Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG MENGENAL MANUSIA PURBA

Dibuat oleh :

Satria Arya Dinata


Kelas : X.IPS 1

Guru Pembimbing : Iin Zaenah, S.Pd

SMA N 1 ABUNG SEMULI


Jl. Cendrawasih No.1, RT/RW 01/01, Desa Semuli Jaya,
Kecamatan Abung Semuli, Kabupaten Lampung Utara,
Provinsi Lampung
34581
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Sejarah membuat makalah.
Pada kesempatan kali ini kami menulis makalah dengan judul “Manusia Purba di
Indonesia”.

Secara garis besar makalah ini disusun secara ringkas dan sistematis agar para
pembaca lebih mudah memahami isi makalah ini. Isi makalah ini tersusun atas
pendahuluan, kajian pustaka, pembahasan, dan penutup serta lampiran yang sudah
ditulis secara singkat dan jelas.

Pengetahuan ini masih jauh dari lengkap dan sempurna untuk menjangkau
pengetahuan-pengetahuan yang semakin hari semakin banyak berkembang.

Menyadari kekurangan yang ada pada makalah yang saya tulis ini, dengan
kerendahan hati penyusun sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
agar makalah yang saya tulis akan datang lebih baik dan sempurna. Saya sebagai
penyusun berharap semoga makalah yang telah ditulis ini bermanfaat bagi pembaca.
Amiin.
Semuli Jaya, Agustus 2021
Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ..............................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan Makalah..............................................................................

BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................


BAB III PEMBAHASAN ......................................................................................
3.1 Sejarah Manusia Purba di Indonesia ...............................................................
3.2 Jenis-Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia ...............................
3.3 Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia .......................................

BAB IV PENUTUP.................................................................................................
4.1 Kesimpulan........................................................................................................
4.2 Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
LAMPIRAN............................................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia yang hidup pada zaman pra aksara sekarang sudah berubah menjadi
fosil. Penemuan-penemuan fosil ini banyak disumbang oleh Indonesia. Hal ini
dikarenakan Indonesia merupakan wilayah tropis dan mempunyai iklim yang cocok
dihuni manusia kala itu. Fosil manusia yang ditemukan di Indonesia dalam
perkembangan terdiri dari beberapa jenis. Penemuan-penemuan fosil sangat berguna
bagi perkembangan ilmu sejarah sekarang ini. Baik dalam hal menjelaskan kehidupan
manusia kala itu maupun hewan yang pernah hidup dan bagaimana evolusi manusia
hingga menjadi sekarang ini. Dilihat dari hasil penemuan di Indonesia maka dapat
dipastikan Indonesia mempunyai banyak sejarah peradapan manusia mulai saat
manusia hidup. Hal ini diketahui dari kedatangan para ahli dari Eropa pada abad ke-
19, dimana mereka tertarik untuk mengadakan penelitian tentang fosil manusia di
Indonesia. Dengan begitu ilmu sejarah akan terus berkembang sejalan dengan fosil-
fosil yang ditemukan. Itu sebabnya makalah ini dibuat untuk mengetahui lebih jelas
dan terperinci mengenai manusia purba yang ditemukan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang akan ditulis pada makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
1.2.1 Bagaimana sejarah manusia purba di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia?
1.2.3 Dimana saja lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah adalah sebagai berikut:
1.3.1 Menjelaskan sejarah manusia purba di Indonesia.
1.3.2 Mendiskripsikan jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia.
1.3.3 Menjelaskan lokasi penemuan fosil manusia purba di Indonesia

1.4 Manfaat Penulisan Makalah

1
1) Bagi pembaca. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pembaca untuk
menambah pengetahuan tentang kehidupan manusia purba di Indonesia pada
zaman dahulu.
2) Bagi Penulis. Dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna
menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa
mengetahui kehidupan manusia purba di Indonesia.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Pernahkah kamu mendengar tentang Situs Manusia Purba Sangiran? Kini


Situs Manusia Purba Sangiran telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai warisan
budaya dunia, tentu ini sangat membanggakan bangsa Indonesia. Pengakuan tersebut
tentu didasari berbagai pertimbangan yang kompleks. Satu di antaranya
karena di wilayah tersebut tersimpan ribuan peninggalan manusia purba yang
menunjukkan proses kehidupan manusia dari masa lalu. Sangiran telah menjadi
sentral bagi kehidupan manusia purba. Berbagai penelitian dari para ahli juga
dilakukan di sekitar Sangiran. Beberapa temuan fosil di Sangiran telah mendorong
para ahli untuk terus melakukan penelitian termasuk di luar Sangiran. Dari Sangiran
kita mengenal beberapa jenis manusia purba di Indonesia. Setelah ditetapkan sebagai
warisan dunia, Situs Manusia Purba Sangiran dikembangkan sebagai pusat penelitian
dalam negeri dan luar negeri, serta sebagai tempat wisata. Selain itu Sangiran juga
memberi manfaat kepada masyarakat di sekitarnya, karena pariwisata di daerah
tersebut.

