Anda di halaman 1dari 9

UJI MIKKROBIOLOGI MAKANAN KALENG

A. Kerusakan fisik dan kimia makanan kaleng

Makanan kaleng adalah makanan yang mengalami pengawetan dengan dua cara,
yaitu :

(1) pengawetan dengan suhu tinggi

(2) penyimpanan anaerobik di dalam wadah tertutup.

Meskipun demikian, makanan kaleng mungkin mengalami kerusakan atau kebusukan selama
transport atau penyimpanan. Kerusakan makanan kaleng dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu :

(1) kerusakan fisik

(2) kerusakan kimia

(3) kerusakan mikrobiologi

Kerusakan fisik yang terjadi pada makanan kaleng pada umumnya tidak membahayakan
konsumen, meskipun pada akhirnya mungkin produk menjadi tidak dapat dimakan karena
penampakannya yang tidak baik, misalnya pada kerusakan (penyok) karena benturan keras “stuck
burning”.

Kerusakan kimia dapat berupa kerusakan-kerusakan zat gizi atau nutrien, atau penggunaan
wadah kaleng yang tidak sesuai sehingga terjadi reaksi kimia antara kaleng dengan makanan di
dalamnya. Kerusakan kimia yang sering terjadi misalnya kerusakan kembung hidrogen,
pembentukan warna hitam, dan pemudaran warna, atau karena terjadinya reaksi antara kaleng
dengan senyawa lain yang bersifat korosif sehingga mengakibatkan pengkaratan.

Kembung hidrogen adalah suatu keadaan penggembungan kaleng yang disebabkan oleh
terbentuknya gas hidrogen, sebagai akibat terjadinya reaksi antara asam dari produk dengan logam
pada kaleng. Hal ini dapat terjadi jika makanan yang bersifat asam dipak di dalam kaleng yang cacat,
misalnya kaleng yang tergores lapisan timahnya, atau karena jenis kaleng yang digunakan tidak
sesuai untuk produk tersebut.

Pembentukan warna hitam secara kimia pada bagian dalam kaleng sering terjadi pada
pengalengan jagung, udang, kepiting, ikan dan daging. Hal ini terjadi pada waktu proses sterilisasi,
yaitu terjadi pemecahan senyawa sulfida dari protein yang kemudian berreaksi dengan besi dari
kaleng. Kerusakan semacam ini tidak membahayakan konsumen, kecuali penampakan produk
menjadi kurang baik.

B. Kerusakan mikrobiologi makanan kaleng

Kerusakan mikrobiologi makanan kaleng dapat dibedakan atas dua grup, yaitu :

(1) kerusakan tanpa pembentukan gas

(2) kerusakan dengan pembentukan gas.

Salah satu contoh kerusakan makanan kaleng yang disebabkan oleh mikroba yang tidak
membentuk gas misalnya kebusukan asam tanpa gas (flat sour), dimana kaleng terlihat normal (tidak
kembung), tetapi produk di dalamnya berubah menjadi asam. Penurunan pH pada kerusakan
semacam ini dapat mencapai 0,1 – 1,0 unit. Bakteri-bakteri penyebab kerusakan semacam ini
misalnya Bacillus Stearothermofilus yang dapat tumbuh pada makanan-makanan berasam rendah,
dan B. Coagulans (Bacillus thermoacidurans) pada makanan-makanan asam.

PERCOBAAN

Cara kerja :

Perlakuan bahan. Siapkan dan beri label larutan pengencer 10- (99 ml) dan 102 (9 ml), serta
cawan petri steril untuk 10-1, 102, 103ml contoh. Cucilah telur utuh dengan air sabun sampai bersih,
tiriskan lalu dicelupkan ke dalam alkohol 95% selama 10 menit, dan ditiriskan. Letakkan di atas
pinggan aluminium, dan pijarkan bagian ujung yang runcing sehingga alkohol habis terbakar. Lubangi
bagian ujung yang runcing tersebut, lalukan dalam api sebentar, dan dituangkan seluruh isinya ke
dalam gelas piala steril.

Pengenceran. Setelah dikocok dengan sendok steril, timbanglah 11 g atau pipet 11 ml ke


dalam 99 ml larutan pengencer steril yang berisi butiran gelas, sehingga diperoleh pengenceran
1:10. Penimbangan dan pemipetan harus dilakukan secara aseptis. Kocok sebanyak 25 kali, dan
buatlah pengenceran selanjutnya yaitu 10 -2.

