Zamroni
PENDAHULUAN
1
Peranan Pendidikan: Mitos atau Realitas?
2
sikap modern. Menurut pengalaman masyarakat di Barat, lembaga
pendidikan formal sistem persekolahan merupakan lembaga utama
mengembangkan pengetahuan, melatih kemampuan dan keahlian, dan
menanamkan sikap modern para individu yang diperlukan dalam proses
pembangunan. Bukti-bukti menunjukkan adanya kaitan yang erat antara
pendidikan formal seseorang dan partisipasinya dalam pembangunan.
Perkembangan lebih lanjut muncul, tesis Human lnvestmen, yang
menyatakan bahwa investasi dalam diri manusia lebih menguntungkan,
memiliki economic rate of return yang lebih tinggi dibandingkan dengan
investasi dalam bidang fisik.
3
Paradigma pendidikan lnput-Proses-Output, telah menjadikan sekolah
bagaikan proses produksi. Murid diperlakukan bagaikan raw-input dalam
suatu pabrik. Guru, kurikulum, dan fasilitas diperlakukan
sebagai instrumental input. Jika raw-input dan instrumental input baik,
maka akan menghasilkan proses yang baik dan akhirnya baik pula
produkyang dihasilkan. Kelemahan paradigma pendidikan tersebut
nampak jelas, yakni dunia pendidikan diperlakukan sebagai sistem yang
bersifat mekanik yang perbaikannya bisa bersifat partial, bagian mana yang
dianggap tidak baik. Sudah barang tentu asumsi tersebut jauh dari realitas
dan salah. Implikasinya, sistem dan praktek pendidikan yang mendasarkan
pada paradigma pendidikan yang keliru cenderung tidak akan sesuai
dengan realitas. Paradigma pendidikan tersebut di atas tidak pernah
melihat pendidikan sebagai suatu proses yang utuh dan bersifat organik
yang merupakan bagian dari proses kehidupan masyarakat secara totalitas.
4
rigid, manajemen (bersifat sentralistis, kurikulum penuh dengan
pengetahuan dan teori-teori (text bookish).
5
Kedua, paradigma fungsional dan sosialisasi memiliki asumsi bahwa
pendidikan sebagai penyebab dan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat.
Investasi di bidang pendidikan formal sistem persekolahan akan
menentukan pembangunan ekonomi di masa mendatang. Tetapi realitas
menunjukkan sebaliknya. Bukannya pendidikan muncul terlebih dahulu,
kemudian akan muncul pembangunan ekonomi, melainkan bisa
sebaliknya, tuntutan perluasan pendidikan terjadi sebagai akibat adanya
pembangunan ekonomi dan politik. Dengan kata lain, pendidikan sistem
persekolahan bukannya engine of growth, melainkan gerbong dalam
pembangunan. Perkemkembangan pendidikan tergantung pada
pembangunan ekonomi. Sebagai bukti, karena hasil pembangunan
ekonomi tidak bisa dibagi secara merata, maka konsekuensinya
kesempatan untuk mendapatkan pendidikan tidak juga bisa sama di antara
berbagai kelompok masyarakat, sebagaimana terjadi dewasa ini.
6
kemampuan yang dimiliki. Namun, Randal Collins, lewat
karyanya The Credential Society: An Historicaf Sosiology of Education an
d Stratification (1979) menentang tesis ini. Berbagai bukti tidak
mendukung tesis atas tuntutan pendidikan untuk memegang suatu
pekerjaan-pekerjaan tersebut. Pekerja dengan pendidikan formal yang
lebih tinggi tidak harus diartikan memiliki produktivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan pekerja .yang memiliki pendidikan lebih rendah.
Banyak keterampilan dan keahlian yang justru dapat banyak diperoleh
sambil menjalankan pekerjaan di dunia kerja formal. Dengan kata lain,
tempat bekerja bisa berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang lebih
canggih.
Paradigma Baru: Pendidikan Sistemik-Organik
7
Paradigma peran pendidikan dalam pembangunan yang bersifat kompleks
dan interaktif, melahirkan paradigma pendidikan Sistemik-Organik dengan
mendasarkan pada dokrin ekspansionisme dan teleologi. Ekspansionisme
merupakan doktrin yang menekankan bahwa segala obyek, peristiwa dan
pengalaman merupakan bagian-bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
keseluruhan yang utuh. Suatu bagian hanya akan memiliki makna kalau
dilihat dan dikaitkan dengan keutuhan totalitas, sebab keutuhan bukan
sekedar kumpulan dari bagian-bagian. Keutuhan satu dengan yang lain
berinteraksi dalam sistem terbuka, karena jawaban suatu problem muncul
dalam suatu kesempatan berikutnya.
8
Buku ini terdiri atas tiga bab. Bab I membahas pendidikan dari perspektif
teori, dimulai dari pembahasan sistem pendidikan di dua negara: Jepang
dan Amerika Serikat. Meskipun pendidikan Jepang pada awalnya
merupakan “pinjaman” dari Amerika Serikat, tetapi pada bentuk akhir
yang dipakai sampai saat ini ternyata berbeda. Perbandingan dua sistem
pendidikan ini mewakili dua kutub: Pendidikan modern yang diwakili oleh
pendidikan Amerika Serikat dan pendidikan yang konservatif yang diwakili
oleh sistem pendidikan Jepang.
9
di dunia pendidikan. Langkah strategis dalam mewujudkan kompetisi
adalah kebijakan desentralisasi pendidikan. Desentralisasi, diduga akan
erat berkaitan dengan keberhasilan peningkatan mutu sekolah. Sebab,
desentralisasi akan menimbulkan dorongan dari sekolah sendiri untuk
maju sebagai dampak dari kepercayaan yang mereka peroleh.
Pada Bab 2 dibahas bagaimana pentingnya peran guru. Peran guru tidak
bisa lepas dari karakteristik pekerja profesional. Artinya, pekerjaan guru
akan dapat dilakukan dengan baik dan benar apabila seseorang telah
melewati suatu proses pendidikan yang dirancang untuk itu. Sebagai suatu
pekerjaan profesional, sudah barang tentu kemampuan guru harus secara
terus-menerus ditingkatkan. Meski andai kata tidakpun guru tetap akan
dapat melaksanakan tugas memenuhi standar minimal. Pada bab ini antara
lain dibahas upaya peningkatan mutu guru dengan mendasarkan pada
kemauan dan usaha para guru sendiri. Artinya, guru tidak harus didikte
dan diberi berbagai arahan dan instruksi. Yang penting adalah perlu
disusun standar profesional guru ‘yang akan dijadikan acuan
pengembangan mutu guru dan pembinaan guru diarahkan pada sosok guru
pada era globalisasi ini. Sosok guru ini penting karena guru merupakan
salah satu bentuk soft profession bukannya hard profession seperti dokter
atau insinyur. Sudah barang tentu pendidikan dan pembinaan guru akan
berbeda dengan dokter atau insinyur. Karena hakekat kerja dua bentuk
profesi tersebut berbeda. Bab 2 diakhiri dengan bahasan tentang tantangan
guru pada era globalisasi yang kita jelang. Berbagai perubahan akan terjadi
10
baik teknologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Guru tidak mungkin
menisbikan adanya berbagai perubahan tersebut. Guru harus
mengembangkan langkah-langkah proaktif untuk menghadapi berbagai
perubahan.
BAB I
WACANA SEPUTAR PENDIDIKAN
1.1. Perbandingan sistem pendidikan tradisional dengan modern
(Kajian Sistem Pendidikan di Negara Jepang dan Amerika)
Jepang membuat kejutan baru. Kali ini berkaitan dengan sistem dan
prestasi di bidang pendidikan. Banyak pengamat pendidikan dan
pembangunan di Amerika Serikat melihat bagaimana sistem pendidikan di
Jepang telah berhasil mencetak tenaga kerja dengan semangat, motivasi
dan watak yang “pas” bagi pembangunan. Sebagai suatu masyarakat yang
12
sepenuhnya mengakui peran pendidikan dalam pembangunan, para ahli di
A.S. mulai menengok sistem pendidikan di Jepang, sekaligus mengevaluasi
sistem pendidikan di,A.S. sendiri. Maka dibentuklah team Jepang dan A.S.
yang bertugas untuk mengevaluasi pertemuan antara Reagan dan
Nakasone pada tahun 1983. Pada tanggal 4 Januari tahun 1987, secara
serentak di kedua lbu Kota negara diumumkan hasil kerja team tersebut.
1. A. Antara Menghafal dan Berfikir
13
kritis dan kemandirian murid. Semua murid diperlakukan sama, tidak
ada treatment khusus untuk murid yang tertinggal.
Sekolah menekankan pada diri murid sikap hormat dan patuh kepada guru
dan sekolah. Dengan singkat sistem pendidikan Jepang dapat dikatakan
suatu sistem pendidikan yang “kaku, seragam dan tiada pilihan bagi anak
didik”. Di fihak lain, sebanyak 78 halaman laporan team Jepang antara lain
menyatakan pujiannya atas fleksibilitas sistem pendidikan Amerika
Serikat. Di samping itu, juga disebut dan bahwa meski anak didik di Jepang
memiliki prestasi lebih tinggi dari pada prestasi anak Amerika, namun hal
itu dicapai dengan pengorbanan yang tidak ringan. Antara lain murid-
murid di Jepang tidak bisa “menikmati” enaknya sekolah.
14
lbu-ibu ini terus secara berkesinambungan membuat kontak dengan para
guru. Ketiga, di luar sekolah berkembang kursus-kursus yang membantu
anak didik untuk mempersiapkan ujian atau mendalami mata pelajaran
yang dirasa kurang. Keempat, status guru dihargai dan gaji guru relatif
tinggi. Hal ini mengakibatkan pekerjaan guru mempunyai daya tarik.
1. Kiblat Pendidikan
15
bebas di kelas dan anak didik memiliki semangat untuk mencari kebenaran
dan keberanian untuk mengutarakan gagasannya. Dan hal ini yang belum
dimiliki oleh kelas-kelas dinegara kita. Oleh karena itu gagasan
menerapkan metode inquiry perlu didahului mengembangkan kondisi-
kondisi yang diperlukan. Misalnya dengan mulai menerapkan di tingkat
sekolah dasar kelas satu. Atau, malahan sebaliknya, lebih baik
memantapkan pelaksanaan pengajaran dengan metode yang sudah dikenal
tetapi sebenarnya belum dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Sebagaimana yang pernah penulis temui pada suatu pertemuan dengan
guru-guru sekolah menengah yang menyatakan “Apakah tidak sebaiknya
kita mencoba untuk mengembangkan bagaimana cara mengajarkan dengan
metode ceramah yang efektif, dari pada menggunakan metode baru yang
masih sangat asing ?” Nampaknya, kiblat pendidikan tidak hanya Amerika
Serikat, kita perlu berkiblat juga ke Jepang dalam rangka menyusun dan
mengembangkan sistem pendidikan yang cocok dengan falsafah dan
budaya Indonesia.
1.2. Konsep Pendidikan Desentralisasi, dan De-Berlinisasi
1. Desentralisasi
16
Ide yang berkembang di Sovyet pada hakekatnya tidak jauh dengan ide
Friedman di atas. Untuk meningkatkan pembangunan masyarakat sosialis
di Uni Sovyet sistem pendidikan negara yang bersangkutan diusulkan
untuk diperbaharui. Yegor Ligachev, orang nomor dua di Sovyet setelah
Mikhail Gorbachev, menilai bahwa mutu pendidikan di negara “beruang
merah” tersebut tidak lagi sepenuhnya sejalan dengan perkembangan yang
ada. Artinya, sistem pendidikan yang ada tidak bisa lagi berperan secara
maksimal sebagaimana yang diharapkan. Oleh karenanya, Ligachev
17
mengusulkan terdapat usaha yang terus menerus untuk meningkatkan
kualitas pendidikan.
1.3. Restrukturisasi Pendidikan
18
masyarakat yang berubah atau era globalisasi sistem pendidikan
mengabaikan hakekat peserta didik sebagai individu yang memiliki
karakteristik tertentu, pendidikan mengabaikan adanya kecenderungan
perkembangan demokrasi dari demokrasi formal ke arah demokrasi
substansial.
1. “Teaching Vs Learning”
19
robot yang mengajarkan di kelas (robotic teacher). Konsekuensi lebih
lanjut adalah muncul iklim sekolah yang cenderung bersifat otoriter. lklim
yang tidak demokratis ini menyebabkan proses sekolah menjadi statis dan
beku serta menimbulkan efek destruktif pada “keingintahuan, kepercayaan
diri, kreatifitas, kebebasan berfikir, dan self-respect” di kalangan peserta
didik. Sudah barang tentu struktur dan mekanisme praktik pendidikan
sebagaimana tersebut di atas tidak akan sanggup menghadapi masyarakat
dan bangsanya. Oleh karena itu, restrukturisasi dan deregulasi pendidikan
merupakan tunututan yang perlu segera dilaksanakan agar pendidikan bisa
berperan secara maksimal dalam menghadapi tantangan pembangunan
nasional, di masa kini dan di masa mendatang.
1. Kebebasan dan Otonomi
20
Sudah barang tentu komitmen dan kompetensi guru semacam itu banyak
dipengaruhi proses yang terjadi pada pre-service training pada lembaga
pendidikan guru. Oleh karena itu, kebijakan yang perlu dikembangkan
pada pasca proses pendidikan guru adalah mengembangkan kemandirian
guru dan memberikan otonomi serta kebebasan yang lebih luas pada
sekolah dan guru. Sebagai pekerja profesional dan orang yang paling tahu
keadaan peserta didik dan lingkungannya, guru harus diberikan kebebasan
penuh dalam menjalankan tugas. lnstruksi, pengarahan, dan petunjuk dari
atas perlu direduksir semaksimal mungkin.
1. Partisipasi Masyarakat
21
Dibalik otonomi dan kebebasan yang dimiliki, kepada guru diberikan target
yang harus dicapai sebagai standar keberhasilan. Sudah barang tentu target
tersebut adalah keberhasilan untuk semua peserta didik tanpa
membedakan latar belakang sosial ekonomi yang dimiliki, mencapai
prestasi pada tingkat tertentu. Target bisa dikembangkan pada berbagai
skop sekolah. Dengan adanya target sebagai standar, masyarakat bisa ikut
mengevaluasi seberapa jauh keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan.
