Anda di halaman 1dari 5

Jurnal AgroPet Vol.

12 Nomor 1 Juni 2015 ISSN: 1693-9158

KADAR Fe TOTAL PADA TANAH SAWAH RAWA LEBAK


DI KABUPATEN POSO

Oleh:
Ita Mowidu1), Bambang Hendro S.2), Benito H.Purwanto2), dan Sri Nuryani H.U.2)

ABSTRAK
Penelitian kadar Fe total pada tanah sawah rawa lebak di kabupaten Poso telah
dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2013. Sampel tanah composit diambil pada 7
titik yang mewakili tanah yang berasal dari bahan induk pompangeo complex, alluvium
coastal deposits dan lake deposits pada regim curah hujan tinggi, sedang dan rendah.
Analisis Fe total dilakukan dengan cara pengabuan basah menggunakan campuran
HNO3 dan HClO4, dilakukan di laboratorium Balai Penelitian Tanah Bogor. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kadar Fe total tanah sawah rawa lebak di kabupaten
Poso termasuk kategori (harkat) sangat tinggi dengan rentang kadar dari 1,16% sampai
2,26%. Berdasarkan jenis bahan induk, kadar Fe total semakin tinggi dengan makin
rendahnya curah hujan; makin tinggi curah hujan makin rendah kadar Fe total tanah.
Pada regim curah hujan tinggi, kadar Fe total pada pompangeo complex lebih tinggi
(1,21%) dari alluvium coastal deposits (1,16%). Pada regim curah hujan sedang, kadar
Fe total semakin menurun berturut-turut pada pompangeo complex (2,12%), alluvium
coastal deposits (1,99%) dan lake deposits (1,24%). Pada regim curah hujan rendah,
kadar Fe total pada pompangeo complex lebih tinggi (2,26%) dari lake deposits (2,16%).
Berdasarkan regim curah hujan, bahan induk pompangeo complex memberikan kadar Fe
total tanah lebih tinggi diikuti oleh bahan induk alluvium coastal deposits dan lake
deposits.

Kata kunci: Fe total, sawah rawa lebak, bahan induk, regim curah hujan.

PENDAHULUAN rawa lebak di Sulawesi (termasuk


Sulawesi Tengah) terus
Luas lahan rawa lebak di
dikembangkan untuk usaha
Indonesia 13,296 juta ha (0,644 juta
pertanian.
ha di Sulawesi), baru 0,479 juta ha
Rawa lebak di Sulawesi
(0,002 juta ha di Sulawesi) yang
Tengah, khususnya di Kabupaten
dikembangkan untuk pertanian
Poso, tersebar dari dataran rendah
dalam arti luas sehingga masih
sampai dataran tinggi. Berdasarkan
terdapat 12,817 juta ha secara
data dari BPS (2011), luas daratan
nasional (0,642 juta ha di Sulawesi)
kabupaten Poso 871.225 ha. Dari
rawa lebak yang belum
luasan tersebut terdapat 22.190 ha
dikembangkan (Widjaja-Adhi, 2000
sebagai lahan sawah (2.467 ha
dalam Noor, 2007). Irianto (2006
dataran rendah, 14.820 ha dataran
dalam Noor, 2007) menyatakan luas
menengah dan 4.903 ha dataran
lahan rawa lebak di Sulawesi
tinggi). Sebagian besar dari luas
Tengah yang telah dikembangkan
lahan sawah tersebut merupakan
untuk berbagai usaha pertanian
rawa lebak, terutama di dataran
adalah 4.675 ha. Data tersebut
menengah dan dataran tinggi. Hal
menunjukkan bahwa dalam kurun
ini terjadi karena curah hujan yang
waktu tahun 2000 sampai 2006,

1) Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi,


Fakultas Pertanian, Universitas Sintuwu Maroso
2) Staf Pengajar Program Studi Ilmu Tanah

Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada


tinggi dan terletak pada cekungan di hujan tinggi (4176,2-6040,5 mm),
antara gunung dan atau di antara sedang (2311,9-4176,2 mm) dan
sungai dan atau danau. rendah (447,6-2311,9 mm). Pada
Menurut Suparwoto & regim curah hujan tinggi terdapat 2
Waluyo (2009) lahan lebak titik pengambilan sampel, yaitu pada
berpotensi besar untuk kondisi geologi alluvium coastal
pengembangan tanaman pangan, deposits dan pompangeo complex;
hortikultura, peternakan dan pada regim curah hujan sedang
perikanan. Pengembangan terdapat 3 titik pengambilan sampel,
pertanian padi sawah di kabupaten yaitu pada kondisi geologi alluvium
Poso mengalami hambatan. Lahan coastal deposits, pompangeo
rawa di kabupaten Poso dalam complex dan lake deposits; dan
bahasa Pamona disebut “laro”, dan pada regim curah hujan rendah
bagian tanah (organik) yang terdapat 2 titik pengambilan sampel,
mengapung disebut “dumando”, yaitu pada kondisi geologi
umumnya mempunyai sifat pompangeo complex dan lake
genangan dangkal dengan kadar Fe deposits. Ketujuh titik tersebut
tinggi. Hal ini tampak pada endapan terletak pada ketinggian sekitar 500
Fe pada permukaan air genangan, m dpl dan di sekitar danau Poso,
yang oleh petani disebut “ta’i eo” (ta’i yaitu di Kecamatan Pamona
= feces, eo = matahari) dan adanya Selatan, Pamona Tenggara dan
karatan Fe pada tanah yang Pamona Barat Kabupaten Poso
teroksidasi, termasuk pada zona Provinsi Sulawesi Tengah. Sampel
perakaran. Menurut Patrick and tanah diambil secara composit pada
Reddy (1978) sifat kimia tanah masing-masing titik sampling.
sawah lebih didominasi oleh sifat Analisis Fe total dilakukan dengan
besi daripada unsur-unsur lain, cara pengabuan basah
karena jumlah besi dalam tanah menggunakan campuran HNO3 dan
yang dapat tereduksi sangat banyak, HClO4, mengikuti prosedur Eviati
yaitu 10 kali lebih banyak dari total dan Sulaeman (2009). Analisis
unsur-unsur lain yang dapat sampel tanah dilakukan di
direduksi. Oleh sebab itu, untuk laboratorium Balai Penelitian Tanah
mengetahui kadar Fe total pada Bogor.
tanah sawah rawa lebak di
kabupaten Poso, maka penelitian ini HASIL DAN PEMBAHASAN
dilaksanakan. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan bahwa tanah sawah
BAHAN DAN METODE rawa lebak di sekitar danau Poso
Sampel tanah untuk analisis kabupaten Poso mengandung Fe
kadar Fe total diambil pada 7 titik total dengan kategori (harkat) sangat
atau satuan peta lahan (SPL) yang tinggi, sebagaimana ditunjukkan
mewakili kondisi geologi pada 3 pada tabel di bawah ini.
regim curah hujan, yaitu regim curah

2
Tabel 1. Kadar Fe total tanah sawah rawa lebak pada berbagai asal bahan induk
dan regim curah hujan
Alluvium coastal
Pompangeo complex Lake deposits
deposits
CH T CH S CH R CH T CH S CH S CH R
Fe total (%) 1,21 2,12 2,26 1,16 1,99 1,24 2,16
Harkat (……………………………Sangat tinggi…………………………………..)
Ket.: CH T: curah hujan tinggi, CH S: curah hujan sedang, CH R: curah hujan
rendah

