjang
mungkin bertentangan dengan maksimisasi harga saham dan minimisasi biaya modal
yang berjangka pendek.

Karena semua hal tersebut, para manajer memperhatikan secara serius pengaruh leverage
keuangan terhadap risiko kebangkrutan, sehingga analisis atas faktor ini merupakan masukan
penting dalam semua keputusan yang menyangkut struktur modal. Dengan demikian
manajemen memberikan bobot yang tinggi kepada indikator kekuatan keuangan perusahaan
seperti kemampuan membayar bunga (times interest earned/TIE). Makin rendah rasio ini,
makin tinggi probabilitas perusahaan tidak mampu membayar utang-utangnya dan bangkrut.
TIE: sebuah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar suku bunga
obligasi tahunannya, yang dihitung dengan membagi pendapatan sebelum bunga dan pajak
(TIE = EBIT / I)

Anda mungkin juga menyukai