3
BAB III
PEMBAHASAN
Makalah ini membahas tentang sejarah manusia purba di Indonesia, jenis-jenis
manusia purba yang ditemukan di Indonesia, dan lokasi penemuan fosil manusia
purba di Indonesia.
3.1 Sejarah Manusia Purba di Indonesia
artinya, Indonesia pada masanya pernah didiami oleh manusia purba.
Kenyataan ini menjadikan Indonesia menjadi salah satu tempat penting bagi para ahli
yang akan melakukan studi tentang manusia purba. Adapun tempat lain yang juga
ditemukan fosil manusia purba yaitu Prancis, Jerman, Belgia, dan Cina.
Faktor apakah yang membuat Indonesia menjadi tempat menarik untuk
didiami oleh manusia purba? Kita tahu, kehidupan manusia purba masih sangat
bergantung oleh alam. Jadi besar kemungkinan faktor utama yang menarik manusia
purba untuk mendiami Indonesia adalah kesuburan tanahnya serta kekayaan akan
faunanya. Sejak 10.000 tahun yang lalu ras-ras manusia seperti yang kita kenal
sekarang ada di Indonesia. Pada kala Holosin dikenal dua ras, yaitu ras
Austromelanosoid dan ras mongoloid. Ras Austromelanosoid mempunyai ciri-ciri
tubuh agak besar, tengkorak kecil, rahang kedepan, hidung lebar, alat pengunyah kuat.
Ras mongoloid memiliki ciri-ciri tubuh lebih kecil, tengkorang sedang, muka lebar
dan datar, hidung sedang. Temuan rangka manusia Pos Plestosin di pantai timur
Sumatera Utara, gua-gua di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara. Sisa-
sisa manusia di langsa tamiang dan binjai menunjukkan ciri-ciri austromelanosoid.
Dengan melihat keadaan di Sumatera Timur dan membandingkan dengan
keadaan di pantai selat Malaka, manusia ini memakan bintang laut, kerang laut, dan
ikan, disamping beberapa hewan darat, seperti babi dan badak. Manusia ini juga telah
mengenal api, mengubur mayat, dan upacara tertentu. Pada saat bersamaan di gua
lawa, sampung, ponorogo, didapati manusia yang termasuk ras Austromelanosoid.
Mereka hidup dari binatang buruan, seperti kerbau, rusa, dan gajah.
Di Flores, yaitu Liang Toge, Liang Momer, dan Liang Panas didapatkan sisa-
sisa manusia yang menunjukkan ciri-ciri Austromelanooid. Di Liang Toge, Flores
Barat manusianya diperkirakan hidupnya secara meramu dan berburu. Dari data
tersebut maka populasi di Indonesia di kala Pos Plestosin: Sumatera, Jawa, dan Nusa
Tenggara didiami ras Austromelanosoid dengan sedikit unsur Mongoloid, tapi di

4
Sulawesi selatan menunjukan ras mongoloid. Mungkin karena pengaruh mongoloid
melalui Filipina – Kalimantan – Sulawesi.
Kehidupan praaksara di Indonesia dimulai sejak munculnya manusia purba.
Berdasarkan banyaknya fosil purba yang ditemukan, menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan tempat yang menarik bagi manusia purba untuk ditempati. Oleh karena itu,
Indonesia menjadi sangat penting bagi para ilmuan

