Mendukung Bakteri Hidup

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 7

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroba

1. Tingkat keasaman (pH)

Kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar netral dan pH 4,6 – 7,0 merupakan
kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri, sedangkan kapang dan khamir tumbuh pada pH
yang lebih rendah.

2. Suhu

Suhu merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
mikroba. Setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan, mikroba dibedakan atas tiga
kelompok sebagai berikut:

1. Psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan pada suhu

0-20o C.

1. Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu pertumbuhan 20- 45o C.
2. Termofil, yaitu mikroba yang suhu pertumbuhannya diatas 45 o C.

Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba mesofil, yaitu tumbuh baik pada
suhu ruangan atau suhu kamar. Bakteri pathogen umumnya mempunyai suhu optimum
pertumbuhan sekitar 37o C, yang juga adalah suhu tubuh manusia. Oleh karena itu suhu tubuh
manusia merupakan suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri pathogen. Mikroba
perusak dan pathogen umumnya dapat tumbuh pada kisaran suhu 4–66oC.

3. Nutrient

Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber
energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen,
hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau
kekurangan sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga
pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.Kondisi tidak bersih dan higinis pada
lingkungan adalah kondisi yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba
sehingga mikroba dapat tumbuh berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu,
prinsip daripada menciptakan lingkungan bersih dan higinis adalah untuk mengeliminir dan
meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba agar pertumbuhannya terkendali.

4. Oksigen

Mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya.


Berdasarkan kebutuhannya akan oksigen, mikroba dibedakan atas 4 kelompok sebagai
berikut:

• Aerob, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.

• Anaerob, yaitu mikroba yang tumbuh tanpa membutuhkan oksigen.


• Anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.

• Mikroaerofil, yaitu mikroba yang membutuhkan oksigen pada konsentrasi yang lebih
rendah daripada konsentrasi oksigen yang normal di udara. Mikroba perusak pangan sebagian
besar tergolong aerob, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kecuali bakteri
yang dapat tumbuh pada saluran pencernaan manusia yang tergolong anaerob fakultatif.

Media Biak dan Persyaratan bagi Pertumbuhan

Sejumlah besar mikroorganisme yang tidak banyak tuntutan, misalnya banyak pseudomonad
dalam tanah dan air, dan juga Escherechia coli tumbuh subur dalam larutan biak sesuai
susunannya. Selain susunan pertumbuhannya banyak mikroorganisme masih memerlukan
unsur-unsur lain yakni unsur pelengkap, vitamin-vitamin dan unsur senyawa tanbahan lain.
Sesuatu larutan biak yang dapat dibuat dari senyawa-senyawa kimia tertentu, disebut media
biak sintetik. Harus diusahakan agar untuk setiap mikroorganisme dapat ditetapkan
kebutuhan bahan makanan minuman dan mengembangkan medium minimum yang tidak
mengandung lebih banyak komponen daripada yang diperlukan untuk pertumbuhan. Jenis-
jenis yang mempunyai tuntutan tinggi memerlukan sejumlah besar zat pelengkap. Untuk
Leuconostoc mesenteroides telah mengembangkan suatu medium sintetik yang mengandung
lebih dari 40 komponen.

Media biak kompleks. Untuk banyak mikroorganisme bertuntutan tinggi belum dikenal
benar bahan-bahan makanan yang diperlukan. Orang membiakkannya dalam larutan biak
yang mengandung ekstrak ragi, otolisat ragi, pepton atau ekstrak daging. Untuk beberapa
kelompok organisme lazim juga digunakan: rempah-rempah, dekok rumput kering, sari buah
prem, sari wortel, santan dan untuk cendawan koprofil juga sari perasan tahi kuda. Mengingat
biaya, larutan-larutan biak tidak dibentuk dari senyawa-senyawa murni tetapi lebih disukai
untuk menggunakan zat-zat kompleks, seperti air dadih, melase, air rendaman jagung atau
ekstrak kedele, yang sebagai produk sisa tersedia dengan harga murah. Media biak seperti ini
disebut media biak kompleks.

