Anda di halaman 1dari 3

Alquran pun menyebutkan banyak bencana memang terjadi dan Allah punya maksud di baliknya.

Misalnya, surah Maryam ayat 98 yang artinya, “Dan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan
sebelum mereka. Adakah engkau (Muhammad) melihat salah seorang dari mereka atau mendengar
bisikan mereka?” Ini membuktikan bahwa dalam masa sebelum Nabi Muhammad SAW dilahirkan, telah
banyak zaman dan peradaban yang luluh lantak karena kehendak Allah.

Paparan dari surah al-Waqiah yang menjelaskan tentang datangnya hari kiamat pun menjadi pertanda
bahwa adanya bencana yang terjadi tersebut merupakan pertanda akan semakin dekatnya pada hari
kiamat.

Dalam setiap ayatnya, dijelaskan secara rinci tentang tanda-tanda kiamat akan datang, bagaimana
kondisi nanti, dan apa yang akan terjadi pada umat manusia ketika kiamat tersebut datang.

Pertanyaan kemudian muncul, mengapa Ia justru memusnahkan makhluk-makhluk yang telah


diciptakannya?  Semua pertanyaan tersebut telah ada jawabannya dalam Alquran.

Surah Hud ayat 101: “Dan Kami tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka
sendiri, karena itu tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka sesembahan yang mereka sembah selain
Allah, ketika siksaan Tuhanmu datang. Sesembahan itu hanya menambah kebinasaan bagi mereka.”

Apa maksud dari Allah menciptakan sebuah bencana? Adalah untuk mengingatkan kepada umat
manusia agar terus ingat kepadanya. Bagi siapa saja yang percaya dan menjalankan perintah-Nya, akan
diberikan keselamatan dalam menghadapi bencana dan kiamat tersebut, namun tidak bagi yang
sebaliknya.

Petunjuk mengenai hal ini tertera pada surah al-Furqan ayat 25 dan 26: “ Dan (ingatlah) pada hari
(ketika) langit pecah mengeluarkan kabut putih dan para malaikat diturunkan (secara) bersamaan.
Kerajaan yang hak pada hari itu adalah milik Tuhan yang Maha Pengasih. Dan itulah hari yang sulit bagi
orang-orang kafir.

Mengapa Allah menciptakan manusia padahal manusia tidak pernah meminta untuk diciptakan?
Mengapa manusia harus tercipta sehingga menanggung berbagai penderitaan dalam hidup?
Bukankah lebih baik manusia tak tercipta sehingga tak harus merasakan kesengsaraan?
Pertanyaan semacam ini kerap muncul di benak sebagian orang yang mengalami berbagai
kesulitan dalam hidup.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/104886/mengapa-allah-menciptakan-manusia-sehingga-
harus-sengsara

Ketika bencana alam datang, banyak orang yang menjadi korban. Padahal, sebagian dari korban
dikenal sebagai orang baik semasa hidupnya.

Karena itu, tidak sedikit orang yang bertanya-tanya tentang filosofi bencana, apalagi dikaitkan
dengan Tuhan.  “Bukankah Allah maha baik, lalu mengapa ada tsunami?” tanya sebagian
kalangan.
Para filsuf hingga ulama berupaya menjawab pertanyaan di atas. Salah satu jawabannya: tidak
semua yang dianggap baik oleh manusia itu baik menurut Tuhan.

Mufasir Quraish Shihab lalu memberikan analogi berdasar premis di atas. Ia bilang, manusia
umumnya hanya dapat melihat sebatas tahi lalat.  Jika ia hanya melihat “titik hitam” itu, ia tidak
akan menemukan keindahan.

Namun jika ia melihat keselurhan wajah wanita tempat tahi lalat itu berada, ia mungkin akan
melihat keindahan. Artinya, cara pandang manusia umumnya masih parsial.

Di sisi lain, Penulis kitab tafsir Al Misbah ini mengatakan, orang yang beriman pasti meyakini
Allah Maha Baik. Karena itu, orang beriman juga meyakini apapun yang datang dari-Nya pasti
kebaikan.

“Jika saya memukul anak saya, apakah saya bermaksud jahat pada anak saya?” katanya dalam
sebuah majelis ilmu seperti disiarkan kanal Youtube Quraish Shihab. Tentunya analogi ini tak
dapat diterapkan pada orang-orang yang belum mengimani Allah Maha Baik.

Secara bahasa, musibah dapat dikatakan sesuatu yang tidak menyenangkan. Orang yang lalai
mengendarai kendaraan lalu kecelakaan disebut musibah baginya. Namun orang yang taat lalu
lintas tapi ditabrak hingga tewas oleh pengendara lalai juga disebut musibah.

Dalam konteks ini, kata Quraish Shihab, Al-Quran memiliki ragam terminologi. Salah satunya
ialah bala atau ujian.

Sebagian orang mengatakan musibah itu buruk, padahal menurut Al-Qur;an tidak demikian.
Musibah dalam arti bala itu baik.

“Sedemikian, sehingga mahasiswa di kampus mendesak dosennya dengan berkata: kapan saya
diuji,” kata Quraish. Nabi Sulaiman pun pernah bersabda, “Ini adalah anugrah Tuhanku untuk
mengujiku.”

Bala bukan murni berasal dari perbuatan manusia. Bala datang dari Allah dan pasti dialami oleh
setiap manusia.

Dalam Surat Al Mulk ayat 2 disebutkan, Allah menciptakan hidup ini untuk bala. Tentunya,
ujian untuk menyaring siapa saja orang yang benar-benar bersabar, beriman dan tidak
berputusasa pada rahmat-Nya.

Di sisi lain, bala tidak hanya berbentuk derita seperti bencana alam, penyakit dan kekurangan
harta. Bala bisa juga dalam bentuk pemberian kekayaan. Dibandingkan penyakit, kata Quraish
Shihab, memikul bala berupa kekayaan sejatinya lebih sulit.

Orang yang diberikan kekayaan cenderung mudah lupa dengan Tuhan. Sedangkan orang yang
diberikan penyakit cenderung ingat kepada Tuhan.
Istilah lainnya dalam Al-Quran ialah azab. Azab berarti siksaan yang disesuaikan oleh beratnya
perbuatan buruk seseorang.  Jika berdasarkan keadilan Ilahi, setiap orang akan mendapatkan
setimpal dengan apa yang pernah mereka perbuat.

“Hanya saja, karena kasih sayang-Nya, Allah sering mengurangi siksaan,” kata Qurasih Shihab.

Alquran juga menyebut istilah fitnah yang  berarti bencana. Fitnah dapat muncul akibat ulah
manusia yang menimpa orang salah dan orang yang tidak salah.

Contonya, banjir yang diakibatkan oleh menumpuknya sampah di saluran air. Musibah ini akibat
ulah manusia namun juga berdampak pada orang-orang yang selama ini disiplin membuang
sampah pada tempatnya.

Namun menurut Quraish Shihab mengutip Alquran, tidak akan terjadi musibah yang menimpa
manusia kecuali atas izin-Nya. Arti izin di sini, kata Quraish Shihab, ialah adanya sistem yang
telah ditetapkan Allah. “Jadi kalau mau menghindar, ikuti sistem yang ditetapkan oleh-Nya,”
katanya.

Tindakan Allah sebagai Tuhan yang memiliki semesta alam adalah mutlak dan tak perlu
persetujuan siapa pun. Bila mau dibuat perbandingan, kita sebagai manusia terbiasa memelihara
hewan ternak, mengembangbiakkannya lalu menyembelihnya sebagai makanan tanpa merasa
bersalah sedikit pun sebab merasa berhak melakukannya. Padahal, kuasa kita pada hewan ternak
itu amatlah sedikit sebab bukan kita yang memberi dan menjamin kehidupan hewan itu tetapi
semuanya dilakukan hanya oleh Allah. Namun anehnya manusia kerap kali merasa begitu spesial
sehingga seolah Tuhan sekalipun harus meminta persetujuannya padahal dirinya sendiri adalah
seutuhnya mutlak milik Tuhan sehingga Tuhan berhak melakukan apa pun terhadap dirinya.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/104886/mengapa-allah-menciptakan-manusia-sehingga-
harus-sengsara

Anda mungkin juga menyukai