3.2 Jenis-Jenis Manusia Purba yang Ditemukan di Indonesia


Berdasarkan penelitian yang dilakukan para ahli, fosil manusia purba yang
ditemukan di Indonesia dapat dibedakan menjadi Meganthropus, Pithecanthropus, dan
Homo sapiens.
3.2.1 Meganthropus
Jenis manusia purba ini berdasarkan penelitian von Koenigswald di Sangiran pada
tahun 1936 dan 1941. Ukuran fisik manusia purba jenis ini serba besar dan bentuknya
tegap. Para ahli kemudian menamai manusia purba jenis ini Meganthropus
paleojavanicus yang artinya manusia raksasa dari Jawa. Diperkirakan makanan
manusia jenis ini adalah tumbuhan dan masa hidupnya pada zaman Pleistosen Awal.
Berdasarkan fosil yang ditemukan, para ahli menduga Meganthropus paleojavanicus
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tulang pipi yang tebal
2) Otot kunyah yang kuat
3) Kening menonjol
4) Memiliki tonjolan belakang yang tajam
5) Tidak memiliki dagu
6) Memiliki perawakan yang tegap
7) Memakan jenis tumbuhan
8) Geraham besar
9) Bentuk muka diduga masih masif
10) Bentuk gigi homonin
11) Permukaan kunyah tajuk terdapat banyak kerut
Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Sampai
sekarang belum ditemukan perkakas atau alat-alat yang digunakan oleh Meganthropus.
Para ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan kebudayaan
yang ditingalkan. Oleh karena itu, para ahli masih berbeda pendapat tentang

5
keberadaan Megantropus. Sebagian ahli menganggap sebagai Pithecanthropus, tetapi
ada juga ahli yang menganggapnya sebagai Australopithecus.

3.2.2 Pithecanthropus
Manusia purba jenis Pitchecanthropus banyak ditemukan di Indonesia nama
Pitchecanthropus berasal dari dua kata yaitu pithecos dan anthropus. Fosil
Pitchecanthropus dapat ditemukan di Trinil, Mojokerto, Kedungbrubus,
Sangiran, Sambungmacan, dan Ngandong. Daerah-daerah tersebut diduga
masih berupa padang rumput dengan pohon-pohon jarang sehingga cocok
sebagai daerah perburuan. Manusia jenis ini hidup dengan cara berburu dan
mengumpulkan makanan. Mereka tinggal di tempat terbuka dan hidup
berkelompok.
Secara umum Pithecanthropus memiliki ciri-ciri berubuh tegap dengan tinggi
badan 165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat Meganthropus, belum
ada dagu dan hidungnya lebar dengan volume otak berkisar 750-1.300 cc.
Pithecanthropus hidup sekitar 2,5 juta-200 ribu tahun yang lalu. Beberapa
jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain Pithecanthropus
mojokertensis, Pithecanthropus erectus, dan Pithecanthropus soloensis. Setiap
jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda.
3.2.2.1 Pithecanthropus mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto)
merupakan manusia purba jenis Pithecanthropus tertua yang ditemukan di
Indonesia. Manusia purba jenis ini diperkirakan hidup sekitar 2,5-1,25 juta
tahun yang lalu. Pithecanthropus mojokertensis ditemukan oleh von
Koeningswald di Mojokerto pada tahun 1936. Fosil yang berhasil ditemukan
berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan
gigi lepas. Berdasarkan temuan tersebut, ciri-ciri Pithecanthropus
mojokertensis dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Tulang pipi kuat
2) Berbadan tegap
3) Tonjolan kening tebal
4) Otot tengkuk kukuh
5) Muka menonjol ke depan
6) Volume otak 650-1.000 cc

6
3.2.2.2 Pithecanthropus erectus atau Homo erectus
Pithecanthropus erectus (manusia kera berjalan tegak) merupakan manusia
purba yang memiliki persebaran paling luas. Sehingga frakmen yang
ditemukan lebih banyak. Fragmen fosil yang berhasil ditemukan antara lain
atap tengkorak, tulang paha, rahang bawah, gigi lepas, dan tulang kering.
Sebagian besar fosil ditemukan di tepi Sungai Bengawan Solo. Berdasarkan
fosil yang ditemukan, para ahli menduga ciri-ciri Pitchecanthropus
Erectus sebagai berikut:
1) Tinggi badan sekitar 160 – 180 cm
2) Volume otak berkisar antara 750 – 1000 cc
3) Bentuk tubuh dan anggota badan tegap, tetapi tidak setegap
meganthropus
4) Alat pengunyah kuat
5) Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat
6) Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi
7) Bentuk hidung tebal dan lebar
8) Bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde
9) Muka menonjol ke depan, dahi miring ke belakang
Sedangkan, hasil budaya Pithecanthropus erectus antara lain:
 Kapak perimbas
 Kapak penetak
 Kapak gengam
 Pahat gengam
 Alat serpih
 Alat-alat tulang

3.2.3 Homo
Hasil penelitian Van Koeningswald menyimpulkan bahwa makhluk yang diberi nama
homo ini memiliki tingkatan lebih tinggi dibanding Pitchecanthropus Erectus dan
Meganthropus. Bahkan manusia purba jenis homo dapat dikatakan sebanding dengan
manusia biasa. Di Indonesia ditemukan tiga jenis fosil homo, yaitu Homo soloensies,
Homo wajakensis, dan Homo florensiensis.

