Anda di halaman 1dari 3

Prasangka dan Diskriminasi

Prejudice (prasangka) adalah komponen perasaan dari sikap terhadap anggota suatu
kelompok secara keseluruhan. Ramiah, et al (2010) menjelaskan bahwa prejudice atau prasangka
mengacu pada sikap negatif yang tidak dapat dijustifikasi yang diarahkan terhadap suatu
kelompok dan anggota kelompok tersebut. Asal muasal munculnya prasangka ada empat yaitu,
pertama karena konflik langsung antar kelompok, individu sering berprasangka dikarenakan
adanya kompetisi atas sumber-sumber yang berharga dan terbatas (realistic conflict theory).
Kedua karena teori belajar sosial, prasangka dapat berkembang dikarenakan individu
mempelajarinya. Seseorang dapat mengalami proses belajar langsung karena mengamati
bagaimana ekpresi orang tua, guru, atau kelompok lainnya terhadap target yang diprasangkakan.
Ketiga karena teori kategorisasi sosial, teori ini menjelaskan bahwa prasangka menekankan
adanya kenyataan mendasar yang membuat orang berprasangka. Demi membuat lingkungan
terlihat mudah terkontrol dan dapat diprediksi, maka individu melakukan apa yang disebut
kategorisasi. Keempat karena stereotipe atau kerangka kognitif yang berisi tentang pengetahuan
atau belief pada kelompok sosial tertentu, dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota
kelompok tertentu.
Stereotypes adalah kepercayaan tentang atribut pribadi dari sekelompok orang, dan dapat
digeneralisasikan secara tidak akurat, serta cenderung tidak berubah saat adanya informasi baru.
Stereotip juga bisa diartikan sebagai keyakinan tentang kelompok sosial dalam hal trait atau
karakteristik yang dipercaya dimiliki kelompok sosial tertentu, atau kerangka kognitif yang
memengaruhi proses informasi sosial, dan keyakinan-keyakinan tentang seperti apa anggota
suatu kelompok. Sifat dan asal mula stereotipe ada lima, pertama ada stereotip gender, yaitu
keyakinan tentang atribut-atribut berbeda yang dimiliki pria dan wanita memainkan peranan
penting dalam perbedaan hasil yang diraih pria dan wanita. Wanita distereotipkan sebagai orang
yang penuh kehangatan tetapi tidak kompeten, sementara pria distereotipkan sebagai orang yang
tidak begitu hangat tetapi sangat kompeten. Kedua glass ceiling, glass ceiling ada sehingga
wanita menemui lebih banyak rintangan dalam karier mereka daripada pria, dan akibatnya
wanita merasa kesulitan untuk maju ke posisi puncak. Wanita sangat mungkin dipengaruhi bias
"manajer pasti pria" di tempat kerja. Ketiga ada efek glass cliff, yaitu memilih wanita untuk
posisi kepemimpinan itu berisiko, karena tidak stabil atau hasilnya cenderung menuju kegagalan.
Wanita yang melanggar ekspektasi stereotip, khususnya pada dimensi kehangatan, cenderung
menghadapi permusuhan. Melawan stereotip gender sulit dilakukan oleh wanita maupun pria.
Keempat ada objektifikasi Wanita yang menganggap wanita hanyalah tubuh yang ada
untuk menyenangkan orang lain. Beberapa stereotip yang paling gamblang terhadap wanita saat
ini dapat ditemukan dalam video game. Paparan terhadap konten seksis dalam video game,
meningkatkan toleransi pria terhadap kekerasan seksual. Kelima ada tokenisme yang memiliki
dua efek negatif. Pertama tokenisme mempertahankan persepsi bahwa suatu sistem tidak
diskriminatif. Kedua tokenisme yang merusak harga diri dan kepercayaan diri target prasangka
(termasuk beberapa orang yang dipilih sebagai token) ketika mereka percaya bahwa penunjukan
mereka di posisi pemimpin tidak mempertimbangkan kualifikasi mereka. Paparan terhadap
kondisi token dapat mempertahankan persepsi orang akan keadilan dan keyakinan mereka
terhadap meritokrasi. Hasil penelitian menyatakan bahwa terjadi penurunan kinerja
kepemimpinan, ketika seseorang dipilih berdasarkan gender semata. Tetapi saat kualifikasi juga
dipertimbangkan, kinerja kepemimpinan sama kuatnya dengan hasil kinerja ketika tidak
diberikan informasi mengenai kriteria pemilihan. Jadi memercayai bahwa anda dipilih hanya
karena keanggotaan kelompok, bisa menyebabkan penurunan kinerja sebagai pemimpin.
Stereotip akan tetap ada meski jika anggota kelompok yang berbeda dinilai sama. Klaim
diskriminasi di depan publik sebagai salah satu penyebab hasil yang didapatkan seseorang dapat
memunculkan respons negatif pada anggota kelompok outgroup maupun ingroup, terlepas dari
alasan-alasan lainnya. Stereotip dapat memengaruhi perilaku meski tidak adanya penilaian skala
subjektif yang berbeda. Ketika skala objektif dilakukan, di mana pergeseran standar tidak terjadi
dan makna dari suatu respons adalah konstan, efek stereotip akan dapat diamati. Kemudian ada
kasus singlism yang berdampak pada orang yang melajang maupun orang yang telah menikah.
Singlism adalah stereotip negatif dan diskriminasi yang diarahkan pada orang yang melajang.
Singlism dapat berakar dari target yang tidak menyadari diskriminasi yang mereka hadapi, atau
karena mereka juga melihatnya sebagai hal yang wajar untuk memiliki bias terhadap kelompok
mereka. Lalu seseorang membentuk dan menggunakan stereotip karena cara kerja stereotip
membuat kita menyetujui informasi yang sesuai dengan stereotip tersebut dan
menginterpretasikan informasi yang tidak konsisten dengan cara yang memungkinkan kita untuk
mempertahankan stereotip kita. Ketika tindakan seseorang sangat berbeda dari stereotip, kita
memasukkan orang tersebut ke dalam subtipe sebagai kasus khusus yang membuktikan aturan
stereotip dan tidak mengubah stereotip kita. Stereotip dapat berubah seiring dengan berubahnya
hubungan antarkelompok. Mereka yang dipaparkan wanita dengan peran non-tradisional
menunjukkan penurunan stereotip gender.
Goffman (dalam Major & O'Brien, 2005) menjelaskan stigma sebagai atribut yang secara
luas mendiskreditkan seorang individu dan mengurangi dia "dari orang yang utuh dan normal
menjadi seseorang yang ternoda." Lebih lanjut Crocker dkk. menerangkan bahwa stigmatisasi
terjadi ketika seseorang memiliki (atau diyakini memiliki) beberapa atribut atau karakteristik
yang mengandung atau membawa identitas sosial yang bernilai rendah dalam konteks sosial
tertentu. Jadi diskriminasi adalah perilaku berbeda yang diarahkan kepada anggota kelompok
tertentu, di mana perilaku negatif tersebut tidak dapat dijustifikasi dan ditelusuri landasan
kebenarannya terhadap suatu kelompok atau anggotanya, perilaku tersebut diputuskan termasuk
dalam konteks tindakan terhadap anggota kelompok, dan penilaian atau keputusan tentang
anggota kelompok. Manifestasi atau perwujudannya meliputi perilaku tidak bersahabat secara
verbal dan non-verbal, penghindaran kontak atau interaksi, perilaku-perilaku pendekatan yang
agresif serta penolakan peluang dan akses atau perlakuan yang sama. Diskriminasi adalah
perwujudan prasangka dalam bentuk perilaku. Terjadi peningkatan drastis dalam hal "kejahatan
karena kebencian." Baik kejahatan berdasarkan ras, etnis, dan jenis prasangka lain. Contoh
Matthew Shepard, seorang mahasiswa yang dibunuh di Wyoming tahun 1998 karena preferensi
seksualnya (ia adalah seorang homoseksual) dan ada beberapa mahasiswa gay pada tahun 2010
yang melakukan bunuh diri karena perundungan yang mereka alami akibat orientasi seksual
mereka.
