Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

PADA KEPERAWATAN JIWA DI UPTD RUMAH SAKIT JIWA DAERAH

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2022

Disusun Oleh :

EVIRILLIA

21300040

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA DELIMA
BANGKA BELITUNG
2021 – 2022
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1.  Definisi
Menurut Cook dan Fotaine (2010), halusinasi adalah persepsi sensorik tentang
suatu objek, gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari
luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan,
penciuman, perabaan atau pengecapan).
Menurut Wilson (2010), halusinasi adalah gangguan penyerapan/persepsi panca
indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan
dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Halusinasi adalah keadaan dimana individu / keloimpok beresiko mengalami
suatu perubahan dalam jumlah dan pola stimulasi yang datang (Carpenito, 2009).
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau persepsi sensori yang tidak sesuai
dengan kenyataan seperti melihat bayangan atau suara suara yang sebenarnya tidak
ada (Yudi hartono. 2012).

2. Klasifikasi Halusinasi
Halusinasi dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
1. Halusinasi Pengelihatan
Halusinasi visual atau halusinasi pengelihatan adalah keadaan saat seseorang
melihat sesuatu yang tidak ada. Demensia, migrain dan obat atau kecanduan alkohol
adalah beberapa kondisi yang dapat menyebabkan halusinasi jenis ini (Mandal, 2014).
2. Halusinasi Pendengaran
Pasienmemiliki halusinasi adalahsaat mereka melihat orang-orang, terutama
kerabat, hewan atau bahkan serangga, yang sebenarnya tidak ada. Pasien dengan
halusinasi visual, akan dapat menggambarkan apa yang telah mereka 'lihat' secara rinci.
Halusinasi dapat terjadi secara cepat tetapi diingat pasien untuk waktu yang lama
(Pakinson United Kingdom, 2013).
Pada pasien dengan skizofrenia, halusinasi pendengaran adalah jenis halusinasiyang
paling umum terjadi. Halusinasi pendengaran terjadi jika pasien mampu mendengar
suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Suara-suara tersebut dapat terjadi secara internal
(seakan datang dari dalam pikiran pasien sendiri) atau eksternal (dalam hal ini,suara-
suara tersebut bisa untuk menjadi nyata seperti orang lain yang berbicara). Suara-suara
tersebut bisa berbicara dengan orang mengenai dirinya atau perilakunya, melakukan
perintah kepada pasien untuk melakukan sesuatu, atau memperingatkan pasien dari
bahaya. Kadang-kadang suara berbicara satu sama lain, dan kadang-kadang orang dengan
skizofrenia berbicara dengan suara-suara yang mereka dengar (National Institute of
Mental Health [NIMH], 2015).
Pasien juga mungkin mendengar suara atau suara-suara yang terdengar familiar,
seperti pintu bergerak atau dering bel (Parkinson United Kingdom, 2013).
3. Halusinasi Perabaan
Hal ini mengacu ketika seseorang merasa bahwa mereka sedang tersentuh sesuatu
padahal sebenarnya tidak. Salah satu keluhan yang paling umum adalah sensasi serangga
yang merangkak di atas kulit. Hal ini terkait dengan penyalahgunaan zat seperti kokain
atau amfetamin (Mandal, 2014).
4. Halusinasi Pengecapan
Ini adalah halusinasi yang menyebabkan seseorang merasakan sesuatu yang tidak
hadir (Mandal, 2014). Pasien mungkin dapat mencium sesuatu, seperti asap, atau
merasakan sesuatu yang sebenarnya tidak pasien makan (Parkinson United Kingdom,
2013).
5. Halusinasi Penghidu
Halusinasi penghidu melibatkan berbau bau yang tidak ada. Bau biasanya tidak
menyenangkan seperti seperti muntah, urin, feses, asap atau daging yang membusuk.
Kondisi ini juga disebut phantosmia dan dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan saraf
pada sistem penciuman. Kerusakan mungkin disebabkan oleh virus, trauma, tumor otak
atau paparan zat-zat beracun atau obat-obatan. Phantosmia juga dapat disebabkan oleh
epilepsi (Mandal, 2014).