Bahkan tidak hanya masyarakat sekitar, karena target dan standar yang
harus memiliki skop regional dan daerah, maka pemerintah daerah akan
secara langsung terlibat dalam menyukseskan pendidikan di wilayah
masing-masing. Diharapkan pemerintah setempat bisa mengeluarkan
berbagai kebijakan yang mendukung pencapaian target pendidikan
tersebut. Misalnya, pemerintah kelurahan menetapkan “jam belajar” bagi
anak usia tertentu. Pada jam-jam tersebut anak-anak tidak boleh bermain.
Dengan kata lain pelayanan kemasyarakatan perlu dikaitkan dengan proses
pendidikan.
22
Kepada setiap sekolah dan guru diberikan kebebasan apa yang harus
dilakukan dalam proses pembelajaran. Yang penting adalah pencapaian
target yang telah ditentukan, dengan kata lain proses pendidikan
bersifat product oriented, berlawanan process oriented, yang dilakukan
sekarang ini. Untuk mencapai target yang telah ditentukan kepada guru
perlu diberikan insentif dan sekaligus sanksi. Insentif diberikan kepada
guru yang berhasil melampaui target yang telah ditentukan. Sebaliknya,
sanksi diberikan kepada guru yang melakukan tindak kecurangan,
misalnya mengubah, menambah atau memalsu nilai hasil pembelajaran
peserta didik.
1.4. Paradigma Baru Pengajaran
23
yang terjadi tersebut berupa proses belajar mengajar yang terdapat di
kelas. Pendekatan ini memandang interaksi guru dan murid merupakan
faktor pokok dalam pendidikan. Oleh karenanya, menurut pendekatan
mikro ini, perbaikan kualitas pendidikan hanya akan berhasil kalau ada
perbaikan proses belajar mengajar atau perbaikan dalam bidang keguruan.
1. Paradigma ilmu keguruan
24
yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana anak didik mendapatkan
pengetahuan atau keterampilan tersebut.
Jawaban atas pertanyaan mangapa ini bisa panjang. Misalnya, dari aspek
perencanaan, hampir semua pembaharuan pendidikan tidak direncanakan
secara mantap karena kurang didasarkan pada hasil penelitian yang solid.
Aspek monitoring juga lemah, hal ini ditunjukkkan dengan adanya
program pembaharuan pendidikan yang berlangsung cukup lama tidak
pernah dievaluasi tahu-tahu program tersebut dihentikan. Di samping itu,
dan ini yang lebih penting, adalah bahwa kegagalan program-program
pembaharuan pendidikan di tanah air terletak pada paradigmanya sendiri.
Artinya paradigma ilmu keguruan yang diterapkan di tanah air kita ini
sudah tidak bisa digunakan untuk memecahkan problem kependidikan
yang kita hadapi. Dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution,
Thomas Kuhn mengemukakan bahwa ilmu pengetahuan selalu mengalami
perkembangan. Perkembangan ini dimulai dengan adanya “krisis”, di mana
kemapanan ilmu dipertanyakan. Yang kemudian diikuti dengan usaha
untuk merubah secara mendasar ilmu pengetahuan tersebut dengan
mempertanyakan dan mengembangkan paradigma baru. Dalam kaitan
dengan pembahasan interaksi murid-guru, nampaknya krisis ilmu
keguruan untuk memecahkan problema pendidikan dewasa ini patut
dipertanyakan. Oleh karenanya, sudah saatnya diperlukan adanya
keberanian dari para ahli, terutama mereka yang berkecimpung dalam
keguruan, untuk mempertanyakan paradigma lama dan mengembangkan
paradigma baru.
25
1. Paradigma baru pengajaran
26
pula menerima gagasan orang lain, dan (d) di samping mampu
bekerjasama, mereka memiliki kepercayaan diri yang besar.
1.5. Agenda Reformasi Pendidikan
27
Tantangan utama bangsa Indonesia dewasa ini dan di masa depan adalah
kemampuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam
kaitan ini menarik untuk dikaji bagaimana kualitas pendidikan kita dan
upaya apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sehingga bisa menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas
sebagaimana diharapkan, agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
produktif, efisien, dan memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam kehidupan global ini.
1. Kecenderungan Globalisasi
Proses globalisasi akan terus merebak. Tidak ada satu wilayahpun yang
dapat menghindari dari kecenderungan perubahan yang bersifat global
tersebut, dengan segala berkah, problem dan tantangan-tantangan yang
menyertainya. Pembangunan pendidikan harus mengantisipasi
kecenderungan-kecenderungan global yang akan terjadi. Beberapa
kecenderungan global yang perlu untuk diantisipasi oleh dunia pendidikan
antara lain adalah: Pertama, proses investasi dan re-investasi yang terjadi
di dunia industri berlangsung sangat cepat, menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula pada organisasi kerja,
28
struktur pekerjaan, struktur jabatan dan kualifikasi tenaga kerja yang
dibutuhkan. Sebaliknya, praktek pendidikan tradisional berubah sangat
lambat, akibatnya mismacth education and employment cenderung
semakin membesar.
29
Kelima, semua bangsa akan menghadapi krisis demi krisis yang tidak
hanya dapat dianalisis dengan metode sebab-akibat yang sederhana, tetapi
memerlukan analisis system yang saling bergantungan.
1. Praktek pendidikan dewasa ini
Dimensi status anak didik terentang dari anak didik berstatus sebagai
obyek atau klien dan anak didik berstatus sebagai subyek atau sebagai
warga dalam pendidikan. Dimensi orientasi pendidikan kedua adalah
fungsi guru. Dimensi ini terentang dari kutub fungsi guru sebagai
pemegang otoritas tertinggi keilmuan dan indoktrinator sampai pada kutub
lain guru sebagai fasilitator dan motivator dalam proses pendidikan.
Dimensi yang ketiga adalah materi pendidikan, yang memiliki rentang dari
materi bersifat materi oriented
atau subject oriented sampai problem oriented. Dimensi keempat,
30
manajemen pendidikan terentang dari manajemen yang bersifat
sentralistis sampai manajemen yang bersifat desentralistis atau school-
based management.
31
yang muncul di tengah-tengah masyarakat menyebabkan mereka kurang
tepat dan kurang peka dalam mengantisipasi permasalahan yang dihadapi
dunia pendidikan, akibatnya mereka kehilangan gambaran peta pendidikan
& kemasyarakatan secara komprehensif. Kesenjangan okupasional,
kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia kerja, memang bukanlah
sernata-mata disebabkan oleh dunia pendidikan sendiri. Melainkan, juga
ada faktor yang datang dari dunia kerja. Sedangkan, kesenjangan kultural
ditunjukkan oleh ketidakmampuan peserta didik memahami persoalan-
persoalan yang sedang dihadapi dan akan dihadapi bangsanya di masa
depan. Kesenjangan kultural ini sebagai akibat sekolah-sekolah tidak
mampu memberikan kesadaran kultural-historis kepada peserta didik.
Sudah barang tentu dengan kualitas dasar sumber daya manusia tersebut
di atas, bangsa Indonesia sulit untuk dapat menghadapi tantangan-
tantangan yang muncul sebagai akibat adanya kecenderungan global.
1. Reformasi pendidikan suatu keharusan?
33
sekolah yang mungkinkan sekolah sebagai suatu lembaga yang relatif
otonom dari kekuatan politik. Kerja kepala sekolah beserta staf
administrasi merupakan tim yang demokratis jika orang tua murid
dilibatkan dalam pelaksanaan pendidikan sebagai anggota bukan sebagai
klien. Guru akan dapat mengajar dengan lebih baik dan peserta didik akan
dapat belajar di sekolah lebih baik pula apabila kepala sekolah bertindak
sebagai seorang pemimpin pendidik daripada sebagai manajer. Begitu pula
proses belajar-mengajar akan lebih “bergairah dan hidup” apabila kultur
sekolah demokratis dengan mengundang partisipasi dari segenap warga
sekolah.
34
Demikian pula, guru sebagai orang tua dalam keluarga memiliki wewenang
untuk menganulir keputusan yang bertentangan dengan demokrasi.
1. Pekerjaan dan kondisi guru
Pekerjaan dan kondisi guru erat berkaitan dengan aspek organisasi dan
kultur sekolah. Organisasi dan kultur sekolah memberikan kesempatan
bagi guru untuk berperilaku berbeda dari apa yang sudah ditentukan.
Kalau ada guru yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik, akan dihambat oleh kondisi sekolah. Karena otonomi guru
sangat terbatas, mengakibatkan proses belajar mengajar menjadi monoton,
kaku dan membosankan. Dengan kata lain, organisasi dan kultur sekolah
35
menimbulkan guru tidak sepenuhnya memiliki kekuasaan untuk mengelola
proses belajar-mengajar. Ditambah lagi, gaji kecil dan status sosial di
masyarakat rendah.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau pekerjaan guru tidak menarik
bagi individu-individu yang berbakat dan memiliki otak cemerlang.
Mereka, guru-guru muda yang semula memiliki semangat mengembangkan
misi intelektual setelah beberapa tahun kehilangan semangat dan akhirnya
menjadi guru tanpa inspirasi, berperilaku rutin dan penuh keputusan.
Organisasi dan kultur sekolah cenderung mendorong ke proses pemfosilan
intelektual dengan membunuh kreatifitas intelektual di kalangan guru.
Kondisi minimal yang diperlukan adalah guru harus memiliki waktu untuk
merencanakan pengajaran, melaksanakan pengajaran, mengevaluasi apa
yang telah dilaksanakan, memiliki kesempatan untuk mendapatkan kritik,
komentar dan saran-saran baik dari kolega di sekolah atau di luar sekolah.
Di samping itu, guru harus dipandang sebagai individu yang memiliki
36
tanggung jawab penuh dalam proses belajar mengajar, sebagai individu
yang mampu memikirkan dan melaksanakan apa yang seharusnya
dilakukan untuk kebaikan peserta didik, sebagai individu yang mampu
membuat sesuatu guna meningkatkan kualitas pendidikan.
Apabila sekolah, kepala sekolah dan guru, diberi otonomi yang lebih besar
dalam menjalankan proses pendidikan, mereka akan memiliki rasa
tanggung jawab yang lebih besar. Mereka akan memiliki kebanggaan atas
sukses dicapai dan sebaliknya mereka merasakan kepedihan yang
mendalam akan kegagalan yang dialami peserta didiknya. Hal ini akan
menimbulkan komitmen untuk bekerja memberikan yang terbaik.
1. Keterkaitan sekolah dan masyarakat
37
Oleh karena itu, salah satu aspek dalam sekolah yang perlu direformasi
adalah hubungan sosial di antara warga sekolah termasuk orangtua murid
dan masyarakat sekitar. Partisipasi orangtua dan masyarakat dalam
kehidupan sekolah akan merupakan modal pokok dalam proses
pendidikan. Sekolah harus menjadikan dirinya bagian dari
kemasyarakatan. Setiap kegiatan sekolah adalah merupakan kegiatan
masyarakat sekitar, sebaliknya setiap kegiatan masyarakat merupakan
kegiatan sekolah.
38
masyarakat dengan sekolah. Ketiga, adanya kaitan emosional ini akan
mengundang partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas
pendidikan pada urmumnya dan dalam pemberdayaan pendidikan pada
khususnya.
1. Strategi reformasi
1. Meningkatkan peran masyarakat
40
1. a) Wajib belajar
41
sejak dini suda (Tempatpenampung4)h dilibatkan dalam pekerjaan yang
secara tidak langsung maupun langsung mempengaruhi pendapatan
keluarga.
1. b) Sebab-sebab ulang kelas
Berbeda dengan masalah putus sekolah, masalah ulang kelas masih belum
dapat dipecahkan. Hal ini nampak angka ulang kelas untuk tingkat Sekolah
Dasar masih tinggi. Dari tahun ke tahun persentase angka ulang kelas tidak
banyak mengalami perubahan.
1. c) Usaha mengatasi ulang kelas
Cara yang paling efektif untuk mengatasi ulang kelas adalah dengan
menghilangkan sistem kenaikan kelas itu sendiri. Anak didik akan otomatis
naik ke kelas di atasnya. Namun sistem ini memerlukan perlakuan khusus
bagi anak yang tertinggal pelajaran. Di samping itu, melaksanakan sistem
ini salah-salah bisa menurunkan kualitas pendidikan. Cara yang lain adalah
dengan melibatkan orang tua dalam proses pendidikan dan
mengembangkan kelompok belajar di masyarakat.
Faktor orang tua dalam keberhasilan belajar anak sangat dominan. Banyak
penelitian baik di dalam maupun di luar negeri menemukan kesimpulan
tersebut. Faktor orang tua bisa dikategorikan ke dalam dua variabel:
variabel structural dan variabel proses. Yang dapat dikategorikan variabel
struktural antara lain latar belakang status sosial ekonomi, pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan orang tua. Sedangkan variabel proses adalah
berupa perilaku orang tua dalam memberikan perhatian dan bantuan
kepada anaknya dalam belajar. Untuk bisa mewujudkan variabel kedua
tersebut tidak harus tergantung pada variabel pertama. Artinya, tidak
hanya keluarga “kaya” atau berpendidikan tinggi bisa menciptakan variabel
proses. Contoh variabel proses antara lain: orang tua menyediakan tempat
belajar untuk anaknya; orang tua mengetahui kemampuan anaknya di
mana anak mempunyai nilai paling bagus; pelajaran apa anak paling tidak
bisa; apa kegiatan anak yang paling banyak dilakukan di sekolah maupun
di luar sekolah; orang tua sering menanyakan tentang apa yang dipelajari
anaknya; orang tua membantu anaknya dalam belajar.
43
pendapat ini tidaklah benar sepenuhnya. Tempat belajar tidak bisa hanya
diartikan semata-mata dalam ujud fisik. Melainkan, tempat belajar lebih
menitik-beratkan pada suasana yang bisa mendukung anak belajar dengan
baik. Misalnya pada jam-jam belajar yang telah ditentukan, tidak boleh ada
Radio atau TV dihidupkan, tidak diperbolehkan siapapun ngobrol.
Namun, masalahnya tidak semua orang tua bisa membantu anak dalam
belajar. Apalagi kalau anak sudah duduk di kelas 5 atau 6. Dalam kaitan ini,
lembaga pendidikan perlu bekerjasama dengan kelompok-kelompok yang
ada di masyarakat, misalnya PKK. Kelompok PKK di kampung atau di
desa-desa bisa banyak berperan dalam memberikan pedoman bagaimana
yang seharusnya dilakukan, terutama oleh lbu-ibu dalam membantu
belajar anak-anaknya. Kelompok PKK bisa menyelenggarakan kursus
matematika bagi ibu-ibu, misalnya. Ataupun kursus-kursus yang lain yang
bisa digunakan untuk membantu belajar anaknya.
Cara yang kedua untuk mengurangi angka ulang kelas adalah dengan
menyelenggarakan kursus atau pelajaran tambahan. Prestasi anak didik
44
erat kaitannya dengan kegiatan kursus-kursus atau pelajaran tambahan.
Tetapi, peserta kursus pada umumnya harus membayar, maka hanya
murid-murid dari kalangan keluarga yang kurang mampu tidak bisa
membayar biaya kursus untuk anaknya. Hal ini akan berakibat prestasi
anak dari keluarga yang miskin akan semakin jauh tertinggal dari anak
yang “mampu”.
BAB II
45
2.4. Globalisasi dan tuntutan peningkatan kualitas guru
2.1. Meningkatkan Kualitas Guru
Setiap kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian
masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan
sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil nilai ebtanas
murni (NEM). Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan dengan
rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh
karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang
dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru.
1. Mengabaikan guru
46
luar pendidikan guru”. Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan
yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara
guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan
melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki “kepribadian”.
47
1. Mentalitas dan vitalitas
Ada tiga kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa
meningkatkan kualitasnya sehingga bisa terus menanjak pangkatnya
sampai jenjang kepangkatan tertinggi. Pertama para guru harus
memperbanyak tukar pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengalaman mengembangkan materi pelajaran dan berinteraksi dengan
peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa dilaksanakan dalam perternuan
guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam seminar-seminar yang
berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya selalu mengangkat
topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil pertemuan bisa
digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu
hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus
disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan
harus kepala sekolah.
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang dibicarakan dalam pertemuan-
pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah merupakan hasil
penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan demikian guru
harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara ini
bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja
48
di perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian
harus dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua
fihak bahwa hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di
kelas dan di sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting
untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-
nyata memahami dan manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di
kelas.
1. Peran PGRI
Sebagai suatu organisasi professi guru yang memiliki anggota lebih dari
dua juta, PGRI secara moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong
dan memberikan agar para guru bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas.
PGRI bias memperbanyak pertemuan-pertemuan ilmiah, menerbitkan
49
pedoman-pedoman penelitian yang dapat cepat dicerna guru, menerbitkan
jurnal-jumal sebagai media komunikasi ilmiah para anggota, dan
melaksanakan lomba penelitian atau karya tulis yang lain. Untuk itu,
kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualitas tubuhnya sendiri.
2.2. Standar Profesional Guru
1. Kualitas dan karir
50
Kesadaran ini akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan
pengembangan karir mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru
harus dikaitkan dengan perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik
negeri maupun swasta. Gambaran yang ideal adalah bahwa pendapatan
dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan kepangkatan merupakan hasil
dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.
1. wadah /kelembagaan
2. bentuk kegiatan,
3. mekanisme,
4. standard professional practice.
51
1. Wadah dan kelembagaan
1. Asah, asuh, asih
52
kualitas diri masing-masing khususnya dan mencapai kualitas sekolah
serta pendidikan pada urnumnya.
Asah artinya satu dengan anggota sejawat yang lain saling membantu
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya. Asuh berarti di antara
anggota kesejawatan saling membimbing dengan tulus dan ikhlas untuk
peningkatan kemampuan profesional dan asih berarti di antara anggota
kesejawatan terdapat hubungan kekeluargaan yang akrab.
Oleh karena itu kelompok yang beranggotakan para guru suatu bidang
studi sejenis harus menitik-beratkan pada aktifitas profesional.
53
1. Meningkatkan penguasaan dan pengembangan keilmuan, khususnya
bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain :
1. Menulis artikel.
2. Menyusun laporan penelitian.
3. Menyusun makalah.
4. enyusun laporan dan review buku.
5. Mekanisme
54
misalnya kelompok kesejawatan mungkin bisa mengembangkan format
observasi bisa dilaksanakan secara sistematis, objektif dan rasional,
sehingga anggota yang diobservasi bisa memperoleh input tertulis di
samping juga input lisan.
1. Standar Profesional Guru
Akan lebih baik kalau norma dan kriteria ini harus dikembangkan oleh
masing-masing kelompok kesejawatan itu sendiri. Sudah barang tentu
pengembangan norma dan kriteria kesejawatan ini berdasarkan acuan
kerangka teoritis dan praktis yang bisa dikaji. Misalnya norma dan kriteria
55
untuk menilai proses belajar mengajar yang baik bisa dikembangkan
berdasarkan “kerangka perilaku” guru yang baik.
2.3. Profil Guru Masa Depan
Mengajar hanya dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang
yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk
mempersiapkan guru. Dengan kata lain, mengajar merupakan suatu
profesi. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat,
muncul dua kecenderungan: Pertama, proses mengajar menjadi sesuatu
kegiatan yang semakin bervariasi, kompleks, dan rumit. Kedua, ada
kecenderungan pemegang otoritas structural, ingin memaksakan kepada
guru untuk mempergunakan suatu cara mengajar yang kompleks dan sulit.
Sebagai akibat munculnya dua kecenderungan di atas, maka guru dituntut
untuk menguasai berbagai metode mengajar dan diharuskan menggunakan
metode tersebut. Misalnya, mengharuskan mengajar dengan CBSA. Untuk
itu, guru harus dilatih dengan berbagai metode dan perilaku mengajar yang
dianggap canggih. Demikian pula, di lembaga pendidikan guru, para
mahasiswa diharuskan menempuh berbagai mata kuliah yang berkaitan
dengan mengajar. Namun sejauh ini perkembangan mengajar yang
semakin kompleks dan rumit belum memberikan dampak terhadap mutu
siswa secara signifikan. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul
pertanyaan mengapa mengajar menjadi sedemikan kompleks dan rumit?
56
1. Profesi mengaiar
57
norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan
berperan sebagai model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan
pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan
para siswa untuk dapat berpikir melewati batasbatas kekinian, berpikir
untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalammelaksanakan
tugas tersebut guru akan dihadapkan pada perbagai problem yang muncul
dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta
diputuskan pemecahannya oteh guru itu sendiri pada waktu itu pula.
Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak
mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.
Agar transfer tersebut dapat berlangsung dengan lancar, maka guru paling
tidak harus senantiasa melakukan tiga hal: a) menggerakkan,
membangkitkan dan menggabungkan seluruh kemampuan yang dimiliki
siswa; b) menjadikan apa yang ditransfer menjadi sesuatu yang menantang
diri siswa, sehingga muncul intrinsic-motivation untuk mempelajarinya;
dan, c) mengkaji secara mendalam materi yang ditransfer sehingga
menimbulkan keterkaitan dengan pengetahuan yang lain.
58
Namun, dewasa ini pekerjaan mengajar diperlakukan
sebagai hard profession, sehingga mengajar menjadi suatu proses yang
sedemikian kompleks. Sebagai konsekuensinya, maka perlu disusun suatu
prosedur perilaku baku dalam mengajar. Secara sadar atau tidak, proses
pembakuan prosedur mengajar ini mematikan kreativitas guru. Akibat
lebih jauh adalah pekerjaan mengajar bersifat inhuman, diperlakukan
sebagai suatu bagian dalam proses industri, yang dapat dikendalikan dan
diatur dengan serangkaian Juklak dan Juknis. Kematian kreativitas guru
sebagai suatu kehilangan yang patut ditangisi. Sebab, kreativitas adalah
merupakan “ruh” dalam proses belajar mengajar.
1. Dimensi mengajar
59
Kedua, apa yang dikenal dengan istilah cara mengajar tradisional. Model
ini memiliki aktivitas siswa bersifat individual dan orientasi guru mengarah
pada kelompok. Pada model ini kegiatan utama siswa adalah mendengar
dan mencatat apa yang diceramahkan guru. Seberapa jauh siswa dapat
mendengar apa yang diceramahkan guru tergantung pada ritme guru
membawakan ceramah itu sendiri. Siswa akan dapat mengintegrasikan apa
yang didengar ke dalam pengetahuan yang telah dimiliki apabila siswa
dapat mengkaitkan pengetahuan dengan apa yang diingat. Model ini sangat
sederhana, tidak memerlukan dukungan teknologi, cukup papan tulis dan
kapur. Keberhasilan model ini banyak ditentukan oleh otoritas guru.
Ketiga, apa yang disebut model Persaingan. Model ini memiliki aktivitas
yang bersifat kelompok, tetapi orientasi guru bersifat individu. Model ini
menekankan partisipasi siswa dalam kegiatan PBM, semua siswa harus
aktif dalam kegiatan kelompok tersebut. Seberapa jauh siswa dapat
berpartisipasi dalam kegiatan akan ditentukan oteh seberapa jauh kegiatan
memiliki kebebasan dan dapat membangkitkan semangat kompetisi.
Pengetahuan yang diperoleh dan dapat dihayati merupakan hasil diskusi
dengan temannya. Model ini memerlukan teknologi baik berupa alat
ataupun berupa manajemen seperti bentuk konferensi dan seminar.
Keberhasilan model ini terutama ditentukan oleh adanya saling hormat dan
saling mempercayai di antara siswa. CBSA, merupakan salah satu
contohnya.
60
merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai tujuan belajar
bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai, kebersamaan dan
kerjasama dalam pembelajaran ini juga di arahkan untuk mengembangkan
kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan pendekatan ini, guru
tidak selalu memberikan tugas-tugas secara individual, melainkan secara
kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi akhirpun menggunakan
prinsip kelompok. Artinya, hasil individu siswa tidak hanya didasarkan
kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat berdasarkan hasil prestasi
kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai akan menjadi tutor
membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi kelompok sebagai satu
kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung jawab atas kemajuan dan
keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung jawab atas keberhasilan dan
kemajuan kelompoknya.
Keempat model tersebut tidak ada yang lebih baik satu atas yang lain.
Sebab modal mengajar yang baik adalah model mengajar yang cocok
dengan karakteristik materi, kondisi siswa, kondisi lingkungan dan kondisi
fasilitas. Di samping itu pula, di antara keempat model tersebut tidaklah
bersifat saling meniadakan. Artinya, sangat mungkin dalam mengajar
memadukan berbagai model tersebut di atas.
1. Kemampuan yang dibutuhkan
Sudah saatnya posisi mengajar diletakan kembali pada profesi yang tepat,
yakni sebagai soft profession, di mana unsur art dan sense memegang
peran yang amat penting. Oleh karena itu, untuk pembinaan dan
pengembangan profesional kemampuan guru yang diperlukan bukannya
instruksi, juklak dan juknis serta berbagai pedoman lain, yang cenderung
akan mematikan kreativitas guru. Melainkan, memperbaiki dan
meningkatkan tiga kemampuan dasar yang harus dimiliki guru
sebagaimana tersebut di atas, serta memberikan kebebasan kepada guru
untuk berinovasi dalam melaksanaakan proses belajar mengajar.
62
2.4. Globalisasi dan Tuntutan Peningkatan Kualitas Guru
1. Kecenderungan perkembangan teknologi
2. Kecenderungan perkembangan bidang ekonomi.
64
65
secara besar-besaran yang akan semakin meningkatkan produktivitas
dunia ekonomi. Di masa depan, dampak perkembangan teknologi di dunia
industri akan semakin penting. Tanda-tanda telah menunjukkan bahwa
akan segera muncul teknologi bisnis yang memungkinkan konsumen
secara individual melakukan kontak langsung dengan pabrik sehingga
pelayanan dapat dilaksanakan secara langsung dan selera individu dapat
dipenuhi, dan yang lebih penting konsumen tidak perlu pergi ke toko.
Namun, di sisi lain kemajuan di bidang teknologi menyebabkan juga dunia
industri tidak memerlukan tenaga kerja sebanyak pada masa sebelumnya.
Hasilnya, penyerapan tenaga kerja tidak sebagaimana yang diharapkan.
3. Kecenderungan perkembangan bidang sosial politik
67
Perubahan politik di negara-negara Asia, ditunjukkan oleh adanya proses
regenerasi kepemimpinan. Kepemimpinan generasi pertama negara-negara
Asia modern, seperti Sukarno dan Nehru, sudah diganti dengan generasi
kedua atau bahkan generasi ketiga. Seperti di Jepang dari generasi Yoshida,
sudah diganti dengan generasi kedua, Kiichi Miyazawa dan generasi ketiga
Ryutaro Hashimoto. Demikian pula, Korea Selatan, dari generasi pertama,
Syngman Rhee telah diganti genersi kedua, Chun Doo Hwan dan diganti
generasi ketiga Kim Yung Sam. Sudah barang tentu peralihan generasi
kepemimpinan ini akan berdampak dalam gaya dan substtansi politik yang
diterapkan. Nafas kebebasan dan persamaan semakin kental.
4. Kecenderungan perkembangan bidang kultural
Secara umum, abad XXI akan ditandai dengan munculnya kekuatan ras
dan budaya baru. Bangsa-bangsa Asia tidak lagi sebagai warga yang harus
taat pada hukum internasional Barat yang didominasi oleh tradisi Judeo-
Christian, tetapi mereka juga menuntut untuk ikut menyusun hukum itu,
yang dijiwai oleh Hindu, Budha, confusianisme dan Islam. Kedua tradisi
tersebut, Barat dan Asia, di samping persamaan juga memiliki perbedaan
yang tajam. Tradisi Barat lebih bersifat logis dan analitis, sedangkan tradisi
Asia lebih bersifat intuitif dan seringkali emosional. Tradisi Barat
menekankan hak-hak, sedangkan tradisi Asia lebih menekankan kewajiban.
Tradisi
68
Barat lebih menekankan pada individu, di Asia menekankan masyarakat.
Di Barat keputusan diambil dengan voting, di Asia dengan musyawarah.
69
2.4. Globalisasi dan Tuntutan Peningkatan Kualitas Guru
70
Globalisasi merupakan suatu keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa
Indonesia sudah mulai merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa
arus globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim
Soeharto tidak lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya
kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari rasa pahit
globalisasi. Globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir
semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, ekonomi dan sosial
politik.
