Anda di halaman 1dari 11

1

LANDASAN PEDAGOGIK / PENDIDIKAN


Tugas Tanggapan Materi 12

Disusun Untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Landasan Pedagogik / Pendidikan


Dosen Pengampu Dr. Heru Sriyono,MM., M.Pd.

Disusun Oleh:
Mahasiswa Pascasarjana Imu Pengetahuan Sosial Angkatan 2019/2020

Disusun
Oleh : JAMALUDIN
NPM : 20197379111

PASCASARJANA UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
TAHUN 2020
2

TANGGAPAN INDIVIDU MATERI XII TENTANG PROESIONALISME

Menurut saya, tentang materi 12 dari silabus pembelajaran semester ganjil

tentang profesionalisme pendidikan dari beberapa sumbuer dapat saya simpulkan

beberapa sub pembahasan diantaranya sebagai berikut :

1. Pengertian Guru, Profesi dan Profesionalisme

2. Profesionalisme Pendidikan Dan Kode Etik Guru

3. Realita Profesionalisme Pendidikan Di Indonesia

4. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan

5. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan

6. Kesimpulan

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN GURU, PROFESI DAN PROESIONALISME GURU

Husnul Chotimah (2008) Guru dalam pegertian sederhana adalah

orang yang memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber

belajar ke peserta didik.

Mohammad Uzer Usman (1992:4), guru merupakan profesi, jabatan

dan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Menurutnya jenis

pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang

kependidikan

Sedangkan berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang profesi, dapati

disimpulkan bahwa:

Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-


citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam
mencapainya memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak
3

ukur, persyaratan khusus dan kode etik oleh suatu badan serta dapat
diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.

Profesi sebagai kata benda berarti bidang pekerjaan yang dilandasi

pendidikan keahlian tertentu. Profesional sebagai kata sifat berarti

memerlukan kepandaian khusus untuk melaksanakannya. Secara etimologi,

profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin

profecus yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu atau ahli

dalam melaksanakan pekerjaan tertentu (Sudarwan Danin, 2002:20).

Mengutip pendapat Ornstein dan Levine, Soetjipto (2004;15)

mengemukakan bahwa profesi adalah memerlukan bidang ilmu dan

keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai (tidak semua orang

dapat melakukannya) dan memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang

panjang. Selanjutnya Nana Sudjana (Uzer Usman, 2001:14) pekerjaan yang

bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh

mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang

dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas

pokoknya sebagai pendidik dan pengajar meliputi kemampuan

merencanakan, melakukan dan melaksanakan evaluasi pembelajaran.

Menurut Peter Jarvis (1992:28); Sudarwan Danim (2002:23); dan

Nina Syam (2002:13) terdapat tujuh tahapan menuju status professional yang

dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, penentuan spesialisasi bidang

pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus dan keterampilan untuk


4

menerapkan pengetahuan khusus tersebut yang dimiliki oleh seseorang;

Kedua, penentuan tenaga ahli yang memenuhi persayaratan untuk

menjalankan pekerjaan sesuai dengan pengetahuan khusus yang dimiliki oleh

tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya; Ketiga, penentuan pedoman

kerja sebagai landasan kerja yang disebut juga sebagai standar perilaku

tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya atau kehaliannya. Pedoman

kerja tersebut disebut juga sebagai etika kerja; keempat, peningkatan

kreativitas kerja sebagai usaha untuk menciptakan sesuatu yang lebih baik

bagi profesi itu sendiri maupun bagi masyarakat yang membutuhkan

pelayanannya; Kelima, penentun tanggung jawab kerja bagi professional di

dalam menjalankan pekerjaannya; Keenam, pembentukan organisasi kerja

untuk mengatur tenaga kerja yang terdapat dalam organisasi tersebut;

Ketujuh, memberi-kan pelayanan yang ketat dan penilaian dari masyarakat

pengguna jasa profesi untuk menentukan pelayanan kerja sebagai pelayanan

yang professional.

Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya

keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat

masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi

keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan

mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-

undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

dinyatakan dalam pasal 39 ayat 1 bahwa guru adalah: “Tenaga professional


5

yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai

hasil pembelajaran, melakkukan pembimbingan dan pelatihan, serta

melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi

pendidik pada perguruan tinggi.

