Anda di halaman 1dari 4

Teori perkembangan sosio emosional Erikson

Perkembangan sosial yaitu perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan yang berlaku di masyarkat tempat anak berada. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama (Yusuf, 2004).
Secara bahasa sosial berarti sesuatu yang berkenaan dengan orang lain atau masyarakat. Sedangkan
emosi secara bahasa berarti luapan perasaan yang berkembang; keadaan dan reaksi psikologis dan
fisiolagis seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan yang bersifat subjektif. Pada konteks
psikologi, emosi diartikan sebagai gejala psikofisiologis yang menimbulkan efek pada persepsi, sikap dan
perilaku. Emosi dalam pemakaian kita sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam
psikologi.

Berdasarkan berbagai pengertian diatas, maka sosial emosi dapat diartikan sebagai perbuatan yang
disertai dengan perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi individu di saat berhubungan dengan
orang lain. Jadi perkembangan sosial emosi pada anak usia dini yaitu perubahan perilaku yang disertai
dengan perasaan-perasaan tertentu yang melingkupi anak usia dini saat berhubungan dengan orang
lain.

Teori Perkembangan Sosial dikembangkan oleh Erik Erikson. Erik Erikson lahir Frankfurt, Jerman pada
tahun 1902. Ia adalah seorang penganut aliran Psikoanalisis dari Sigmund Freud yang kemudian menjadi
neofreudian (psikoanalisa yang didasarkan pada hubungan sosial). Teorinya ini disebut dengan Teori
Psikososial. Ia berpendapat bahwa setiap individu berjuang melakukan pencarian identitas diri dalam
tiap tahap kehidupannya.

Pusat dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumpsi mengenai perkembangan
setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara universal dalam kehidupan
setiap manusia. Proses yang terjadi dalam setiap tahap yang telah disusun sangat berpengaruh terhadap
“Epigenetic Principle” yang sudah dewasa/matang. Dengan kata lain, Erikson mengemukakan
persepsinya pada saat itu bahwa pertumbuhan berjalan berdasarkan prinsip epigenetic.

Di mana Erikson dalam teorinya mengatakan melalui sebuah rangkaian kata yaitu : (1) Pada dasarnya
setiap perkembangan dalam kepribadian manusia mengalami keserasian dari tahaptahap yang telah
ditetapkan sehingga pertumbuhan pada tiap individu dapat dilihat/dibaca untuk mendorong,
mengetahui, dan untuk saling mempengaruhi, dalam radius soial yang lebih luas. (2) Masyarakat, pada
prinsipnya, juga merupakan salah satu unsur untuk memelihara saat setiap individu yang baru memasuki
lingkungan tersebut guna berinteraksi dan berusaha menjaga serta untuk mendorong secara tepat
berdasarkan dari perpindahan didalam tahaptahap yang ada

Teori psikososial dari Erik Erikson meliputi delapan tahap yang saling berurutan sepanjang hidup. Hasil
dari tiap tahap tergantung dari hasil tahapan sebelumnya, dan resolusi yang sukses dari tiap krisis ego
adalah penting bagi individu untuk dapat tumbuh secara optimal. Ego harus mengembangkan
kesanggupan yang berbeda untuk mengatasi tiap tuntutan penyesuaian dari masyarakat. Berikut adalah
delapan tahapan perkembangan psikososial menurut Erik Erikson :

1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya) usia 0-1 tahun

Perilaku bayi didasari oleh dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di
sekitarnya. Dia sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku oleh orang yang
tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada orangorang yang asing tetapi juga kepada benda
asing, tempat asing, suara asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi
tersebut seringkali bayi menangis. Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur
0-1 atau 1 ½ tahun. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan
mengembangkan kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu
ketidakpercayaan. Jika krisis ego ini tidak pernah terselesaikan, individu tersebut akan mengalami
kesulitan dalam membentuk rasa percaya dengan orang lain sepanjang hidupnya, selalu meyakinkan
dirinya bahwa orang lain berusaha mengambil keuntungan dari dirinya.

2. Autonomy vs Shame (Kemandirian vs Rasa Malu)usia 2-3 tahun

Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak
dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. Pada usia ini menurut Erikson bayi
mulai belajar untuk mengontrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau
perjuangan anak terhadap pengalamanpengalaman baru yang berorientasi pada suatu
tindakan/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan juga
untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjalan, memegang tangan
orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.

3. Initiative vs Guilt usia 3-6 tahun

Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak menginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas
yang harus diemban seorang anak pada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa
banyak terlalu melakukan kesalahan. Pada periode inilah anak belajar bagaimana merencanakan dan
melaksanakan tindakannya. Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam
memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa bertanggung jawab dan prakarsa. Mereka yang gagal
mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif.

4. Industry versus Inferiority 6-12 tahun

Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan industry–inferiority. Sebagai kelanjutan
dari perkembangan tahap sebelumnya, pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang
ada di lingkungannya. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya
berhasil, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak dapat
mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih sukses karena mereka
merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat mengembangkan sikap rendah diri. Saat
anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dari lingkungan keluarga merambah
sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki peran, misalnya orang tua harus selalu
mendorong, guru harus memberi perhatian, teman harus menerima kehadirannya, dan lain
sebagainya.

5. Identity versus Role Confusion 12-20 tahun

Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa sehingga
tampak adanya kontraindikasi bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi di sisi lain ia dianggap
belum dewasa. Tahap ini merupakan masa stansarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang
seksual, umur dan kegiatan.

6. Intimacy versus Isolation (masa dewasa muda)

Dalam tahap ini, orang dewasa muda mempelajari cara berinteraksi dengan orang lain secara lebih
mendalam. Ketidakmampuan untuk membentuk ikatan sosial yang kuat akan menciptakan rasa
kesepian. Ritualisasi yang terjadi pada tahap ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afilisiasi
menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempertahankan cinta yang
dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan elitisme menunjukkan sikap yang kurang
terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap orang lain.

7. Generativity versus Stagnation (masa dewasa menengah)

Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan


namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala
kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan
individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak
mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap pengetahuan dan
kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami
hambatan.

8. Ego Integrity versus Despair (masa dewasa akhir)

Dalam teori Erikson, orang yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati
tahaptahap sebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berupaya
menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit dilewati menurut
pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa terasing dari lingkungan
kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak
berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling
tinggi dalam teori Erikson terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan
oleh karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri.
Dafus

Delyana, Hafizah & Mudjiran. (2020). The Role of the Family in Children's Emotional Social Development.
Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. Volume 8, Nomor 2

Khoiruddin, M. Arif. (2018). PERKEMBANGAN ANAK DITINJAU DARI KEMAMPUAN SOSIAL EMOSIONAL.
Institut Agama Islam Tribakti Kediri. Volume 29 Nomor 2

Riendravi, Scania. (2013). PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK. E-Jurnal Medika Udayana. Volume 2
nomor 11

http://repository.radenintan.ac.id/10894/1/BUKU%20DARAS%20PSIKOLOGI%20PERKEMBANGAN.pdf

http://repository.iainbengkulu.ac.id/3899/1/TIARA%20EMILIZA.pdf

Anda mungkin juga menyukai