2.5. Meningkatkan Kualitas Guru dalam Proses Belajar Mengajar
1. Tantangan dunia pendidikan
71
Tugas utama guru adalah mengembangkan potensi siswa secara maksimal
lewat penyajian mata pelajaran. Setiap mata pelajaran, dibalik materi yang
dapat disajikan secara jelas, memiliki nilai dan karakteristik tertentu yang
mendasari materi itu sendiri. Oleh karena itu, pada hakekatnya setiap guru
dalam menyampaikan suatu mata pelajaran harus menyadari sepenuhnya
bahwa seiring menyampaikan materi pelajaran, ia harus pula
mengembangkan watak dan sifat yang mendasari dalam mata pelajaran itu
sendiri.
1. Karakteristik kerja guru
Semua di antara kita sudah sangat akrab dengan guru, baik sering
berhubungan, membawahi ataupun jadi guru sendiri. Tetapi, berapa
banyak di antara kita yang pernah merenungkan sesungguhnya bagaimana
kerja guru itu? Pemahaman akan hakekat kerja guru ini sangat penting
sebagai landasan dalam mengembangkan program pembinaan dan
pengembangan guru. Kalau direnungkan secara mendalam, maka kita akan
dapat menemukan beberapa karakteristik kerja guru, antara lain:
72
3. Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang kemungkinan terjadinya
kontak akademis antar guru rendah.
4. Pekerjaan guru tidak pernah mendapatkan umpan balik.
5. Pekerjaan guru memerlukan waktu untuk mendukung waktu kerja di
ruang kelas.
tidak mungkin meminta pertimbangan teman guru yang lain. Oleh karena
itulah, wawasan dan kecermatan sangat penting bagi seorang guru.
73
interaksi akademik antar guru sangat rendah. Kalau dokfer ketemu dokter
yang paling banyak dibicarakan adalah tentang penyakit, penemuan teknik
baru dalam pengobatan. Kalau insinyur ketemu insinyur, yang dibicarakan
adalah adanya teknik baru dalam membangun jembatan, penemuan untuk
meningkatkan daya bangunan air, dan sebagainya. Tetapi apabila guru
ketemu guru, apa yang dibicarakan? Rendahnya kontak akademik guru ini
di samping dikarenakan soal waktu guru yang habis diserap di ruang-ruang
kelas, kemungkinan juga karena kejenuhan guru berinteraksi akademik
dengan para siswanya.
74
segera dapat membedakan guru berdasarkan disiplin ilmu yang diajarkan:
mana guru matematik dan mana guru ilmu sosial.
2.6. Mempersiapkan Guru untuk Masa Depan
75
Sudah barang tentu dapat disimpulkan bahwa penataran yang telah
dilaksanakan telah berhasil meningkatkan mutu guru, tetapi belum
berhasil meningkatkan mutu kerja guru, sehingga mutu siswa belum
meningkat. Barangkali dilihat dari semboyan PKG: Dari Guru-Oleh Guru-
Untuk Guru, tujuan PKG sudah dicapai. Mungkin semboyannya perlu
diubah, menjadi: Dari Guru, Oleh Guru, Untuk Guru dan Siswa. Mengapa
mutu guru telah berhasil ditingkatkan tetapi kemampuan kerja guru belum
meningkat? Salah satu jawaban bisa kita kembalikan pada salah satu
karakteristik kerja guru, yakni guru adalah pekerjaan yang tidak pernah
mendapatkan umpan balik. Hal ini logis, karena tanpa umpan balik guru
tidak tahu kualitas apa yang dikerjakan, tidak tahu di mana kelemahan dan
kelebihannya, dan akibatnya guru tidak tahu mana yang perlu
ditingkatkan.
1. Hidden curriculum
76
diperiksa dan dikembalikan kepada siswa dengan umpan balik.
Pengembalian tugas-tugas siswa tanpa ada umpan balik pada kertas
pekerjaan secara langsung akan menanamkan sifat tidak usah kerja keras.
Karena siswa beranggapan kerja mereka tidak dibaca guru.
Paling tidak ada dua cara bagi guru untuk melakukan self-reflection, yakni:
a) guru menampung pendapat siswa pada setiap akhir kuartal dan, b) guru
malaksanakan action research. Cara yang pertama dilakukan lewat cara
guru mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang mengungkap
bagaimana perilaku selama mengajar, dan memberikan pertanyaan-
pertanyaan tersebut untuk dijawab oleh siswa. Berdasarkan jawaban
tersebut guru akan mendapatkan gambaran diri pada waktu melaksanakan
proses belajar mengajar.
77
Action research, sebagai cara kedua, merupakan kegiatan meneliti sambil
mengajar atau mengajar yang diteliti. Siapa yang mengajar dan siapa yang
meneliti? Guru sendiri yang melakukan keduanya datam waktu yang sama.
BAB III
3.1. Praktek Pendidikan Berwajah Ke-indonesia-an
Pendidikan dalam arti luas adalah proses yang berkaitan dengan upaya
untuk mengembangkan pada diri seseorang tiga aspek dalam
kehidupannya, yakni, pandangan hidup, sikap hidup dan keterampilan
hidup. Upaya untuk mengembangkan ketiga aspek tersebut bisa
dilaksanakan di sekolah, luar sekolah dan keluarga. Kegiatan di sekolah
direncanakan dan dilaksanakan secara ketat dengan prinsip-prinsip yang
78
sudah ditetapkan. Pelaksanaan di luar sekolah, meski memiliki rencana
dan program yang jelas tetapi pelaksanaannya relatif longgar dengan
berbagai pedoman yang relatif fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan dan
kondisi lokal. Pelaksanaan pendidikan dalam keluarga dilaksanakan secara
informal tanpa tujuan yang dirumuskan secara baku dan Tertulis.
1. Praktek pendidikan modern
79
tahun 1965, dan praktek pendidikan dalam masa pembangunan sampai
sekarang ini.
Pada zaman Jepang meski hanya dalam tempo yang singkat, tetapi bagi
dunia pendidikan Indonesia memiliki arti yang amat signifikan. Sebab,
lewat pendidikan Jepang-lah sistem pendidikan disatukan. Tidak ada lagi
pendidikan bagi orang asing degan pengantar bahasa Belanda.
80
adalah untuk menciptakan warga negara yang sosial, demokratis, cakap
dan bertanggung jawab dan siap sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran
untuk negara. Praktek pendidikan selepas penjajahan menekankan
pengembangan jiwa patriotisme. Dari pendekatan “Macrocosmics”, bisa
dianalisis bahwa praktek pendidikan tidak bisa dilepaskan dari lingkungan,
baik lingkungan sosial, politik, ekonomi maupun lingkungan lainnya. Pada
masa ini, lingkungan politik terasa mendominir praktek pendidikan. Upaya
membangkitkan patriotisme dan nasionalisme terasa berlebihan, sehingga
menurunkan kualitas pendidikan itu sendiri. Hal ini sangat terasa terutama
81
Dengan demikian proses pendidikan cenderung diperlakukan sebagaimana
sebuah pabrik. Akibatnya pihak-pihak yang terkait dalam pendidikan,
khususnya guru dan murid sebagai individu yang memiliki “kepribadian”
tidak banyak mendapatkan perhatian kurikulum, guru dan aturan serta
prosedur pelaksanaan pengajaran di sekolah dan juga di kelas ditentukan
dari pusat dengan segala wewenangnya. Misalnya, keharusan mengajar
dengan menggunakan pendekatan CBSA, kokurikuler dalam bentuk kliping
koran.
82
83
melewati proses yang memerlukan waktu. Bahkan tidak jarang waktu yang
diperlukan melewati rentang waktu kehidupannya, tetapi demi masa depan
generasi yang akan datang generasi sekarang harus merelakannya. Sebagai
contoh, di Barat tidak jarang pembuatan “minuman anggur”, agar memiliki
rasa luar biasa memerlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun. Tidak
jarang pada label sebotol anggur dituliskan: “dibuka 100 atau 200 tahun
lagi”. Mentalitas “jalan pintas” merupakan hasil negatif dari penekanan
yang berlebihan pendidikan sebagai instrumen pembangunan ekonomi.
Aspek negatif lain yang erat kaitannya dengan mentalitas jalan pintas
adalah dominannya nilai ekstrik (Extrinsic Value) di kalangan masyarakat
kita, khususnya generasi muda.
Dua mental tersebut bisa menjadi faktor yang akan merusak kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mengembalikan
kesadaran di kalangan masyarakat khususnya generasi muda; pentingnya
pencapaian tujuan jangka panjang, memahami makna proses yang harus,
dilalui dan menyadari akan pentingnya nilai-nilai yang harus muncul dari
diri sendiri.
84
1. Pendidikan dan kebudayaan
85
Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan adakah nilai-nilai dan orientasi
budaya kita yang bisa dimanfaatkan dalam praktek pendidikan? Manakah
nilai dan orientasi budaya yang perlu dikembangkan dan manakah yang
harus ditinggalkan ?
1. Penelitian pendidikan yang diperlukan
86
sekolah. Sudah barang tentu kedua nilai tersebut bertentangan.
Bagaimanakah akibatnya terhadap perkembangan anak didik?
87
Ketujuh, penelitian yang mengkaji peran dan interaksi berbagai pusat
pendidikan. Misalnya, bagaimana hubungan yang harus dikembangkan
antara sekolah dan TPI, sekolah dengan surat kabar dan radio?
3.2. Pendidikan Berwawasan Global
Krisis demi krisis mulai dari moneter, ekonomi, politik dan kepercayaan
yang tengah melanda bangsa Indonesia, merupakan bukti bahwa sebagai
bangsa kita sudah terseret dalam arus globalisasi. Informasi bergerak
sedemikian cepat sehingga menimbulkan dampak yang berantai.
Demonstrasi menduduki bandara cepat menjadi mode, misalnya.
88
altematif yang dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang
berwawasan global.
1. Perspektif kurikuler
89
Oleh karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan
pembahasan materi yang mencakup: a) adanya saling ketergantungan di
antara masyarakat dunia, b) adanya perubahan yang akan terus
berlangsung dari waktu ke waktu, c) adanya perbedaan kultur di antara
masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat oleh karena itu
perlu adanya upaya untuk saling memahami budaya yang lain, d) adanya
kenyataan bahwa kehidupan dunia ini memiliki berbagai keterbatasan
antara lain dalam ujud ketersediaan barang-barang kebutuhan yang jarang,
dan, e) untuk dapat memenuhi kebutuhan yang jarang tersebut tidak
mustahil menimbulkan konflik-konflik.
1. Perspektif reformasi
90
Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perspektif reformasi
tidak hanya bersifat perombakan kurikulum, melainkan juga merombak
sistem, struktur dan proses pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan
dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok bagi pendidikan berwawasan
global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan kombinasi antara
kebijakan sosial disatu sisi dan disisi lain sebagai kebijakan yang
mendasarkan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, sistem dan struktur
pendidikan harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang
memiliki fungsi ekonomis.
91
bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan
dalam open-system environment. Pada pendidikan ini karakteristik
individu mendapat tempat yang layak.
3.3. Tantangan Pengembangan Sekolah di Masa Depan
93
perkembangan sektor pendidikan tertinggal di belakang. Akibatnya
pendidikan tidak lagi berfungsi sebagai pendorong proses kemajuan,
melainkan menjadi “pengikut proses kemajuan”. Mulailah para ahli,
khususnya di bidang pendidikan mempertanyakan teori-teori dan sistem
pendidikan yang mereka impor dari barat: relevankah teori dan sistem
pendidikan barat diterapkan di dunia sedang berkembang?
1. Perkembangan dan problem pendidikan
94
dasar dapat dilaksanakan pada tingkatyang luar biasa. Puluhan ribu guru
diangkat, ratusan judul buku paket dicetak, training dan bentuk latihan
peningkatan kualitas guru diselenggarakan. Dan hasilnya secara statistik
perkembangan pendidikan di Indonesia sangat menggembirakan.
95
tepat. Akibat dari ketidakmampuan pendidikan memperhitungkan apa
yang akan terjadi di masa mendatang, pendidikan juga tidak mampu untuk
menyediakan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sektor ekonomi dan
industri. Art dan peranan manpower planning semakin merosot karena
tidak bisa merencanakan demand dan supply tenaga kerja dengan tepat
Maka rentetan berikutnya adalah naiknya tingkat pengangguran terdidik
tidak dapat terelakkan lagi.
96
1. Pengalaman dan tantangan
97
tidak jarang suatu pembaharuan pendidikan akan mengakibatkan
perbedaan semakin tajam antara pendidikan di urban dan di rural. Hal ini
bisa dimaklumi, sebab guru-guru di kota lebih siap untuk menerima
pembaharuan yang dilaksanakan. Di samping itu, di banyak hal
pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia tidak
mempunyai strategi monitoring dan prosedure evaluasi yang mantap.
Sebagai contoh bisa disebut pembaharuan sistem dan kurikulum sekolah
pembangunan.
98
99
perlu untuk didengar pendapat Fullan (1985) bahwa keberhasilan
pembaharuan pendidikan tergantung pada apa yang difikir dan dilakukan
guru.
Dalam dunia pendidikan terdapat dua teori yang berkaitan dengan sekolah
sebagai masyarakat kecil ini. Pertama, sekolah tempat melatih dan
100
mempersiapkan anak didik untuk terjun pada kehidupan mereka di masa
mendatang. Kedua, sekolah merupakan kehidupan riil anak didik itu
sendiri, bukannya tempat mempersiapkan anak didik. “School is not
preparation for life, but life it self” (Dewey, 1944).
Implikasi praktis dari teori pertama, anak didik dalam proses pendidikan
diberlakukan sebagai objek pendidikan. Mereka merupakan objek yang
tengah digembleng dan dicetak agar mampu mengarungi kehidupan di
kemudian hari. Mereka bukanlah subjek di dunia sekolah yang ada ini.
Sayangnya, kemajuan yang pesat di bidang ilmu dan teknologi
menyebabkan perubahan-perubahan yang berlangsung di masyarakat
sangat cepat dan sulit itu bisa diramalkan dengan tepat (lihatToffler, 1974,
1981). Oleh karena itu timbul pertanyaan, bagaimana mempersiapkan anak
didik untuk mengarungi kehidupan di kemudian hari itu sendiri tidak bisa
diprediksi?
101
cara “value-fair”. Artinya dalam usaha menanamkan nilai-nilai, guru tidak
akan memaksakan sesuatu nilai tertentu kepada anak didiknya. Melainkan
guru melakukan usaha-usaha dengan berbagai cara atau metoda, berbagai
alat bantu, agar anak didik akan membenarkan dan menerima nilai-nilai
yang ia ajarkan, anak didik sendirilah yang menemukan dan mengadopsi
nilai-nilai yang ditargetkan oleh sekolah untuk ditanamkan pada anak
didiknya.