Made Pidarta (1997) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut

untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu: Pertama, perlunya

diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik

memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik

tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria

keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik

pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan

kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara

belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat

dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap

kali tatap muka.

Berdasarkan sejumlah sumber itu dapat disimpulkan bahwa seorang

guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya

di depan kelas. Akan tetapi, ia merupakan seorang tenaga professional yang

dapat menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan

menyimpulkan masalah yang di hadapi. Dengan demikian, seorang guru

hendaklah bercita-cita tinggi, berpendidikan luas, berkepribadian kuat dang

tegar serta berperikemanusiaan yang mendalam.

B. PROFESIONALISME PENDIDIKAN DAN KODE ETIK GURU


6

Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern

yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan

bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas

penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas

penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.

Rustiyah N. K. (1989) menyatakan bahwa ada 3 alasan

profesionalisme di bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu:

a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu

lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan

pembiasaan.

b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan

memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.

c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama,

berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan

profesional.

Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989) menyatakan bahwa pendidik

profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan

sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut

serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja

sama dengan profesi yang lain.

Dalam hal profesionalisme ini tidak terlepas juga dengan masalah

kode etik yang menyangkut kepentingan pendidikan, di antaranya mengaitkan

hubungan:
7

1) guru dengan murid,

2) guru dengan pemerintah

3) guru dengan orang tua murid

4) guru dengan teman sejawat,

5) guru dengan diri sendiri dan

6) dengan lingkungannya serta

7) guru dengan profesinya.

C. REALITA PROFESIONALISME PENDIDIKAN DI INDONESIA

Dalam realita dilapanganya profesionalisme tenaga pendidik di

Indonesia belum tercapai sebagai tenaga professional yang diinginkan,

misalnya para pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan

gaji guru yang minim dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah

pendidikan juga masih dinilai belum jelas.

Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa

penerapan pendekatan social demand (permintaan masyarakat) yang pada

orde baru dapat dilihat dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di

Indonesia dan program Wajar 6 tahun. Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga

masih terlihat belum optimalnya, misalnya persyaratan dan ujian yang

diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru tidak semuanya

memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.

D. HAMBATAN DALAM MEWUJUDKAN PROFESIONALISME

PENDIDIKAN
8

Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan,

ada beberapa masalah yang dihadapi, misalnya: kesan KKN semakin jelas

dan transparan. Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan

disalahgunakan sebagai ajang rekreasi dan menambah penghasilan bagi

utusan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah di masa orde baru dan

sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi dana untuk anggaran

pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan sekolah, serta

kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam perjalanannya.

Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang

instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang

tak kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga

penerapan kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.

E. LANGKAH MENUJU PROFESIONALISME PENDIDIKAN

Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999),

menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan

nasional sekarang ini, yaitu: (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek

KKN serta koncoisme dan (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada

pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga

bagian, yaitu :

a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah

pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam

penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut


9

bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme di

dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.

b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan

sistem yang yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-

betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih

menekankan kepada pemberdayaan rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.

c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan

nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan

bangsa-bangsa di kawasan regional maupun internasional.

Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan

mengaplikasikan berbagai konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya

: pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan

pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep di bidang ekonomi.

Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada

kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan

pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan sistem

imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang

pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral,

maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.

F. KESIMPULAN

Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan

profesionalisme dalam menjalankannya. Untuk memperbaiki dan

meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para pendidik yang profesional


10

yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang profesional pula dan

perlu kebersamaan dalam menjalankannya.

Hambatan dalam mewujudkan profesionalisme ini berupa masih

berjalannya sistem orde baru yang tidak kondusif, penuh KKN dan moral

yang rendah dari sebagian tenaga pendidik. Pencapaian profesionalisme

pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu aplikasi bidang lain yang

bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan moral yang

melibatkan pendidikan agama.


11

DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif Hidayat. H.Dr.M.Pd. Teori dan Prinsip Pendidikan, Taangerang:

Pustaka Mandiri , 2013

2. H. A. R. Tilaar (1999)

3. Made Pidarta (1997)

4. Rustiyah N. K. (1989)

5. https://www.academia.edu/5484088/Artikel_MPI_-

Profesionalisme_Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai