PENDAHULUAN
Infeksi pada saluran nafas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat,
yang merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi pada anak-anak dan orang
dewasa. Hal ini diduga karena penyakit ini merupakan penyakit yang akut dan kualitas
bakteri dengan gejala panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, dan gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang)
(Riskesdas, 2013). Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan atau infeksi yang terjadi
pada parenkim paru yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri,
Pneumonia disebabkan oleh organisme seperti virus dan bakteri yang masuk kedalam
tubuh sehingga mikroorganisme pathogen mencapai bronkioli terminalis lalu merusak sel
epitel basilica dan sel goblet sehingga cairan eksudat dan leukosit masuk ke dalam alveoli
sampai terjadi konsolidasi paru yang mengakibatkan kapasitas vital dan compliancemenurun
sehingga meluasnya permukaan membrane respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia tahun 2013 mencapai 1,6 %,
sedangkan pada tahun 2018 meningkat menjadi 2.0 % (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Jadi sedari tahun 2013 dan 2018 penyakit pneumonia mengalami peningkatan sebanyak 0,4
% seperti yang dijelaskan 2 pada data diatas. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013)
menyebutkan, prevalensi pneumonia pada usia lanjut mencapai 15,5%, sementara itu laporan
(Riskesdas, 2018) menyebutkan penderita pneumonia segala umur mencapai 2,21%, pada
usia 54-64 tahun mencapai 2,5%, usia 65-74 tahun sebanyak 3,0% dan 75 tahun keatas
mencapai 2,9%, jika dirata-ratakan, maka penderita pneumonia usia lanjut adalah 2,8%.
tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae, yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan
Asam (BTA). Tuberkulosis menyebar dengan mudah melalui udara. Ketika orang yang
terinfeksi batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka mengeluarkan bakteri tersebut.
Sedikit dari bakteri itu dapat menimbulkan penularan. Tuberkulosis paru sampai saat ini
masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di semua negara, bahkan menjadi
Menurut WHO dalam Global Tuberculosis Report 2017, TB merupakan salah satu
penyakit dari 10 penyebab kematian di dunia. TB juga merupakan penyebab utama kematian
yang berkaitan dengan antimicrobial resestence dan pembunuh utama penderita HIV. Pada
tahun 2016, diperkirakan terdapat 10,4 juta kasus baru (insidensi) TB di seluruh dunia,
diantaranya 6,2 juta laki-laki, 3,2 juta wanita, dan 1 juta adalah anak-anak. Dan diantara
penderita TB tersebut, 10% diantaranya merupakan penderita HIV positif. 7 negara yang
menyumbang 64% kasus baru TB di dunia adalah India, Indonesia, Tiongkok, Filipina,
Pakistan, Nigeria, dan Afrika Selatan. Pada tahun yang sama, 1,7 juta orang meninggal
karena TB termasuk didalamnya 0,4 juta merupakan penderita HIV. Namun secara global,
tingkat kematian penderita TB mengalami penurunan sebanyak 37% dari tahun 2000-2016
(WHO, 2017).
Data WHO (2017) mencatat bahwa lima negara dengan kasus tertinggi yaitu India, Indonesia,
China, Philipina, dan Pakistan. Indonesia adalah negara dengan pasien TB terbanyak ke-2 di
dunia. Angka kematian dan kesakitan yang disebabkan oleh kuman Myobacterium
tuberculosis di Indonesia sangatlah tinggi. Pada tahun 2017, jumlah kasus TB baru ada
sebanyak 420.994 kasus. Data kasus TB berdasarkan pada jenis kelamin lakilaki 245.298
orang, sedangkan kasus pada perempuan yaitu 175.698 orang, 1,4 kali lebih besar
lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut kelompok umur, kasus
tuberkulosis paling banyak ditemukan pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar
18,07% diikuti kelompok umur 45-54 tahun sebesar 17,25% dan pada kelompok umur 35-44
tahun sebesar 16,81%. TBC masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di
indonesia. TBC juga merupakan salah satu indikator keberhasilan SDGs ( Sustainability
Development Goals ) yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan angka kematian
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah akut
(ISNBA) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan agens infeksius seperti :
virus bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi asing, berupa radang paru-paru
yang disertai eksudasi dan konsolidasi. (Nurarif & Kusuma, 2015). Pneumonia adalah
peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratori, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya
lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan sekresi
humoral setempat. Timbulnya pneumonia disebabkan oleh bakteri virus dan jamur, antara
1) Community-Acquired Pneumonia
Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyakit infeksius ini sering di sebabkan
oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumonia (Penicillin sensitive and resistant strains ),
Haemophilus influenza (ampicillin sensitive and resistant strains) and Moraxella catarrhalis
(all strains penicillin resistant). Ketiga bakteri tersebut dijumpai hampir 85% kasus CAP.