Banyak keberatan dari para ahli atas bentuk sekolah berdasarkan teori
yang pertama. Keberatan yang terpenting adalah dengan menjadikan anak
didik sebagai objek berarti pendidikan merupakan tindakan “mencomot”
anak didik dari lingkungannya sendiri untuk dimasukkan ke dalam
lingkungan yang lain yang belum tentu sesuai atau malahan asing bagi
anak didik. Lingkungan baru itu bernama sekolah. Kalau anak didik tidak
cocok dengan lingkungan baru, sebagai objek, anak didik tidak bisa berbuat
apa-apa. Masalahnya akan menjadi rumit, kalau apa yang dilihat, diterima
dan dihayati dalam lingkungan “mini society” ini tidak sama atau malahan
bertentangan dengan apa yang ia lihat, terima dan hayati dari lingkungan
yang lebih besar, yakni masyarakat. Akibat dari keadaan ini, tidak
mengherankan kalau banyak anak didik yang mengikuti pelajaran di
sekolah dengan setengah hati.
Di fihak lain, lebih banyak para ahli yang keberatan dengan teori kedua.
Keberatan pokoknya adalah berkisar pada kekhawatiran pendidikan akan
menjadi proses yang tanpa arah dan “anarkis”.
102
yang mengarahkan agar pendidik bisa memanfaatkan variasi interaksi dan
pengalaman riil yang diperoleh anak didik di sekolah sebagai upaya untuk
mencapai keberhasilan pendidikan.
1. Sekolah Dasar di masyarakat yang berubah dengan cepat
104
pelajaran tambahan. Kebijaksanaan ini untuk negara kita tidaklah
mustahil, mengingat jumlah murid sekolah dasar semakin kecil sebaliknya
jumlah guru berlebihan. Dengan semakin kecilnya rasio murid-guru, maka
guru akan bisa mengenal dengan tepat perkembangan anak didik.
105
para “perencana dan administrator pendidikan”, maka pengembangan
kurikulum lokal seyogyanya lebih banyak ditentukan oleh pendidik sendiri.
106
menyusun rencana pengembangan kurikulum pendidikan calon guru
secara integral dan menyeluruh, termasuk pula kurikulum untuk “in-
service training”.
kelas.
107
orang tua melakukan pekerjaan rumah tangga. Waktu-waktu tersebut
harus ditepati. Pelanggaran yang dilakukan akan dapat mengakibatkan
tidak dapat melihatTV, misalnya.
Bantuan dan petunjuk orang tua bagi anak dalam kegiatan-kegiatan belajar
sangat diperlukan. Anak yang datang dari keluarga di mana orang tuanya
membantu dan memberikan petunjuk belajar mempunyai prestasi yang
lebih baik daripada anak yang datang dari keluarga yang tidak mau tahu
tentang kegiatan belajar anaknya. Sekolah bagi anak bukanlah merupakan
kegiatan yang gampang. Orang tua perlu memberikan support dan
dorongan agar anak bisa tetap pada interes dan kesenangan dalam belajar.
Anak akan sering menghadapi kesulitan dalam satu mata pelajaran tertentu
atau lebih. Kesulitan-kesulitan akan menyebabkan anak patah semangat
untuk belajar dan tidak jarang menyebabkan anak mempunyai “self-
concept” yang jelek. Usaha-usaha membesarkan hati manakala anak
menghadapi kesulitan dan memberikan pujian manakala anak
mendapatkan prestasi yang baik sangat diperlukan bagi anak-anak sekolah
dasar.
108
akan memperkaya kemampuan bahasa anak. Secara langsung anak
mengembangkan kemampuan bahasa Indonesia di rumah.
109
pengumpul uang pembangunan gedung menjadi pemegang peran
mempertemukan apa yang terjadi di sekolah dan apa yang seyogyanya
dilakukan oleh orang tua kepada anaknya di rumah, dalam kaitannya
dengan proses belajar anak di sekolah.
1. Peranan IKIP
110
berlangsung dengan cepat. Untuk itu, pembaharuan pendidikan yang
mendasar perlu untuk dilaksanakan. Strategi yang paling tepat, adalah
melaksanakan pembaharuan di bidang kurikulum, peningkatan kualitas
guru dan menggunakan sekolah sebagai “a mini society” sebagai sarana
pendidikan. Pembaharuan lebih dititik beratkan pada tingkat sekolah
dasar. Dalam kaitannya dengan pembaharuan sekolah dasar, perlu
disinkronkan antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di rumah.
111
menarik dan mampu mengekspresikan ide-ide dan kfeativitasnya dalam
batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus
guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa,
wawasan dan pengetahuan guru atas perkembaagan masyarakatnya akan
mengantarkan para siswa untuk dapat berpikir melewati batas-batas
kekinian, berpikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
112
1. Permasalahan guru
Penguasaan guru atas bidang studi yang akan diajarkan kepada para siswa
merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya. Sebab, dengan materi bidang
studi tidak saja guru akan mentransformasikan ilmu pengetahuan kepada
siswa, tetapi lebih daripada itu, dengan materi bidang studi itu guru akan
menanamkan disiplin, mengembangkan critical thinking, mendorong
kemampuan untuk belajar lebih lanjut, dan yang tidak kalah pentingnya
adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu pengetahuan
itu sendiri pada diri siswa. Penguasaan kemampuan guru di bidang
metodologi pengajaran juga penting. Tetapi perlu dicatat bahwa,
kemampuan metode dalam pengajaran kalau diujudkan dalam simbol
bagaikan angka “0”. Artinya, betatapun banyak dan tingginya kemampuan
metodologi pengajaran tidak memiliki nilai apa-apa, apabila tidak
digabungkan dengan angka lain 1, 2, 3 dan seterusnya sampai 9 yang
merupakan wujud dari kemampuan penguasaan bidang studi. Dalam
masalah penguasaan materi bidang studi inilah kelemahan guru sangat
menonjol. Suatu studi menunjukkan bahwa penguasaan bidang studi para
guru kalau diujudkan dalam skor yang terentang antara 0-10, terletak pada
titik sekitar 7, dan untuk mata pelajaran matematika dan IPA lebih rendah
lagi.
113
Rendahnya penguasaan guru pada bidang studi tidak lepas dari kualitas
pendidikan guru dan rekrutmen colon guru. Dapat dicatat bahwa selama
ini terdapat tiga bentuk kurikulum yang mencerminkan fase pemikiran di
lingkungan lembaga pendidikan guru. Fase pertama ditunjukkan dengan
kurikulum pendidikan guru (IKIP, FKIP, dan STKIP) sebelum kurikulum
IKIP 1984. Pada kurun waktu tersebut kurikulum pendidikan guru tidak
jauh berbeda dengan kurikulum jurusan yang sama di universitas.
Perbedaannya adalah pada mahasiswa pendidikan guru di samping
memiliki bekal bidang studi yang memadai, juga ditambah dengan
beberapa mata kuliah yang berkaitan dengan didaktik khusus. Pada waktu
diberlakukannya kurikulum pendidikan guru 1984, terjadi perubahan yang
mendasar. Mahasiswa pendidikan guru harus lebih menekankan pada
metode mengajar dibandingkan dengan penguasaan materi bidang studi.
Oleh karena itu tidak mengherankan, kalau beban SKS di lingkungan
pendidikan guru didominasi oleh mata kuliah pendidikan. Sebaliknya,
mata kuliah bidang studi jauh berkurang. lbaratnya, pada kurikulum 1984
ini cara memegang kapurpun diajarkan di IKIP/FKIP/STKIR Hasilnya,
lulusan pendidikan guru dengan kurikulum 1984 tidak mampu mengajar
sebagaimana seharusnya. Pada akhir tahun 1980-an kembali terdapat
perubahan kurikulum di lingkungan pendidikan guru. Namun, kurikulum
baru juga menunjukkan ambivalensi antara penekanan pada bidang studi
dan pada metode mengajar. Oleh karena itu hasil pendidikan guru masih
juga diragukan, khususnya di bidang penguasaan bidang studi.
114
menghasilkan output pendidikan yang dapat distandarisasikan. Artinya,
kualifikasi lulusan jelas dan seragam di manapun pendidikan itu
berlangsung. Dengan kualifikasi ini seseorang sudah mampu dan akan
terus mampu melaksanakan tugas profesinya secara mandiri meskipun
tanpa pendidikan lagi. Pekerjaan dokter merupakan contoh yang tepat
untuk mewakili kategori hard profession. Sebaliknya, kategori
soft profession adalah diperlukannya kadar seni dalam melaksanakan
pekerjaan tersebut. Ciri pekerjaan tersebut tidak dapat dijabarkan secara
detail dan pasti. Sebab, langkah-langkah dan tindakan yang harus diambil,
sangat ditentukan oleh kondisi dan situasi tertentu. Implikasi
kategori soft profession tidak menuntut pendidikan dapat menghasilkan
lulusan dengan standar tertentu melainkan menuntut lulusan dibekali
dengan kemampuan minimal. Kemampuan ini dari waktu ke waldu harus
ditingkatkan agar dapat melaksanakan tugas pekerjaannya sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, lembaga in-
service training bagi soft-profession amat penting. Barangkali, wartawan,
advokat, dan guru merupakan contoh dari kategori profesi ini.
115
hanya bersifat sementara, karena kekurangan tenaga guru akan
meningkatkan daya saing guru.
Kualitas guru tidak bisa dilepaskan dari kompensasi yang mereka terima
dan status guru di masyarakat. Namun, kompensasi atau gaji guru tidak
bisa dilepaskan dari kondisi ekonomi suatu negara. Artinya, perbandingan
gaji guru antar negara akan tidak pas kalau tidak ditimbang dengan
kemakmuran bangsa tersebut. Gaji guru di Malaysia lebih besar
dibandingkan dengan gaji guru di Indonesia, secara absolut. Namun,
perbandingan akan berbeda manakala kedua gaji tersebut diperbandingkan
dengan pendapatan perkapita negara masing-masing. Oleh karena itu,
bukan hanya gaji yang penting melainkan bagaimana dukungan
masyarakat dan pemerintah bagi kesejahteraan dan status guru.
Lagu “Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sangat mulia dan terhormat.
Dalam setiap kesempatan wisuda sering lagu tersebut diperdengarkan, dan
hadirin terbuai dengan kesyahduan. Namun, barangkali bagi guru sendiri
akan lebih senang kalau lagu diubah menjadi “Guru Pahlawan Penuh
Tanda Jasa”. Dengan demikian, kelak tidak hanya muballigh yang ber
BMW atau Mercy, tetapi juga para guru akan ber-Kijang atau ber-Escudo,
simbol kemakmuran masyarakat dewasa ini. Namun, barangkali
merupakan suatu kemustahilan, paling tidak untuk jangka pendek, untuk
merealisir kompensasi guru yang memadai kalau hanya bersandarkan
kepada anggaran pemerintah. Barangkali, sudah masanya untuk dipikirkan
mobilisasi dana pendidikan atau dana kesejahteraan guru yang berasal dari
masyarakat. Kalau untuk keperluan lain dana mudah diperoleh misalnya
untuk prestasi olah raga, mengapa tidak bagi prestasi guru? Di sinilah
letaknya, partisipasi orang tua dan dukungan masyarakat mutlak
diperlukan untuk meningkatkan kualitas guru.
Kualitas guru yang ditunjukkan oleh kualitas kerja tidak dapat dilepaskan
dari manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan yang sentralistis,
dengan menempatkan pengambilan keputusan di tangan-tangan yang jauh
116
dari guru tidak menguntungkan bagi usaha meningkatkan kualitas kerja
guru. Misalnya, keharusan guru untuk mengajar dengan CBSA,
menempatkan guru pada posisi yang tidak menyenangkan. Sebab,
pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas sangat tergantung pada
kondisi dan situasi yang dipengaruhi oleh berbagai variabel. Oleh karena
itu keputusan tentang bagaimana proses belajar mengajar harus
dilaksanakan yang ditentukan dari atas sulit untuk dapat diterima akal
sehat. Sebab, justru guru yang paling tahu apa yang harus dilakukan. Di
fihak lain, dengan adanya ketentuan dari pusat beban guru lebih ringan.
Karena kegagalan dalam rnengajar bukan hanya dikarenakan olehnya
tetapi juga oleh instruksi dari atas yang tidak jalan karena tidak cocok
dengan keadaan di lapangan. Oleh karena itu, pemberian otoriomi yang
lebih besar kepada guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar akan
memberikan rasa tanggung jawab lebih besar kepada guru. Rasa tanggung
jawab ini mutlak diperlukan dalam meningkatkan kualitas guru.
117
1. Kebijakan meningkatkan kualitas
118
Kebijakan dan program peningkatan kualitas guru daiam melaksanakan
proses belajar mengajar harus menyentuh tiga aspek sebagaimana
dikemukakan di atas: aspek kemampuan, aspek semangat dan dedikasi,
dan aspek kesejahteraan. Kebijakan yang tidak lengkap, yang tidak
mencakup ketiga aspek tersebut cenderung akan mengalami kegagalan.
Kemampuan untuk belajar ini akan dapat terus hidup dan tumbuh subur
manakala guru memiliki cukup ruang untuk berinisiatif dan
berimprovisasi. Untuk itu instruksi, jukiak dan juknis yang berkaitan
dengan pengajaran harus diminimalkan, kalau tidak dapat dihilangkan
sama sekali. Perluasan otoritas guru ini harus pula diiringi dengan
kebijakan untuk mengembangkan sistem accountabilitas sekolah yang jelas
dan transparan. Sekolah, termasuk guru harus menyusun program dan
target kegiatan yang jelas dan dikomunikasikan kepada orang tua siswa dan
masyarakat. Hasil kerja sekolah atas pencapaian target harus dapat
dievaluasi dengan jelas oleh orang tua dan masyarakat. Sekolah harus
meletakkan orang tua dan masyarakat sebagai konsumen. Kepuasan
konsumen harus ditempatkan pada prioritas paling tinggi. Untuk itu,
sekolah di bawah pimpinan kepala sekolah harus dapat bekerja secara
mandiri. Sekolah harus dijiwai watak ekonomi, kerja efektifdan efisien.
