Disusun oleh
ARS UNIVERSITY
BANDUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Abstract
rumah sakit untuk merawat pasien dengan keadaan yang membutuhkan pengawasan
ketat. Untuk membantu memulihkan kondisi pasien, ruang ICU dilengkapi dengan
peralatan medis khusus. Selama berada di dalam ruang ICU, pasien akan dipantau
selama 24 jam oleh dokter spesialis, dokter jaga, dan perawat yang sudah kompeten.
Untuk memantau kondisi pasien secara lebih detail, pasien akan terhubung dengan
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, mengalami
alat medis yang memadai (Setianingsih, 2014). Karakteristik pasien yang dirawat di
ICU yaitu pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan
segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis; pasien yang
memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care; dan pasien yang
BAB II
TINJAUAN TEORI
1 PASIEN Pasien yang termasuk dalam prioritas ini adalah pasien sakit
PRIORITAS kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi,
senantiasa berubah.
3 PASIEN Pasien yang termasuk kriteria ini adalah pasien sakit kritis, yang
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU berdasarkan pertimbangan medis oleh kepalaICU
a. Pemyakit atau keadaan pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga
atau memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itupasien tidak
penyakitstadium akhir (missal ARDS stadium akhir). Sebelum dikeluarkan dari ICU
a. Pasien atau kelaurga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU (keluar paksa).
b. Pasien hanya memerlukan observasi secara intensif saja, sedangkan ada pasienlain
yang lebih gawat yang memerlukan terapi dan observasi yang lebih intensif.
- Disfungsi Nafas – Ggg ventilasi + compliance + resisten jalan nafas kerja otot
• Kekuatan otot
• Mobilitas sendi
– Proper positioning
Tatalaksana pasien masuk ICU: Sesuai dengan indikasi medis, pasien yang akan
1. Pasien dari kamar bedah Sudah dibicarakan sebelumnya dengan ahli bedah
2. Pasien dari ruang rawat RS Dengan sistem konsultasi oleh dokter spesialis
yang menangani pasien tersebut atau oleh dokter jaga ruangan atas nama
3. Pasien dari instalasi gawat darurat Pasien dapat langsung masuk dibawa oleh
diperiksa atau dinilai oleh unit gawat darurat (UGD), bila segera
membutuhkan tindakan dan perawatan ICU langsung dikonsulkan ke ICU.
Dokter ICU akan segera melihat untuk penanganan segera sambil menunggu
konsultasi dari IGD ke SMF yang terkait, atau oleh IGD dikonsulkan ke
anestesi.
4. Pasien rujukan rumah sakit lain Dari dokter spesialis melalui IGD, konsultasi
peningkatan risiko infeksi nosokomial, efek samping obat, dan kejadian ulkus
dekubitus (Rooij et al, 2005). Rata-rata pasien medikal dirawat di ICU dalam jangka
waktu 4 hari dan penggunaan ventilator 2,5 hari (Farid et al, 2011). Ratarata pasien
surgikal dirawat di ICU dalam jangka waktu 4 hari dan penggunaan ventilator 2,5
hari (Putra , 2011). Dalam penelitian Vera, lama rawat 0-1 hari atau >7 hari
mempengaruhi hasil rawat pasien. Lama rawat responden lebih dari 7 hari
kemungkinan disebabkan sifat penyakit yang kronis, muncul komplikasi, dan faktor
biaya. Faktor biaya merupakan salah satu faktor nonmedis yang turut berperan dalam
penanganan pasien ICU. Responden yang memiliki lama rawat lebih dari tujuh hari
Tingginya biaya ICU memang salah satu kendala di negara berkembang seperti di
Indonesia (Vera et al, 2011). Sejak tahun 1980, penelitian di Amerika Serikat
menyatakan bahwa rata-rata lama perawatan di ICU/CCU adalah 4,2 hari. Lama
perawatan di ICU di Amerika Serikat dilaporkan 0,5 hari lebih panjang daripada
sampling, pada pasien kategori surgikal, 27% pasien dirawat selama 2 hari, 15%
pasien dirawat lebih dari 10 hari. Pada penelitian Chassin, untuk kategori pasien
medical ICU, 10% pasien dirawat lebih dari 10 hari. Apabila ada pasien yang dirawat
lebih dari 1 bulan, itu indikasi ketidakwajaran perawatan di ICU (Berenson, 1984).