Sampel tanah dari bahan pompangeo complex lebih tinggi


induk pompangeo complex berasal (1,21%) dibandingkan yang berasal
dari desa Mayasari (CH T), Taipa dari bahan induk alluvium coastal
(CH S) dan Meko (CH R); sampel deposits (1,16%). Pada daerah
tanah dari bahan induk alluvium dengan regim curah hujan sedang,
coastal deposits berasal dari desa kadar Fe total pada tanah dari
Mayoa (CH T) dan Korobono (CH bahan induk pompangeo complex
S); sedangkan sampel tanah dari 2,12%, alluvium coastal deposits
bahan induk lake deposits berasal 1,99%, dan lake deposits 1,24%.
dari desa Panjo (CH S) dan Salukaia Pada daerah dengan regim curah
(CH R). Dari tabel 1 di atas terlihat hujan rendah, kadar Fe total pada
bahwa berdasarkan jenis bahan tanah dari bahan induk pompangeo
induk, kadar Fe total tanah semakin complex 2,26%, dan lake deposits
meningkat dengan semakin 2,16%. Hal ini menunjukkan bahwa
menurunnya curah hujan, atau berdasarkan regim curah hujan,
sebaliknya kadar Fe total semakin bahan induk pompangeo complex
rendah dengan semakin tingginya memberikan Fe total tanah lebih
curah hujan. Rendahnya kadar Fe tinggi diikuti bahan induk alluvium
total pada daerah dengan curah coastal deposits dan terakhir yang
hujan lebih tinggi disebabkan oleh lebih rendah bahan induk lake
pelindian Fe yang disebabkan oleh deposits.
curahan hujan. Sebaliknya, kadar Fe Meskipun kadar Fe total
total yang tinggi pada daerah pada daerah dengan curah hujan
dengan regim curah hujan yang yang lebih tinggi rendah, tetapi
lebih rendah disebabkan oleh harkat Fe totalnya sangat tinggi. Jika
akumulasi Fe yang terlindi dari Fe tersebut mengalami reduksi,
daerah atasan (upland) dan maka akan melepaskan Fe2+, yang
rendahnya pelindian Fe pada daerah apabila kelarutannya tinggi dapat
tersebut. meracun bagi tanaman padi. Kondisi
Jika ditinjau dari aspek regim tergenang atau penggenangan
curah hujan, kadar Fe total dari dalam waktu lama dapat
regim curah hujan tinggi yang menyebabkan kondisi reduktif
berasal dari bahan induk sampai sangat reduktif. Hal ini

3
dapat menyebabkan Fe yang >300 – 500 ppm (Dobermann &
terdapat dalam bentuk teroksidasi Fairhurst, 2000). Konsentrasi
(Fe3+) dapat berubah menjadi bentuk keracunan Fe kritik yang
tereduksi (Fe2+), yaitu suatu bentuk menyebabkan kehilangan hasil
terlarut. Kemasaman tanah (pH) adalah sekitar 500 ppm (Marschner,
yang rendah dan potensial redoks 1997; Mengel & Kirkby, 1987). Di
tanah (Eh) yang rendah juga atas konsentrasi 500 ppm tanaman
menyebabkan terjadinya reduksi Fe. akan mengalami keracunan Fe.
Meskipun penggenangan akan Selain menyebabkan
menyebabkan pH tanah cenderung keracunan pada tanaman, kadar Fe
ke arah netral, tetapi keberadaan yang tinggi dalam tanah juga
bahan organik segar yang tinggi menurunkan P tersedia bagi
dalam kondisi tergenang dapat tanaman. Keberadaan Fe tinggi
menyebabkan Eh tanah rendah dalam tanah berpotensi
sehingga kondisi tanah dapat mengadsorpsi P sehingga
menjadi reduktif atau sangat ketersediaannya menjadi rendah.
reduktif. Kondisi reduktif terjadi Reddy & Delaune (2008)
pada Eh +100 s.d. -100 mV, dan menyatakan tanah yang dirajai oleh
kondisi sangat reduktif terjadi pada Al dan Fe, kelarutan P akan
Eh -100 s.d. -300 mV. Besi (Fe) dikendalikan oleh kedua mineral
mulai tereduksi pada Eh +180 s.d. tersebut dengan membentuk mineral
+150 mV (Patrick & Reddy, 1978). fosfat tak larut. Hal ini menyebabkan
Jika intensitas reduksi tinggi efisiensi pemupukan P menjadi
maka Fe2+ terlarut tinggi (≥ 350 ppm) rendah. Oleh sebab itu pada tanah
dan meracun bagi tanaman. Kadar yang kadar besinya tinggi perlu
kecukupan (optimum) hara Fe untuk pemberian pupuk P dengan dosis
tanaman padi dari fase penganakan yang lebih tinggi dan mungkin juga
sampai inisiasi malai pada daun dengan intensitas yang tinggi.
muda adalah 75-150 mg kg-1 dengan Perlu penelitian lebih lanjut
taraf kritis defisiensi adalah <70 mg untuk mengetahui dosis dan
kg-1, dan pada batang 60-100 mg kg- intensitas pemupukan P pada tanah
1
dengan taraf kritis defisiensi <50 dengan kadar Fe tinggi. Selain itu
mg kg-1 (Dobermann & Fairhurst, juga perlu penelitian lanjut mengenai
2000). Penyerapan Fe secara pengelolaan kelarutan Fe agar dapat
berlebihan disebabkan oleh dikendalikan pada aras yang tidak
konsentrasinya yang besar di dalam meracun bagi tanaman.
larutan tanah. Banyaknya Fe dalam
tanaman dapat menyebabkan KESIMPULAN
tanaman mengalami keracunan
Dari uraian di atas dapat
(fitotoksisitas). Beberapa penelitian
disimpulkan bahwa:
menunjukkan bahwa tanaman padi
1. Kadar Fe total tanah sawah rawa
akan menunjukkan gejala keracunan
lebak di kabupaten Poso
Fe apabila kadar Fe2+ dalam tanah
250 – 500 ppm (Amnal, 2009), atau

