Anda di halaman 1dari 26

A.

Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus
ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran
umbai cacing yang terinfeksi.Sebagai penyakit yang paling sering memerlukan tindakan bedah
kedaruratan, apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu,
merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum. (Nurfaridah, 2015)
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapat terjadi tanpa penyebab yang jelas,
setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks atau pembuluh darahya (Corwin,
2009). Appendiks adalah tonjolan kecil mirip jari di dasar sekum atau berbentuk kantung buntu di bawah
tautan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum. (Sandi, 2013)
2. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada dasarnya adalah
obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
 Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
 Fekalit
 Benda asing
 Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi tidak dapat keluar dari
apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra luminer sehingga menyebabkan tekanan intra
mukosa juga semakin tinggi. Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding
apendiks sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada dinding
apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ lain
yang kemudian menyebar secara hematogen ke apendiks.
b. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran
vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks
menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada
appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen..
c. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika dipenuhi semua syarat : riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopikdan mikroskopik,
dan keluhan menghilang satelah apendektomi.
Kriteria  mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel
inflamasi kronik. Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan
bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan peradangan akut.
Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis
tidak perna kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya dilakukan
apendektomi yang diperiksa secara patologik.
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi
kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan
tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang
dicurigai bisa menjadi ganas.
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang
teraba massa memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda
apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
f. Tumor Apendiks
Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu apendektomi atas indikasi
apendisitis akut. Karena bisa metastasis ke limfonodi regional, dianjurkan  hemikolektomi kanan
yang akan memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya apendektomi.
g. Karsinoid Apendiks
Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks. Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi
ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan diagnosis
prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa rangsangan kemerahan (flushing) pada muka,
sesak napas karena spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor
karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang menyebabkan gejala tersebut di atas.
3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor prediposisi yaitu:
a. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena:
 Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
 Adanya faekolit dalam lumen appendiks
 Adanya benda asing seperti biji-bijian
 Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini
disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
 Appendik yang terlalu panjang
 Massa appendiks yang pendek
 Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
 Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)
4. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai dengan demam ringan, mual, muntah dan
hilangnya nafsu makan.
b. Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
c. Nyeri tekan lepas dijumpai.
d. Terdapat konstipasi atau diare.
e. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
f. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
g. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri kuadran kanan.
j. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus
paralitik.
k. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami
gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Nama pemeriksaan Tanda dan gejala
Rovsing’s sign Positif jika dilakukan palpasi dengan tekanan
pada kuadran kiri bawah dan timbul nyeri pada
sisi kanan.
Psoas sign atau Obraztsova’s sign Pasien dibaringkan pada sisi kiri, kemudian
dilakukan ekstensi dari panggul kanan. Positif
jika timbul nyeri pada kanan bawah.
Obturator sign Pada pasien dilakukan fleksi panggul dan
dilakukan rotasi internal pada panggul. Positif
jika timbul nyeri pada hipogastrium atau
vagina.
Dunphy’s sign Pertambahan nyeri pada tertis kanan bawah
dengan batuk
Ten Horn sign Nyeri yang timbul saat dilakukan traksi lembut
pada korda spermatic kanan
Kocher (Kosher)’s sign Nyeri pada awalnya pada daerah epigastrium
atau sekitar pusat, kemudian berpindah ke
kuadran kanan bawah.
Sitkovskiy (Rosenstein)’s sign Nyeri yang semakin bertambah pada perut
kuadran kanan bawah saat pasien dibaringkan
pada sisi kiri
Aure-Rozanova’s sign Bertambahnya nyeri dengan jari pada petit
triangle kanan (akan positif Shchetkin-
Bloomberg’s sign)
Blumberg sign Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada
kuadran kanan bawah kemudian dilepaskan
tiba-tiba
5. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas
dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini
disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan
apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2010) .
6. Pathway
7. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal
dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga
medis meliputi kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.
Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93%
terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15%
terjadi pada anak-anak dan orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis,
omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan
pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya:
e. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran
kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi
rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
f. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga
perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh
perut, dan leukositosis terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
g. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada pemeriksaan darah
lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas
75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu
komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat
dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
b. Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed Tomography Scanning(CT-scan).
Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
appendiks, sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum. Tingkat
akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-
Scan mempunyai tingkat akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
c. Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan infeksi saluran kemih
sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
d. Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa peradangan hati, kandung
empedu, dan pankreas.
e. Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa adanya kemungkinan
kehamilan.
f. Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan Barium enema
dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk kemungkinan karsinoma colon.
g. Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis, tetapi mempunyai arti
penting dalam membedakan Apendisitis dengan obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan medis.
1) Sebelum operasi
 Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala appendisitis sering kali masih
belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah
baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya appendisitis atau
bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah ( leukosit
dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen tegak dilakukan untuk mencari
kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis dilakukan dengan
lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
 Intubasi bila perlu
 Berikan Antibiotik (ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindomisin)
2) Operasi appendiktomi
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dapat dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal
dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang
sangat efektif.
3) Pasca operasi Perlu dilakukan:
 Observasi TTV dan tanda – tanda syok.
 Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
 Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan dan selama itu pasien
dipuasakan.
 Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam keesokan
harinya diberikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
 Satu hari post operasi pasien dianjurkan miring kiri / kanan dan secara bertahap duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit.
 Pada hari kedua pasien dapat diberdirikan dan duduk di luar kamar.
 Pada hari ke tiga rawat luka dengan teknik aseptic
 Hari berikutnya diberikan makanan lunak dan anjurkan berdiri tegak dan berjalan di luar
kamar
 Hingga hari ketujuh luka jahitan diangkat, dan jika tidak ada keluhan delegasikan kepada
dokter agar pasien dapat dipulangkan.
b. Penatalaksanaan keperawatan
Adapun tindakan non medis yang diberikan adalah persiapan pasien untuk apendiktomi
diantaranya: perawat memastikan  kepada dokter bahwa pasien melakukan tes darah,cek urin,
rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan. Kemudian tindakan keperawatan yang dapat diberikan post-
op adalah perawatan luka jahitan dan mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah dekubitus.