Intensive care unit memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan
ruangan lainnya. Rata-rata tingkat mortalitas pada ruangan ICU di Amerika adalah 8-
19% atau 500.000 kematian per tahun. Berdasarkan penelitian Siddiqui tahun 2015,
dari jumlah 14.500 pasien yang masuk ke 3 ruangan ICU (MICU,SICU,CCU) per
perempuan adalah 60:40, rata-rata usia pasien meninggal pada MICU dan SICU
adalah 60-69 Universitas Sumatera Utara 19 tahun, sedangkan CCU adalah 70-79
Hubungan antara usia dan tingkat kesembuhan paling tinggi adalah pada usia
1-10 tahun, yaitu 50%, sedangkan menurut jenis kelamin, pasien laki-laki
penyakit yang cenderung lebih buruk atau terdapat komplikasi maupun penyakit
penyerta. Semakin lama masa rawatan, semakin banyak pula biaya yang dikeluarkan.
Pasien yang menghabiskan biaya < 10 juta rupiah, sebanyak 34,1% memiliki hasil
rawatan yang baik, pasien yang menghabiskan sebanyak 10-20 juta rupiah memiliki
22,7% hasil rawatan yang baik, sedangkan pasien dengan biaya rawatan >30 juta
infection merupakan infeksi yang didapatkan oleh pasien saat berada di pelayanan
rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya (Dasgupta, Das, Chawan, dan Hazra,
2015).
Infeksi ini merupakan masalah yang serius pada rumah sakit di seluruh
dunia. Kejadian infeksi ini cukup tinggi pada ruangan ICU dibandingkan dengan
ruangan non-ICU (Naidu et al, 2014). Jenis-jenis infeksi yang sering terjadi adalah
infeksi saluran kemih, infeksi pembedahan dan pada jaringan lunak, gastroenteritis,
meningitis, dan infeksi pernapasan. Agen penyakit yang biasanya menjadi penyebab
BAB III
jangka panjang pada kesehatan mereka. Nutrisi optimal sangat penting selama fase
pemulihan subakut dan jangka panjang. Pertimbangan gizi dan prioritas pada pasien
disfagia, penurunan berat badan, kelemahan atau sarkopenia setelah sakit kritis.
Terapi nutrisi sangat penting selama rehabilitasi pasien untuk pemulihan nutrisi,
hilanganya massa dan fungsi otot untuk meningkatkan kualitas hidup. Pasien harus
menerima dukungan nutrisi yang tepat untuk mencapai konsumsi energi dan protein
yang memadai, ketika mereka melewati berbagai mode makan dan mengalami
Unit Perawatan Intensif (ICU) dan fase pemulihan sama pentingnya dengan nutrisi
yang diterima selama ICU. Meskipun tidak ada rekomendasi klinis formal tentang
kebutuhan energi dan protein untuk perawatan dan pemulihan pasca kritis, adalah
penting bagi pasien untuk menerima energi dan protein yang memadai guna
energi dan protein selama pemulihan perawatan pasca kritis dan pasca pemulangan
kritis sakit
Kebutuhan protein 1,5 - 2,0 g /kg berat badan/hari 2,0 - 2,5 g /Kg berat badan/hari
Artikel : https://www.frieslandcampinainstitute.com/id/berita/dukungan-nutrisi-pasca-
perawatan-kritis/
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan penyakit
akut atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring fungsi vital, lebih
khusus terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat diberikan di ruang perawatan
umum (Linda, Kathleen, & Mary, 2010). Pasien kiritis yang ada di intensive care unit (ICU)
umumnya mengalami bed rest dan memerlukan alat bantu nafas yakni ventilator mekanik.
Pasien dengan ventilasi mekanik memerlukan perhatian khusus mengingat banyaknya
penggunaan ventilasi mekanik di ICU seluruh dunia dan resiko terjadinya Intensive Care Unit
Acquired Weakness (ICU-AW). ICU-AW menggambarkan pengecilan otot yang
berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi pasien yang buruk, serta keterlambatan proses
penyapihan (Schaller et al., 2016). ICU-AW berpotensi diperburuk oleh periode bed rest yang
lama karena sedasi dan imobilidsasi. Saat ini, intervensi mobilisasi dini yang disampaikan
dalam pengaturan ICU yang bisa diterima sebagai intervensi terapeutik yang berpotensi dapat
mencegah gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al., 2019). Namun, kapan waktu
dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan.