Pemupukan. Lakukan pemupukan sehingga di dalam cawan mengandung contoh sebanyak


10 , 10 , 10-3 ml atau gram. Jumlah yang terakhir dapat dilakukan dengan menumbuhkan 0,1 ml dari
-4 -2

pengenceran 10-2. Pipet yang digunakan untuk pengenceran dapat digunakan untuk pemupukan,
dengan syarat berasal dari pengenceran yang sama. Tuangkan PCA yang telah didinginkan sampai 45
– 47°C, dan goyang-goyangkan. Setelah agar membeku, inkubasikan dengan posisi terbalik pada
suhu 30 – 32° C selama 2 – 3 hari. Hitung jumlah koloni yang tumbuh, dan laporkan sebagai “total
count” per gram contoh.
II. Total kapang dan khamir

Media : APDA (Acidified Potato Dextrose Agar, pH 3,5).

APDA adalah media PDA yang telah diturunkan pHnya setelah sterilisasi
menjadi pH3,5 menggunakan asam tartrat 10% yang telah disterilkan secara
terpisah, biasanya diperlukan 1 ml asam tartrat 10% steril untuk 100 ml PDA

Larutan pengencer: Larutan buffer fosfat

Cara kerja :

Pengenceran. Siapkan dan beri label larutan pengencer steril dan cawan petri steril, seperti
yang ditetapkan untuk masing-masing pengenceran Secara aseptis pipet 10 ml sari buah atau
timbang 10 gram tepung, dan masukkan ke dalam 90 ml larutan bufer fosfat. Untuk tepung beras
dan tepung gandum, gunakan larutan pengencer yang berisi satu sendok pasir steril. Kocok sebanyak
25 kali, dan buatlah pengenceran sampai 10 -2.

Pemupukan. Sebanyak 1 ml sari buah sebelum diencerkan dan setelah diencerkan 10 -4 dan
-2
10 serta 1 ml dari tepung yang telah diencerkan 10-dan102, dan 0,1 ml dari tepung yang diencerkan
10-2, masing-masing diinokulasikan pada cawan petri steril. Tuangkan APDA yang telah didinginkan
sampai 45 – 47°C, goyang-goyangkan dan biarkan membeku. Inkubasikan dengan posisi terbalik
pada suhu kamar selama 3 – 5 hari. Hitung jumlah koloni yang tumbuh, dan laporkan sebagai
“count” kapang dan khamir per ml atau giam contoh. Penurunan pH APDA sampai 3,5 ditujukan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri, yang tidak dapat tumbuh pada pH 3,5 atau kurang.

UJI KUANTITATIF MIKROBA :

METODE HITUNGAN CAWAN

A. Prinsip hitungan cawan

Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri
dari metode hitungan cawan, Most Probable Number (MPN), dan metode hitungan mikroskopik
langsung. Dari metode-metode tersebut, metode hitungan cawan paling banyak digunakan. Metode
lainnya yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam suatu larutan adalah
metode turbidimetri (kekeruhan) menggunakan spektrofotometer. Tetapi metode ini sukar
diterapkan pada bahan pangan karena medium yang diukur harus bening, sedangkan ekstrak bahan
pangan, misalnya sari buah, biasanya mengandung komponen-komponen yang menyebabkan
kekeruhan, sehingga kekeruhan larutan tidak sebanding dengan jumlah mikroba yang terdapat di
dalamnya.

A.1 Pengenceran

Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 300 sei mikroba per ml, per gram
atau per cm permukaan, memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan pada medium
agar di dalam cawan petri, sehingga setelah inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut
dalam jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik adalah diantara 30 – 300.
Pengenceran biasanya dilakukan secara desimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000, dan seterusnya, atau
1:100, 1:10000, 1:1000000 dan seterusnya seperti yang terlihat pada gambar 1.

Pengambilan contoh dilakukan secara aseptik dan pada setiap pengenceran dilakukan
pengocokan kira-kira sebanyak 25 kali untuk memisahkan sel-sel mikroba yang bergabung menjadi
satu. Untuk mengetahui jumlah mikroba pada permukaan luar bahan pangan, misalnya daging sapi,
ayam atau ikan, pengambilan contoh dapat dilakukan menggunakan metoda usap (swab).

Larutan yang digunakan untuk pengenceran biasanya mengandung bufer untuk menjaga
keseimbangan ion dari mikroba. Bufer yang biasanya digunakan dalam pembuatan media dan
larutan pengencer adalah fosfat, karena merupakan satu-satunya komponen anorganik yang
mempunyai sifat bufer pada kisaran pH sekitar normal, yaitu kisaran pH yang dapat
mempertahankan keseimbangan fisiologi dari mikroba. Selain itu fosfat tidak bersifat racun terhadap
mikroba, dan dapat merupakan sumber fosfor untuk pertumbuhan mikroba. Garam fosfat yang
sering digunakan sebagai bufer adalah K2HPO4, dan/atau KH2PO4. Sebagai larutan pengencer, selain
larutan yang mengandung bufer fosfat, dapat juga digunakan larutan garam fisiologi 0,85% atau
larutan Ringer. Komposisi larutan pengencer dapat dilihat pada lampiran 1.

Untuk bahan pangan yang sukar larut, ke dalam larutan pengencer pertama dapat
ditambahkan pasir putih atau butir-butir gelas (glass beads) yang disterilisasi bersama dengar larutan
pengencer tersebut. Misalnya jika contoh yang akan dianalisis adalah tepung atau pati, digunakan
satu sendok pasir ke dalam 90 atau 99 ml larutan pengencer pertama, sehingga sewaktu dikocok
pemecahan partikel-partikel tepung atau pati akan lebih mudah. Butir-butir gelas digunakan jika
akan menganalisis total mikroba dari telur, sehingga bagian yang bersifat koloid pada telur dapat
lebih mudah dipecahkan.

A.2 Cara pemupukan

Prinsip metode hitungan cawan adalah sebagai berikut, jika sel mikroba yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan
cawan merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba karena alasan-alasan
sebagai berikut :

(1) Hanya sel yang hidup yang dihitung.

(2) Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus.

(3) Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk
mungkin berasal dari satu sel mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan-keuntungan tersebut, metode hitungan cawan juga mempunyai
kelemahan-kelemahan sebagai berikut :

(1) Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel mikroba yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni.
(2) Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang berbeda.
(3) Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan membentuk
koloni yang kompak dan jelas, tidak menyebar.
(4) Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga pertumbuhan koloni
dapat dihitung.

Metode hitungan cawan dapat dibedakan atas dua cara, yaitu : (1) Metode tuang (pour
plate) dan (2) Metode permukaan (spread plate).

A.3 Cara menghitung koloni

Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran dilakukan secara
desimal. Sebagai contoh misalnya penetapan jumlah mikroba pada susu. Pengenceran awal 1:10
(10-1) dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml susu ke dalam 9 ml larutan pengencer, dilanjutkan
dengan pengenceran yang lebih tinggi, misalnya sampai 10-4 atau 10“, tergantung pada mutu
susunya. Semakin tinggi jumlah mikroba yang terdapat di dalam susu, semakin tinggi pengenceran
yang harus dilakukan. Jika setelah inkubasi misalnya diperoleh 60 dan 64 koloni masing-masing pada
cawan duplo yang mengandung pengenceran 10 -4, maka jumlah koloni dapat dihitung sebagai
berikut (1 ml larutan pengencer dianggap mempunyai berat 1 g):

Faktor pengenceran = pengenceran x jumlah yang ditumbuhkan

= 10-4 x 1,0

= 10-4

Jumlah koloni = jumlah koloni x 1/faktor pengenceran per cawan

= (60+64)/2 x 1/10-4

= 6,2 x 105

B. Standar perhitungan

Untuk melaporkan suatu hasil analisis mikrobiologi digunakan suatu standar yang disebut
“Standard Plate Count” (SPC), yang menjelaskan mengenai cara menghitung koloni pada cawan serta
cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di dalam suatu contoh. Cara
menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :

(1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 dan
300.

(2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang
besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni.
(3) Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu
koloni.

Data dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan-peraturan sebagai berikut :

(1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama di depan koma
dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar
dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang kedua.

(2) Jika semua pengenceran dibuat untuk pemupukan menghasilkan angka kurang dari 30
koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran terrendah yang
dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

(3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300
koloni pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang
dihitung, misalnya dengan cara menghitung jumlahnya pada ¼ bagian cawan petri,
kemudian hasilnya dikalikan empat. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan
dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan
dalam tanda kurung.

(4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30
dan 300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terrendah dari kedua pengenceran
tersebut serta cara memilih data yang ada untuk menghitung jumlah koloni di dalam
suatu contoh.