3. Tanda dan Gejala


 Fase I (Menyenangkan)
Karakteristik :
1. Mengalami ansietas, rasa bersalah dan ketakutan
2. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan rasa cemas
3. Perilaku dan pengalaman sensori masih dalam kontrol pikiran
4. Non psikotik
Perilaku pasien :
1. Tersenyum sendir, tertawa sendiri.
2. Menggerakkan bibir tanpa bicara, respon verbal lambat
3. Diam dan berkonsentrasi

 Fase II (Menyalahkan)
Karakteristik :
1. Adanya pengalamn sensori yang menakutkan
2. Mulai merasa kehilangan control
3. Merasa dilecehakan oleh pengalaman, menarik diri
4. Non psikotik
Perilaku pasien :
1. Meningkatnya denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah
2. Perhatian dengan lingkungan kurang
3. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori
4. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi

 Fase III (Konsentrasi)


1. Bisikan dan suara-suara menonjol, menguasai dan mengontrol
2. Tingkat kecemasan berat
3. Pengalaman halusianasi tidak dapat ditolak lagi
Karakteristik :
1. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2. Klien kesepian bila pengalaman sensori berakhir
3. Isu halusianasi menjadi atraktif dan menarik
4. Klien terbiasa dengan halusinasinya dan tidak berdaya
5. Psikotik
Perilau Pasien :
1. Perintah halusinasi ditaati
2. Sulit berhubungan dengan orang lain
3. Perhatian dengan lingkungan berkurang
4. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat

 Fasse IV (Menguasai)
Karakteristik :
1. Pengalaman sensori menakutkan dan mengancam
2. Klien tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan dengan lingkunga
3. Halusinasi berakhir dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada terapi terapeutik
4. Psikotik berat
Perilaku Pasien :
1. Perilaku panik, potensi akut suicide
2. Aktifitas fisik merefleksikan halusinasi
3. Tidak mampu berespon pada lebih dari satu orang
4. Tidak bisa berespon terhadap perintah yang kompleks (Yudi hartono, 2012)

4.Penyebab Halusinasi
1. Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
faktor biologis yang memperngaruhi proses terjadinya halusinasi ada beberapa yaitu:
1) Genetic
Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya ditemukan pada pasien
skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi pada keluarga yang salah satu
anggota keluarganya mengalami skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua
orang tua skizofrenia (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
2) Neurobilogik
Pasien dengan halusinasi pada scizofrenia mengalami penurunan volume lapisan
abu-abu otak. Bagian otak di gyrus superior temporal kiri juga mengalami
penurunan pada pasien halusinasi. Neurobiologik juga berhubungan system
limbic yang fungsinya dikendalikan oleh neurotransmitter (Hughdahl, 2015).
3) Neurotransmitter
Neurotransmitter yang palin gberpengaruh terhadap terjadinya halusinasi yaitu
dopamine. Dopamine sangat mempengaruhiaktivitas motoric dan area berfikir di
otak. Kadar dopamine yang tinggi menyebabkan seseorang kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara realitas dengan ilusi. Neurotransmitter
lain yaitu hypocretin yang disekresikan sel dihipotalamus. Penurunan kadar
hypocretin dapat menyebabkan seseorang mengalami halusinasi dan gangguan
tidur (Carver, 2016).
4) Asam amino
Asam amino inhibitor gamma-monobutyric acid (GABA) yang berkurang pada
otak individu dapat menyebabkan hiperaktivitas dopamine dan noradrenergic
sehingga pasien mengalami ketidakseimbangan neurotransmitter dan gangguan
emosi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda atau peran yang
bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat terakhir dengan pengingkaran
terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).

c. Faktor social
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa disingkirkan atau
kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi
dan halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).