4
termasuk kategori (harkat) Edisi 2. Balai Penelitian
sangat tinggi (1,16% - 2,26%). Tanah. Bogor.
2. Berdasarkan asal bahan induk,
makin tinggi curah hujan, makin Marschner, H., 1997. Mineral
rendah kadar Fe total tanah. Nutrition of Higher Plants.
Sebaliknya, makin rendah curah Academic press. London.
hujan, makin tinggi kadar Fe total
tanah. Mengel, K. & E.A. Kirckby, 1987.
3. Berdasarkan regim curah hujan, Principles of Plant Nutrition.
bahan induk pompangeo 4th Ed. International Potash
complex memberikan kadar Fe Institute. Switzerland.
total tanah lebih tinggi diikuti oleh
bahan induk alluvium coastal Noor, M., 2007. Rawa Lebak:
deposits dan lake deposits. Ekologi, Pemanfaatan dan
Pengembangannya. PT
DAFTAR PUSTAKA Rajagrafindo Persada.
Jakarta.
Amnal, 2009. Respon Fisiologi
Beberapa Varietas Padi Patrick, W.H. & C.N. Reddy, 1978.
Terhadap Cekaman Besi. Chemical Change in Rice
Tesis. Sekolah Pascasarjana Soils in International Rice
institut Pertanian Bogor, Research Institute. Soils and
Bogor. Rice. Los Banos.
Philippines.p 361- 380.
BPS, 2011. Kabupaten Poso Dalam
Angka 2011. BPS Reddy, K.R. & R.D. Delaune, 2008.
Kabupaten Poso Biogeochemistry of
bekerjasama dengan Wetlands: Science and
Bappeda Kabupaten Poso. Applications. CRC Press.

Dobermann, A. & T.H. Fairhurst, Suparwoto & Waluyo, 2009.


2000. Rice: Nutrinet Peningkatan Pendapatan
Disorders & Nutrient Petani di Rawa Lebak melalui
Management. Potash & Penganekaragaman
Phosphate Institute (PPI), Komoditas. Jurnal
Potash & Phosphate Institute Pembangunan Manusia. Vol.
of Canada (PPIC) & 7 (1).
International Rice Research
Institute (IRRI).

Eviati & Sulaeman, 2009. Analisis


Kimia Tanah, Tanaman, Air
dab Pupuk. Petunjuk teknis.

Anda mungkin juga menyukai