Media biak padat. untuk membuat biak padat pada larutan biak cair ditambahkan bahan
pemadat yang memberi konsistensi seperti selai pada larutan air. Hanya untuk keperluan
tertentu masih digunakan gelatin, karena sudah mencair pada suhu 26-30o C dan banyak
mikroorganisme mampu mencairkan gelatin. Bahan pemadat yang hampir ideal adalah agar.
Agar adalah polisakarida dengan susunan kompleks dan terajut kuat berasal dari ganggan
laut. Agar hanya dipengaruhi oleh sejumlah kecil bakteri. Bila diperlukan media biak padat
tanpa komponen-komponen organik, maka dipakai silikagel sebagai bahan pemadat.

Pembiakan mikroba dalam laboratorium memerlukan medium yang berisi zat hara serta
lingkungan pertumbuhan yang sesuai dengan mikroorganisme. Zat hara digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhan, sintesis sel, keperluan energi dalam metabolisme, dan
pergerakkan. Lazimnya, medium biakan berisi air, sumber energi, zat hara sebagai sumber
karbon, nitrogen, sulfur, fosfat, oksigen, hidrogen serta unsur-unsur sekelumit (trace
elements). Media terbagi menjadi 2 golongan besar, yakni:

1. a. Media hidup

Media hidup  umumnya dipakai dalam laboratorium virologi untuk pembiakan berbagai
virus, sedangkan dalam bakteriologi hanya beberapa jenis kuman tertentu saja dan terutama
hewan percobaan. Contoh media hidup antara lain: hewan percobaan (termasuk manusia),
telur berembrio, biakan jaringan, dan sel-sel biakan bakteri tertentu untuk bakteriofaga.

1. b. Media mati

(1) Berdasarkan konsistensinya

 Media padat, terbagi media agar miring, agar deep, misalnya: agar buylon, agar
endo, agar ss, dan sebagainya.
 Media setengah padat: agar buylon setengah padat (buylon=kaldu).
 Media cair : air buylon, air pepton, deret gula-gula.

Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang digunakan
sebagai bahan pemadat karena tidak diuraikan oleh mikroba, dan membeku pada suhu di atas
45o C. Media setengah padat digunakan untuk melihat gerak kuman secara mikroskopik.

(2) Berdasar komposisi atau susunan bahannya

(a) Media sintetis

Yakni media yang mempunyai kadungan dan isi bahan yang telah diketahui secara terperinci.
Media sintetik sering digunakan untuk mempelajari sifat faal dan genetika mikroorganisme.
Senyawa anorganik dan organik ditambahkan dalam media sintetik harus murni, sehingga
harganya mahal. Contoh: cairan Hanks, Locke, Thyrode, Eagle. Dalam (laboratorium
virologi).

(b) Media non-sintetis

Merupakan media yang mengandung bahan-bahan yang tidak diketahui secara pasti baik
kadar maupun susunannya. Contohnya: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, kaldu daging.
Seringkali dalam media ini ditambahkan darah, serum, vitamin, asam amino, atau nukleosida.

(c) Media semi-sintetis

Misalnya, cairan Hanks yang ditambahkan serum (laboratorium virologi).

(3) Berdasar sifat fisiologik dan biologik kuman dan untuk tujuan isolasi

(a) Media persemaian (nutrient media), yaitu media yang sangat kaya akan zat makanan
dan mempunyai susunan bahan sedemikian rupa sehingga hanya menyuburkan satu jenis
kuman yang dicari saja. Contoh: perbenihan Kauffmann untuk persemaian Salmonella typhi.

(b)Media eksklusif adalah media yang hanya memungkinkan tumbuhnya satu jenis kuman
saja, sedangkan yang lainnya dihambat atau dimatikan. Contoh: perbenihan Dieudoune atau
air pepton alkalis yang mempunyai pH yang tinggi sehingga kuman lain tidak dapat tumbuh,
kecuali Vibrio.

(c) Media selekti/ elektif yakni media yang mempunyai susunan bahan sedemikian rupa
sehingga kuman tertentu dapat tumbuh tetapi dengan masing-masing koloni yang sangat
khas. Contoh: agar endo, untuk kuman golongan coli (coliform) akan berwarna merah,
sedangkan Salmonella koloninya tidak berwarna.

http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/pertumbuhan-bakteri/

Corynebacterium diphtheriae adalah bakteri patogen yang menyebabkan difteri. Bakteri ini
dikenal juga sebagai basillus Klebs-Löffler karena ditemukan pada 1884 oleh bakteriolog
Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915).