2. Faktor presipitasi
a). Stresor sosial budaya Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan
stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau diasingkan dari
kelompok dapat menimbulkan halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
b). Faktor biokimia Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin, serta
zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk
halusinasi (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
c). Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya
gangguan orientasi realitas. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari
kenyataan yang tidak menyenangkan (Yusuf, Rizky dan Hanik, 2015).
d). Perilaku Perilaku yang perlu dikaji pada pasien dengan gangguan orientasi realitas
berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik, dan social (Yusuf,
Rizky dan Hanik, 2015).

5. Tahapan Halusinasi
Menurut Dalami, dkk (2009), tahap halusinasi dibagi menjadi:
1. Sleep Disorder
Tahapan pertama/ awal saat sebelum munculnya halusinasi pada seseorang. Sleep
disorder dikarakteristikan yakni pasien yang merasa memiliki banyak masalah, takut
orang lain tahu bahwa dirinya memiliki banyak masalah, pasien merasa ingin mengindar
dari lingkungan. Selain itu, perilaku pasien juga berubah menjadi susah tidur yang
berlangsung terus-menerus sehingga pasien terbiasa untuk mulai menhayal sebagai
pemecahan masalah.
2. Comforthing
Tahap kedua adalah comforthing yakni halusinasi pada tahap menyenangkan (perasaan
cemas yang sedang). Dicirikan engan pasien yang mengalami perasaan yang mendalam
terkait dengan cemas, kesepian, takut, rasa bersalah, mencoba fokus pada pikiran yang
menyenangkan. Perilaku yang mencerminkan tahap ini adalah pasien yang kadang
tersenyum, tertawa sendirian, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang
cepat, respon verbal yang lambat, diam dan konsentrasi.
3. Condemning
Pada tahap ketiga condemning adalah tahap halusinasi yang berubah menjadi
menjijikkan. Tingkat cemas pada tahap ini adalah cemas berat. Condemning dicirikan
dengan adanya pengalaman sensori yang menakutkan serta menjijikkan. Pasien akan
mengalami peningkatan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut
jantung, pernapasan, dan tekanan darah. Sampai akhirnya pasien kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
4. Controling
Pada tahap controling, pengalaman halusinasi akan semakin berkuasa. Cemas yang dapat
dialami pasien adalah cemas berat. Pasien dikarakteristikkan menghentikan perlawanan
terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi
menarik dan pasien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi
berhenti. Pasien akan taat pada perintah halusinasi, respon perhatian terhadap lingkungan
berkurang, sulit berhubungan dengan orang lain.
5. Conquering
Conquering adalah tahap halusinasi panik yang umumnya menjadi melebur dalam
halusinasi. Pada tahap ini dikarakteristikkan sebagai pengalaman sensori yang menjadi
mengancam jika pasien tidak mengikuti perintah halusinasi. Perilaku pasien berubah
menjadi panik, panik, resiko tinggi untuk mencederai, bahkan dapat melakukan bunuh
diri atau membunuh.
6. Akibat Dari Halusinasi
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dalam kondisi ini pasien dapat melakukan bunuh diri
(suicide), membunuh orang lain (homicide), dan bahkan merusak lingkungan
disekitarnya. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan
halusinasi yang tepat. Aktivitas fisik merefleksi isi halusinasi seperti; perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang
komplek dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang (Suheri, 2014).
6.Patosikologi

7. Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
1) Pasien mengatakan mendengar, melihat, atau merasakan sesuatu
2) Pasien mengatakan takut jika suara atau benda datang
3) Pasien mengatakan melakukan hal yang disuruh oleh suara
b. Data Objektif
1) Pasien terlihat melakukan hal aneh
2) Pasien terlihat seperti mendengar atau melihat sesuatu
3) Pasien tertawa atau berbicara sendiri
4) Pasien terlihat mondar mandi
5) Pasien terlihat kontak mata mudah beralih
8. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2.    Resiko perilaku kekerasan
3.    Isolasi sosial
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Alzaimer.(2015).Hallucination, Delusion and Paranoid.

Carpenito, Lynda Juall. (2009). Diagnosa kepoerawatan Aplikasi pada praktis klinis


(terjemahan). Edisi 6. Jakarta : EGC.

Dalami, Ermawati dkk. (2009).Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Jiwa.Jakarta:Trans Info Media.
Maramis, W.F. (2012). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Erlangga Universitas Press.

Madal, Ananya.(2014).Hallucination Type.News Medical Life science

National Institute of Mental Health [NIMH].(2015).Schizophrenia.National Isntitute of


Health:Amerika
Parkinson United Kingdom.(2013).Hallucination and Delusion in Parkinson.Parkinson
Organization:UK
PPNI. (2017). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia.
PPNI. (2018). Setandar Intervensi keperawatan Indonesia.
PPNI. (2019). Setandar Luaran Keperawatan Indonesia.
Rasmun. (2011). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Stuart & Sunden. (2009). Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta : EGC


3. Rencana Keperawatan
SDKI SLKI SIKI

Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen Halusinasi ( I.09288)
( D. 0085 ) selama 3x24 jam maka Persepsi Sensori
Observasi :
(L.09083) membaik, dengan kriteria
Berhubungan dengan :
hasil :  Monitor perilaku yang
 Gangguan penglihatan mengindikasi halusinasi
 Verbalisasi mendengar bisikan
 Gangguan  Monitor dan sesuaikan tingkat
menurun
pendengaran aktivitas dan stimulus lingkungan
 Verbalisasi melihat bayangan
 Gangguan penghiduan  Monitor isi halusinasi (mis.
menurun
 Gangguan perabaan Kekerasan atau membahayakan
 Verbalisasi merasakan sesuatu
 Hipoksia serebral diri)
melalui indra perabaan menurun
 Penyalahgunaan zat
 Verbalisasi merasakan sesuatu Terapeutik :
 Usia lanjut indra penciuman menurun  Pertahankan lingkungan yang aman
 Pemajanan toksin  Verbalisasi merasakan sesuatu  Lakukan tindakan keselamatan
lingkungan indra pengecapan menurun ketika tidak dapat mengontrol
Ditandai dengan :  Distorsi sensori menurun prilaku (mis. Limit setting,
 Prilaku hallusinasi menurun pembatasan wilayah, pengekangan
Mayor ( Subjektif)
 Menarik diri menurun fisik, seklusi)
 Mendengar suara  Malamun menurun  Diskusikan perasaan dan respons
bisikan atau melihat
bayangan  Curiga menurun terhadap halusinasi
 Merasakan sesuatu  Mondar mandir menurun  Hindari perdebatan tentang
melalui indera  Respon sesuai stimulus membaik validitas halusinasi
perabaan, penciuman,  Konsentrasi membaik Edukasi :
perabaan atau  Orientasi membaik
pengecapan.  Anjurkan memonitor sendiri situasi
terjadinya halusinasi
Mayor ( Objektif )  Anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi dukungan
 Distorsi sensori
danumpan balik kolektif terhadap
 Respons tidak sesuai
halusinasi
 Bersikap seolah
 Anjurkan melakukan distraksi (mis.
melihat, mendengar,
Mendengarkan music, melakukan
mengecap, meraba
aktivitas dan Teknik relasasi)
atau mencium sesuatu
 Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi
Minor ( Subjektif )
Kolaborasi :
 Menyatakan kesal
 kolaborasi pemberian obat
Minor ( Objektif ) antipsikotik dan antiansietas, jika
perlu
 Menyendiri
 Melamun
 Konsentrasi buruk
 Disorientasi waktu,
tempat, orang atau
situasi
 Curiga
 Melihat kesatu arah
 Mondar mandir
 Bicara sendiri

Anda mungkin juga menyukai