119
Dalam kaitan inilah, school site based management merupakan suatu
tuntutan dasar dalam. Upaya peningkatan kualitas sekolah. Dengan sistem
manajemen ini otoritas sekolah semakin besar, termasuk tanggung jawab
memajukan sekolah. Semakin besar otoritas dan tanggung jawab ini pada
gilirannya akan meningkatkan kesadaran pada diri guru untuk
memberikan yang terbaik bagi siswanya.
Usaha yang tiada pernah mengenal akhir bagi suatu negara adalah usaha
untuk meningkatkan kemakmuran bangsanya. Hal itu dikarenakan
padahakekatnya apa yang dinamakan kemakmuran tidak ada batasnya.
Negara yang sudah sedemikian maju pun, seperti Jepang, Jerman dan
120
Amerika Serikat, misalnya, masih juga berjuang keras untuk mencapai
tingkat kemakmuran yang lebih tinggi. Khususnya negara-negara sedang
berkembang, nampaknya harus berusaha lebih keras dalam upaya
meningkatkan kemakmuran masrarakatnya. Suatu keuntungan bagi
negara- negara sedang berkembang termasuk Indonesia, adalah bisa
mengambil pelajaran dari apa yang dialami oleh negara-negara yang sudah
terdahulu mengalami kemajuan. Dalam kaitan ini, dalam upaya
meningkatkan kemakmuran bangsanya, kiranya negara-negara sedang
berkembang patut menyimak
peringatan Task Force on Teaching as a Profession on the
Carnegie Forum on Education and the Economy bahwa “Dalam usaha
kemajuan, suatu bangsa harus.sepenuhnya menyadari dua kebenaran yang
fundamental ; yakni, a), keberhasilan usaha mencapai kemajuan
tergantung pada keberhasitan menciptakan kualitas pendidikan yang lebih
baik daripada sebelumnya, dan b). kunci keberhasilan peningkatan kualitas
pendidikan tergantung pada keberhasilan mempersiapkan dan
menciptakan guru-guru yang profesional yang memiliki kekuatan dan
tanggung jawab yang baru untuk merencanakan sekolah masa depan.
1. Perubahan yang terus berubah
Proses pendidikan tidak berlangsung dalam suasana yang steril dan vakum,
melainkan proses pendidikan akan senantiasa berinteraksi dengan
lingkungan, baik sosial, politik, budaya, ekonomi, dan agama. Oleh
karenanya, dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas
guru para pemegang kebijakan di bidang pendidikan harus senantiasa
mengkaji dan memahami perkembangan masyarakat. mengkaji dan
memahami masyarakat lingkungan di mana pendidikan senantiasa
bereaksi merupakan sesuatu yang tidak ringan, untuk tidak mengatakan
hal itu sebagai sesuatu yang berat. Tetapi persoalannya akan semakin pelik,
karena apa yang dinamakan dengan lingkungan masyarakat senantiasa
berubah dengan cepat. Sir Charles R Snow, Filosof dan sastrawan
121
berkebangsaan Inggris, dalam suatu karya
klasiknya The Two Cultures memberikan gambaran kecepatan perubahan
yang terjadi di masa depan dengan menyatakan “bahwa selama sejarah
umat manusia sampai abad ini tingkat perubahan sosial sangat lambatnya
sehingga perubahan dapat berlangsung tanpa kita ketahui. Tetapi
lambatnya perubahan sosial tidak akan terjadi lagi. Perubahan sosial di
masa datang/depan akan berlangsung sangat cepat. Begitu cepatnya
perubahan sehingga imajinasi kita sekalipun tidak kuasa mengikutinya”.
122
kehidupan. Termasuk kekuasaan orang tua, kekuasaan tokoh-tokoh
agama, dan juga kekuasaan pemimpin politik.
4. Berkembangnya rasa “pesimisme” di kalangan masyarakat terhadap
perkembangan yang ada, misalnya pertumbuhan penduduk yang
cepat, kejahatan yang meningkat, kerusakan lingkungan yang
semakin meluas. Pesimisme yang berlebihan akan bisa menimbulkan
sikap tak acuh ataupun sebaliknya, sikap radikal revolusioner.
5. Empat krisis uang telah disebut di depan akan menimbulkan krisis di
dalam memahami apa yang terjadi di dunia ini. Ellol, sosiolog
Perancis, menggambarkan krisis ini dengan mengemukakan,”Kita
semua hidup di dalam suatu masyarakat yang tidak bisa
dibayangkan. Seseorang tidak lagi bisa memiliki pengetahuan
tentang masa depan melebihi apa yang diketahui tentang masa kini
……. Jalinan hubungan antara fenomena, reaksi satu terhadap yang
lain, mekanisme hubungan antara peristiwa satu dengan yang lain
yang tidak terduga, dampak dari informasi yang tidak dapat
diperhitungkan lagi, faktor-faktor yang saling mengkait yang muncul
begitu terpisah satu dengan yang lain……… dan perasaan terjebak
pada keadaan yang memusingkan sehingga tidak dapat melepaskan
diri. Masyarakat nampaknya tidak bisa melepaskan dari keadaan
yang membingungkan disebabkan apa yang terjadi di dunia ini tidak
bisa dilihat secara menyeluruh komprehensif.
1. Implikasi pada dunia pendidikan
123
menekankan pada anak didik “berfikir secara global dan bertindak bersifat
lokal”, dan b). pembaharuan makna efisiensi, yakni tidak semata-mata
bermakna ekonomis, tetapi meliputi pula keharmonisan dengan
lingkungan, solidaritas dan kebaikan untuk semuanya.
124
1. Masyarakat mengalami perubahan-perubahan yang berlangsung
terus-menerus dalam tempo yang cepat mengakibatkan pengetahuan
dan kemampuan guru “merosot”. Sebaliknya, perubahan-perubahan
yang cepat menuntut guru harus senantiasa meningkatkan
kemampuan dirinya untuk bisa memenuhi tuntutan perubahan.
Sehingga pada hakekatnya para guru di masa depan dituntut untuk
bisa mengembangkan life long Oleh karena itu lembaga pendidikan
guru perlu mengembangkan inservice training yang
berkesinambungan. Dengan inservice training yang
berkesinambungan ini diharapkan guru senantiasa mampu
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sesuai dengan tuntutan
perkembangan masyarakat. Salah satu model yang dapat dilakukan
oleh lembaga pendidikan guru adalah mengembangkan hubungan
dengan alumni dalam suatu struktur organisasi yang memadai yang
bisa berfungsi untuk menyebarkan pengetahuan kepada para anggota
baik lewat modul-modul ataupun majalah-majalah. Kesemuanya
dalam upaya menempatkan para anggota pada posisi yang mampu
menyadap pengetahuan baru.
2. Di masa depan arus informasi berlangsung pada debit yang sangat
deras. Alfin Toffler mengatakan masyarakat akan dihadapkan
pada over choices, pilihan yang berlebih-lebihan. Dalam keadaan
yang sedemikian ini kemampuan yang dibutuhkan oleh warga
masyarakat adalah kemampuan untuk mengambil keputusan yang
tepat. Dengan demikian pendidikan harus mampu menghasilkan
lulusan yang memiliki kemampuan pengambilan keputusan tersebut.
Implikasinya pada lembaga pendidikan guru adalah bahwa beranjak
dari semata-mata menekankan pada mastery learning ke arah pada
pengembangan critical thinking, decision making skills dan
communication Dengan demikian pendidikan lembaga pendidikan
guru akan menekankan pada pengembangan kemampuan untuk
menseleksi informasi, kemampuan untuk memahami dan
memecahkan problema, kemampuan untuk mengembangkan
alternatif, dan kemampuan untuk mengambil keputusan.
Konsekuensi lebih lanjut proses belajar mengajar pada lembaga
125
pendidikan guru harus bergeser
dari subject oriented menjadi problem oriented.
3. Membanjiri informasi di masyarakat menuntut penekanan pada
proses lebih daripada hasil. Dengan demikian penyampaian materi
dalam proses belajar akan lebih bersifat problem oriented daripada
bersifat materi Hal ini menyebabkan guru tidak bisa lagi berperan
sebagai satu-satunya sumber informasi bagi anak didik. Guru akan
lebih banyak dituntut berperan sebagai fasilitator dan motivator
dalam proses belajar mengajar. Implikasinya, lembaga pendidikan
guru harus bisa memberikan model, bagaimana peran dosen sebagai
fasilitator dan motivator. Dengan kata lain, perlu ada perubahan
penampilan para dosen lembaga pendidikan guru dalam
melaksanakan tugas sebagai pengajar.
4. Perubahan-perubahan yang berlangsung dengan cepat,
mengakibatkan struktur pekerjaan dan kualifikasi pekerjaan juga
akan berubah dengan cepat. Akibatnya, pendidikan tidak bisa lagi
mempersiapkan lulusannya untuk memasuki dunia kerja dengan
sebaik-baiknya. Hal ini dikarenakan kecepatan perubahan yang
terjadi menjadikan kurikulum memecahkan masalah yang
sebenarnya tidak ada, dan tidak mampu memecahkan masalah yang
sesungguhnya dihadapi. Dengan demikian kurikulum akan
senantiasa memerlukan revisi yang relatif cepat. Konsekuensinya,
diperlukan guru-guru yang mempunyai daya adaptasi tinggi, untuk
mampu menghadapi perubahan kurikulum. Keadaan ini menuntut
pada pendidikan guru untuk bisa menghasilkan lulusan yang mampu
mengembangkan materi pelajaran yang senantiasa berkembang dan
berubah. Oleh karena itu lembaga pendidikan guru perlu untuk
menyusun kurikulum yang lebih mempunyai daya fleksibilitas dan
adaptasi yang tinggi.
3.4. Mempersiapkan Kurikulum Pendidikan Abad XXI
126
1. Brain researchs
127
Suatu kurikulum pendidikan ditentukan oleh dua faktor dasar, yakni,
faktor internal yang berupa pemahaman atas bagaimana sistem kerja otak,
dan, faktor eksternal yang berupa kualifikasi dan kemampuan yang
dibutuhkan oleh dunia kerja.
Implikasi dari hasil brain research ini adalah bahwa seseorang dalam
belajar bersifat pasif, hanya mampu mempelajari sesuatu informasi secara
bertahap poin demi poin, dalam praktek pendidikan siswa dijadikan objek
yang bersifat pasif dalam menerima transmisi pengetahuan dari
sumbernya, dan pemahaman komprehensif adalah strukturisasi
pengetahuan dan terjadi lewat hapalan dari serpihan-serpihan informasi,
serta proses pemahaman harus dikendalikan dari luar berupa sederetan
aktivitas yang dilakukan oleh pengajar. Pendidikan merupakan proses
penyampaian informasi tersebut dan menariknya kembali lewat tes-tes
yang difokuskan pada komponen intelegensi yang statis dan penguasaan
pengetahuan. Operasionalisasi dari ide ini adalah munculnya beberapa
konsep dalam kurikulum, seperti a) pokok bahasan, b) sub-pokok bahasan,
c) mata pelajaran requirement, d) mata pelajaran pokok, e) mata pelajaran
pendukung, f) pengayaan, g) remedial, dan lain-lainnya.
128
129
3. Ingatan dan penggunaan apa yang diingat tersebut membutuhkan
proses informasi yang mendalam yang ditentukan oleh
kebermaknaan informasi tersebut.
4. Intelegensi tidak hanya memiliki aspek cognitive
(berwajah cognitive atau didominasi oleh aspek cognitive) tetapi
memiliki multi aspek (banyak wajah). Howard Gardner, ahli
psikologi Cognitive dari Harvard University, telah mengembangkan
teori multiple abilities, talents, and Teori lama yang hanya
menekankan pendidikan pada dua kemampuan: verbal-
linguistics dan logical-mathematical, sudah ketinggalan zaman.
Terdapat berbagai kemampuan atau bakat yang dapat memperkaya
dan memajukan kehidupan dalam merespon lingkungan secara
efektif. Berbagai kemampuan tersebut antara lain:
130
Brain research memastikan bahwa pengalaman konkret, kompleks dan
beraneka warna sangat esensial bagi proses belajar mengajar. Siswa perlu
memahami secara baik pola-pola yang lebih besar sebab bagian-bagian
senantiasa tertempel pada keutuhan, fakta senantiasa berada pada konteks
yang beraneka warna, dan satu subjek pasti terkait dengan banyak isu dan
subjek lain. Apa yang harus dikuasai oleh siswa adalah pemahaman yang
bermakna. Otak diciptakan sebagai suatu pola detektor yang bekerja secara
dinamis, dan memahami suatu subjek sebagai hasil dari pemahaman
hubungan dari berbagai faktor.
Hal di atas tidak berarti bahwa teori dan sesuatu yang abstrak tidak perlu
dipelajari, melainkan sebaliknya, dalam dunia yang berubah dengan cepat,
semakin banyak teori, konsep, dan pemahaman dimiliki oleh seseorang,
semakin besar kemampuan orang tersebut untuk mentransfer dan
menjual skill yang dimiliki.
1. Pergeseran struktur tenaga kerja
131
Pada abad XX dunia kerja ditandai dengan produksi massal dan
terstandarisasi untuk menurunkan ongkos produksi. Proses produksi
semacam ini bersifat mekanistis yang memerlukan tenaga kerja khusus
namun kontrol tenaga kerja terbatas, sistem quality control jelas, dan
proses produksi harus dijauhkan dari kemalasan tenaga kerja.
Namun proses produksi pada abad XXI berubah. Pasar dewasa ini bersifat
fleksibel, harus dapat segera menanggapi perubahan, dan kerjasama .dalam
menyusun ongkos merupakan kunci utama untuk dapat menang dalam
persaingan. Oleh karena itu, organisasi dunia industri memerlukan a)
integrasi dari semua bagian dari proses produksi seperti bagian
perencanaan, mesin, pemasaran, proses produksi, dll., b) herarkis struktur
organisasi yang mendatar, c) desentralisasi tanggung jawab, dan, d) lebih
banyak melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan di segala
jenjang. Sistem ini akan lebih responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan
perubahan, fleksibel, dan lebih memungkinkan untuk melaksanakan
pembaharuan yang berlangsung secara terus menerus. Narnun, sistem ini
memerlukan tenga kerja yang memiliki skiil yang berbeda-beda
dan skiil yang lebih tinggi serta lebih terdidik. Persoalan yang muncul
adalah: 1) Berapa besar konsekuensi dari perubahan tersebut? 2) Seberapa
besar cakupan perubahan pada berbagai perusahaan pada dunia industri.
3) Sebarapa jauh perubahan tersebut akan terjadi secara permanen?