Prasangka adalah komponen perasaan dari reaksi kita terhadap kelompok tertentu.
Implikasi dari prasangka (zhan) ada dua, pertama su'uzzhan atau berburuk sangka yang
kemudian bisa menjadi stigmatisasi dan diskriminasi. Kedua husnuzzhan yang berarti berpikir
positif sehingga hatinya tenang. Kata husnuzzhan sering diartikan sebagai berbaik sangka.
Husnuzzhon berasal dari dua kata yaitu husn yang mengandung arti baik atau berbuat baik dan
al-zhan yang berarti sangkaan, dugaan dan shak. Kata shak mempunyai arti yang hampir sama
dengan kata shakk dan wahm. Dengan kata lain perbedaan ketiganya itu adalah kadar
sangkaannya shak itu 75%, shakk 50%, dan wahm 25%. Ciri-ciri orang yang berfikir positif
adalah selalu memerlukan fakta-fakta, mengetahui atau mencari tahu problem yang dihadapi,
menyusun fakta-fakta secara sistematis, bersifat fleksibel, tidak terlalu cepat mengambil
kesimpulan, mencoba cara pemecahan yang lain sebelum yakin benar (karena cara pemecahan
pertama bisa tidak berhasil), mempelajari cara-cara orang lain dalam berfikir, dan membiasakan
diri untuk menemukan suatu prinsip dalam pemecahan suatu problem yang dapat digunakan
seluas mungkin.
Diskriminasi selalu merujuk pada perlakuan tidak menyenangkan atau tindakan negatif
yang diarahkan terhadap anggota kelompok yang tidak disukai. Apakah diskriminasi akan
diekspresikan atau tidak bergantung pada persepsi norma atau penerimaan perlakuan seperti itu.
Pada banyak kasus, orang dengan sikap negatif terhadap berbagai kelompok tidak dapat
menunjukkan pandangan mereka secara langsung. Hukum, tekanan sosial, dan ketakutan akan
serangan balik, berperan untuk mencegah mereka mengekspresikan pandangan berpasangka
mereka ke dalam tindakan. Bentuk-bentuk diskriminasi diantaranya adalah menolak untuk
menolong, tokenisme (minimnya perilaku positif kepada pihak minoritas), di mana perilaku ini
digunakan sebagai pembelaan dan justifikasi bahwa ia sudah melakukan hal yang baik dan tidak
diskriminasi, dan reverse diskriminasi, yaitu praktik melakukan diskriminasi dengan
menggantungkan pihak yang biasanya menjadi target prasangka, di mana diskriminasi tersebut
dengan maksud agar mendapatkan justifikasi dan terbebas dari tuduhan telah melakukan
prasangka dan diskriminasi.

Diskriminasi rasial yang diekspresikan secara terang-terangan telah menurun, tetapi


bentuk-bentuk diskriminasi yang lebih halus seperti rasisme modern tetap ada. Rasisme modern
lebih samar tetapi sama mematikannya. Rasisme modern adalah keyakinan yang lebih samar dari
perasaan superior yang gamblang. Rasisme modern sebagian besar meliputi pandangan bahwa
kaum minoritas mencari dan menerima lebih banyak keuntungan daripada yang berhak mereka
terima dan menyangkal bahwa diskriminasi memengaruhi pendapatan mereka. Orang yang
memiliki tingkat rasisme modern tinggi mungkin ingin menyembunyikan prasangka mereka.
Bona fide pipeline didasarkan pada asumsi bahwa orang tidak menyadari prasangka mereka,
tetapi prasangka ini dapat diungkap dengan pengukuran implisit. Orang dapat mempertahankan
anggapan bahwa mereka tidak berprasangka dengan membandingkan diri mereka dengan bigot
ekstrem. Ketika dipaparkan dengan kejadian-kejadian di mana anggota kelompok kita sendiri
menunjukkan perilaku berprasangka, kita dapat menghindari rasa bersalah kolektif sampai tahap
kita dapat menyimpulkan tindakan-tindakan merusak dilegitimasi, karena telah dilakukan sejak
lama, atau karena orang yang dilukai tidak mengajukan tuntutan hukum, serta karena tindakan
tersebut merupakan tujuan yang lebih tinggi dari ingroup-nya.
Para psikolog sosial percaya bahwa stereotip dan prasangka tidak terhindarkan, berbagai
teknik untuk mengurangi stereotip dan prasangka telah berhasil diterapkan, diantaranya yaitu
belajar untuk tidak membenci, hipotesis kontak, kategorisasi ulang, rasa bersalah kolektif,
pelatihan atribusional, dan pengaruh sosial. Prespektif pembelajaran sosial (terhadap prasangka)
mengatakan bahwa prasangka didapatkan melalui pengalaman langsung dan tidak langsung
dengan cara yang relatif sama dengan sikap lainnya. Anak-anak mendapatkan sikap
berprasangka dari orang tuanya, dan ini khususnya pada kasus anak yang sangat
mengidentifikasikan diri dengan orang tuanya. Berpartisipasi di institusi dan memiliki teman
sebaya yang menjustifikasi diskriminasi, juga membantu mempertahankan sikap berprasangka.
Keuntungan potensial dari membuat kontak adalah dapat mengurangi prasangka. Pandangan
bahwa meningkatnya kontak antara anggota dari berbagai kelompok sosial, efektif untuk
mengurangi prasangka di antara mereka. Hipotesis kontak menyatakan bahwa membuat kontak
dengan kelompok yang sebelumnya terpisah dapat mengurangi prasangka. Khususnya ketika
kontak dengan anggota outgroup yang dianggap sebagaimana kelompok mereka pada umumnya.
Kontak dan membina pertemanan lintas kelompok dianggap penting dan dapat menurunkan
kecemasan saat berinteraksi dengan anggota outgroup.
Model identitas ingroup umum adalah teori yang menyatakan bahwa ketika individu dari
kelompok yang berbeda memandang dirinya sebagai anggota dari entitas sosial tunggal, maka
bias antarkelompok dapat dikurangi. Seperti yang ditunjukkan model identitas ingroup umum,
prasangka juga dapat dikurangi melalui kategorisasi ulang atau pergeseran batas antara "kita"
dan "mereka”, untuk menyertakan kelompok yang sebelumnya outgroup ke dalam kategori
"kita". Ini bahkan bisa untuk kasus kelompok yang telah lama bermusuhan jika kategori
maksimal manusia digunakan. Lalu teknik-teknik emosional untuk mengurangi prasangka juga
efektif. Orang juga dapat merasakan rasa bersalah kolektif atas tindakan berprasangka yang
dilakukan kelompok mereka. Dengan melihat ketidaksetaraan yang disebabkan oleh keuntungan
ingroup, rasa bersalah kolektif dapat dimunculkan dan ini nantinya dapat mengurangi rasisme
dan meningkatkan perilaku anti diskriminasi ketika orang merasa mampu untuk membuat
perubahan. Kemudian menurunnya respons prasangka juga dapat dicapai dengan melatih
individu untuk berkata tidak pada asosiasi stereotip dan kelompok sosial tertentu atau dengan
melatih mereka untuk membuat atribusi situasional untuk perilaku negatif outgroup. Terakhir
pengaruh sosial sebagai cara untuk mengurangi prasangka, karena jika orang dapat dibuat
percaya bahwa pandangan berprasangka mereka "keterlaluan" oleh sebagian besar orang lainnya
(terutama orang-orang yang mereka hormati), mereka mungkin akan mengubah pandangannya
ke posisi yang lebih tidak berprasangka.

Anda mungkin juga menyukai