Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DHF (Dengue

Hemoragic Fever)
DI RUANG PICU RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh :
Niken Yuana
201614201029

Program Profesi Ners


STIKes Satria Bhakti Nganjuk
Tahun Akademik 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Niken Yuana


NIM : 201614201029
Judul : Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan DHF di Ruang PICU RSUD
Sidoarjo
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari/ Tanggal :
Jam :

Mahasiswa

Niken Yuana

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Risa Nurhayati, S.Kep.,Ns.M.Kes ..................................

Kepala Ruang

......................................
BAB I
KONSEP MEDIS

A. Definisi
Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah
Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang
tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family
Flaviviridae. Salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Terdapat tiga
tahapan yang dialami penderita penyakit DBD, yaitu fase demam, fase
kritis, dan fase pemulihan (WHO, 2011).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga
tubuh. Sindrome renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam
berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok (Nurarif & Hardhi, 2015).
B. Klasifikasi
WHO dalam buku Nurarif (2013) membagi DBD/DHF menjadi 4 derajat,
yaitu sebagai berikut :
1. Derajat I
Demam 2-7 hari disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi
perdarahan(ujitourniquiet positif), trombositopenia.
2. Derajat II
Seperti derajat I disertai perdaarahan spontan di kulit dan perdarhan
lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dgn adanya nadi cepat dn lmah,
tekanan darah meurun (kurang dari 20 mmHg) atau hipotnsi disrtai
kulit yang dingin dan lembab, gelisah
4. Derajat IV
Renjatan berat dengan nadi tak terba dan tekanan darah yang tidak
dapat diukur
C. Etiologi
Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan
oleh :
a. Virus Dengue.
Virus dengue yg menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbvirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virs dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya
secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang bersal dari sel – sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kiney) maupun sel – sel
Arthrpoda misalnya sel aedes Albopictuus.
b. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui
vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkn antibodi seumur hidup terhadap serootipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jeniis
yang lainnya.
Virus dengue termasuk genus Flavirus, keluarga flaviridae
terdapat 4 serotipe virus dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-
4, keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype
terbanyak. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi
terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat
memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain.
Seseorang yang tinggal di daerah epidermis dengue dapat terinfeksi
oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotipe virus
dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Nurarif &
Hardhi, 2015).
D. Patofisiologi
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS)
adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke
kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem
meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang
biak dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia
yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan
anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan
IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat.
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda
dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG
harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu
diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi
antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis (Aspirator Vol. 2 No. 2
Tahun 2010 : 110 –119).
. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang mendapatkan infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu, akan
timbul the secondary heterologous infection atau the sequential
infection of hypothesis.Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi
anamnetik antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks
antigen antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi. Terdapatnya
kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal
sebagai berikut :
a. Kompleks virus antibody akan mengaktivasi system komplemen,
yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan C3a. C3a
menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah
dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut,
suatu keadaan yang sangat berperan terjadinya renjatan.
b. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan
mengalami metamorphosis. Trombosit yang mengalami kerusakan
metamorphosis akan dimusnahkan oleh system retikuloendotelial
dengan akibat trombositopenia hebat dan perdarahan. Pada
keadaan agregasi, trombosit akan melepaskan vasoaktif (histmin
dan serotonini) yang bersifat meningkatkan permeabilitas kapiler
dan melepaskan trombosit faktor III yang merangsang koagulasi
intravascular.
c. Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor III) dengan akibat akhir
terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam proses
aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam
pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi
fibrinogen degradation product. Disamping itu aktivas akan
merangsang sistim klinin yang berperan dalam proses meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah (Wijaya, 2013).

E. Pathway
F. Manifestasi Klinis
1. Demam tinggi selama 2-7 hari
Demam tinggi sampai 40 oC dan mendadak , Demam terjadi secara
mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung
demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Uji tourniquet positif, petekia, epitaksis, perdarahan massif.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan
umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang
positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia
(bintik-bintik merah akibat perdarahan intradermak / submukosa)
purpura ( perdarahan di kulit ), epistaksis ( mimisan ), perdarahan
gusi, ekhimosis. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat
pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis,
dan melena ( tinja berwarna hitam karena adanya perdarahan.
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut
yang hebat.
3. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuri
4. Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi
5. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati
6. Sakit kepala
7. Pembengkakan sekitar mata
8. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening
9. Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan
darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi
cepat dan lemah).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi
virus dengue adalah :
1. Uji rumple leed/tourniquet positif
2. Darah lengkap : hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20% atau
lebih), trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang), Hb Meningkat
lebih 20 %, Leukosit menurun pada hari ke – 2 dan ke – 3, Protein
darah rendah, Ureum PH bias meningkat dan Na dan Cl rendah
3. Serologi : uji HI (hemoaglutination inhibition test) dipakai untuk
menentukan adanya infeksi virus dengue
4. Rontgen thoraks : effusi pleura

