Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN DASAR (PKKD)


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI
(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Dasar
yang diampu oleh Bapak Yogasliana Fathudin S.Kep,Ners.,M.Kep)

Disusun Oleh :

ADHI PURNOMO
P17320119048
TINGKAT II – B

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES BANDUNG
2020
A. Konsep Dasar pemenuhan kebutuhan eliminasi
1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme
tubuh.Pembuangan dapat melalui urine dan bowel (tarwoto, wartonah, 2006).
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra (Hidayat, 2010).
Eliminasi merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus di penuhi oleh
setiap manusia. Kebutuhan dasar manusia terbagi menjadi 14 kebutuhan dasar,
menyatakan bahwa kebutuhan eliminasi terdapat pada urutan ke tiga. Apabila
sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua organ
akhirnya akan terpengaruh. Secara umum gangguan pada ginjal mempengaruhi
eliminasi. Sehingga mengakibatkan masalah kebutuhan eliminasi urine, antara lain
: retensi urine, inkontinensia urine, enuresis, dan ureterotomi. Masalah kebutuhan
eliminasi urine sering terjadi pada pasien – pasien rumah sakit yang terpasang
kateter tetap (Hidayat, 2010)
a. Gangguan Eliminasi Urin

Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu


mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi
urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
b. Gangguan Eliminasi Fekal

Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu


mengalami atau berisiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi
gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah, baik huknah tinggi
maupun huknah rendah. Memasukkan cairan hangat melalui anus sampai ke
kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
2. Konsep Kondisi Patologis
Kondisi patologis pada pasien dengan gangguan eliminasi :
a. Pola eliminasi tidak normal
b. Pola eliminasi tidak normal akibat nyeri saat berkemih
c. Masalah pada system eliminasi urin dan alvi
d. Takut untuk berkemih karena pada saat berkemih dirasakan nyeri
3. Etiologi
a. Gangguan eliminasi urine
1) Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi
jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih banyak.
2) Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi
pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang
lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih,
otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang
diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh
3) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
4) Infeksi
5) Kehamilan
6) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
7) Trauma sumsum tulang belakang
8) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
9) Umur
10) Penggunaan obat-obatan
b. Gangguan Eliminasi Fekal

1) Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna:

Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.


Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanantertentu pada beberapa orang sulit atau tidak
bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses.
Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak
teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan
keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.

2) Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika


pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine,
muntah) yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang
colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal,
menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
pemasukan cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang
intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chyme

3) Meningkatnya stress psikologi

Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit-


penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis,
bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga bahwa
beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas.

4) Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak


peristaltic dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses
sehingga feses mengeras

5) Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh


terhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang
lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti
dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan
memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses,
mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang-
kadang digunakan untuk mengobati diare
6) Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol
eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya
antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan
pengalaman yang dapat mempengaruhi proses pengosongan
lambung. Di antaranya adalah atony (berkurangnya tonus otot yang
normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat pada
melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan
menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga menurunkan
tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa orang
dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
7) Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan
pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan
stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat
bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang
klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat
berkurangnya fungsi dari spinkter ani

4. Patofisiologi

5. Tanda dan gejala


a. Eliminasi urine
- Retensi urine
- Ketidaknyamanan daerah pubis
- Distensi kandung kemih
- Ketidaknyamanan untuk berkemih
- Sering berkemih dalam kandung kemih yang sedikit (25-50 ml)
b. Eliminasi Fekal
- Diare
- Nyeri atau kejang abdomen
- Kadang disertai darah atau mucus
- Kadang vomitus (muntah) atau nausea (mual)
- Bila berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya kelemahan dan
kurus
6. Pemeriksaan diagnostic
a. Pemeriksaan USG
b. Pemeriksaan foto rontgen
c. Pemeriksaan laboratorium urine dan feses
d. Anoscopy (Pemeriksaan anal)
e. Protoscopy (Pemeriksaan rectum)
f. Pritosigmoidcopy (Pemeriksaan rectum dan kolon sigmoid)
g. Colonscopy (Pemeriksaan usus besar)
h. Pemeriksaan darah lengkap
7. Penatalaksanaan
Inkontinensia urine
a. Pemanfaatan kartu berkemih
b. Terapi non farmakologi
c. Terapi farmakologi
d. Terapi pembedahan
e. Modaliyas lain
Retensio urine
a. Kateterisasi urethra
b. Dilatasi urethra dengan boudy
c. Drainage supurapubik
Konstipasi
a. Pengobatan non farmakologis
b. Pengobaran farmakologis
Diare
a. Pemberian cairan
b. Pengobatan dietetik
c. Obat-obatan

