Anda di halaman 1dari 26

KONTRIBUSI ISLAM DALAM MEMBANGUN

PERADABAN DUNIA

Disusun Oleh :

Nama : Miranda oktavia


NIM : 3012011094

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG


TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu alaikum Wr. Wb.


Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, berkah, dan hidayahNya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas tentang“Kontribusi Islam
Dalam Membangun Peradaban Dunia” ini. Sholawat dan salam tak lupa juga kami
haturkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.
Meski hambatan dan cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan
juga, tapi berkat semangat dari teman-teman dan orang-orang terdekat,
Alhamdulillah kami dapat menyelesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima
kasih banyak kepada semua pihak yang membantu hingga terselesainya makalah
ini
Kami menyadari jika makalah yang kami sajikan ini belumlah sempurna.
Untuk itu kami menerima kritik dan saran demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang ingin belajar tentang sejarah
kebudayaan islam.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Pangkalpinang, 15 Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban Islam.................. 4
B. Faktor penyebab kemajuan dan kemunduran peradaban Islam 10
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis
Kontribusi Islam bagi Peradaban Dunia................................... 11
D. Argumen tentang kontribusi Islam bagi peradaban dunia......... 14
E. Kontribusi Islam Bagi Peradaban.............................................. 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 21
B. Saran ......................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam hadir di tengah kerasnya peradaban jahiliyah, melalui Rasulullah
Muhammad saw banyak sekali mengalami pergejolakan. Akan tetapi untuk
selanjutnya Islam mampu bermetamorfosa menyebar hampir ke seluruh
penjuru jagad. Setelah masa Rasulullah saw, yang kemudian dilanjutkan oleh
masa khulafaurrasyidin dan dinasti-dinasti Islam yang muncul sesudahnya,
telah berhasil membangun peradaban dan kekuatan politik yang menandingi
dinasti besar lainnya pada masa itu, yakni Bizantium dan Persia.1
Dalam perkembangan peradaban dunia memang Islam tidak bisa
dilepaskan dari perkembangannya sejak dari zaman rasulluah sampai
sekarangpun, Islam banyak memberi kontribusi terhadap dunia. Dari masa
zaman rasulluah Islam merubah peradaban yang ada di jazirah arab dan
sampai sekarang kita masih dapat merasakan nikmat dari perubahan
peradaban yang dibawa Islam.
Perkembangan agama Islam sejak 14 abad silam turut mewarnai sejarah
peradaban dunia. Bahkan pesatnya perkembangan Islam ke Barat dan Timur
membuat peradaban Islam dianggap sebagai peradaban yang paling besar
pengaruhnya di dunia. Berbagai bukti kemajuan peradaban Islam kala itu
dapat dilihat dari beberapa indikator :2
1. Keberadaan perpustakaan Islam dan lembaga-lembaga keilmuannya
seperti Baitul Hikmah, Masjid Al-Azhar, Masjid Qarawiyyin dan
sebagainya, yang merupakan pusat para intelektual muslim berkumpul
untuk melakukan proses pengkajian dan pengembangan ilmu dan sains.
2. Peninggalan karya intelektual muslim seperti Ibnu Sina, Ibnu Haytam,
Imam Syafii, Ar-Razi, Al-Kindy, Ibnu Rusyd, Ibnu Khaldun dan lain
sebagainya.

1
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Global Pustaka Utama,
2004), h. 37.
2
Ibrahim Rabi‘ Muhammad, Yang Pertama Berjasa dalam Sejarah dan Peradaban Islam,
Terj. Faisal Saleh, (Bandung: Mujahid, 2009).

1
3. Penemuan-penemuan Intelektual yang dapat mengubah budaya dan tradisi
umat manusia, seperti penemuan kertas, karpet, kalender islam,
penyebutan hari-hari, seni arsitektur, dan tata perkotaan.
4. Pengarusutamaan nilai-nilai kebudayaan asasi sebagai manifestasi dari
konsep Islam, iman, ihsan, dan taqwa. Islam mendorong budaya yang
dibangun atas dasar silm (lketenangan dan kondusifitas), salam
(kedamaian), salaamah (keselamatan). Sedangkan Iman melahirkan
budaya yang dilandasi amn (aman), dan amaanah (tanggung jawab
terhadap amanah). Akhirnya Ihsan mendorong budaya hasanah
(keindahan) dan husn (kebaikan).
Tinta emas kegemilangan Islam yang tercatat dalam literatur sejarah
mencapai puncaknya pada akhir abad VIII M, ketika babak ketiga drama
besar politik Islam dibuka dengan peran penting yang dimainkan oleh Abu
al-‘Abba>s as-Saffa>h} (750–754 M) dan Irak menjadi pentas panggung
drama besar tersebut. Dia menjadi pendiri Dinasti Arab-Islam ketiga setelah
al-Khulafa arRasyid un dan Dinasti Umayyah. Philip K. Hitti mengatakan
bahwa pasca keberhasilan merebut kekuasaan, orang-orang Abbasiah
mengklaim dirinya sebagai pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu
gagasan negara teokrasi3
Demikian Islam telah menorehkan tinta emas pada sejarah kehidupan
umat manusia. Dan sebagaimana Islam yang datang sebagai rahmatan lil
‘alamin, sehingga Islam mampu berdiri tegak pada setiap masa dan kurun
waktu. Realitas spiritual dan metahistorikal yang mentransformasi kehidupan
lahir dan batin dari beragam manusia di dalam situasi temporal maupun ruang
yang berbeda. Dan secara historis, sosiologis, fisolosofis dan teologis Islam
telah memainkan peran yang signifikan dalam perkembangan beberapa aspek
pada peradaban dunia.4

3
Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the Present. terj. R. Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), h. 358
4
Seyyed Hossein Nasr & Huston Smith, Islam: Religion, History, and Civilization,
(Lahore-Pakistan: Suhail Academy, 2005)

2
B. Rumusan Masalah
1. Menelusuri pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam
2. Faktor penyebab kemajuan dan kemunduran peradaban Islam
3. Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis Kontribusi Islam bagi
peradaban
4. Membangun argumen tentang kontribusi Islam bagi peradaban dunia
5. Menjelaskan kontribusi Islam bagi peradaban

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Peradaban Islam.


Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang
meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta
meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan,
seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata
lain peradaban Islam bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan
dan mensejahterakan hidup di dunia dan di akhirat.5
Dalam memahami peradaban Islam, amat penting untuk mengingat
tidak hanya keragaman seni dan ilmu pengetahuan, tetapi juga keragaman
interpretasi teologis dan filosofis pada doktrin-doktrin Islam, bahkan pada
bidang hukum Islam. Tidak ada kesalahan yang serius daripada pendapat yang
menegaskan bahwa Islam adalah realitas yang seragam, dan peradaban Islam
tidak mengapresiasi ciptaan atau eksistensi beragam. Meskipun kesan adanya
keseragaman sering mendominasi segala hal yang berkaitan dengan Islam, sisi
keragaman di bidang interpretasi agama itu sendiri selalu ada, sebagaimana
juga terdapat aspek beragam pada pemikiran dan kultur Islam. Akan tetapi,
Nabi Muhammad saw sebagai pembawa ajaran Islam, menganggap bahwa
keragaman pendapat para pemikir Muslim adalah sebuah karunia Tuhan.
Namun dengan segala keberagamannya tersebut, masih saja terlihat kesatuan
yang amat mengagumkan tetap mempengaruhi peradaban Islam, sebagaimana
hal tersebut telah mempengaruhi agama yang melahirkan peradaban itu, dan
membimbing alur sejarahnya selama berabad-abad.6
Demikianlah Islam dengan ajaran suci dan universal sebagaimana yang
telah diwahyukan, mengalami perkembangan dari masa ke masa. Adapun
penyebaran Islam dan torehan peradabannya ke penjuru dunia, tak kan lepas

5
Karen Armstrong, Islam: a Short History, terj. Ahmad Mustofa. (Yogyakarta: El-Banin
Media, 2008). h. 74.
6
M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. ke-2 (Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2009), h. 180

4
dari metode dan sistem penyebarannya, mulai dari perdagangan,
korespondensi (seperti yang dilakukan Rasulullah dengan mengirim surat
kepada para raja Mesir, Persia, dll.), diplomasi politik, sampai pada
peperangan perebutan kekuasaan dan pendudukan wilayah.
Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai
sejak masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-
masa kejayaan peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban
dunia. Harun Nasution membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu
periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M) dan
periode modern (1800 M-sekarang). Pada masing-masing periode terdapat
perbedaan dimensi yang khas yang tampil dalam setiap perkembangannya.
Periode klasik merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW (632 SM) , seluruh semenanjung
Arabia telah tunduk terhadap kekuasaan Islam. Rasulullah SAW mengajarkan
kepada masyarakat Arab Jahiliyah tentang Islam, bahwa Islamlah merupakan
jalan keluar bagi kerusakan akidah atau tauhid masyarakat Arab, Islam
mengajarkan menyembah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsep
tauhid inilah yang kemudian dijadikan cikal-bakal dari lahirnya integrasi umat
manusia. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW selanjutnya
dikembangkan oleh para sahabat. Ekspansi keluar Arabia pertama dilakukan
pada masa khalifah pertama Abu Bakar ash- Shiddiq, hingga berlanjut pada
kekhalifaan berikutnya.7
Pencapaian kemenangan Islam pada masa ini adalah dapat dikuasainya
Irak pada tahun 634 M, yang kemudian meluas hingga Suria, kemudian pada
masa Umar bin Khattab, Islam mampu menguasai Damaskus (635 M) dan
tentara Bizantium di daerah Syiria pun ditaklukkan pada perang Yarmuk (636
M), selanjutnya menjatuhkan Alexandria (641 M) dan menguasai Mesir
dengan tembok Babilonnya. Dan kekuasaan Islam pun meluas hingga
Palestina, Syiria, Irak, Persia dan Mesir. Pada masa khalifah Utsman bin
Affan, Tripoli dan Ciprus pun tertaklukkan. Walaupun setelah itu terjadi

7
ibid

5
keguncangan politik pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, hingga
wafatnya.
Kekhalifahan berlanjut pada kekuasaan Bani Umayyah, yang pada masa
ini kekuasaan Islam semakin meluas, berawal di Tunis, Khurasan, Afganistan,
Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana, Samarkand, Bulukhistan, Sind,
Punjab, dan Multan. Bukan hanya itu, perluasan dilanjutkan ke Aljazair dan
Maroko, bahkan telah membuka jalan ke kawasan Eropa yaitu Spanyol, dan
menjadikan Cordova sebagai ibu kota Islam Spanyol. Lebih ringkasnya, pada
masa dinasti ini kekuasaan Islam telah menguasai Spanyol, Afrika Utara,
Syiria, Palestina, Semenanjung Arabia, Irak, sebagaian dari Asia Kecil,
Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis (di Asia Tengah).
Sejak kedinastian Bani Umayyah, peradaban Islam mulai menampakkan
pamor keemasannya. Walaupun Bani Umayyah lebih memusatkan
perhatiannya pada kebudayaan Arab. Benih-benih peradaban baru tersebut
antara lain perubahan bahasa administrasi dari bahasa Yunani dan Pahlawi ke
bahasa Arab, dengan demikian bahasa Arab menjadi bahasa resmi yang harus
dipelajari, hingga mendorong Imam Sibawaih menyusun Al-Kitab yang
menjadi pedoman dalam tata bahasa Arab.8
Pada saat itu pula (± abad ke-7 M), bermunculan sastrawan-sastrawan
Islam, dengan berbagai karya besar antara lain sebuah novel terkenal Laila
Majnun yang ditulis oleh Qais al-Mulawwah. Lain dari pada itu, dengan
adanya pusat kegiatan ilmiah di Kufah dan Basrah, bermunculan ulama
bidang tafsir, hadits, fiqh, dan ilmu kalam. Pada bidang ekonomi dan
pembangunan, Bani Umayyah di bawah pimpinan Abd al-Malik, telah
mencetak alat tukar uang berupa dinar dan dirham. Sedangkan pembangunan
yang dilakukan adalah pembangunan masjid-masjid di Damaskus, Cordova,
dan perluasan masjid Makkah serta Madinah, termasuk al-Aqsa di al-Quds
(Yerussalem), juga pembangunan Monumen Qubbah as-sakhr, juga