B. Konsep Keperawatan Pada Pasien Dengan Appendicitis


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan fisik.
a. Identitas klien
b. Riwayat keperawatan
c. Keluhan utama
d. Riwayat kesehatan / penyakit sekarang
e. Riwayat kesehatan / penyakit dahulu
f. Riwayat kesehatan / penyakit keluarga
g. Riwayat tumbuh kembang (usia 2 tahun)
h. Pemeriksaan fisik
i. Pemeriksaan tumbuh kembang
j. Pemeriksaan penunjang
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI (2016) Diagnosa keperawatan yang bisa diangkat pada pasien dengan pre dan post
oprasi appendicitis yaitu sebagai berikut :
a. Diagnosa Pre-Oprasi
1) Ansietas berhubungan dengan proses operasi (D0080)
2) Nyeri akut berhubungan dengan spasme dinding apendik (D0077)
b. Diagnosa Post-Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (D0077)
2) Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan luka insisi (D0129)
3) Risiko infeksi berhubungan dengan pintu masuk kuman (D0142)
3. Intervensi Keperawatan
Menurut SLKI (2018) dan SIKI (2018) :
a. Pre- Operasi
1) Ansietas berhubungan dengan proses operasi
Tujuan : Tingkat ansietas berkurang
Kriteria hasil :
 TTV dalam batas normal
 Pasien tampak rileks tidak gelisah & tegang
 Pasien tidak tampak pucat
 Pasien tidak anoreksia

Intervensi : Redukasi Ansietas (I.09314)

Observasi

a) Identifikasi saat tingkat anxietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor)


b) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
c) Monitor tanda anxietas (verbal dan non verbal)
Terapeutik

a) Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan


b) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan , jika memungkinkan
c) Pahami situasi yang membuat anxietas
d) Dengarkan dengan penuh perhatian
e) Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
f) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
g) Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang