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Data fokus pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Penurunan haluaran urin atau BAK sedikit, kandung kemih penuh dan rasa
terbakar, dorongan berkemih, mual/muntah, nyeri abdomen, nyeri panggul,
kolik ginjal, kolik uretra, nyeri waktu kencing dan demam.
4) Riwayat Kesehatan dahulu
Dahulu Riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya, riwayat kolik renal
atau bladder tanpa batu yang keluar, riwayat trauma saluran kemih. Apakah
pasien pernah menderita BPH dan sebelumnya apakah pasien pernah dirawat
di rumah sakit atau riwayat pembedahan
5) Riwayat Kesehatan keluarga
Keluarga Riwayat adanya ISK kronik, dan penyakit atau kelainan ginjal
lainnya ataupun penyakit keturunan
6) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Daerah atau tempat tinggal yang asupan airnya banyak mengandung kapur,
perlu dikaji juga daerah tempat tinggal dekat dengan sumber polusi atau tidak.
7) Pengkajian Kebutuhan Oksigenasi
Perkembangan dada dan frekuensi pernapasan pasien teratur saat inspirasi dan
ekspirasi dan tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
8) Kebutuhan Nutrisi dan Cairan Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan
abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidakcukupan
pemasukan cairan, tidak cukup minum, terjadi distensi abdomen, penurunan
bising usus.
9) Kebutuhan Eliminasi
Kaji adanya riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus). Penurunan
haluaran urin, kandung kemih penuh, rasa terbakar saat buang air kecil.
Keinginan dorongan ingin berkemih terus, oliguria, hematuria, piuri atau
perubahan pola berkemih. kaji kebiasaan defekasi dan/atau berkemih serta
masalah tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, retensi, dan gangguan
lainnya. Kaji penggunaan alat bantu
10) Kebutuhan Aktivitas dan Latihan
Kaji tentang pekerjaan yang monoton, lingkungan pekerjaan apakah pasien
terpapar suhu tinggi, keterbatasan aktivitas misalnya karena penyakit yang
kronis atau adanya cedera pada medulla spinalis.
11) Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri, cemas akan hospitalisasi.
12) Kebutuhan Kenyamanan
Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasi tergantung pada lokasi batu
misalnya pada panggul di regio sudut costovertebral dapat menyebar ke
punggung, abdomen dan turun ke lipat paha genetalia, nyeri dangkal konstan
menunjukkan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal, nyeri yang khas
adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan
pada area ginjal pada palpasi.
13) Kebutuhan Personal Hygiene
Kaji perubahan aktifitas perawatan diri sebelum dan selama dirawat di rumah
sakit.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
Keadaan pasien ekspresi wajah, pasien gelisah, atau menahan sakit
, kesadaran, tanda-tanda vital
2) Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala mesochepal
3) Pemeriksaan mata
Pemeriksaan pperorbital dan konjungtiva apakah ada anemis atau tidak
4) Pemeriksaan Hidung
Adanya pernapasan cuping hidung jika klien sesak napas.
5) Pemeriksaan telinga
Fungsi pendengaran, kebersihan telinga, tidak ada keluaran
6) Pemeriksaan Gigi dan Mulut
Kebersihan gigi, pertumbuhan gigi, jumlah gigi yang tanggal, mukosa bibir
biasanya kering, pucat.
7) Pemeriksaan Leher
Adanya distensi vena jugularis karena edema seluruh tubuh dan peningkatann
kerja jantung.
8) Pemeriksaan Jantung
Mungkin ditemukan adanya bunyi jantung abnormal, kardiomegali.
9) Pemeriksaan Paru
Pengembangan ekspansi paru sama atau tidak. Suara napas abnormal
10) Pemeriksaan Abdomen
Auskultasi bruit di arteri ginjal, auskultasi bising usus, adanya nyeri kolik
menyebabkan pasien terlihat mual dan muntah. Palpasi ginjal dilakukan untuk
mengidentifikasi massa, pada beberapa kasus dapat teraba ginjal pada sisi sakit
akibat hidronefrosis.
11) Pemeriksaan Genitalia
Pada pola eliminasiurine terjadi perubahan akibat adanya hematuri, retensi
urine, dan sering miksi
12) Pemeriksaan Ekstremitas
Kulit kering, mukosa mulut kering turgor kulit kering. Kulit berkeringat, basah
dapat disebabkan karna pasien menahan nyeri saaat berkemih. Kaji adanya
edema atau asites mungkin dapat terjadi .Mengkaji status hidrasi melalui
turgor, tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan bangkit
dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1). Pemeriksaan USG
2). Pemeriksaan foto rontgen
3). Pemeriksaan laboratorium urine
 Warna (normalnya jernih kekuningan)
 Penampilan (normalnya jernih)
 Bau (normalnya beraroma)
 pH ( normalnya 4,5-8,0)
 berat jenis (normalnya 1,005-1,030)
 glukosa (normalnya negatif)
 keton ( normalnya negatif)
 kultur urine (N: kuman patogen negatif)
4). Anoscopy (Pemeriksaan anal)
5). Pemeriksaan laboratorium feses
6). Protoscopy (Pemeriksaan rectum)
7). Pritosigmoidcopy (Pemeriksaan rectum dan kolon sigmoid)
8). Colonscopy (Pemeriksaan usus besar)
9). Pemeriksaan darah lengkap, Hemoglobin, hematokrit ; abnormal bila pasien
dehidrasi berat atau polisitemia.