(2) aktivitas mobilisasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis, dan
(3) respon fisiologis pada pasien yang dilakukan mobilisasi dini. Terdapat beberapa aktivitas
mobilisasi dini yang dapat dilakukan pasien kritis di ICU, seperti head up, memposisikan
lateral, ROM, dan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi. Perawatan yang berkesinambungan
dan kerjasama tim kesehatan sangat dibutuhkan dalam proses mobilisasi pasien sakit kritis
agar dapat memberikan perawatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kepuasan
dan kualitas hidup pasien.
Mobilisasi dini pada pasien di unit perawatan intensif / intensive care unit (ICU)
merupakan salah satu intervensi yang diyakini dapat memperpendek masa rawat dan juga
memperbaiki mobilitas pasien pasca rawat. Pasien yang menjalani perawatan di ICU
umumnya merupakan pasien-pasien kritis yang memerlukan waktu perawatan lebih lama
daripada pasien di ruang rawat biasa. Hal ini membuat pasien ICU lebih rentan mengalami
efek samping seperti kelemahan otot karena perawatan di ICU / ICU- acquired weakness,
hingga disabilitas pasca perawatan.
Perawatan di unit perawatan intensif sering kali menimbulkan berbagai efek samping
pada pasien, terutama karena durasi rawat dan tirah baring yang lama. Imobilisasi dapat
menyebabkan pasien mengalami kelemahan dan atrofi otot, ulkus dekubitus, trombosis,
hingga gangguan fungsi dan kongnitif pasca rawat. Latihan mobilisasi dini yang mulai
dilakukan pada hari rawat ke-2 hingga ke-5 akan membantu mengurangi efek samping yang
terjadi, mengurangi durasi rawat, serta menekan biaya medis. Keberhasilan penerapan
mobilisasi dini sangat bergantung dari kondisi pasien serta fasilitas dari institusi kesehatan
dalam menyediakan alat, protokol, dan tenaga kesehatan yang mendukung. Meskipun sangat
bermanfaat dan umumnya memerlukan biaya yang cukup rendah, mobilisasi dini pada pasien
ICU memiliki beberapa kendala, terutama adalah keterampilan tenaga medis dan ketersediaan
fisioterapis ICU. Mobilisasi dini juga dapat menimbulkan beberapa adverse event, tetapi
intervensi ini aman bila dilakukan secara hati-hati pada pasien ICU yang sudah cukup stabil.
Studi lebih lanjut dan pembuatan protokol tentang mobilisasi dini pada pasien-pasien unit
perawatan intensif masih diperlukan, terutama di Indonesia
Artikel :
3.4 Pemulihan Psikologis Pasien
Proses keperawatan harus sistematis, perawat dan dokter harus cepat mengevaluasi
masalah pasien maka paramedis harus memiliki keahlian meredam rasa takut pasien dan
keluarganya. Bila tidak akan menimbulkan reaksi stres yang serius. Paramedis harus
seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien dan keluarganya dalam
lingkungan yang nyaman, tidak menimbulkan stress dan dehumanis.
Perawatan dan pelayanan yang baik, standar sangat membantu mengatasi penyakit
yang diderita pasien dalam penyembuhan penyakit. Pasien dalam penanganan perawatan
yang tidak baik, tidak standar akan memberikan efek negatif kepada pasien sebab dapat
mempengaruhi kondisi pasien dari kondisi biasa menjadi kondisi kritis.
Artikel: https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/5/15/345420/psikologi-pasien-dan-
keluarga-pasien/
3.5 Outcome Pasien Dengan Kondisi Kritis
Pengelolaan jalan nafas atau airways menjadi salah satu bagian yang penting dalam
suatu tindakan perawatan pada pasien dengan kondisi kritis karena faktor penyakit. Beberapa
efek dari obat-obatan yang digunakan dalam anestesi selama pembedahan dapat
mempengaruhi keadaan jalan nafas pada pasien. Salah satu usaha untuk menjaga jalan nafas
adalah dengan melakukan intubasi, yaitu memasukkan suatu pipa kedalam saluran pernafasan
bagian atas.
Syarat utama yang harus diperhatikan adalah menjaga jalan nafas selalu bebas dan
nafas dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Tahap akhir dari intubasi adalah ekstubasi
(Brudder & Ravussin, 2009). Tindakan intubasi pada jalan nafas sudah banyak mendapat
perhatian, disisi lain ekstubasi relatif kurang diperhatikan padahal masalah-masalah yang
terjadi setelah ekstubasi cukup banyak, seperti yang disampaikan oleh American Society of
Anesthesiology (ASA) Closed Claims Study antara tahun 1990 sampai 2007, bahwa efek
Artikel : http://www.ejournal.stikesmuhgombong.ac.id/JIKK/article/view/165/146