8
ibid

6
pembangunan istana-istana untuk tempat peristirahatan di padang pasir,
seperti Qusayr dan al-Mushatta.9
Setelah kekuasaan Bani Umayyah menurun, dan ditumbangkan oleh
Bani Abbasiyah pada tahun 750 H, kembali Islam dengan perkembangan
peradabannya terus menerus bergerak pada kemajuan. Di masa al-Mahdi,
perekonomian mengalami peningkatan dengan konsep perbaikan sistem
pertanian dengan irigasi, dan juga pertambangan emas, perak, tembaga dan
lainnya yang juga meningkat pesat. Bahkan perekonomian menjadi lebih baik
setelah dibukanya jalur perdagangan dengan transit antara timur dan barat,
dengan Basrah sebagai pelabuhannya.10
Masa selanjutnya pada masa Harun al-Rasyid, kehidupan sosial pun
menjadi lebih mapan dengan dibangunnya rumah sakit, pendidikan dokter,
dan farmasi. Hingga Baghdad pada masa itu mempunyai 800 orang dokter.
Dilanjutkan pada masa al-Makmun yang lebih berkonsenrasi pada
pengembangan ilmu pengetahuan, dengan menerjemahkan buku-buku 
kebudayaan Yunani dan Sansekerta, dan berdirinya Baitu-l-hikmah sebagai
pusat kegiatan ilmiahnya. Yang disusul kemudian dengan berdirinya
Universitas Al-Azhar di Mesir. Juga dibangunnya sekolah-sekolah, hingga
Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Maka, tak dapat
dipungkiri lagi bahwa masa-masa ini dikatakan sebagai the golden age.11
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di
masa ini. Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah
mewarnai penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu
pengetahuan dan filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan
tetapi menambahkan ke dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan
sendiri dalam lapangan sains dan filsafat. Tokoh cendekiawan Muslim yang
terkenal adalah Muhammad bin Musa al-Khawarizmi sebagai metematikawan
yang telah menelurkan aljabar dan algoritma, al-Fazari dan al-Farghani
9
Tim Penyusun Da>r al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, Sejak Masa Permulaan hingga Kejayaan
Islam (Jakarta: Kaysa Media, 2011), h. 89.
10
Ibid
11
A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid. III, terj. Muhammad Labib Ahmad (Jakarta:
Pustaka al-Husna Baru. 2003), h. 173.

7
sebagai ahli astronomi (abad ke VIII), Abu Ali al-Hasan ibnu al-Haytam
dengan teori optika (abad X), Jabir ibnu Hayyan dan Abu Bakar Zakaria ar-
Razi sebagai tokoh kimia yang disegani (abad IX), Abu Raihan Muhammad
al-Baituni sebagai ahli fisika (abad IX), Abu al-Hasan Ali Mas’ud sebagai
tokoh geografi (abad X),  Ibnu Sina sebagai seorang dokter sekaligus seorang
filsuf yang sangat berpengaruh (akhir abad IX), Ibnu Rusyd sebagai seorang
filsuf ternama dan terkenal di dunia filsafat Barat dengan Averroisme, dan
juga al-Farabi yang juga seorang filsuf Muslim.12
Selain sains dan filsafat pada masa ini juga bermunculan ulama besar
tentang keagamaan dalam Islam, seperti Imam Muslim, Imam Bukhari, Imam
Malik, Imam Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad bin Hambal, serta mufassir
terkenal ath-Thabari, sejarawan Ibnu Hisyam dan Ibnu Sa’ad. Masih adalagi
yang bergerak dalam ilmu kalam dan teologi, seperti Washil bin Atha’, Ibnu
al-Huzail, al-Allaf, Abu al-Hasan al-Asyari, al-Maturidi, bahkan tokoh
tasawuf dan mistisisme seperti, Zunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami,
Husain bin Mansur al-Hallaj, dan sebagainya. Di dunia sastra pun
mengenalkan Abu al-Farraj al-Asfahani, dan al-Jasyiari yang terkenal melalui
karyanya 1001 malam, yang telah diterjemahkan ke berbagai bahasa di dunia.
Periode pertengahan, pada periode ini, terdapat periode kemunduran
Islam pada sekitar 1250-1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam
jatuh ke tangan Mongol, dan kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan
oleh  raja-raja Kristen yang bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol
berpindah ke kota-kota di pantai utara Afrika.
Namun dengan demikian, terdapat kebangkitan kembali kedinastian
Islam pada masa 1500-1800 M. Di sana terdapat 3 kerajaan besar, yang
menjadi tonggak berjayanya peradaban Islam yang ke-2. Kerajaan besar
tersebut adalah Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi Persia, dan Kerajaan
Mughal di India.13

12
Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab–Islam. jilid. 2, terj. Khairon Nahdhiyin
(Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 94.
13
Ibid