2. Kemungkinan diagnosa keperawatan


a. Gangguan pola eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu
b. Inkontinensia urine berhubungan dengan kelemahan intrinsik sfingter
uretra
c. Gangguan eliminasi berhubungan dengan inflamasi, iritasi dan malabsor
bsi
d. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare,
inkontinensia usus, hemoroid, impaction
3. Perencanaan
Dx Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Setelah 1. Tanyakan klien tentang 1. Membantu klien
pola dilakukan waktu berkemih agar dapat miksi
eliminasi tindakan secara teratur.
urine keperawatan 2. Dorong klien untuk dapat 2. Membantu klien
berhubungan selama 2x 24 melakukan eliminasi agar mengurangi
dengan jam diharapkan urine dengan teratur. tingkat kecemasan
stimulasi pasien mampu karena
kandung mengendalikan inkotinensia urine.
kemih oleh eliminasi 3. Hindari faktor pencetus 3. Mengurangi/
batu urinedari inkontinensia urine menghindari
kandung kemih seperti cemas. inkontinensia
Kriteria hasil: urine.
1. 4. Jelaskan tentang : 4. Meningkatkan
Mengidentifika pengobatan, penyebab, pengetahuan
si keinginan dan tindakan lainnya pasien
berkemih
2. Berespons
tepat waktu
terhadap
dorongan
berkemih
3.Mencapai
toilet antara
dorongan
berkemih dan
pengeluaran
urine
Inkontinensi Setelah 1. Monitor eliminasi urine, 1. Mengetahui
a urine dilakukan frekuensi, konsistensi, karakteristik dari
berhubungqn tindakan bau, volume, warna keluaran urine
dengan keperawatan
kelemahan selama 2x 24 2. Bantu meningkatkan / 2. Melatih dan
intrinsik jam diharapkan mempertahankan membiasakan
sfingter inkontinensia keinginan berkemih pasien mengetahui
uretra pada pasien keinginan
berkurang berkemihnya
dengan kriteria 3. Melihat
3. Instruksikan pasien /
hasil: perbandingan
keluarganya untuk
1. Mengetahui sehingga terlihat
mencatat keluaran urine
keingingan perubahan yang
berkemih terjadi pada
2. Berkemih > pasien
150 cc setiap 4. Mengetahui
4. Jelaskan prosedur
kali berkemih tujuan dari
pemasangan kateter
pemasangan
i. kateter
5. Monitor intake dan
5. Mengetahui
output cairan
keseimbangan
6.
cairan dalam
tubuh
Perubahan Setelah 1. Catat dan kaji 1. Pengkajian dasar
dalam dilakukan warna,konsistensi,jumlah, untuk mengetahui
eliminasi tindakan dan waktu BAB masalah bowel
fekal keperawatan 2. Jika terjadi fekal 2. Membantu
berhubungan selama 2x 24 impaction : lakukan mengeluarkan
dengan jam diharapkan pengeluaran manual atau feses
konstipasi, gangguan gliserin klisma
diare, eliminasi 3. Konsultasikan dengan 3. Meningkatkan
Inkontinensi berkurang dokter tentang: eliminasi
a usus, dengan kriteria pemberian laksatif,
hemoroid, hasil : enema, pengobatan.
impaction 1. Pasien 4. Berikan cairan adekuat 4. Membantu feses