Pada masa awal perubahan, tetap saja lebih banyak pekerjaan yang
memerlukan tenaga kerja dengan skill yang rendah, seperti dalam usaha
rumah makan, warung kebutuhan sehari-hari dan kerja administrasi
kantor, dan tipe pekerjaan tersebut akan merupakan pilihan utama bagi
pencari
132
Namun, dibalik itu kita harus mencatat temuan hasil suatu penelitian.
Dalam research cognitive, antropologi dan otak, sebagaimana dilaporkan
oleh Raizen (1989) dalam
Reforming education at work: A Cognitive science perspective, menunjukk
an bahwa seseorang belajar secara berbeda lewat pengalaman dalam
kehidupan dibandingkan pengalaman dari sekolah formal. Namun, meski
hasil-hasil penelitian tersebut meyakinkan, apa yang terdapat dalam proses
pendidikan formal tetap saja tidak pernah memperhitungkan atau
mengabaikan pengalaman yang terjadi di luar sekolah. Hasilnya terdapat
kesenjangan antara pengalaman di sekolah dan apa yang ada di
masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1. Implikasi pendidikan jangka panjang
133
134
Lebih khusus, hasil-hasil penelitian sistem kerja otak dan pergeseran
struktur tenaga kerja dalam jangka panjang memiliki implikasi terhadap
proses belajar mengajar, sebagai berikut :
PERBEDAAN PROSES PEMBELAJARAN
MODEL LAMA DAN MODEL BARU
Pemahaman Sistem
Pemahaman Sistem Kerja
No Aspek Kerja Otak dan
Otak dan Struktur Kerja Baru
Struktur Kerja Lama
Guru Individual
Team
Teaching
Prosedur Relatif rigid Relatif fleksibel
Pemahaman konsep,
Sasaran Pemahaman konsep
hubungan dan keterkaitan
Potongan demi
Kerangka untuk ditempel
Pola belajar potongan menjadi
gambar
gambar
135
1. Implikasi dalam pendidikan jangka pendek
Berbagi kebijakan dan inovasi pendidikan dewasa ini, sadar atau tidak,
lebih banyak ditujukan sebagai konsumsi para siswa yang memiliki IQ
relatif tinggi. Sebut saja sebagai contoh pembaharuan kurikulum dan
diperkenalkannya matematika modern lebih menguntungkan mereka para
siswa yang memiliki otak relatif encer. Ditambah lagi dengan sistem
pengajaran yang bersifat klasikal tanpa membedakan perbedaan individu
menyebabkan anak yang berotak encer akan semakin pandai, sebaliknya
anak yang berotak relatif bebal akan tetap ketinggalan. Sedangkan, fakta
menunjukkan siswa yang memiliki otak relatif encer paling tinggi hanya
sekitar 10%. Dengan kata lain, kebijakan dan pembaharuan pendidikan
yang dilaksanakan hanya menguntungkan bagi 10% siswa terpandai.
Apakah emosi itu? Emosi menurut Goleman, adalah “suatu perasaan dan
pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama
dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya.” EQ, merupakan
kemampuan untuk mengendalikan, mengorganisir dan mempergunakan
emosi ke arah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal. Dengan emosi
yang dikendalikan akan merupakan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi
dengan baik.
136
137
Upaya sekolah mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi
didasarkan pada tiga hal:
Pertama, sekolah harus mampu menciptakan rasa aman bagi para siswa:
138
1. Sekolah dan Guru harus mulai memperbanyak tugas-tugas yang
harus dikerjakan secara kelompok, dengan tujuan meningkatkan
kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok.
2. Sekolah dan guru harus senantiasa mengembangkan kaitan antara
apa yang dipelajari di sekolah dan kehidupan riil di masyarakat.
3. Siswa dibiasakan dan dilatih untuk mencermati apa yang terjadi di
lingkungannya, serta menyusun laporan sebagai hasil pengamatan
tersebut.
4. Semenjak dini siswa sudah dibiasakan dengan tugas-tugas yang
memiliki dampak positif bagi masyarakatnya. Misal, kerja bakti,
siswa mengajar anak yang lebih muda.
3.5. Kebersamaan dalam Belajar untuk Menghilangkan Ketimpa
ngan
1. Ketimpangan dalam pendidikan
139
gaji yang relatif rendah. Bagi negara sedang berkembang, seperti di
Indonesia, kesenjangan sosial bisa merupakan ancaman keamanan
nasional sebab ketimpangan sosial ini akan berakumulasi dan bersinergi
dengan berbagai persoalan masyarakat yang kompleks. Ujung-ujungnya,
persoalan ketimpangan sosial ekonomi tersebut akan mengganggu proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, kesenjangan sosial tidak hanya
perlu dijadikan topik pembahasan di berbagai seminar tetapi perlu untuk
dicari pemecahannya secara jernih.
Tidak jarang sekolah yang jelek yang berada di kota-kota, lebih khusus lagi
di kota-kota besar cenderung akrab dengan kemiskinan dan
keterbelakangan. Di samping itu lingkungan sekolah yang tidak berkualitas
cenderung memunculkan kekerasan. Anak-anak dari keluarga miskin yang
berada di sekolah-sekolah yang “tidak bermutu” sadar bahwa mereka tidak
akan mampu bersaing dengan anak-anak dari sekolah yang “bermutu” yang
140
kebanyakan datang dari keluarga mampu. Mereka, sejak dini sudah
dipaksa memendam dendam yang tidak pernah terekspresikan. Oleh
karena itu, tidak mengherankan anak-anak yang lahir dari kelompok
miskin cenderung menjadi penganggur, lingkungan fisik dan psikis
tergencet serta dibayangi dengan tindak kejahatan. Hal ini acapkali
menjadikan anak memiliki emosi yang tidak stabil, mudah marah, agresif
dan frustasi, dan gampang terkena provokasi.
1. Dimensi ketimpangan
141
Pertama ujud ketimpangan, yang dapat terjadi dalam ujud input, yakni
kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas, atau
ketimpangan dalam ujud output atau hasil pendidikan. Kedua, ukuran
ketimpangan, yang dapat diukur pada level individu atau ketimpangan
pada level kelompok, seperti kelompok siswa kaya dan miskin, kelompok
siswa berasal dari desa dan dari kota, kelompok siswa laki-laki dan siswa pe
rempuan. Apa yang dikernukakan oleh kedua peneliti pendidikan tersebut
amat penting untuk merencanakan intervensi lewat kebijakan pendidikan
guna mengatasi problem ketimpangan pendidikan.
142
Sedangkan Frederick Jenck dalam laporan
penelitian Inequity in Education membuktikan
ketimpangan output pendidikan dengan menggunakan pada level
individual. Namun, kajian ketimpangan pendidikan yang didasarkan
pada output pendidikan dikritik keras oleh John Keevess, lewat
artikelnya Equitable Opportunities in Australian education, sebab
pendekatan output menjadikan ketimpangan pendidikan sebagai sesuatu
yang tidak mungkin dipecahkan dan upaya mengatasi ketimpangan lebih
tepat disebut sebagai suatu ilusi.
143
ujud input dalam ukuran kelompok, c) ketimpangan dalam
ujud output dalam ukuran individual, dan, d) ketimpangan dalam
ujud output dalam ukuran kelompok. Pemecahan permasalahan
ketimpangan masing-masing kelompok memerlukan kebijakan intervensi
yang berbeda.
1. Cooperative learning
144
adalah Cooperative Learning. Kebersamaan dan kerjasama dalam
pembelajaran merupakan kerjasama di antara para siswa untuk mencapai
tujuan belajar bersama. Di samping tujuan bersama yang akan dicapai,
kebersamaan dan kerjasama dalam pembelajaran ini juga diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan kerjasama di antara para siswa. Dengan
pendekatan ini, guru tidak selalu memberikan tugas-tugas secara
individual, melainkan secara kelompok. Bahkan penentuan hasil evaluasi
akhirpun menggunakan prinsip kelompok. Artinya, hasil individu siswa
tidak hanya didasarkan kemampuan masing-masing, tetapi juga dilihat
berdasarkan hasil prestasi kelompok. Dengan demikian, siswa yang pandai
akan menjadi tutor membantu siswa yang kurang pandai demi prestasi
kelompok sebagai satu kesatuan. Setiap siswa tidak hanya bertanggung
jawab atas kemajuan dan keberhasilan dirinya, tetapi juga bertanggung
jawab atas keberhasilan dan kemajuan kelompoknya.
145
sudah berperan dalam mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya
dalam ujud output pada level individual. Di samping itu, berkembangnya
kesetiakawanan dan solidaritas sosial di kalangan siswa pada gilirannya
akan dapat mengurangi ketimpangan dalam ujud input pada level
individual. Demikian pula dapat diharapkan kelak akan muncul generasi
baru yang di samping memiliki prestasi akademik yang cemerlang, juga
memiliki kesetiakawanan dan solidaritas sosial yang kuat.
3.6. Kultur Sekolah dan Prestasi Siswa
Dengan dana yang tidak sedikit telah banyak dilaksanakan berbagai upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan, seperti penyelenggaraan penataran
guru, penyediaan buku teks siswa, dan pengadaan alat-alat laboratorium.
Namun demikian, kualitas sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah
menengah tidak mengalami kenaikan yang berarti. Hal ini, sudah barang
tentu, menimbulkan tanda tanya besar: Dimana letak permasalahannya?
1. Kultur sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat
berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,
kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta kultur sekolah. Program aksi
untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional senantiasa
menekankan pada aspek pertama, yakni meningkatkan mutu proses belajar
mengajar, sedikit menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen
sekolah, dan sama sekali tidak pernah menyentuh aspek kultur sekolah.
Sudah barang tentu pilihan tersebut tidak terlalu salah, karena aspek itulah
yang paling dekat dengan prestasi siswa. Namun, sejauh ini bukti-bukti
telah menunjukkan, sebagaimana dikemukakan oleh Hanushek di atas,
bahwa sasaran peningkatan kualitas pada aspek PBM saja tidak cukup.
Dengan kata lain perlu dikaji untuk melakukan pendekatan in-
konvensional yakni, meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan
kultur sekolah.
147
kultur secara alami akan diwariskan oleh satu generasi kepada generasi
berikutnya. Sekolah merupakan lembaga utama yang yang didesain untuk
memperlancar proses transmisi kultural antar generasi tersebut.
148
sekolah, guru, staf administrasi maupun siswa, sebagai dasar mereka dalam
memahami dan memecahkan berbagai persoalan yang muncul di sekolah.
1. Faktor pembentuk kultur sekolah
Nilai, moral, sikap dan perilaku siswa tumbuh berkembang selama waktu
di sekolah, dan perkembangan mereka tidak dapat dihindarkan yang
149
dipengaruhi oleh struktur dan kultur sekolah, serta oleh interaksi mereka
dengan aspek-aspek dan komponen yang ada di sekolah, seperti kepala
sekolah, guru, materi pelajaran dan antar siswa sendiri. Aturan sekolah
yang ketat berlebihan dan ritual sekolah yang membosankan tidak jarang
menimbulkan konflik baik antar siswa maupun antara sekolah dan siswa.
Sebab aturan dan ritual sekolah tersebut tidak selamanya dapat diterima
oleh siswa. Aturan dan ritual yang oleh siswa diyakini tidak mendatangkan
kebaikan bagi mereka, tetapi tetap dipaksakan akan menjadikan sekolah
tidak memberikan tempat bagi siswa untuk menjadi dirinya.
150
1. Peran kepala sekolah
Kepala sekolah harus memahami kultur sekolah yang ada sekarang ini, dan
menyadari bahwa hal itu tidak lepas dari struktur dan pola
kepemimpinannya. Perubahan kultur yang lebih “sehat” harus dimulai dari
kepemimpinan kepala sekolah. Kepala sekolah harus mengembangkan
kepemimpinan berdasarkan dialog, saling perhatian dan pengertian satu
dengan yang lain. Biarlah guru, staf administrasi bahkan siswa
menyampaikan pandangannya tentang kultur sekolah yang ada dewasa ini,
mana segi positif dan mana negatif, khususnya berkaitan dengan
kepemimpinan kepala sekoloh, struktur organisasi, nilai-nilai dan norma-
norma, kepuasan terhadap kelas, dan produktivitas sekolah. Pandangan ini
sangat penting artinya bagi upaya untuk merubah kultur sekolah.
Kultur sekolah ini berkaitan erat dengan visi yang dimiliki oleh kepala
sekolah tentang masa depan sekolah. Kepala sekolah yang memiliki visi
untuk menghadapi tantangan sekolah di masa depan akan lebih sukses
dalam membangun kultur sekolah. Untuk membangun visi sekolah ini,
perlu kolaborasi antara kepala sekolah, guru, orang tua, staf administrasi
dan tenaga profesional. Kultur sekolah akan baik apabila: a) kepala dapat
berperan sebagai model, b) mampu membangun tim kerjasama, c) belajar
dari guru, staf, dan siswa, dan, d) harus memahami kebiasaan yang baik
untuk terus dikembangkan. Kepala sekolah dan guru harus mampu
memahami lingkungan sekolah yang spesifik tersebut. Karena, akan
memberikan perspektif dan kerangka dasar untuk melihat, memahami dan
memecahkan berbagai problem yang terjadi di sekolah. Dengan dapat
memahami permasalahan yang kompleks sebagai suatu kesatuan secara
mendalam, kepala sekolah dan guru akan memiliki nilai-nilai dan sikap
yang amat diperlukan dalam menjaga dan memberikan lingkungan yang
kondusif bagi berlangsungnya proses pendidikan.
151
3.7. Hasil Pendidikan yang Utuh
1. Basic skills
152
sebagaimana yang dimuat dalam
bukunya ‘Teaching The New Basic Skills’ (1996), antara lain membuktikan
bahwa meskipun di Amerika Serikat kemampuan rata-rata matematik telah
meningkat dari skor 219 pada tahun 1982 menjadi 230 pada tahun 1992
untuk anak usia 9 tahun dan dari skor 289 pada tahun 1982 menjadi 307
pada tahun 1992 untuk anak usia 17 tahun, tetap saja terjadi fenomena
degradasi ijazah sebagaimana dikemukakan di atas. Akibat degradasi ijazah
ini mengakibatkan penurunan gaji yang diperoleh lulusan SMA pada masa
kini dibandingkan dengan lulusan SMA pada masa lampau. Kalau pada
tahun 1979 lulusan SMA dengan memiliki pengalaman kerja sekitar 10
tahun memperoleh gaji 27.500 dollar, maka pada tahun 1993 lulusan SMA
dengan pengalaman kerja 10 tahun hanya memperoleh gaji 20.000 dollar.