7
3.2.3.1 Homo soloensies
Nama Homo soloensies berarti manusia dari solo. Fosil ini ditemukan
oleh von Koeningswald di daerah Ngandong, tepi Sungai Bengawan Solo
antara tahun 1931-1934. Manusia jenis ini diperkirakan hidup sekitar 900-200
ribu tahun yang lalu.
Ciri-ciri Homo Soloensis:
- Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc
- Tinggi badan antara 130 – 210 cm
- Berat badan 30-150 kg
- Otot tengkuk mengalami penyusutan
- Muka tidak menonjol ke depan
- Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
Hasil Budaya Homo Soloensis
- Kapak gengam / Kapak perimbas
- Alat serpih
- Alat-alat tulang
- Alat-alat zaman dahulu
3.2.3.2 Homo Wajakensis
Nama Homo wajakensis berarti manusia dari wajak. Fosil ini
ditemukan oleh Eugene Dubois di Desa Wajak, Tulungagung pada tahun
1889. Manusia purba ini diperkirakan hidup sekitar 40-25 ribu tahun yang lalu.
Menurut Eugene Dubois, Homo wajakensis termasuk ras Australoid dan
bernenek moyang Homo soloensis. Von Koeningswald memasukkan Homo
wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena sudah
mengenal upacara penguburan.
3.2.3.3 Homo florensiensis
Pada tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan
peggalian di gua Liang Bua, Flores. Mereka berhasil menemukan fosil
tengkorak manusia purba yang memiliki bentuk mungil atau hobbit. Manusia
purba yang ditemukan di Gua Liang Bua tersebut kemudian diberi nama
Homo Floresiensis. Ukuran manusia ini tidak lebih besar dari anak-anak usia
lima tahun. Homo Floresiensis diperkirakan memiliki tinggi badan 100 cm dan
berat badan 30 kg. Selain itu, mereka sudah berjalan tegak dan tidak memiliki
dagu. Manusia purba ini hidup di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu.

8
Homo floresiensis hidup sezaman dengan gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan
kadal-kadal raksasa (komodo) di Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut. Homo
floresiensi merupakan keturunan spesies Homo erectus yang hidup di Asia
Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu. Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka
berevolusi menjadi bentuk yang lebih kecil. Hipotesis ini didasarkan pada
penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo erectus di
sekitar fosil Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon
(gajah purba) berukuran kecil. Penemuan ini semakin menguatkan ipotesis
para ilmuwan bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini menyesuaikan diri
dengan habitatnya dengan cara menjadi lebih kecil.
Sementara itu, dalam jumlah ilmiah Nature para ilmuwan lan
menjelaskan Homo Floresiensis sebagai spesies baru manusia. Akan tetapi,
pendapat ini ditentang oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada.
Menurut mereka, Homo floresiensis bukan merupakan spesies baru, melainkan
nenek moyang dari orang-orang katai Flores yang menderita
penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil. Sampai
sekarang penyakit tersebut masih ditemukan pada beberapa penduduk yang
hidup di sekitar Gua Liang Bua.

3.3 Lokasi Penemuan Fosil Manusia Purba di Indonesia


Penemuan fosil manusia purba untuk sementara ini yang paling banyak ditemukan
berada di Pulau Jawa. Meskipun di daerah lain tentu juga ada, tetapi para peneliti
belum berhasil menemukan tinggalan tersebut atau masih sedikit yang berhasil
ditemukan, misalnya di Flores. Berikut ini akan dipaparkan mengenai penemuan
penemuan penting fosil manusia di beberapa tempat.
3.3.1 Sangiran
Secara geografis, Sangiran terletak di kaki Gunung Lawu dan sekitar 15 km
dari lembah Sungai Bengawan Solo. Sangiran dianggap pusat peradaban besar,
penting, dan lengkap manusia purba di Indonesia, bahkan dunia. Sangiran merupakan
pusat perkembangan manusia dunia yang memberikan petunjuk tentang keberadaan
manusia sejak 150.000 tahun yang lalu.
Karakteristik wilayah Sangiran berbentuk menyerupai kubah raksasa berupa
cekungan besar di pusat kubah akibat erosi di bagian puncaknya. Kubah raksasa

9
tersebut diwarnai dengan perbukitan bergelombang. Kondisi deformasi geologis itu
menyebabkan tersingkapnya berbagai lapisan batuan yang mengandung fosil-fosil
manusia puba dan binatang, termasuk artefak. Lapisan batuan Sangiran
memperlihatkan proses evolusi lingkungan yang sangat panjang. Proses itu dimulai
dari formasi Kalibeng berlanjut pada formasi Pucangan, formasi Kabuh, dan formasi
Notopuro.
Penelitian purbakala di Sangiran diawali oleh P.E.C. Schemulling pada tahun
1864, dengan laporan penemuan fosil vertebrata dari Kalioso, bagian dari wilayah
Sangiran. Semenjak dilaporkan Schemulling situs itu seolah-olah terlupakan dalam
waktu yang lama. Selanjutnya, pada tahun 1895 Eugene Dubois mendatangi tempat
ini, tetapi Dubois tidak menghasilkan temuan sehingga dokter dan ahli anatomi tidak
berminat untuk melanjutkannya. Pada tahun 1932, seorang ahli geografi, L.J.C. van
Es, membuat peta geologi di kawasan Sangiran dengan skala 1:20.000. peta ini
kemudian dimanfaatkan oleh Gustav Heindrich Ralph von Koeningswald pada tahun
1934 untuk melakukan survei eksploratif wilayah Sangiran.
Berbekal peta tersebut, Koeningswald berhasil menemukan berbagai peralatan
manusia purba. Di sela-sela survei tersebut, pada tahun 1936 seorang penduduk
menyerahkan sebuah fosil rahang kanan manusia purba kepada Koeningswald. Inilah
temuan pertama fosil manusi purba yang diberi kode S1 (Sangiran 1). Sejak saat itu
hingga 1941, ditemukan fosil manusia purba Homo erectus. Homo erectus merupakan
takson paling penting dalam sejarah manusia, sebelum masuk pada tahapan manusia
Homo sapiens, manusia modern.
Sejak penemuan von Koeningswald, situs Sangiran menjadi sangat terkenal dan
secara resmi ditetapkan sebagai Warisan Dunia pada tahun 1966, yang tercantum
dalam Nomor 593 Daftar Warisan Dunia (World Heritage List) UNESCO.
3.3.2 Trinil, Ngawi, Jawa Timur
Trinil merupakan sebuah situs paleoantropologi di pinggiran Bengawan Solo.
Penelitian kehidupan manusia purba di Trinilsudah dilakukan jauh sebelum penelitian
yang dilakukan von Koeningswald di situs Sangiran. Penelitian manusia purba di
Trinil dilakukan pertama kali oleh Eugene Dubois.
Penelitian Eugene Dubois diawali dengan penggalian pada endapan aluvial
Bengawan Solo dan dari lapisan tersebut ditemukan tulang rahang. Dalam penggalian
berikutnya, Eugene Dubois berhasil menemukan gigi geraham, bagian atas tengkorak,
dan tulang paha kiri. Eugene Dubois memberi nama penemuannya Pithecanthropus