H. Penatalaksanaan
1. Minum banyak 1,5 - 2 liter/24 jam atau 1 sendok makan tiap 3-5
menit. Minuman berupa air teh manis, sirup, susu, sari buah, soft
drink, atau oralit.
2. Kolaborasi pemberian antipiretik jika terdapat demam
3. Kolaborasi pemberian cairan melalui intravena, dilakukan jika pasien
mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.
Ngastyah (2014), mengatakan bahwa pengobatan yang
diberikan biasanaya bersifat penurun demam dan menghilangkan
rasa sakit pada otot-otot atau sendi seperti sanmol. Pemberian minum
pada anak sedikit demi sedikit yaitu 1,5 - 2 liter dalam 24 jam, infus
diberikan pada klien apabila klien terus menerus muntah, tidak dapat
minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi atau hematokrit
yang cenderung meningkat.
Sesuai dengan pernyataan (Tarwoto dan Wartonah, 2012)
mengatakan bahwa kebutuhan cairan pada anak usia 10 tahun yaitu
2000-2500 ml per 24 jam, pemberian cairan 1500 cc per hari atau 6
gelas ( 1 gelas = 200cc) ditujukan untuk memberikan cairan yang
cukup agar tidak terjadi dehidrasi dan mengembalikan keseimbangan
cairan.
I. Komplikasi
Menuruut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
1. Perdarahan Disebabkan oleh perubahan vaskuler, penurunan
jumlah trombosit dan koagulopati, dan trombositopeni
dihubungkan meningkatnya megakoriosit muda dalam sel-sel
tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan
dapat dilihat pada uji torniquet positif, ptekie, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis, dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi DSS (Dengue Syock Syndrom) terjadi pada
hari ke 2-7 yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke
ronnga pleura dan peritoneum, hiponatremia, hemokonsentrasi,
dan hipovolemi yang mngekaibatkan berkurangnya alran balik
vena, penurunan volume sekuncup dan curah jantung sehingga
terjadi 13 disfungsi atau penurunan perfusi organ. DSS juga
disertai kegagalan hemeostasis yang mengakibatkan aktivitas dan
integritas sistem kardiovaskular, perfusi miokard dan curah
jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi iskemi
jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan
irreversible, terjadi kerusakan sel dan organ sehingga pasien akan
meninggal dalam wakti 12-24 jam.
3. Hepatomegali Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang
dihubungkan dengan nekrosis karena perdarahan yang terjadi
pada lobulus hati dan sel-sel kapiler. Terkadang tampak sel
metrofil dan limphosit yang lebih besar dan lebih banyak
dikarenakan adanya reaksi atau komplek virus antibody.
4. Efusi Pleura Terjadi karena kebocoran plasma yang mngekibatkan
ekstrasi cairan intravaskuler sel, hal tersebut dibuktikan dengan
adanya cairan dalam rongga pleura dan adanya dipsnea.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya kasus pada DHF sering menyerang anak dengan usia
kurang 15 tahun
b. Riwayat Keperawatan Sekarang
1) Keluhan Utama
Keluhan yang menonjol pada pasien DBD untuk datang ke
rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
2) Riwayat Penyakit saat ini
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai
menggigil dan saat demam kesadaran composmentis.
Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan
anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan
keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia,
diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian,
nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta
adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III,
IV), melena atau hematesis.
c. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
Riwayat Kesehatan masa lalu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa
mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain
(Brunner & Suddart, 2015).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah keluarga pernah mengalami riwayat penyakit DHF
sebelumnya.

e. Riwayat Imunitas
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
f. Kondisi Lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan
gantungan baju di kamar).
g. Pola Aktivitas sehari-hari
1. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
2. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak
mengalami diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-
IV bisa terjadi melena.
3. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV
sering terjadi hematuria.
4. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur
karena mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga
kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
5. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri
dan lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan
tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
h. Observasi dan pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan TTV
a) Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum
adalah sebagai berikut :
1)) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2)) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum
lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan
gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak
teratur.
3)) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis,
somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta
tensi menurun
4)) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi
tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak
teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit
tampak sianosis
b) TTV :
Tekanan nadi lemah dan kecil (grade III), nadi tidak
teraba (grade IV), tekanan darah menurun (sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang), suhu tinggi
(diatas 37,5oC)
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Kepala terasa nyeri
b) Wajah
Kemerahan pada muka
c) Mata
Konjungtiva anemis, pembengkakan sekitar mata,
lakrimasi dan fotopobia, pergerakan bola mata nyeri
d) Hidung
Kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade
II, III, IV.
e) Telinga
Terjadi perdarahan telinga (pada grade II, III, IV)
f) Mulut
Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokkan mengalami hyperemia pharing.

g) Leher
Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak
mengalami pembesaran
h) Dada
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
P : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
P :Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru
A :Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada
grade III, dan IV.
i) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
P : Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali)
P : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
j) Intergumen
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan
melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji
tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan
antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
perhatikan timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah
(Soedarmo,2008).
k) Ekstermitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

3) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
a) Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
b) Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
c) Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
d) Ig. D. dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3
rendah.
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler (kebocoran plasma dari endotel)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan di
rongga paru (effusi pleura)
c. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen dalam
jaringan menurun
d. Hipertermi berhubungan viremia
3. Intervensi
1. Devisit volume cairan berhubungan dengan berpindahnya cairan
intraseluler ke ekstraseluler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan
dapat terpenuhi
KH : a.
Menyatakan pemahaman faktor penyebab dan perilaku
yang, perlu untuk memperbaiki defisit cairan
b. Menunjukkan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluaran urine
adekuat, tanda-tanda vital stabil,
membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
c. Volume cairan cukup, input cukup, output tidak berlebih.
Rencana tindakan:
a. Kaji keadaan umum pasien (lemah pucat, tachicardi) serta tanda-
tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, untuk mengetahui dengan
cepat penyimpangan dari keadaan normalnya 32

b. Observasi adanya tanda-tanda syok.


Rasional : Agar dapat segera dilakukan t.indaka.n untuk menangani
syok yang dialami pasien.
c. Berikan cairan intravaskuler sesuai program dokter.
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami defisit
volume cairan dengan keadaan umum yang buruk karena cairan langsung masuk
kedalam pembuluh darah.
d. Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
e. Kaji tanda dan gejala dehidrasi atau hipovolemik (riwayat muntah
diare, kehausan turgor jelek).
Rasional : Untuk mengetahui penyebab devisit volume cairan, jika
haluaran urine < 25 ml/jam, maka pasien mengalami
syok
f. Kaji perubahan haluaran urine dan monitor asupan haluaran
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan dan tingkatan dehidrasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan cairan dirongga paru
(effusi pleura)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas menjadi
efektif atau normal
33

KH: Menunjukkan pola nafas efektif dan paru jelas dan bersih. Rencana tindakan:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea dan terjadi peningkatan kerja nafas.
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas ronchi
Rasional : Ronchi menyertai obstruksi jalan nafas atau kegagalan
pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : Duduk tinggi memungkinkan pengembangan paru dan memudahkan
pernafasan diafragma, pengubahan posisi meningkatkan pengisian udara segmen paru.
d. Bantu pasien mengatasi takut atau ansietas.
Rasional : Perasaan takut dan ansietas berat berhubungan dengan
ketidakmampuan bernafas atau terjadinya hipoksemia
e. Berikan oksigen tambahan
Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.
3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigin dalam jaringan
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suplai oksigen ke
jaringan adekuat.
KH : Menunjukkan peningkatan perfusi secara individual misalnya
tidak ada sianosis dan kulit hangat. 34

Rencana tindakan:
a. Auskultasi frekuensi dan irama jantung cacat adanya bunyi jantung
ekstra.
Rasional : Tachicardia sebagai akibat hipoksemia kompensasi
upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan, gangguan irama berhubungan
dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit. Adanya bunyi jantung tambahan
terlihat sebagai peningkatan kerja jantung.
b. Observasi perubahan status metal
Rasional : Gelisah bingung disorientasi dapat menunjukkan
gangguan aliran darah serta hipoksia.
c. Observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa.
Rasional : Kulit pucat atau sianosis, kuku membran bibir atau lidah dingin menunjukkan
vasokonstriksi prifer (syok) atau gangguan aliran darah perifer.
d. Ukur haluaran urine dan catat berat jeuis urine
Rasional : Syok lanjut atau penurunan curah jantung menimbulkan
penurunan perfusi ginjal dimanifestasi oleh penurunan haluaran urine dengan berat
jenis normal atau meningkat
e. Berikan cairan intra vena atau peroral sesuai indikasi.
Rasional : Peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hiperviskositas darah
(Potensial pembentukan trombosit)
atau mendukung volume sirlukasi atau perfusi jaringan. 35

4. Hipertemi berhubungan dengan terjadinya veremia


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan temperatur suhu
dalam batas normal (36°-37° C).
K H : a. Klien tidak menunjukkan kenaikan srihu tubuh.
b. Suhu tubuh dalam batas normal (36°-37° C) Rencana tindakan:
a. Kaji saat timbulnya demam
Rasional : Untuk mengidentifikasi pola demam pasien
b. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
c. Tingkatkan intake cairan.
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat
sehingga perlu diimbangi asupan cairan
d. Catat asupan dan keluaran
Rasional : untuk mengetahui ketidakseimbangancairan tubuh
e. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter Rasional :
pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
tinggi. (Nasrudin, 2005)

Anda mungkin juga menyukai