kembali ke menjadi lunak

pola
normal dari
fungsi
bowel
2. Terjadi
perubahan
pola hidup
untuk
menurunka
n Faktor
penyebab
konstipasi
Gangguan Setelah 1. Kaji 1. Dasar memonitor
eliminasi dilakukan konsistensi,warna,bau kondisi pasien
berhubunga tindakan feses,pergerakan usus,cek
n dengan keperawatan berat badan setiap hari.
inflamasi, selama 2x 24 2. Kolaborasi dengan 2. Mempertahankan

iritasi dan jam diharapkan dokkter pemberian status hidrasi

mal gangguan antidiare dan tingkatkan pasien


3. Mendeteksi status
absorbsi. eliminasi intake cairan dehidrasi pasien
berkurang 3. Monitor dan cek
dengan kriteria elektrolit,intake dan 4. Memenuhi
hasil : output cairan kebutuhan cairan
1. Pasien 4. Kolaborasi dengan dokter tubuh pasien
Kembali pemberian cairan IV 5. Menurunkan
BAB pada stimulasi bowel
pola 5. Kolaborasi dengan ahli
normal diet tentang diit rendah
2. Keadaan serat dan lunak
feses
berbentuk
dan lunak
Daftar Pustaka

Alimul Hidayat, A. Aziz. 2010. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik


Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika
Khusna,asmaul. 2017 Diakses di
https://www.academia.edu/41146790/LAPORAN_PENDAHULUAN_PEMENUHAN_K
EBUTUHAN_ELIMINASI_URINE_DAN_FECAL20191201_40971_93jpxi. Diakses
pada tanggal 25 November 2020
Yuniarti, Yuyun. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PADA” Tn. J” DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERKEMIHAN (VESIKOLITHIASIS) DI RUANG LAMBU BARAKATI RSU
BAHTERAMAS KENDARI. Tersedia di http://repository.poltekkes-kdi.ac.id/613/1/KTI
%20YUYUN%20YUNIARTI.pdf diakses pada tanggal 25 November 2020

Maemunah.2017. Buku Ajar Kebutuhan Manusia II. Diakses di


https://www.academia.edu/8958757/BUKU_AJAR_KEBUTUHAN_DASAR_MANUSIA
_II diakses pada tanggal 25 November 2020

Nurarif & Kusuma, (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis dan
NANDA Nic-Noc. Yogyakarta:MedicAction

Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi Ke-
3. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai