Anda di halaman 1dari 1

MENGUKUR SEBUAH CINTA

Dalam Kitab Hayatus Shahabah, halaman 524-525 diriwayatkan kisah berikut:


Menjelang perang uhud, Abdullah bin Jahsy mengajak sahabatnya, Sa'd bin Abi
Waqqash untuk berdo'a. Ajakan itu disetujui oleh Sa'd. Keduanya mulai berdo'a. Sa'd
berdo'a terlebih dahulu: "Tuhanku, jika nanti aku berjumpa dengan musuhku, berilah
aku musuh yang sangat perkasa. Aku berusaha membunuh dia dan dia pun berusaha
membunuhku. Engkau berikan emenangan kepadaku sehingga aku berhasil
membunuhnya dan kemudian mengambil miliknya (sebagai rampasan perang)."

Abdullah mengaminkannya. Tiba giliran Abdullah berdo'a: Tuhanku, berilah aku


musuh yang gagah perkasa. Aku berusaha membunuhnya, dan ia berusaha
membunuhku. Kemudian ia memotong hidung dan telingaku. Kalau nanti aku
bertemu dengan-Mu. Engkau akan bertanya, 'man jada'a anfaka wa dzunaka?'
(Siapa yang telah memotong hidung dan telingamu?). Aku akan menjawab bahwa
keduanya terpotong ketika aku berjuang di jalan-Mu dan jalan Rasulullah (fika wa fi
rasulika). Dan Engkau, ya Allah akan berkata, "kamu benar!" (shadaqta).

Sa'd mengaminkan do'a Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan uhud dan
do'a keduanya dikabulkan oleh Allah.

Sa'd bercerita kepada anaknya, "Duhai anakku, do'a Abdullah lebih baik daripada
do'aku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali."

Kisah ini telah melukiskan sebuah cara untuk mengukur cinta kita pada Allah.
Sementara banyak orang yang berdo'a agar mendapat ini dan itu, seorang pencinta
sejati akan berdo'a agar dapat bertemu dengan kekasihnya sambil membawa
sesuatu yang bisa dibanggakan.

Ketika di padang mahsyar nanti Allah bertanya pada anda: "Dari mana kau peroleh
hartamu di dunia?" Anda akan menjawab, "harta itu kuperoleh dengan kolusi dan
korupsi, dengan memalsu kuitansi, dengan mendapat cipratan komisi."

Allah bertanya lagi, "apa saja yang telah engkau lakukan di dunia?"

"Kuhiasi hidupku dengan dosa dan nista, tak henti-hentinya kucintai indah dan
gemerlapnya dunia hingga aku dipanggil menghadap-Mu." Allah dengan murka akan
menjawab, "kamu benar!"

Bandingkan dengan seorang hamba lain yang ketika di padang mahsyar berkata
pada Allah: "Telah kutahan lapar dan dahaga di dunia, telah kubasahi bibirku dengan
dzikir, dan telah kucurahkan waktu dan tenagaku untuk keagungan nama-Mu, telah
kuhiasi malamku dengan ayat suci-Mu dan telah kuletakkan dahiku di tikar
sembahyang bersujud di kaki kebesaran-Mu."

Dan Allah akan menjawab, "kamu benar!"

Duhai.... adakah kebahagian yang lebih dari itu; ketika seorang hamba menceritakan
amal-nya dan Allah akan membenarkannya.

Maukah kita pulang nanti ke kampung akherat dengan membawa amal yang bisa
kita banggakan? Maukah kita temui "kekasih" kita sambil membawa amalan yang
akan menyenangkan-Nya?

Anda mungkin juga menyukai