8
Karajaan Turki Usmani berhasil mengambil alih Bizantium dan
menduduki Konstantinopel (Istambul). Hingga akhirnya kekuasaan Turki
Usmani mampu menguasai Asia Kecil, Armenia, Irak, Syiria, Hijaz, Yaman,
Mesir, Libya, Tunis, Aljazair, Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania,
Hongaria, dan Rumania.
Sedangkan di tempat lain, Persia Islam bangkit dengan dengan Kerajaan
Safawi (1252 M), dengan dinasti yang berasal dari Azerbaijan Syaikh
Saifuddin yang beraliran Syi’ah. Kekuasaannya menyeluruh hingga seluruh
Persia. Dan berbatasan dengan kekuasaan Usmani di barat dan kerajaan
Mughal di kawasan timur.
Kerajaan Mughal di India, yang berdiri pada tahun 1482 M dengan
pendirinya Zahirudin Babur. Kekuasaannya mencakup Afganistan, Lahore,
India Tengah, Malwa dan Gujarat. Di India, bahasa Urdu akhirnya menjadi
bahasa kerajaan menggantikan bahasa Persia. Dan kemajuannya telah
membuat beberapa bukti peninggalan sejarah antara lain, Taj Mahal, Benteng
Merah, masjid-masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di
Delhi.
Akan tetapi pada masa kemajuan ini, ilmu pengetahuan tidak banyak
diberikan perhatian, namun perhatiannya terhadap seni dalam berbagai bentuk
adalah sangat besar, sehingga kerajaan Usmani mendapatkan julukan the
patron of art. Ketiga kerajaan besar tersebut lebih banyak memperhatikan
bidang politik dan ekonomi. Sedangkan di Barat, mulai menuai kebangkitan
dengan melihat jalur yang terbuka ke pusat rempah-rempah dan bahan-bahan
mentah dari daerah Timur Jauh melaui Afrika Selatan.
Hingga pada Abad ke-17, di Eropa mulai muncul negara-negara kuat,
bahkan Rusia mulai maju di bawah kepemimpinan Peter Yang Agung. Dan
melalui peperangan, Usmani mengalami kekalahan. Dan Safawi Persia pun
ditaklukkan oleh Raja Afghan yang mempunyai perbedaan paham. Dan
kerajaan Mughal India pecah dikarenakan terjadi pemberontakan dari kaum
Hindu, bahkan Inggris pun berperan menguasainya pada tahun 1857 M.

9
Periode modern, periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan
Islam, yang mana dengan berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah
membuka mata umat Islam akan kemunduruan dan kelemahannya di samping
kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai
berpikir mencari jalan keluar untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan,
yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Sebab Islam yang pernah
berjaya pada masa klasik, kini berbalik menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi
lebih maju dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya.14
Dengan demikian, timbullah pemikiran dan pembaharuan dalam Islam
yang disebut dengan modernisasi dalam Islam. Sekian tokoh pembaharu Islam
telah mengeluarkan buah pikirannya guna membuat umat Islam kembali maju
sebagaimana pada periode klasik. Para tokoh tersebut antara lain, Muhammad
bin Abdul Wahab di Arab, Muhammad Abduh, Jamaludin al-Afghani,
Muhammad Rasyid Ridha di Mesir, Sayyid Ahmad Khan, Syah Waliyullah,
dan Muhammad Iqbal di India, Sultan Mahmud II dan Musthafa Kamal di
Turki, dan masih banyak lagi yang lainnya.
2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemajuan Dan Kemunduran Islam
Dinamika peradaban Islam dipengaruhi oleh konteks social, politik,
budaya, dan agama yang melekat di dalamnya. Peradban islam pada masa
awal/klasik, pertengahan, sampai modern memiliki nuansa atau dimensi
peradaban yang berbeda satu sama lain. Masa kejayaan Bani Abbasiyah
terjadi pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid dan anaknya Al – Ma’mun.
Pada masanya ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umun
berkembang peast. Perkembangan ilmu agama meliputi pembukaan sejumlah
bidang agama yaitu, fikih, tafsir, hadis, kalam dan tasawuf. Adapun bidang
ilmu pengetahuan umum antara lain filsafat, ilmu kedoktern, ilmu astronomi,
farmasi, geografi, sejarah, dan bahasa.
Kemajuan ini disebabkan pada orientasi peradaban yang diarahkan pada
kemajuan ilmu pengetahuan, dan bukan pada ekspansi perluasan

14
Kuntowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika.
Yogyakarta: Tiara Wacana.

10
wilayah.kemajuan islam pada masa ini ditentukan oleh 2 faktor, yaitu
terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang telah
mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan adanya gerakan
penerjemahan buku-buku kebudayaan Yunani ke dalam bahasa Arab.
Keterbukaan islam terhadap peradaban bangsa lain membuat Islam semakin
maju dan tinggi dalam hal peradaban.
Sedangkan kemunduran peradaban islam ditandai dengan adanya
disintegrasi dan perpecahan dikalangan umat yang menyebabkan Islam
mundur dari pentas atau panggung peradaban dunia. Di Spanyol, kehancuran
Islam sebagaimana dikutip Badri yatim, ada beberapa factor penyebbnya
antara lain adanya konflik penguasa Islam dengan penguasa Kristen, tidak
adanya ideology pemersatu, kesulitan ekonomi, tidak jelasnya system
peralihan kekuasaan , dan letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia
Islam yang lain.

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Filosofis dan Teologis Kontribusi


Islam bagi Peradaban Dunia.
a. Menggali Sumber Historis.
Banyak peradaban yang hancur (mati) karena “bunuh diri” bukan
karena benturan dengan kekuatan luar. Peradaban hancur karena
peradaban di atas nilai-nilai spiritualitas yang kokoh.
Berbeda dengan peradaban lainnya, peradaban saat itu tumbuh
berkembang dan dapat tersebar dengan cepat dikarenakan peradaban Islam
memiliki kekuatan spiritualitas. Umat Islam kala itu bekerja keras untuk
melahirkan peradaban baru dengan semangat spiritual tinggi untuk
membangun reruntuhan peradaban lama. Oleh karena itu, aspek spiritual
memainkan peran sentral dalam mempertahankan eksistensi peradaban
Islam.
Apabila kita menengok pemerintahan Islam secara umum, para
khalifah dari Bani Umayyah seperti Abu Hasyim Khalid ibn Yazid
merintis penerjemah karya-karya Yunani di Syiria. Juga ketika masa Bani

11
Abbasiyah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap kegiatan intelektual
bergerak cepat. Khalifah Al-Ma’mun mendirikan pusat riset dan
penerjemah di Baghdad, yang ia beri nama Bait al-Hikmah pada tahun 830
M. Banyak penerjemah handal yang ahli menerjemahkan dan banyak dari
mereka adalah non-muslim, seperti Tsabit ibn Qurrah Al-Harrani yang
berasal dari Sabean di Harran. Menurut Margaret Smith adanya
kepercayaan (agama) yang berada ternyata tidak menghalangi mereka
untuk bekerja sama, karena para penguasa Islam memiliki visi yang maju
ke depan dan lebih mengutamakan profesionalisme.
Gerakan penerjemahan ini menghasilkan banyak sarjana, seperti,
sarjana kimia Jabir ibn Hayyan Al-Azdi Ath-Thusi Ash-Shuff (721-815)
yang mengharumkan istana Khalifah Harun Al Rasyid; sarjana yang
memiliki prestasi Islam dan Barat yang mendaoat julukan “Galennya
Arab”, filsuf muslim pertama yang menguasai filsafat Yunani, Al-Kindi
(801-866) dan masih banyak lagi tokoh Islam yang memiliki prestasi
gemilang dari berbagai bidang ilmu.
b. Menggali Sumber Sosiologis.
Sebelum peradaban Islam, ilmu pengetahuan memang telah ada,
namun sifat dan semangatnya sangat nasionalistis dan parokialistis,
dengan ketertutupan masing-masing bangsa dari pengaruh luar karena
masing-masing bangsa dari pengaruh luar karen merasa paling benar. Para
peneliti modern tentang sejarah ilmu pengetahuan berselisih pendapat
tentang nilai orisinalitas konstribusi dan peranan orang-orang muslim.
Betrand Russel, misalnya, cenderung meremehkan tingkat orisinalitas
konstribusi Islam di bidang filsafat, namun tetap mengisyaratkan adanya
tingkat orisinalitas yang tinggi di bidang matematika dan ilmu kimia.
Menurutnya, meskipun kemampuan filsafat orang-orang Islam tidak dapat
diremehkan tetapi kemampuan orang-orang Islam itu hanyalah pemindah
(transmitter) dari Yunani Kuno ke Eropa Barat. 15

15
Arnold Toynbee, Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis, Kronologis, Narasi, dan
Komparasi. terj, Agung Prihantoro, dkk. cet. ke-4 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 509

12
Teradapat dua pendapat mengenai sumbangan peradaban Islam
terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan yang terus berkembang hingga saat
ini. Pendapat pertama mengatakan, “Bahwa orang Eropa belajar filsafat
dari filsuf Yunani seperti Aristoteles, melalui kitab-kitab yang disalin oleh
St. Agustine (354-430 M), yang kemudian diteruskan oleh Anicius
Manlius Boethius (480-524 M) dan John Scotus.” Pendapat kedua
menyatakan , “Bahwa orang Eropa belajar filsafat orang-orang Yunani
dari buku-buku filsafat Yunani yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Arab oleh filsuf Islam seperti Al-Kindi dan Al-Farabi.” Terhadap pendapat
pertama Hoesin (1961) dengan tegas menolaknya. Alasan yang
dikemukakan Hoesin salinan buku filsafat Aristoteles seperti Isagoge,
Catageroies, dan Porphyry telah dimusnahkan oleh pemerintah Romawi
bersamaan dengana eksekusi mati terhadap Boethius, yang dianggap telah
menyebarkan ajaran yang dilarang oleh negara. Selanjutnya dikatakan
bahwa seandainya kitab-kitab terjemahan Boethius menjadi su,ber
perkembangan ilmu filsafat dan pengetahuan di Eropa, maka John
Salisbury, seorang guru besar filsafat di Universitas Paris, tidak akan
menyalin kembali buku Organon karangan Aristoteles dari terjemahan-
terjemahan berbahasa Arab, yang telah dikerjakan oleh filsuf Islam.
Setelah zaman Aristoteles, sejarah tidak mencatat generasi penerus hingga
munculnya Al-Kindi pada tahun 801 M. Al-Kindi banyak belajar dari
kitab-kitab filsafat karangan Plato dan Aristoteles. Oleh Raja Al-Ma’mun
dan Raja Harun Al-Rasyid pada zaman Abbasiyah, Al-Kindi
diperintahkan untuk menyalin karya Plato dan Aristoteles tersebut ke
dalam bahasa Arab.

c. Menelusuri Sumber Filosofis dan Teologis.


Semangat para filsuf dan ilmuwan Islam untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan tidak lepas dari semangat ajaran Islam, yang menganjurkan
para pemeluknya belajar segala hal, sebagaimana perintah Allah SWT.

13
Dalam Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad. Ini menjadi dasar teologis
yakni dengan melakukan pengkajian yang lebih sistematis akan sumber-
sumber ajaran agama dan pengahargaan yang lebih baik, namun tetap
kritis kepada warisan kultural umat, dan pemahaman yang lebih tepat akan
tuntutan zaman yang semakin berkembang secara cepat. Secara filosofis,
Islam memiliki semangat membangun peradaban yang oleh Nabi
Muhammad diterjemahkan dalam bentuk “Masyarakat Madani” atau
“Masyarakat Medinah” sebagai civil society kala rasul hidup dan terus
membangun kerjasama dengan masyarakat Medinah yang majemuk, dan
berhasil membentuk “common platform” atau kalimat pemersatu
(kalimatun sawa).

4. Membangun argumen tentang kontribusi Islam bagi peradaban dunia


Optimalisasi potensi akal merupakan salah satu kunci yang memungkinkan
Islam memberikan kontribusinya bagi peradaban dunia.Tuhan telah
menganugerahi manusia dengan potensi akal dan hati/kalbu.Kedua potensi
itu bisa dimiliki oleh seseorang dalam kadar yang seimbang,namun dapat pula
salah satu potensi dalam kadar yang seimbang, namun dapat pula salah satu
potensi lebih berkembangdaripada lainnya.
Orang yang sangat berkembang potensi akalnya,sangat senang
menggunakan akalnya itu untuk memecahkan sesuatu.Orang demikian ini
lebih senang melakukan olah rasio daripada olah rasa dalam pencarian
kebenaran sejati dan sangat berbakat menjadi pemikir atau filosof.Sementara
itu orang yg sangat berkembang potensi hati atau kalbunya, sangat senang
mengeksplorasi perasaannya untuk memecahkan suatu masalah.Orang
demikian ini amat suka melakukan olah rasa daripada olah rasio, untuk
menemukan kebenaran sejati dan sangat berbakat menjadi seniman atau ahli
tasawuf.
Bila kita menekankan pada sebab normatif, maka kesimpulan yang
akan ditarik adalah bahwa kemampuan komunitas islam klasik kala itu tidak
lain diilhami oleh ajaran-ajaran profetik islam yang dibawa itu adalah

14
Muhammad.Dengan kata lain, progresivitas komunitas islam klasik adalah
inheren dalam ajaran islam yang paling autentik, yakni Al-Quran dan As-
Sunnah.Namun akan menjadi timpang jika kita tidak menelisik sebab-sebab
historisnya.Karena bagaimana pun, komunitas islam klasik kala itu, yang
tidak bisa disebut sedikit menerima ilham dari Al-Quran dan As-Sunnah,
hanyalah satu pihak dari berbagai pihak yang bekerja sama dalam
mengembangkan peradaban yang maju.Dipihak lain, kita tidak bisa menutup
mata dari adanya ilham-ilham lain berupa khazanah-khazanah ilmu yang
datang dari luar komunitas islam.Inilah yang disebut ‘ulum al-awa’il (ilmu-
ilmu orang terdahulu), yang tercakup didalamnya warisan-warisan berharga
dari Yunani, Romawi, China ,Persia dan India.
Jika kita bicara tentang peradaban, apalagi peradaban dalam konteks
yang amat modern, maka kita sedang berhadapan dengan “binatang” yang
amat besar dan kompleks. Untuk itu, kita memeras dan mrngambil sari dari
peradaban itu, yang darinya kita akan selidiki, peran islam sebagai komunitas
dan ajaran mampu berkontribusi untuk mengembangkannya.
Perlu kita ketahui, bahwa salah satu faktor penyelamat bagi Eropa dan
Barat menuju kegemilangan sains adalah ketika belenggu gereja terlepas dari
mereka.Dahulu,ortodoksi agama yang diwakili oleh gereja katolik begitu
menakutkan dan mencekam bagi para ilmuwan dan para pemikir bebas.Hal ini
karena gereja yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan.Maka dari itu, tidak
aneh jika Copernicus dan Galileo Galilei harus bersedia menjadi martir
(syahid) dihadapan gereja, karena pendapat-pendapat dan tesis-tesis ilmiah
mereka dianggap menyalahi fatwa gereja.
Pada sisi lain, bagaimana dengan Islam? Kita akan cukup dikejutkan
dengan kenyataan bahwa, “ketertinggalan” yang dahulu menimpa Eropa,
justru terjadi pada kita. Agak sedikit menyedihkan, mengingat islam sebagai
sebuah komunitas tidaklah memiliki
kelembagaan gereja atau kependetaan, yang menyebabkan kebenaran mutlak
dianggap hanya ada pada mereka (gereja dan pendeta).Abdus salam dan
hoodbhoy (1996) mengungkapkan, “Islam tidak memiliki gereja dan tidak

15
memiliki penguasa agama tirani sebagai pusat agam resmi.Secara paradoks,
posisi moral tertinggi hak setiap orang untuk menafsirkan doktrin tanpa
bantuan pendeta tampaknya telah mengarah kepada suatu kelemahan
organisasional sistemik.Kelemahan ini terbukti fatal bagi kekuasaan politik
dan ekonomi islam juga bagi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam jangka
panjang.
Abdus salam dan hoodbhoy (1996) menyatakan, “Ordotoksi agama
dan semangat intoleransi merupakan dua faktor utama yang bertanggung
jawab atas musnahnya lembaga ilmu pengetahuan yang pernah jaya dalam
islam.Sains hanya dapat hidup bilamana terdapat praktisi yang memadai
berupa suatu komunitas yang dapat bekerja dengan tenang, didukung oleh
infrastruktur eksperimental dan pustaka yang lengkap, dan memiliki
kemampuan untuk saling memberi kritik secara terbuka kepada masing-
masing bidang.Ironisnya, komddisi-kondisi ini tidak terpenuhi dalam
masyarakat islam sekarang ini

5. Kontribusi Islam bagi Peradaban


Berbicara mengenai kontribusi Islam bagi peradaban dunia, maka saya
akan mencoba menariknya dari tiga periode. Dimana dengan mengetahui
tentang lata belakang Islam dari masa periodesasi yang ada, maka nanti kita
akan mudah dalam menyimpulkan apa saja kontribusi Islam terhadap
peradaban dunia. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Harun Nasution,
bahwa dalam sejarah, Islam dicatat dan diringkas menjadi tiga periode, yakni
periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M), dan
periode modern (1800 M-sekarang).
Peradaban Islam, tidak saja menyumbangkan dasar-dasar yang
kokoh bagi pengembangan ilmu kedokteran, perbintangan, matematika,
kimia, fisika, biologi, sejarah, sosiologi hingga kesusastraan. Peradaban
Islam bertabur bintang ketika itu, dari Ibnu Sina, Ibnu-Rusyd, al-Farabi,
ar-Razi, al-Khawarizmi, al-Jabbar, Ibnu-Haytam, Jabbir Ibnu al-Hayyan,
Umar al-Khayyam, dan sebagainya. Perkembangan ilmu pengetahuan

16
dan teknologi peradaban Islam yang mengagumkan itulah yang kelak
menjadi inspirasi Peradaban Barat. Perjumpaan Islam-Barat, dalam
berbagai bentuknya, membuat Barat belajar banyak dan berupaya
mentransfer kemajuan ilmu dan teknologi Peradaban Islam, yang
sayangnya kemudian semakin surut.
Kehadiran agama ini ke dunia, dimaksudkan untuk membangun
sebuah peradaban kemanusiaan yang sesuai dengan fitrah manusia.
Sebuah peradaban yang berorientasi pada keyakinan atas adanya
kekuasaan Tuhan yang esa, keadilan, kesamaan manusia dan kebebasan,
serta penghormatan terhadap nilai-nilai maupun tradisi keilmuan. Nabi
Muhammad SAW, berhasil mentransformasikan masyarakat kesukuan
Arab yang jahiliyyah, uncivilized, dan barbar, menjadi sebuah
komunitas spiritual progresif, beradab dan tercerahkan. Bentuk par
excellence komunitas spiritual tersebut adalah terbentuknya masyarakat
madani di Kota Madinah.
Tradisi keilmuan dan filsafat sangat dihormati dan dijunjung tinggi
oleh komunitas masyarakat Islam. Banyak sekali pengertian, ajaran,
perintah maupun anjuran dalam ajaran Rasulullah untuk mengetahui,
menuntut, dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Kata-kata ilm
disebutkan sampai 80 kali dan kata-kata yang terbentuk sari kata
tersebut seperti a’lamu, Ya’lamuna, a’lima, yu’lamu, aliim, ‘allaam
disebut sampai ratusan kali dalam al-Qur’an, belum lagi jumlah hadits
dan anjuran nabi yang tak terhitung jumlahnya.
Para Filosof Muslim tidak segan-segan mengadopsi, menafsirkan
secara kritis berbagai warisan dan kekayaan tradisi-tradisi besar yang
hidup di kawasan-kawasan baru yang dikuasai. Mereka menyerap tradisi
kekayaan filsafat Yunani, Romawi, Persia, India bahkan China. Apa
yang baik dan sesuai dengan nilai dan doktrin Islam diterima dengan
tangan terbuka, sehingga membuat produk pemikiran mereka makin
kaya dan unik. Meskipun demikian, doktrin-doktrin paganisme yang
ada, ditolak. Misalnya penolakan Islam terhadap tradisi Hellenisme

17
(Yunani) yang berbeda dengan doktrin Kristiani yang terkontaminasi
tradisi paganisme Yunani Kuno.
Kecenderungan untuk menerima filsafat dari berbagai tradisi,
khususnya tradisi filsafat Yunani, ditunjukkan oleh filosof Muslim
terkemuka seperti Ibnu Rusyd, al-Farabi, Ibnu Sina, dan lain-lain.
Mereka mempelajari pemikiran filsafat Plato, Aristoteles, Socrates, dan
filosof Yunani Kuno lainnya dengan penuh semangat. Diantara mereka
bahkan ada yang menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran para
filosof Yunani Kuno itu. Karya-karya terjemahan dan tafsir mereka atas
karya-karya filosof Yunani itulah yang kemudian menjadi warisan
sangat berharga bagi sarjana Barat yang datang di kemudian hari.
Melalui hasil terjemahan dan tafsiran ulama dan filosof muslim itulah,
para sarjana Barat kemudian menggali kekayaan tradisi Yunani Kuno.
Dari kerja intelektual itulah, Dunia Barat kemudian berhasil
“melahirkan” kembali kekayaan tradisi keilmuan dan peradaban Yunani
Kuno yang telah tenggelam selama lebih dari empatbelas abad. Inilah
yang kemudian dinamakan Zaman Renaissance (the age of Renaissance)
di Eropa.
Salah satu contoh terbaik yang berhasil dibuktikan oleh Islam
dalam membangun peradaban di Barat, adalah peradaban Islam di
Andalusia (Spanyol) pada abad VIII hingga abad XV. Dalam peradaban
Islam Andalusia, tidak ada diskriminasi relogio-kultural. Berbagai
penganut agama dan tradisi keilmuan memiliki kebebasan penuh untuk
saling dipraktekkan. Perintah “tidak ada paksaan dalam agama” (la
ikraha fi-ad dien) dan prinsip kebebasan beragama (lakum dinukum wa-
liyadien), dimanifestasikan penuh dalam praktek nyata oleh penguasa
Muslim Andalusia. Tak heran, berbagai tradisi keilmuan pun ikut
tumbuh subur dan saling mempengaruhi, meskipun disini, tradisi
keilmuan dalam peradaban Islam begitu kuat bagaikan mercusuar
diantara berbagai tradisi keilmuan Barat.

18
Pada era ini, tradisi Islam juga secara signifikan sangat
mempengaruhi peradaban orang Yahudi. Para sarjana, filosof, dan
teolog Yahudi, banyak lahir dari hasil didikan para guru Muslim
Andalusia. Diantaranya adalah Musa Ibn Maimun atau di Barat dikenal
sebagai Maimonides, yang kemudian memberikan kotribusi penting
pada lahirnya zaman keemasan Yahudi di era Spanyol Islam. Nama-
nama ilmuwan Yahudi seperti Hasdai Ibn Siprut, Abraham Ibn Ezra,
Bachya Ibn Pakuda, Judah Halevi dan lain-lain, lahir dan besar di era
ini. Meskipun banyak ilmuwan Barat yang tidak mau mengakui, “era
keemasan Yahudi” sebenarnya telah lahir pada masa Spanyol Islam ini
pula.
Perjumpaan antara Islam dan Barat, yang kemudian keduanya
saling mempengaruhi, sesungguhnya juga bukan hanya terjadi pada
masa-masa damai. Pada era Perang Salib (crusades) yang dimotifasi
oleh banyak faktor misalnya, adalah salah satu bentuk perjumpaan yang
memiliki pengaruh besar terhadap Barat. Pada era Perang Salib, Muslim
dan para pasukan salib (crusaders) tidaklah selalu dalam posisi
antagonistik terus-menerus. Mereka dituntut beradaptasi agar tetap eksis
karena lama tinggal di kawasan Muslim di wilayah Perang Salib (Timur
Tengah), sehingga secara alamiah muncul koloni Kristen.
Interaksi pasukan Salib dan tentara Muslim juga memberikan
pelajaran berharga bagi Barat. Gambaran tentang Muslim sebagai
musuh, anti-kristus, bengis, biadab, penyembah setan dan sebagainya,
sedikit banyak justru berubah tatkala mereka berhubungan intensif
setelah mendapatkan kekalahan di Parang Salib. Kekalahan Pasukan
Salib atas tentara Muslim pimpinan Salahuddin Al-Ayubbi misalnya,
amat merubah pandangan Pasukan Salib terhadap ajaran Islam yang
sangat menghormati etika perang. Sebagaimana juga dicatat oleh Kareen
Armstrong, “Perang Suci, dari Perang Salib hingga Perang Teluk”
(2002), Salahuddin juga mengobati musuh besarnya, dengan mendatangi