CAP biasanya menular karena masuk melalui inhalasi atau aspirasi organisme patogen ke
segmen paru atau lobus paru-paru. Pada pemeriksaan fisik sputum yang purulen merupakan
karakteristik penyebab dari tipikal bakteri, jarang terjadi mengenai lobus atau segmen paru.
Tetapi apabila terjadi konsolidasi akan terjadi peningkatan taktil fremitus, nafas bronkial.
Komplikasi berupa efusi pleura yang dapat terjadi akibat infeksi H. Influenza , emphyema
terjadi akibat infeksi Klebsiella , Streptococcus grup A, S. Pneumonia . Angka kesakitan dan
kematian infeksi CAP tertinggi pada lanjut usia dan pasien dengan imunokompromis. Resiko
kematian akan meningkat pada CAP apabila ditemukan faktor komorbid berupa peningkatan
2) Hospital-Acquired Pneumonia
didefinisikan sebagai pneumonia yang muncul setelah lebih dari 48 jam di rawat di rumah
sakit tanpa pemberian intubasi endotrakeal . Terjadinya pneumonia nosokomial akibat tidak
traktus respiratorius bagian bawah. Bakteria yang berperan dalam pneumonia nosokomial
adalah P. Aeruginosa , Klebsiella sp, S. Aureus, S.pneumonia. Penyakit ini secara signifikan
akan mempengaruhi biaya rawat di rumah sakit dan lama rawat di rumah sakit. ATS
membagi pneumonia nosokomial menjadi early onset (biasanya muncul selama 4 hari
perawatan di rumah sakit) dan late onset (biasanya muncul setelah lebih dari 5 hari perawatan
di rumah sakit). Pada early onset pneumonia nosokomial memili prognosis baik dibandingkan
late onset pneumonia nosokomial; hal ini dipengaruhi pada multidrug-resistant organism
nosokomial dapat diketahui secara klinis, serta dibantu dengan kultur bakteri; termasuk kultur
3) Ventilator-Acquired pneumonia
48-72 jam atau lebih setelah intubasi trakea. Ventilator adalah alat yang dimasukan melalui
mulut atau hidung, atau melalu lubang di depan leher. Infeksi dapat muncul jika bakteri
Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri tertentu bila
pada remaja dapat berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau
abses-abses kecil sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada neonates, karena
Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti hemolisin, lekosidin,
stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis pendarahan, dan
kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang
korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak
menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat
menetap hingga berbulan- bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut
difusi. Suatu reaksi-reaksi infalamsi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli
dan menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi okisegen serta karbon
dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke dalam alveoli dan
memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area paru tidak mendapat ventilasi yang
cukup karena sekresi, edema mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki
atau alveoli dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke sisi kiri
jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau dari sisi kanan ke sisikiri
jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya
dada
2.1.5 Manifestasi Klinis Pneumonia
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada pneumonia adalah demam atau panas
tinggi disertai batuk berdahak yang produktif, napas cepat (frekuensi nafas >50 kali/menit),
selain itu pasien akan merasa nyeri dada seperti ditusuk pisau atau sesak, sakit kepala, gelisah
dan nafsu makan berkurang (Rikesdas, 2013). Pneumonia bacterial (pneumokokus) secara
khas diawali dengan awitan menggil, demam yang timbul dengan cepat (39,5 o sampai 40,5 o
), dan nyeri dada yang tersa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien
sangat sakit dengan takipnea sangat jelas disertai dengan pernapasan mendengkur,
tenggorokan), dan awitan gejala pneumonianya bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit
kepala, demam tingkat rendah, nyeri pleuritis mialgia, ruam, dan faringitis. Nadi cepat dan
derajat celcius. Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata
menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Tanda-tanda lain terjadi pada
pasien dengan kondisi lain seperti kanker, atau pada mereka yang menjalani pengobatan
dengan imunosupresan, yang menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan
Tanda-tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden, 2009) meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1) Batuk.
2) Dispnea.
3) Takipea.
hidung.
7) Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru terinfeksi didekatnya).
8) Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang lebih kecil).
10) Demam
12) Menggigil.
13) Berkeringat.
6) Obstruksi bronkhial.
Tanda dan gejala menurut (Robinson & Saputra, 2014) antara lain :
1. Batuk
2. Dispnea
3. Lemah
4. Demam
5. Pusing
8. Menggigil
9. Sesak napas
11. Berkeringat
12. Penurunan saturasi oksigen dengan alat oksimetri denyut (pulse oximetry reading)
13. Ronki dan melemahnya bunyi nafas
3. Pemeriksaan gram atau kultur, sputum dan darah : untuk dapat mengidentifikasi
khusus.
laboratorium dan mikrobiologis, evaluasi foto x-ray dada (IDAI, 2009). Berikut untuk
1. Pemeriksaan Radiologi.
dengan air broncogram, penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambar kaviti. Gambar
adanya infiltrate dari foto x-ray merupakan standar yang memastikan diagnosis (IDAI, 2009).
Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
2. Pemeriksaan Laboratorium.
dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etilogi
diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati, analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada
Yang harus diperhatikan pertama kali pada pasien pneumonia adalah evaluasi terhadap
fungsi pernafasan dan untuk menentukan adanya penyakit di sistemik, seperti dehidrasi
atau sepsis yang berakibat kolaps pada sirkulasi (DiPiro,et al. 2005). Terapi awal
Terapi Antibiotika
Pemberian terapi antibiotik diberikan secara empiris dengan pengarahan
Algoritma Diagnosis dan Terapi Pneumonia yang dapat dilihat pada gambar 2.1
Orang sehat/sakit
Patogenesis
Diagnostik Faktorinfeksi
Pneumonia komunitas/nosokomial
Faktordiagnostik
Faktorpasien
Faktorantibiotik
Terapiempirik
Evaluasiterapi
Penyesuaianantibiotik
Terapi antibiotika untuk pneumonia bakterial secara empiris pada pasien dewasa
Tabel 2.2 Terapi Empirik Antibiotika Pasien Pneumonia Dewasa (DiPiro et al, 2005)
Terapi Suportif
dahak yang kental, dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila
kapiler paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama jika terdapat
pneumonia bilateral. Pemberian cairan harus diatur dengan baik, termasuk pada
keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Pemberian kortikosteroid pada fase
sepsis berat perlu diberikan, tapi terapi ini tidak bermanfaat pada keadaan
terutama dari lemak (> 50%) untuk menghindari pembentukan CO 2 yang berlebihan
(Dahlan, 2006).
Mycobacterium TB paru menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain
seperti pleura, selaput otak, kulit, kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem
urogenital dan lain-lain (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit menular
udara ketika orang-orang menderita TB paru misalnya melalui batuk (WHO, 2015).
Semua manusia di dunia ini dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru, orang
muda dan tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin dapat menderita penyakit
tuberkulosis paru. Kuman tuberkulosis tidak pernah memilih induk semangnya dan
siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Daya tahan tubuh yang rendah tidak dapat
tuberkulosis paru membunuh 100.000 anak setiap tahunnya khusus untuk Indonesia.
juga dapat menyerang oran tubuh yang lain seperti kulit (TB kulit), tulang (TB
tulang), otak dan syaraf (TB otak dan syaraf), mata (TB mata).
mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Kuman Mycobacteria Tuberkulosis disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab, sehingga dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun
(Depkes, 2002).
1) Tuberkulosis Paru
paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura,
paru:
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.
d) 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada perbaikan
2) Tuberkulosis paru BTA Negatif Criteria diagnostic Tb paru BTA negative harus
meliputi :
1. Kasus baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
kambuh lagi.
3. Kasus setelah putus berobat (defult) Adalah pasien yang telah berobat dan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
5. Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas,
dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan
masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan (Depkes RI, 2006).
yang mengandung basil tuberkel dari penderita TB Paru yang tidak menutup mulut saat
bersin atau batuk. Basil yang dapat masuk ke dalam alveolus dan menimbulkan infeksi. Pada
tahap awal sistem imunitas tubuh akan melalui proses pengenalan mikobakterium ini melalui
APC (Antigen Presenting Cell). Setelah itu, terjadilah reaksi antigen dan antibodi, dimana
sistem imun non-spesifik akan mengeluarkan polimorfonuklear untuk fagositosis bakteri ini.
Bakteri yang masuk ini menghambat pematangan endosom sehingga terjadi gangguan
pembentukan fagolisosom untuk proses fagositosis yang lebih lanjut. Bakteri ini berkembang
tanpa hambatan oleh karena dinding sel yang tahan asam dan peptidoglikan pada dinding sel
peradangan, maka terbentuklah suatu sistem imun yang spesifik yaitu sel-T/limfosit T.
Limfosit T ini akan berdiferensiasi menjadi sel T CD 4+ ( sel T-helper) dan membantu proses
pembentukan sel T CD 8+ (sel T sitotoksik). Sel T sitotoksik akan memfagosit makrofag dan
sel yang terinfeksi bakteri ini, sehingga timbul gambaran infiltrat pada paru. Saat sel T
sitotoksik terbentuk, terbentuk pula Th1 yang akan menghasilkan Interferon/IFN gamma dan
TNF-beta. Interferon gamma akan merekrut monosit yang berdiferensiasi menjadi histiosit
dan epiteloid dan terjadilah respon granulomatosa dimana jaringan granulasi ini menjadi
lebih fibrotik, membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan membentuk suatu
kapsul mengelilingi tuberkel agar tidak menyebar, walaupun bakteri ini tetap dapat
bereplikasi. Gambaran inilah yang disebut nekrosis kaseosa/reaksi perkejuan. Ketika terjadi
suatu proses peradangan, maka tubuh mengeluarkan suatu mediator inflamasi salah satunya
ialah histamin, sehingga terjadi rangsang kerja pada goblet sel dan terjadi hipersekresi mukus
yang menyebabkan batuk pada penderita. Tumor Necrosis Factor (TNF-alfa) yang juga
dihasilkan merupakan suatu pirogen endogen yang akan merangsang prostaglandin dan
menaikkan termostat regulator di hipotalamus sehingga suhu tubuh naik ke patokan yang
baru. Untuk reaksi menghasilkan panas tubuh, maka penderita akan menggigil. Sedangkan
untuk reaksi kompensasi pelepasan panas tubuh maka penderita akan berkeringat.
TB Paru pada orang dewasa dapat dilakukan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari
tiga spesimen SPS (SewaktuPagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen
yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
penderita TB positif.
2) Kalau hasil foto rontgen tidak mendukung TB paru, maka pemeriksaan dahak SPS
(Sewaktu-Pagi-Sewaktu) diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektum luas selama
1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan namun gejala kinis tetap mencurigakan TB, ulangi
2) Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
3) Bila hasil rontgen mendukung TB, didagnosis sebagai penderita TB BTA negatif
rontgen positif.
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang
diambil penderita misalnya dahak. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat, sehingga
sebagian besar diagnosis TB anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran rontgen dada
dan uji tuberkulin. Seorang anak harus dicurigai menderita Tuberkulosis kalau mempunyai
sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TB BTA positif, terdapat reaksi kemerahan
cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari) serta terdapat gejala klinis TB. Agar anak
terhindar dari penyakit TB maka perlu diberikan imunisasi BCG untuk kekebalan aktif
terhadap penyakit Tubekulosis (TB), vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette
Guaerrin (BCG) hidup yang dilemahkan. BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2
Bila uji tuberculin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan ada TB
aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat negatif pada anak TB berat dengan alergi
(malnutrisi, penyakit sangat berat, dll). Jika uji tuberculin meragukan dilakukan uji silang.
2) Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7
hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
kuman TB.
3) Foto rontgen dada Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan
interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bias overdiagnosis atau
underdiagnosis.
langsung pada anak biasanya dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak biasanya sulit
didapat pada anak. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, dll, masih
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas, rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik dan
batuk yang berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada bronkus dengan
sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudia setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Hal ini menyebabkan adanya dahak bercampur
darah bahkan sampai batuk darah (haemaptoe) karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Ketika batuk bercampur darah telah terjadi, keadaan yang lebih lanjut akan terjadi sesak
napas, dimana infiltrasi kumannya sudah setengah bagian paru-paru (Sudoyo, Setiyohadi,
Gejala sistemik akan dirasakan demam yang dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
penderita dan berat ringannya infeksi kuman yang masuk, lalu rasa kurang enak badan
(malaise) yang sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
meriang, dan berkeringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
dkk, 2009).
kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2011). Pengobatan TB menggunakan obat antituberkulosis
3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).
4. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap
intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+).
1. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif, pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu pengawasan secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menukar menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi
BTA negative dalam 2 bulan (Departemen Kesehatan RI 2007:21). Fase ini bertujuan untuk
sekaligus (Tjandra Yoga, 2008: 66). Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE):
d. Etambutol
Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali (Widoyono, 2008).
2. Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga
bertujuan menghilangkan sisa-sisa kuman yang ada, untuk mencegah kekambuhan Tahap
Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu sebanyak 54 kali (Widoyono, 2008).
Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan
dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal pada saat perut kosong. Apabila paduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB
akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Pengobatan dilakukan dengan
Menelan Obat (PMO), untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat (Depkes RI, 2011)
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes
RI
DiPiro, Joseph T., Hamilton, Cindy W., Schwinghammer, Terry L., Wells, Barbara G., 2005.
Pharmacotheraphy Handbook. 6th ed. Singapore : The McGraw-Hill Companies, Inc. P.425-430.
Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Nurarif & Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Dianosa Medis
Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Yang Menjalani Rawat Jalan Di Rsud Arifin Achmad
dengan Usia Lanjut di Bangsal Paru RSUP Dr. M. Djamil Padang 2014.
http://scholar.unand.ac.id/3681/
8113/44/8/085201
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda s%20.2013.pdf
Pemberantasannya.Jakarta : Erlangga
WHO. 2017. Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: World Health Organization
Zul, Dahlan. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta: EGC