Cara menghitung koloni pada cawan adalah sebagai berikut :

(1) Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 dan
300.
(2) Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang
besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni.

(5) Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai
satu koloni.

Data dilaporkan sebagai SPC harus mengikuti peraturan-peraturan sebagai berikut :

(1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama di depan koma dan
angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga sama dengan atau lebih besar dari 5,
harus dibulatkan satu angka lebih tinggi pada angka yang kedua.

(2) Jika semua pengenceran dibuat untuk pemupukan menghasilkan angka kurang dari 30 koloni

Pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran terrendah yang dihitung. Hasilnya
dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya pengenceran, tetapi jumlah yang
sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

(3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni
pada cawan petri, hanya jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang dihitung,
misalnya dengan cara menghitung jumlahnya pada ¼ bagian cawan petri, kemudian hasilnya
dikalikan empat. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan dalam tanda kurung.

(4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30 dan
300, dan perbandingan antara hasil tertinggi dan terrendah dari kedua pengenceran
tersebut lebih kecil atau sama dengan 2, tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan
memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara hasil tertinggi dan terrendah
lebih besar dari 2, yang dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
(5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran, data yang diambil harus dari kedua
cawan tersebut, tidak boleh diambil salah satu, meskipun salah satu dari cawan duplo
tersebut tidak memenuhi syarat diantara 30 dan 300.

C. Total mikroba berdasarkan kelompok

C.1 Total mikroba

Prinsip hitungan cawan dapat dgunakan untuk menghitung jumlah mikroba di dalam
contoh, yaitu dengan menggunakan Plate Count Agar (PCA) sebagai media pemupukan.

PCA adalah suatu medium yang mengandung 0% tripton, 0,25% ekstrak khamir dan
0,1% glukosa sehingga semua mikroba termasuk bakteri, kapang dan khamir dapat tumbuh
dengan baik pada medium tersebut.

C.2 Total bakteri

Untuk menghitung total bakteri dengan metode hitungan cawan digunakan Nutrient
Agar (NA). NA adalah suatu medium yang mengandung sumber nitrogen dalam jumlah
cukup yaitu 0,3% ekstrak sapi dan 0,5% pepton, tetapi tidak mengandung sumber
karbohidrat, oleh karena itu baik untuk pertumbuhan bakteri tetapi kapang dan khamir tidak
dapat tumbuh dengan baik.

C.3 Total spora bakteri

Untuk menghitung jumlah spora bakteri pada contoh makanan, suspensi contoh
harus dipanaskan terlebih dahulu untuk membunuh sel vegetatif bakteri, kapang dan khamir
maupun spora kapang dan khamir. Jumlah spora bakteri di dalam contoh dapat dihitung
menggunakan metode hitungan cawan setelah contoh dipanaskan pada suhu 80°C selama
10 menit. Jika yang akan dihitung hanya spora yang tahan panas (termoresistan), termasuk
termofil, pemanasan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 100°C selama 10 menit
(Gambar 2). Medium yang digunakan untuk spora aerobik adalah Nutrien Agar, sedangkan
untuk spora anaerobik dapat digunakan Chopped Meat Medium.

C.4 Total kapang dan khamir

Jumlah kapang dan khamir di dalam contoh makanan dapat dihitung dengan metode
hitungan cawan menggunakan medium Potato Dextrose Agar (PDA). Jika di dalam contoh
diduga mengandung juga bakteri dalam jumlah tinggi, maka pertumbuhan bakteri dapat
dihambat dengan menambahkan asam tartrat 10% steril ke dalam PDA setelah sterilisasi.
Jumlah yang ditambahkan biasanya 1 ml asam tartrat 10% ke dalam setiap 100 ml PDA steril

PDA adalah suatu medium yang mengandung sumber karbohidrat dalam jumlah
cukup, yaitu Terdiri dari 20% ekstrak kentang dan 2% glukosa, sehingga baik untuk
pertumbuhan kapang dan Khamir tetapi kurang baik untuk pertumbuhan bakteri. Akan
tetapi karena beberapa bakteri juga memfermentasi karbohidrat dan menggunakannya
sebagai sumber energi, maka beberapa bakteri masih mungkin tumbuh pada PDA. Dengan
menurunkan pH PDA menjadi kira-kira 3,5, pertumbuhan bakteri akan terhambat karena
pada umumnya bakteri tidak dapat tumbuh.

Anda mungkin juga menyukai