Mengukur Sebuah Cinta
Mengukur Sebuah Cinta
Sa'd mengaminkan do'a Abdullah tersebut. Keduanya berangkat ke medan uhud dan
do'a keduanya dikabulkan oleh Allah.
Sa'd bercerita kepada anaknya, "Duhai anakku, do'a Abdullah lebih baik daripada
do'aku. Di senja hari aku lihat hidung dan telinganya tergantung pada seutas tali."
Kisah ini telah melukiskan sebuah cara untuk mengukur cinta kita pada Allah.
Sementara banyak orang yang berdo'a agar mendapat ini dan itu, seorang pencinta
sejati akan berdo'a agar dapat bertemu dengan kekasihnya sambil membawa
sesuatu yang bisa dibanggakan.
Ketika di padang mahsyar nanti Allah bertanya pada anda: "Dari mana kau peroleh
hartamu di dunia?" Anda akan menjawab, "harta itu kuperoleh dengan kolusi dan
korupsi, dengan memalsu kuitansi, dengan mendapat cipratan komisi."
Allah bertanya lagi, "apa saja yang telah engkau lakukan di dunia?"
"Kuhiasi hidupku dengan dosa dan nista, tak henti-hentinya kucintai indah dan
gemerlapnya dunia hingga aku dipanggil menghadap-Mu." Allah dengan murka akan
menjawab, "kamu benar!"
Bandingkan dengan seorang hamba lain yang ketika di padang mahsyar berkata
pada Allah: "Telah kutahan lapar dan dahaga di dunia, telah kubasahi bibirku dengan
dzikir, dan telah kucurahkan waktu dan tenagaku untuk keagungan nama-Mu, telah
kuhiasi malamku dengan ayat suci-Mu dan telah kuletakkan dahiku di tikar
sembahyang bersujud di kaki kebesaran-Mu."
Duhai.... adakah kebahagian yang lebih dari itu; ketika seorang hamba menceritakan
amal-nya dan Allah akan membenarkannya.
Maukah kita pulang nanti ke kampung akherat dengan membawa amal yang bisa
kita banggakan? Maukah kita temui "kekasih" kita sambil membawa amalan yang
akan menyenangkan-Nya?