19
pemimpin Pasukan Salib, Richard the Lion-Heart yang sedang sakit,
hingga disembuhkannya.
Demikianlah, seusai era Perang Salib, tatkala masa-masa damai
kembali muncul, pandangan, tradisi keilmuan, dan kemajuan Eropa
dimulai kembali. Renaissance Eropa muncul sebagai gerakan
kebudayaan di Italia pada sekitar abad XIV hingga abad XVI, mengubah
Eropa yang selama berabad-abad sebelumnya, mengalami “abad
kegelapan” (The Dark Age). Munculnya era renaissance adalah sebuah
momentum sejarah yang menentukan perjalanan sejarah peradaban
Barat. Munculnya era renaissance ini, dunia Barat memiliki “mediasi”
atau “jembatan” menuju Zaman Pencerahan (The Age of
Enlightenment). Pada masa inilah Kristen Barat kemudian muncul
nama-nama seperti Giovani Pico della Mirandela, Nicolaus Copernicus,
Leonardo da Vinci, dan lain-lain, yang pemikirannya berkembang
karena pengaruh Islam. Mereka pulalah yang kemudian disebut “the
great renaissance men” yang memiliki pengaruh besar terhadap
kelahiran gerakan renaissance Eropa.
Dari penelitian sejarah yang sejauh ini dilakukan, dapat dikatakan
bahwa kelahiran Zaman Pencerahan, antara lain disebabkan oleh
terjadinya interaksi budaya antara Dunia Islam yang saat itu mencapai
zaman keemasannya (great tradition) dengan Dunia Kristen Barat yang
peradabannya belum maju (little tradition). Interaksi yang antara lain
terjadi karena “asuhan” Dunia Islam di Andalusia dan terjadinya Perang
Salib di wilayah Timur Tengah, adalah proses “transmisi” peradaban,
yaitu dari Peradaban Islam ke Peradaban Barat. 

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

20
Peradaban Islam adalah bagian-bagian dari kebudayaan Islam yang
meliputi berbagai aspek seperti moral, kesenian, dan ilmu pengetahuan, serta
meliputi juga kebudayaan yang memilliki sistem teknologi, seni bangunan,
seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan yang luas. Dengan kata
lain peradaban Islam bagian dari kebudayaan yang bertujuan memudahkan
dan mensejahterakan hidup di dunia dan di akhirat.
Sedangkan periode penyebaran Islam dan peradabannya yang dimulai
sejak masa Rasulullah saw pada abad ke-6 M hingga saat ini, terdapat masa-
masa kejayaan peradaban Islam yang kemudian diwarisi oleh peradaban
dunia. Harun Nasution membagi sejarah islam menjadi tiga periode, yaitu
periode klasik (650-1250 M), periode pertengahan (1250-1800 M) dan
periode modern (1800 M-sekarang). Pada masing-masing periode terdapat
perbedaan dimensi yang khas yang tampil dalam setiap perkembangannya.
Periode klasik merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.
Kemajuan keilmuan dan teknologi Islam mengalami masa kejayaan di masa ini.
Munculnya para ilmuwan, filosof dan cendekiawan Muslim telah mewarnai
penorehan tinta sejarah dunia. Islam bukan hanya menguasai ilmu pengetahuan dan
filsafat yang mereka pelajari dari buku-buku Yunani, akan tetapi menambahkan ke
dalam hasil penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan sains dan
filsafat.
Periode pertengahan, pada periode ini, terdapat periode kemunduran Islam
pada sekitar 1250-1500 M. Yang mana satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangan
Mongol, dan kerajaan Islam Spanyol pun mampu ditaklukkan oleh  raja-raja Kristen
yang bersatu, hingga orang-orang Islam Spanyol berpindah ke kota-kota di pantai
utara Afrika.
Periode modern, periode ini dikatakan sebagai periode kebangkitan
Islam, yang mana dengan berakhirnya ekspedisi Napoleon di Mesir, telah
membuka mata umat Islam akan kemunduruan dan kelemahannya di samping
kemajuan dan kekuasaan Barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai
berpikir mencari jalan keluar untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan,
yang telah pincang dan membahayakan umat Islam. Sebab Islam yang pernah

21
berjaya pada masa klasik, kini berbalik menjadi gelap. Bangsa Barat menjadi
lebih maju dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradabannya.
B. Saran
Dapat terlihat begitu besarnya pengaruh Islam bagi perkembangan di dunia
dan hendaknya kita selaku umat Islam berbangga serta terus ikut berpartisipasi
dalam mengangkat kejayaan Islam.

DAFTAR PUSTAKA.

22
Adonis, Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab–Islam. jilid. 2, terj. Khairon
Nahdhiyin (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 94.

Arnold Toynbee, Sejarah Umat Manusia: Uraian Analitis, Kronologis, Narasi, dan
Komparasi. terj, Agung Prihantoro, dkk. cet. ke-4 (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007), h. 509

A. Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, jilid. III, terj. Muhammad Labib Ahmad
(Jakarta: Pustaka al-Husna Baru. 2003), h. 173.
.
Ibrahim Rabi‘ Muhammad, Yang Pertama Berjasa dalam Sejarah dan Peradaban
Islam, Terj. Faisal Saleh, (Bandung: Mujahid, 2009).

Karen Armstrong, Islam: a Short History, terj. Ahmad Mustofa. (Yogyakarta: El-
Banin Media, 2008). h. 74.

Kuntowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika.


Yogyakarta: Tiara Wacana.

M. Abdul Karim. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. ke-2 (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2009), h. 180

Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah (Yogyakarta: Global Pustaka


Utama, 2004), h. 37

Philip K. Hitti, History of the Arabs: from the Earliest Times to the Present. terj.
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2010), h. 358

Seyyed Hossein Nasr & Huston Smith, Islam: Religion, History, and Civilization,
(Lahore-Pakistan: Suhail Academy, 2005)

Tim Penyusun Dar al-‘Ilm, Atlas Sejarah Islam, Sejak Masa Permulaan hingga
Kejayaan Islam (Jakarta: Kaysa Media, 2011), h. 89.

23

Anda mungkin juga menyukai