Edukasi

a) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami


b) Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
c) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
d) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
e) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
f) Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
g) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
h) Latih teknik relaksasi
h) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian obat anti anxietas, jika perlu
2) Nyeri akut berhubungan dengan spasme dinding apendik
Tujuan : Tingkat nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Keluhan nyeri berkurang
 Pasien tampak rileks
 Pasien mampu menuntaskan aktivitas
Intervensi : Manajemen Nyeri
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingkan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitorkan nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakn menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Post operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
Tujuan : Tingkat nyeri berkurang
Kriteria Hasil :
 TTV dalam batas normal
 Keluhan nyeri berkurang
 Pasien tampak rileks
 Pasien mampu menuntaskan aktivitas
Intervensi : Manajemen Nyeri (I. 08238)
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingkan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
h) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
i) Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

a) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri


b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
c) Fasilitas istirahat dan tidur
d) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan memonitorkan nyeri secara mandiri
d) Anjurkan menggunakn menggunakan analgetik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2) Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan luka insisi
Tujuan : Integritas kulit dan jaringan dapat teratasi
Kriteria Hasil :
 Elastisitas kulit dipertahankan
 Hidrasi baik
 Perfusi jaringan baik
 Tidak ada kerusakan jaringan dan lapisan kulit
Intervensi : Perawatan integritas kulit (I.11353)
Observasi
a) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)

Terapeutik

a) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring


b) Lakukan pemijitan pada area penonjolan tulang, jika perlu
c) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
d) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
e) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
f) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi

a) Anjurkan menggunakan pelembab


b) Anjurkan minum air yang cukup
c) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
d) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
e) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
f) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
g) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya

3) Risiko infeksi berhubungan dengan pintu masuk kuman


Tujuan : Tingkat infeksi berkurang
Kriteria Hasil :
 Menjaga kebersihan tangan
 Menjaga kebersihan badan
 Meningkatnya nafsu makan
 Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka (mis. Demam, kemerahan pada luka, nyeri,
bengkak)

Intervensi : Pencegahan Infeksi (I.14539)

Observasi

a) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi


b) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
c) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan Kesehatan

Terapeutik

a) Berikan suntikan pada pada bayi dibagian paha anterolateral


b) Dokumentasikan informasi vaksinasi
c) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat

Edukasi

a) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko yang terjadi, jadwal dan efek samping
b) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah
c) Informasikan imunisasi yang melindungiterhadap penyakit namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
d) Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
e) Informasikan penundaan pemberian imunisasi tidak berarti mengulang jadwal imunisasi
Kembali
f) Informasikan penyedia layanan pekan imunisasi nasional yang menyediakan vaksin gratis
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan fase ketika perawat mengimplementasikan rencana keperawatan.
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang diperlukan untuk melaksanakan intervensi. Penatalaksanaan nyeri adalah
pengurangan nyeri sampai pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima pasien. Penatalaksaan tersebut
terdiri dari dua tipe dasar tindakan keperawatan yaitu farmakologi dan nonfarmakologi. Tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
5. Evaluasi
Asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planning). Adapun komponen SOAP yaitu S (subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari pasien setelah tindakan diberikan, O (objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan, A
(assesment) adalah membandingkan antara informasi subjektif dan objektif, P (planing) adalah rencana
keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2012).
Daftar Pustaka

Corwin. 2009. Buku saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan  Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4. Jakarta : Media.


Aesculapius
Moorhead, S. dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima
Bahasa Indonesia. Elsevier
Nurfaridah, V. 2015. E- Journal (E. Kep) Vol. 7 No. 2 : Penurunan Tingkatan
Nyeri Post Operasi Appendistis dengan Teknik distraksi Nafas Ritmik
Nuzulul. 2009. Askep Appendicitis. Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 26 Februari 2019
Sandi, W. 2013. E- Journal Keperawatan ( E-Kep) Fakultas Kedokteran UI :
Karya Tulis Ilmiah Akhir Ners Analisis Praktik Klinik Keperawatan
Kesehatan Masyarakat Nyeri Post Operasi Lapartomi Apendiks E.T
Causa Appendisistis Perforasi di RSUP Fatmawati. Jakarta: Universitas
Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), “Standar Luaran Keperawatan Indonesia


(SLKI)”, Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


(SIKI)”, Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai