Anda di halaman 1dari 1

KI HAJAR DEWANTARA

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada 2 Mei 1889 dengan nama RM Soewardi
Soerjaningrat (SS). Soewardi Soerjaningrat merupakan putra Gusti Pangeran Harya (GPH)
Soerjaningrat, dengan demikian, SS adalah cucu Sri Paku Alam III. Jika melihat
genealoginya ini berarti SS termasuk keluarga bangsawan Jawa, Pakualaman.
Semasa kecil, SS mengenyam pendidikan ELS (Europeesche Lagere School) –
Sekolah Rendah untuk Anak-anak Eropa. Kemudian SS mendapat kesempatan masuk
STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) biasa disebut Sekolah Dokter Jawa.
Namun karena kondisi kesehatannya tidak mengizinkan, SS tidak tamat dari sekolah ini.
Pada mulanya profesi SS adalah seorang jurnalis, ia pernah aktif menyuarakan kritik
kepada penjajah melalui beberapa media seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres,
Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara. Tulisan-tulisnnya yang kritis
terhadap kolonial Belanda membuat SS diasingkan ke negeri Belanda pada 6 September
tahun 1913. Meski di pengasingan, SS tidak berhenti dari aktivitas pers, ia mendirikan
Indonesisch Pers Bureau, dengan sekretariat di Den Haag.
Ketika menjalani pengasingannya di Belanda, SS juga sempat mengikuti kuliah
singkat di Lager Onderwijs (Sekolah Guru) yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam
Negeri Belanda di Den Haag. Di sini lah SS banyak membaca buku-buku pendidikan yang
ditulis oleh pemikir-pemikir dunia. Dan Pada 12 Juni 1915, ia memperoleh ijazah Akte van
bekwaam als Onderwijzer (Ijazah Kepandaian Mengajar).
26 Juli 1919, setelah tertunda dua tahun, SS bersama keluarga dapat pergi dari
Belanda menggunakan menuju tanah air. Setelah berhari-hari berlayar di atas kapal Rinjani,
akhirnya 15 September 1919, SS mendarat di pelabuhan Tanjung Priok, Batavia.
Sepulangnya dari pengasingannya di Belanda, SS semakin sadar bahwa sumber daya manusia
pribumi harus disiapkan untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. Kepeduliannya
pun terhadap pendidikan kaum bumiputra semakin tumbuh. Pada tahun 1922, SS mendirikan
Taman Siswa di Yogyakarta guna mendidik kaum bumiputra.
Dalam merancang sistem pendidikan Taman Siswa pemikiran SS dipengaruhi oleh
dua pemikir besar, yaitu Maria Montessori seorang ahli pendidikan dari Itali dan
Rabindranath Tagore pendidik sekaligus sastrawan besar asal India. Meski SS banyak
membaca buku yang ditulis pemikir-pemikir dari manca negara, namun SS konsisten dalam
memasukkan unsur lokal pada sistem pendidikan Taman Siswa yang ia dirikan, contohnya
adalah digunakannya bahasa lokal sebagai bahasa pengantar di jenjang pendidikan dasar.
Selain itu bimbingan dengan konsep among menjadi ciri khas Taman Siswa.
Dikarenakan Taman Siswa sangat cocok dengan karakteristik masyarakat bumiputra,
maka Taman Siswa pun tumbuh tersebar di berbagai daerah dan masih eksis hingga saat ini.
SS diangkat oleh pemerintah menjadi mentri pendidikan pada tahun 1950. Universitas
Gadjah Mada pada tahun 1959 menganugrahinya gelar doktor honoris causa. Dan pada tahun
yang sama SS ditetapkan oleh pemerintah sebagai pahlawan nasional. Ki Hajar Dewantara
wafat pada 26 April 1959 dan dimakamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya
Brata, Yogyakarta (Wiryopranoto, Herlina, Marihandono, & Tangkilisan, 2017, hal. 10).

Anda mungkin juga menyukai