C. diphtheriae adalah makhluk anaerobik fakultatif dan Gram positif, ditandai dengan tidak
berkapsul, tidak berspora, tak bergerak, dan berbentuk batang 1 hingga 8 µm dan lebar 0,3
hingga 0,8 µm. Pada kultur, kelompok bakteri ini akan berhubungan satu sama lain dan
membentuk seperti huruf Tionghoa.

Banyak strain C. diphtheriae yang memproduksi racun difteri, sebuah eksotoksin protein,
dengan berat molekul 62 kilodalton. Ketidakaktifan racun dengan serum antiracun
merupakan dasar dalam vaksinasi antidifteri. Tdiak semua strain berbahaya. Produksi racun
akan terjadi bila bakteri dinfeksi oleh sebuah bakteriofaga.

Terdapat tiga subspesies yang dikenal yakni: C. diphtheriae mitis, C. diphtheriae


intermedius, dan C. diphtheriae gravis. Ketiganya berbeda pada kemampuan untuk mengolah
zat gizi tertentu. Semuanya dapat menjadi berbahaya yang menyebabkan difteri atau tidak
berbahaya sama sekali pada manusia.

Bakteri ini peka pada sebagian besar antibiotika, seperti penisilin, ampisilin, sefalosporin,
kuinolon, kloramfenikol, tetrasiklin, sefuroksim dan trimetrofim.

http://id.wikipedia.org/wiki/Corynebacterium_diphtheriae

Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum minuman
yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan
tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena
difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan
makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.
Sedangkan untuk perawat, penderita dengan difteri harus diberikan isolasi dan baru dapat
dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi C.
diphtheria 2x berturut-turut. Gunakan prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak
langsung dengan anak (APD).

http://ainizanoor.wordpress.com/
Setiap orang dapat terinfeksi oleh difteri, tetapi kerentanan terhadap infeksi tergantung dari
pernah tidaknya ia terinfeksi oleh difteri dan juga pada kekebalannya. Bayi yang dilahirkan
oleh ibu yang kebal akan mendapat kekebalan pasif, tetapi tidak akan lebih dari 6 bulan dan
pada umur 1 tahun kekebalannya habis sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit
difteri tidak selalu mempunyai kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat
secara aktif dengan imunisasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus dan pertusis
(DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selang penyuntikan satu – dua
bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
pertusis dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul
adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan
obat penurun panas. Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi perlu
diulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus yaitu DT sebanyak 1
kali. Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelah imunisasi, sehingga
orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali.

Selain itu penyakit difteri dapat dicegah dengan cara selalu menjaga kebersihan baik diri
maupun lingkungan. Karena penyakit menular seperti difteri ini paling mudah menular dalam
lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Tidak hanya itu, penting pula menjaga
pola makan yang sehat.

Sedangkan pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk
membunuh kuman Corynebacterium diphtheriae penyebab difteri. Dengan pengobatan yang
cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapat dihindari, namun keadaan bisa makin
buruk bila pasien dengan usia yang lebih muda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang
dan pemberian anti toksin yang terlambat.

http://azzam.mojokertocyber.com/artikel/189-mencegah-penyakit-difteri

Imunisasi DPT

Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat
yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa
minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan
atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan
kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang

Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun.
Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT
II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1
tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun).
Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan
DPT.

Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia
14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10
tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster).
Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan
memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.

DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat
penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis
di dalam vaksin.

Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:


- demam tinggi (lebih dari 40,5? Celsius)
- kejang
- kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau
terdapat riwayat kejang dalam keluarganya)
- syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).

Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda
sampai anak sehat.
Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan
DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan.

1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan
atau pembengkakan di tempat penyuntikan.
Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen).
Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering
menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan.

Imunisasi DT

Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab
difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu
menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus.

Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL.
Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi.
Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat
penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

http://m.medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=81

Anda mungkin juga menyukai