Anda di halaman 1dari 6

Tanggal Praktikum : Rabu, 18 November 2020

Paralel : 3/Kelompok 2
Dosen Pembimbing : Drh. Huda Salahudin
Darusman, MSi, PhD

LETHAL CONCENTRATION 50 (LC-50)

oleh :

1. Annisa Prabaningrum (B04170004)


2. Jasmine Deansyah (B04170014)
3. Muhammad Fajrul Falah (B04170027)
4. Muhammad Israfii Vernanda (B04170030)
5. Veni RVS (B04170032)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


IPB UNIVERSITY
BOGOR
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Toksisitas suatu zat biasa diukur dengan menggunakan ​Lethal


concentration-50 (LC-50) a​ tau ​Brine Shrimp Lethality Test ​(BSLT), merupakan
uji lanjutan dari ​Lethal Dose 50 (LD-50)​. ​Lethal Concentration 50 (LC-50)
merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50% dari
organisme uji yang dapat diukur dengan grafik dan perhitungan, pada suatu waktu
pengamatan tertentu. Uji ini mengunakan hewan tingkat rendah yaitu rodensia,
larva udang, daphnia, dan ​zebra fish​. Efek toksik dapat diukur dari kematian
hewan uji karena pengaruh bahan uji. Sifat spesifik dan efek suatu paparan akan
membentuk suatu hubungan yang disebut sebagai hubungan dosis-respon. Hal
tersebut merupakan konsep dasar dari toksikologi untuk mempelajari bahan
toksik.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan mengetahui cara pengujian menggunakan ​Lethal


Concentration 50 (LC-50) ​dan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak
50% dari hewan uji.

Tinjauan Pustaka

Lethal Concentration 50 (LC​50​)

Lethal Concentration 50 (LC​50​) yaitu konsentrasi yang menyebabkan


kematian sebanyak 50% dari organisme uji ayang dapat diestimasi dengan grafik
dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC​50 48 jam,
LC​50 96 jam (Dhahiyat 1997 diacu dalam Rossiana 2006) sampai waktu hidup
hewan uji. Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC​50 adalah suatu
perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna
LC​50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50% dari
organisme uji, misalnya larva ​Artemia salina​ (brine shrimp).
Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan
tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk
pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun
akut” jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu
singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa
tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (karena
kontak yang berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta
2007).
Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh, yaitu
melalui paru-paru (pernapasan), mulut, dan kulit. Melalui ketiga rute tersebut,
senyawa yang bersifat racun dapat masuk ke aliran darah, dan kemudian terbawa
ke jaringan tubuh lainnya. Yang menjadi perhatian utama dalam toksisitas adalah
kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar senyawa yang berada dalam
bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik). Sebagai contohnya adalah
senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah bersifat toksik.
Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel (Pradipta 2007).
Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara
statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET) untuk menaksir
lethalitas sampel effluen. Test akut digunakan di Wisconsin untuk menaksir
kondisi "akhir dari pipa" (yaitu, effluent yang tidak dilemahkan, sebagai adanya
dibebaskan pada lingkungan). Konsentrasi effluen dimana 50% dari organisme
mati selama test (LC​50​) digunakan sebagai pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk
Test Whole Effluent Toxicity (WET) akut.
Menurut Meyer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat
ditentukan dengan melihat harga LC​50​-nya. Apabila harga LC​50 lebih kecil dari
1000 μg/ml dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC​50 lebih besar dari 1000
μg/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi makna
terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga LC​50
semakin toksik suatu senyawa.

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu gelas, larutan
dengan tingkatan konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 125 ppm, 250
ppm, 500 ppm, 1000 ppm, aquadest, dan larva udang.

Metode Percobaan

Sedian larutan obat yang akan ditentukan LC50 dibuat dengan berbagai
konsentrasi (10 ppm, 20 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 125 ppm, 250 ppm, 500 ppm,
1000 ppm) masing-masing 10 ml. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 10 ppm
diambil dari sebanyak 1 ml larutan 100 ppm dan diencerkan hingga volumenya 10
ml. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 100 ppm diambil dari sebanyak 1 ml
larutan 1000 ppm dan diencerkan hingga volumenya 10 ml. Pembuatan larutan
dengan konsentrasi 1000 ppm diambil dari sebanyak 5 ml larutan 2000 ppm dan
diencerkan hingga volumenya 10 ml. Kemudian dibuat ulangan sebanyak 3
ulangan. Masing-masing larutan dimasukkan larva udang sebanyak 10 ekor dan
diamati kematiannya sebanyak 24 jam. Kemudian dibuat kontrol dengan wadah
yang berisi larva udang dengan media air laut tanpa obat dengan 3 ulangan. Lalu
dibuat tabel pengamatannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 Hasil praktikum


Jumlah Jumlah
Konsentrasi log Kematian
Probit hewan yang hewan yang Waktu
(ppm) (ppm) (%)
mati digunakan
1000 3 8,09 100% 20 20 5
500 2,699 8,09 100% 20 20 10
250 2,398 5 50% 10 20 20
125 2,097 4,76 40% 8 20 25
60 1,778 4,16 20% 4 20 30
30 1,477 3,72 10% 2 20 60
20 1,301 3,36 5% 1 20 80
10 1 3,36 5% 1 20 96
Berdasarkan pada tabel 1 mengenai hasil pengamatan total kematian larva
udang pada pemberian deterjen dengan konsentrasi beragam mulai dari 10 ppm
hingga 1000 ppm, menunjukkan bahwa pada pemberian deterjen konsentrasi
rendah, yaitu 10-60 ppm, jumlah kematian larva udang sangat kecil, yaitu hanya 1
sampai 4 ekor, namun pada konsentrasi lebih tinggi, mulai dari konsentrasi 125
ppm, jumlah larva yang mati mulai meningkat drastis. Pemberian deterjen pada
konsentrasi 250 ppm, menunjukkan terjadinya kematian 50% populasi larva
udang, dan puncaknya pada konsentrasi 500 – 1000 pm, keseluruhan hewan uji
mati dalam waktu yang amat singkat. Berdasarkan pada hasil yang didapatkan
tersebut, dapat diindikasikan bahwa semakin besar konsentrasi yang diberikan
maka nilai mortalitasnya juga akan tinggi dan waktu yang dibutuhkan untuk
mematikan hewan uji juga semakin cepat (Donatus 2001).
Penentuan toksisitas suatu zat juga dilakukan menggunakan analisa probit.
Analisa probit adalah suatu analisa yang sering digunakan di dalam toksikologi
untuk menentukan toksisitas relatif dari suatu bahan kimia yang diujikan untuk
organisme hidup. Analisa probit digunakan untuk mengetahui respon subyek yang
diteliti oleh adanya suatu zat dalam hal ini deterjen untuk mengetahui respon
berupa mortalitas (Halang 2004).
Tabel analisa probit ini dapat dihitung dari % kematian pada larva udang
di masing-masing konsentrasi. Adapun hasil yang diperoleh berdasarkan pada
tabel 1 menunjukkan bahwa semakin besar nilai konsentrasi, semakin besar pula
nilai probitnya. Selanjutnya, berdasarkan data table 1 dengan membuat grafik
regresi linier dengan sumbu x = log10 dan sumbu y = nilai probit, didapatkan
grafik sebagai berikut:
Gambar 1 Grafik LC50

Dari Tabel 1 didapatkan


Intercept 0,01119
log 2,56826
(ppm) 5

y = ax+b
y = 2,56825x+0,01119
x = (y-0,1119)/2,568265
x = (5-0,1119)/2,568265
x = 1,903269
LC50 = antilog(x)
LC50 = 80,03298221 ppm
LC50 = 0,008%

LC50 digunakan untuk melihat konsentrasi efektif suatu zat untuk


mematikan 50% biota uji dalam waktu tertentu. Nilai LC50 dapat ditentukan
melalui serangkaian perhitungan seperti di atas. Dari penjelasan di atas maka
LC50 deterjen adalah 80,03298221 ppm atau 0,008%. Berdasarkan Nurrahman ​et
al. ​(2017), suatu zat dikategorikan sangat toksik jika LC50 ≤ 30 ppm, kategori
toksik jika 31 ppm ≤ LC50 ≤ 1000 ppm, dan tidak toksik jika LC50 > 1000 pm,
berdasarkan jurnal tersebut, maka deterjen dengan nilai LC50 80,03 ppm
digolongkan sebagai bahan toksik (range 31 – 1000 ppm).

Kesimpulan

Nilai LC50 didapatkan setelah mengetahui jumlah kematian larva ketika


berada dalam larutan uji dengan berbagai konsentrasi. Larutan uji memiliki nilai
LC50 sebesar 80 ppm sehingga dapat dikategorikan sebagai zat yang toksik.
DAFTAR PUSTAKA

Dhahiyat Y. 1997. ​The Effect of Chromium (CR VI) and Cadmium (CD'2'+) on
The Life History Daphnia magna Straus [Thesis]. Reading (UK): University
of Reading.
Donatus IA. 2001. ​Toksikologi Dasar.​ Yogyakarta (ID): Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi
UGM.
Halang B. 2004. Toksisitas air limbah deterjen terhadap ikan mas (​Cyprium
carprio)​. ​Bioscientiae. ​1(1): 39-49.
Nurrahman F, Maulidya V, Rijai L. 2017. Identifikasi metabolit sekunder, uji
toksisitas, dan uji antioksidan ekstrak kulit batang terap (​Artocarpus
odoratissimus blanco​). Proceeding of the 5​th Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences; 2017 Apr 23–24; Samarinda, Indonesia. Samarinda:
Universitas Mulawarman. hlm 100 – 111.
Pradipta. 2007. Penggunaan Vaksin Human Papilloma Virus dalam Pencegahan
Kanker Serviks​. Majalah Kedokteran Indonesia. J​ akarta: Ikatan Dokter
Indonesia.
Meyer BN, Ferrigni1 NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL.
1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant
constituents. ​Planta Med​. 45(5): 31-34.

Anda mungkin juga menyukai