Inti dari studi ini menekankan betapapun prestasi siswa ditingkatkan tetap
saja akan muncul problem, sebab persoalan utama adalah dunia ekonomi
mengalami kemajuan yang pesat, sedangkan di fihak lain dunia pendidikan
bergerak maju sangat lambat.
Sejalan dengan itu, bagi kedua ekonom tersebut, kebijakan yang diperlukan
adalah bagaimana mempercepat kemajuan dunia pendidikan dalam arti
yang utuh dan hakiki, lewat reformasi pendidikan yang mendasar sehingga
memungkinkaan pendidikan berkembang dengan cepat, tidak sekedar
meningkatkan kemampuan daya serap materi pelajaran sebagaimana
ditunjukkan dengan skor hasil tes.
153
2. The soft skills, yang meliputi kemampuan bekerja sama dalam
kelompok dan kemampuan untuk menyampaikan ide dengan jelas
baik dengan lisan maupun tulis.
3. Kemampuan memahami bahasa komputer yang sederhana, seperti
seperti word processor.
1. Pendidikan holistik
154
matematika, fisika, ekonomi, bertugas untuk mengembangkan intelektual
siswa, sulit untuk terus dipertahankan.
1. Aspek mikro dalam pendidikan
Dalam kaitan pengembangan diri pribadi yang holistik ini sudah barang
tentu proses belajar mengajar yang didominasi oleh ceramah dengan guru
sebagai sumber tunggal dan siswa sebagai pendengar yang baik
mendapatkan kritikan yang keras. Sebagai alternatif muncullah berbagai
ide seperti Teori Pendidikan Pembebasan oleh Fraire,
teori Constructivist oleh Brooks dan Brooks, Cultural Perspective oleh
Rhoads dan Black, Collaborative Learning oleh Bruffee. Teori-teori
pembelajaran baru ini dimaksudkan untuk mengubah proses belajar
mengajar yang bersifat monolitik dan steril dari peristiwa-peristiwa yang
berlangsung di luar sekolah, sebagaimana yang dipraktekan di dunia
sekolah dewasa ini, dengan melibatkan sosial dan emosi dalam proses
pembelajaran. Dengan mengubah otoritas pembelajaran dari tangan guru
155
dan lebih menekankan unsur pengalaman pribadi siswa dalam proses
pembelajaran, disertai dengan mengkaitkan apa yang dipelajari di sekolah
dengan apa yang terjadi di masyarakat sekitarnya, diharapkan pendidikan
akan lebih dapat mengembangkan diri siswa secara utuh.
156
mana siswa perlu mempraktekkannya. Pendidikan bukannya proses di
mana siswa hanya menjadi penonton dan pendengar yang pasif.
3.8. Reformasi Pendidikan: dari Fondasi ke Aksi
Krisis yang dialami bangsa Indonesia baik ekonomi, politik dan keamanan
belum juga dapat di atasi. Berbagai krisis tersebut di atas berdampak
negatif terhadap dunia pendidikan dengan memunculkan keseimbangan
baru pendidikan. Pada keseimbangan baru ini, pelayanan pendidikan tidak
dapat dilaksanakan dengan menggunakan cara seperti
biasa (bussines as ussual). Orientasi pelayanan pendidikan dengan
157
menggunakan cara berfikir lama tidak dapat diterapkan dengan begitu saja,
dan bahkan mungkin tidak dapat digunakan untuk mengatasi
permasalahan pendidikan pada keseimbangan baru ini. Cara-cara berpikir
baru dan terobosan-terobosan baru harus diperkenalkan dan diciptakan
untuk mengatasi permasalahan pendidikan pada saat ini dan di masa
mendatang. Dengan kata lain, reformasi pendidikan merupakan suatu
imperative action.
158
kondisi yang diperlukan dan program aksi yang harus diciptakan
merupakan titik sentral yang perlu diperhatikan dalam setiap reformasi
pendidikan. Dengan kata lain, reformasi pendidikan harus mendasarkan
pada realitas sekolah yang ada, bukan mendasarkan pada etalase atau
jargon-jargon pendidikan semata. Reformasi hendaknya didasarkan fakta
dan hasil penelitian yang memadai dan valid, sehingga dapat
dikembangkan program reformasi yang utuh, jelas dan realistis.
Apa syarat utama yang harus dipenuhi untuk dapat mencapai tujuan
reformasi yang memadai? Terdapat tuntutan yang merupakan keharusan
untuk dipenuhi agar reformasi dapat berjalan mencapai tujuan. Meskipun
demikian, tidak ada senjata pamungkas yang dapat memastikan
keberhasilan reformasi. Pendekatan sistemik mengisyaratkan agar dalam
reformasi tidak ada faktor yang tertinggal. Reformasi harus menekankan
pada faktor kunci yang akan mempengaruhi faktor-faktor lain secara
simultan, sehingga reformasi akan melibatkan seluruh faktor ‘yang penting,
dan menempatkan semua faktor tersebut dalam suatu sistem yang bersifat
organik.
1. Dimensi fondasional kultural
160
pergeseran sasaran reformasi pendidikan, c) perkembangan pendidikan,
dan, d) sektor pendidikan yang kurang dijamah.
1. Dimensi politik-kebijakan
Dimensi politik ini tidak sekedar adanya hak-hak politik warga sekolah,
khususnya guru dan kepala sekolah, tetapi memiliki pengertian yang lebih
luas. Yakni, penekanan pada adanya kebebasan atau otonomi sekolah,
khususnya dalam kaitan dengan masyarakat sekitarnya. Dengan otonomi
yang dimiliki sekolah, keberadaan sekolah akan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari masyarakat sekitararnya. Sekolah tidak terlalu
menggantungkan pada birokrasi di atas, tetapi sebaliknya sekolah lebih
bertumpu pada kekuatan masyarakat sekitar. Untuk itu, keberadaan
Pemimpin Lokal di samping kepemimpinan Kepala Sekolah merupakan
kunci dari keberhasilan sekolah.
Sekolah yang baik senantiasa memiliki visi dan misi. Visi dan misi sekolah
harus difahami oleh semua guru dan merupakan landasan kerja bersama
yang diharapkan dapat memberikan kekuatan dalam melaksankan misi di
atas Dengan demikian di sekolah akan dapat dibangun suatu iklim
kerjasama di antara warga sekolah, khususnya di kalangan guru. Kerjasama
di antara guru ini akan memperkuat proses pemberdayaan guru.
1. Dimensi teknis operasional
1. Dimensi kontekstual
163
kepedulian masyarakat terhadap pendidikan, b) perkembangan media
massa, dan c) sistem politik pemerintahan.
Untuk itu, orang tua siswa khususnya dan tokoh-tokoh masyarakat pada
umumnya, perlu diajak memahami visi dan misi sekolah, dan mengambil
peran dalam melaksanakan misi sekolah sesuai dengan keyakinan dan
kemampuan mereka sendiri.
MATRIKS REFORMASI PENDIDIKAN
Kondisi Masa
Esensi Reformasi Faktor Penghambat P
Kini
164
M
fo
u
m
k
menjadi “a Learning p
Teacher”. Mengembangkan s
Kurikulum sarat materi. p
kurikulum yang Penguasaan kurikulum oleh
menekankan pada konsep m
guru belum sebagaimana di G
pokok dan keterkaitan di harapkan.
peserta didik antara konsep tersebut yang b
belajar keras. terintegrasi ke dalam satuan ti
Daya serap yang bersifat utuh dan Siswa terbiasa belajar d
siswa atas fleksibel. Mengembangkan dengan mendengar, p
kurikulum norma baru tentang peran menghafal, dan il
sangat rendah dan perilaku baru siswa mengerjakan ujian dengan p
dalam pembelajaran, pilihan ganda.
mengembangkan dan M
membiasakan sistem Resistensi di kalangan guru g
kolaborasi dalam proses untuk melaksanakan k
pembelajaran. feformasi. p
s
d
m
m
d
m
k
m
Menciptakan sistem
persekolahan dimana
masing-masing sekolah
memiliki otonomi yang luas M
dalam mencapai tujuan k
Manajemen pendidikan nasional. y
sentralistis K
birokratis. Mengembangkan Tidak adanya konsesus d
kepemimpinan Kepala yang jelas dan terbuka m
Sekolah dengan sifat-sifat berkenaan dengan arah dan p
Kepala Sekolah
inovatif. tujuan reformasi s
terbiasa
Aspek pendidikan di kalangan luas m
bergantung
Politis masyarakat. S
keatas. Mendorong Kepala Sekolah m
untuk senentiasa berupaya d
Inovasi pada memberdayakan guru. Pola s
dimensi kepemimpinanpaternalistik. m
sekolah amat Menjadikan Fungsi pokok s
rendah. Departemen Pendidikan, d
Kanwil dan Kandep lebih s
menekankan sebagai ta
pendukung dan pelayanan
kebutuhan sekolah untuk
mencapai program nasional.
165
s
d
inisiatif rendah. u
in
Kepemimpinan
kepala sekolah M
gaya komando. s
Kultur sekolah p
tidak kondusif baru tentang peran dan k
untuk mencapai perilaku. d
prestasi menekankan NEM, dan ti
Kultur (sasaran Mengembangkan dan mengabaikan aspek yang b
persaingan, membiasakan sistem lain. in
kurang kolaborasi dalam proses ju
kerjasama, pembelajaran. b
tidak terbuka, y
guru terlalu
aktif, siswa M
kurang disiplin s
dan belajar k
keras. s
k
s
1. Sekolah mandiri
166
mengajar, apapun yang dilaksanakan di sekolah tidak akan banyak
artinya. Perubahan tidak akan banyak artinya tanpa melibatkan
aparat sekolah secara keseluruhan.
1. Ciri sekolah mandiri
167
dan akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu sekolah.
Dengan singkat dikatakan, bahwa implementasi Sekolah Mandiri
memerlukan suatu bentuk kesadaran baru dalam menjalankan roda
organisasi sekolah. Kepala sekolah beserta guru harus memiliki otonomi
dan otoritas yang memadai, dan instruksi serta petunjuk dari kantor
pendidikan harus dikurangi. Sejalan dengan itu, berbagai sumber daya
perlu disebarluaskan sampai pada dimensi sekolah. Seperti, informasi
prestasi siswa dan kepuasan orang tua siswa dan masyarakat, serta
sumber-sumber yang tersedia perlu disampaikan pada dimensi sekolah
sehingga sekolah memiliki pertimbangan yang jelas dalam menentukan
kegiatan.
Visi dan misi
Sekolah harus megembangkan visi dan misi sendiri. Visi suatu sekolah
merupakan suatu pandangan atau keyakinan bersama seluruh komponen
sekolah akan keadaan masa depan yang diinginkan. Keberadaan visi ini
akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh warga sekolah untuk
bekerja lebih giat. Visi sekolah harus dinyatakan dalam kalimat yang jelas,
positif, realistis, menantang, mengundang partisipasi, dan menunjukkan
gambaran masa depan.
Misi erat berkaitan dengan visi. Kalau visi merupakan pernyataan tentang
gambaran global masa depan, maka misi merupakan pernyataan formal
tentang tujuan utama yang akan direalisir. Jadi kalau visi merupakan ide,
cita-cita dan gambaran di masa depan yang tidak terlalu jauh, maka misi
merupakan upaya untuk konkritisasi visi dalam ujud tujuan dasar yang
akan diujudkan.
168
Visi dan misi sekolah merupakan penjabaran atau spesifikasi visi dan misi
pendidikan nasional yang disesuaikan dengan latar belakang dan kondisi
lokal. Adalah sangat mungkin latar belakang dan kondisi lokal dari
sekelompok sekolah memiliki kemiripan, dan untuk ini dimungkinkan
untuk mengembangkan visi dan misi dari beberapa sekolah yang berada
dalam suatu cluster sekolah.
Visi dan misi sekolah ini akan terus membayangi segenap warga sekolah:
Kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, siswa dan orang tua siswa,
dengan pertanyaan-pertanyaan: Mengapa kita di sini? Apa yang harus kita
perbuat atau kerjakan? Bagaimana kita melaksanakan? Bagi kepala sekolah
harus selalu ditantang dengan pertanyaan: Mengapa dan untuk opa saya
jadi kepala sekolah? Apa yang harus saya kerjakan sebagai kepala sekolah?
Bagaimana saya melakukan pekerjaan tersebut? Pertanyaan akan muncul
bagi guru: Mengapa dan untuk apa saya menjadi guru? Apa yang harus
saya kerjakan sebagai guru? Bagaimana saya melaksanakan pekerjaan
tersebut? Pertayaan-pertanyaan tersebut akan mendorong seluruh warga
sekolah, sesuai dengan kapasitas dan fungsi masing-masing bekerja keras
berdasarkan misi guna mendekati visi sekolah.
Sekolah sebagai sistem organik
169
suatu sistem yang mampu mengkoordinasi dan mensinergikan dari seluruh
interaksi yang ada di sekolah.
170
proses belajar mengajar, b) interaksi guru informal, c) interaksi guru
formal dalam rapat, d) interaksi siswa dalam kelas, e) interaksi siswa di
luar kelas, dan sebagainya. Masing-masing interaksi tersebut masih dapat
diperinci. Interaksi belajar mengajar terdiri dari: a) interaksi guru dalam
menjelaskan materi, b) interaksi guru dalam mengajukan pertanyaan
terhadap siswa, c) interaksi guru dalam menanggapi jawaban siswa, dan
sebagainya.
Dalam sekolah mandiri yang memiliki sifat sistem organik, kepala sekolah
di samping menaruh perhatian terhadap warga sekolah sebagai individu
atau kelompok, ia juga harus memahami dan menaruh perhatian terhadap
171
proses interaksi ini. Energi yang dihasilkan oleh interaksi tersebut harus
dicermati dan merupakan sesuatu yang akan diorganisir. Kepala sekolah
berperan untuk memfokuskan, mendorong, mengembangkan dan
mengorganisir serta mengelola energi tersebut
untuk di arahkan guna kemajuan sekolah. Untuk itu sekolah dan seluruh
warganya harus bersifat adaptif.
Dekonsentrasi dan desentralisasi
172
memiliki fungsi mewakili Departemen dalam pengambilan keputusan
untuk daerahnya masing-masing.
173
174