10
erectus yang berarti manusia kera berjalan tegak. Pada masa sekarang para ahli
sepakat menyebut Pitechanthropus erectus dengan sebutan Homo erectus yang artinya
manusia berjalan tegak.
Tengkorak Pithecanthropus erectus dari Trinil sangat pendek tetapi memanjang
ke belakang. Volume otaknya sekitar 900 cc, di antara otak kera (600 cc) dan otak
manusia modern (1.200-1.400 cc). Tulang kening sangat menonjol dan di bagian
belakang mata terdapat penyempitan yang sangat jelas, menandakan otak yang belum
berkembang. Pada bagian belakang kepala terlihat bentuk meruncing yang diduga
pemiliknya merupakan perempuan. Berdasarkan kaburnya sambungan perekatan
antartulang kepala, ditafsirkan individu ini telah mencapai usia dewasa.
Penemuan manusia purba jenis Homo erectus oleh Eugene Dubois telah
mendorong beberapa penelitian lain. Pada tahun 1907-1908 Selenka melakukan
penelitian dan penggaian di Desa Trinil. Dalam penelitiannya ini, Lenere Selenka
tidak berhasil menemukan fosil manusia. Akan tetapi, ia berhasil menemukan fosil-
fosil hewan dan tumbuhan yang dapat memberikan dukungan untuk menggambarkan
lingkunga hidup Homo erectus. Inilah penelitian pertama yang mengaitkan fosil
manusia dengan lingkungan alamnya.
3.3.3 Ngandong
Ngandong merupakan sebuah desa di tepi Bengawan Solo dalam wilayah
Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Pada tahun 1933, Ter Haar, Oppenoorth, dan von
Koeningswald melakukan penelitian di daerah ini dan berhasil menemukan beberapa
atap tengkorak yang diidentifikasi sebagai Homo soloensis. Berdasarkan morfologi
yang dimiliki, manusia Ngandong digolongkan sebagai Homo erectus paling maju.
Tengkorak Homo erectus Ngandong berukuran besar dengan volume otak rata-rata
1.100 cc, lebih besar dibandingkan dengan Homo erectus dari sangiran dan Trinil.
3.3.4 Patiayam
Situs Patiayam merupakan daerah perbukitan di lereng Gunug Muria, sebelah
utara jalan raya antara Kota Kudus dan Pati. Penemuan fosil manusia di daerah ini
terjadi pada tahun 1978 ketika tim dari Pusat Arkeologi Nasional menemukan gigi
dan pecahan tengkorak Homo erectus. Dari penelitian selanjutnya diketahui bahwa
fosil Homo erectus ini berasal dari formasi Slumprit yang berumur awal ploistosen
tengah.
3.3.5 Wajak

11
Wajak merupakan sebuah desa yang terletak di Tulungagung, Jawa Timur.
Nama Wajak mulai terkenal pada tahun 1889 saat B.D. Reitschoten menemukan
sebuah fosil tengkorak. Fosil tersebut kemudian diserahkan kepada C.P. Sluiter,
kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan Ahli Ilmu Alam)
di Batavia pada saat itu. Sluiter kemudian menyerahkan fosil tengkorak Wajak kepada
Eugene Dubois.
Bagi Dubois, fosil tersebut membuka harapan baru untuk menemukan missing
link asal usul manusia. Ini sesuai teori ahli geologi Verbeek yang sepakat bahwa
pegunungan batu gamping tersier di Jawa sangat menjanjikan bagi Dubois. Dubois
akhirnya tinggal selama lima tahun di Tulungagung yang saat itu masih merupakan
kota kecil bagian dari Kediri. Dia menyusur kembali tempat Rietschoten menemukan
fosil tengkorak manusia, yakni di cekungan bebatuan sekitar Wajak. Di sekitar tempat
itu Dubois menemukan fosil mamalia dan reptil, serta fosil tengkorak meskipun tidak
seutuh temuan Rietschoten. Fosil temuannya diberi nama Homo wajakensis.
3.3.6 Flores
Penelitian kehidupan purba di Flores dimulai pada tahun 2003. Penelitian tersebut
dilakukan oleh beberapa ilmuwan dari Indonesia dan Australia. Tim Indonesia
dipimpin oleh Raden Pandji Soejono dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan tim
Australia dipimpin oleh Mike Morwood dari Universitas New England. Pada
penggalian di gua Liang Bua, Flores, para ilmuwan tersebut menemukan fosil
manusia kerdil atau hobbit yang diberi nama Homo floresiensis.

12
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Indonesia merupakan tempat yang cocok untuk kehidupan manusia purba sehingga
banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba di Indonesia utamanya di Pulau Jawa.
Jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia antara lain Meganthropus
paleojavanicus, Pithecanthropus mojokertensis, Pithecanthropus erectus,
Pithecanthropus soloensis, Homo soloensies, Homo wajakensis, dan Homo
florensiensis. Lokasi penemuan fosil manusia tersebut antara lain di Sangiran, Trinil,
Ngandong, Patiayam, Wajak, dan Flores.
1.2 Saran
Mengingat di Indonesia banyak ditemukan fosil-fosil manusia purba, maka dapat
dilakukan penelitian lanjutan untuk memperjelas proses evolusi manusia dan untuk
memperbaiki teori-teori lama yang kurang tepat.

13
DAFTAR PUSTAKA
Djaja, Wahjudi, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.
Gunawan, Restu, dkk. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Penemuan Manusia Purba di Indonesia. (online). (http://www.eyuana.com/2014/10/
penemuan-manusia-purba-di-indonesia_4.html, diakses tanggal 11 September 2015).

14

Anda mungkin juga menyukai