Anda di halaman 1dari 40

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA LANSIA DENGAN

OSTEOARTHRITIS DI POLI FISIOTERAPI RSUD DR. H.


MOH. ANWAR SUMENEP

Laporan Praktik Profesi Stase Geriatri

OLEH:

IFTITAH RAHMAWATI SYAFRININGRUM

202110641011045

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................ii
RINGKASAN.........................................................................................................iii
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Lansia............................................................................................................3
1. Definisi......................................................................................................3
2. Proses Penuaan..........................................................................................3
B. Osteoarthritis.................................................................................................4
1. Definisi......................................................................................................4
2. Anatomi.....................................................................................................5
3. Epidemiologi...........................................................................................12
4. Etiologi....................................................................................................12
5. Patofisiologi.............................................................................................13
6. Faktor resiko............................................................................................14
BAB III STATUS KLINIS....................................................................................16
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................24
LAMPIRAN JURNAL PENDUKUNG.................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................36

ii
RINGKASAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif sendi akibat


pemecahan biokimia artikular (hialine) tulang rawan di sendi sinovial lutut
sehingga kartilago sendi rusak. Gangguan ini berkembang secara lambat, tidak
simetris dan noinflamasi, ditandai dengan adanya degenerasi kartilago sendi dan
pembentukan tulang baru (osteofit) pada bagian pinggir sendi.
Faktor risiko terhadap kejadian osteoarthritis yaitu termaksud faktor
pekerjaan seperti pekerja konstruksi dan tukang kayu. Kelebihan berat badan juga
telah terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian osteoarthritis.
Usia seseorang yang mengalami penuaan merupakan faktor risiko kejadian
osteoartritis. Perkembangan osteoarthritis terjadi akibat perubahan penuaan pada
sistem muskuloskeletal yang diikuti oleh faktor-faktor lain, baik faktor instrinsik
seperti genetik dan faktor ekstrinsik seperti overload.
Salah satu gejala osteoarthritis lutut adalah adanya nyeri lutut. Adanya
nyeri lutut menyebabkan seseorang takut melakukan aktivitas atau gerakan
sehingga menurunkan kualitas hidupnya. Terapi non farmakologi yang disarankan
antara lain  dengan metode elektro terapi seperti short wave diathermy,
microwave diathermy, infrared dan kompres es sebagai modalitas thermal
maupun non-thermal dan electrical stimulation untuk menurunkan rasa nyeri serta
terapi latihan/exercise. Tujuan exercise ini antara lain memperbaiki fungsi sendi,
meningkatkan kekuatan sendi, proteksi sendi dari kerusakan dengan mengurangi
stres pada sendi, mencegah kecacatan dan meningkatkan kebugaran jasmani.
Latihan ini tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien.
Berdasarkan uraian diatas, diharapkan makalah ini disusun agar dapat
mengetahui penanganan atau intervensi apa saja yang dapat diberikan pada
kondisi osteoarthtritis pada lansia di poli fisioterapi RSUD Dr. H. Moh. Anwar.
Dalam makalah ini dibahas mengenai osteoarthtritis dan intervensi baik
elektroterapi maupun terapi latihan untuk mengurangi keluhan yang dialami
pasien.

iii
LEMBAR PENGESAHAN

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA LANSIA DENGAN


OSTEOARTHRITIS DI POLI FISIOTERAPI RSUD DR. H.
MOH. ANWAR SUMENEP

Laporan Praktik Profesi Stase Geriatri

Disusun oleh:

IFTITAH RAHMAWATI SYAFRININGRUM

202110641011045

Diajukan Pada Tanggal 29 November 2021

Clinical Educator Clinical Instructor

Safun Rahmanto, SST.Ft., M.Fis Nanang Heru Sumarsono, SST.Ft


NIP. 11414100563 NIP. 19650623 199103 1 010

Mengetahui,
Ketua Program Studi Profesi Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

Safun Rahmanto, SST.Ft., M.Fis


NIP. 11414100563

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

Semua orang pasti mengharapkan usia panjang dengan kondisi sehat,


namun dengan bertambahnya usia sistem didalam tubuh akan mengalami
penurunan, dengan menurunya sistem didalam tubuh maka timbul
masalahmasalah degeneratif maupun non degeneratif. Menurut Badan Pusat
Statistika (BPS), Indonesia termasuk Negara berstruktur tua dimana hal ini dapat
dilihat dari jumlah penduduk lansia pada tahun 2008, 2009 dan 2012 telah
mencapai diatas 7% dari keseluruhan penduduk secara global diprediksi populasi
lansia di Indonesia akan terus mengalami peningkatan. Meskipun bukan suatu
penyakit, namun bersamaan dengan proses penuaan dan tingginya usia harapan
hidup maka akan meningkatkan jumlah angka kesakitan akibat penyakit
degeneratif dan disabilitas yang diakibatkan (Pratama, 2019).

Penyakit degeneratif yang biasanya sering terjadi pada proses penuaan


salah satunya yaitu Osteoarthritis. Osteoarthritis adalah gangguan pada sendi yang
bergerak. Penyakit ini bersifat kronik, berjalan progresif, tidak meradang, dan
ditandai oleh adanya pengikisan rawan sendi dan pembentukan tulang baru pada
permukaan sendi. Gangguan ini sedikit lebih banyak pada perempuan daripada
laki-laki terutama ditemukan pada orang-orang berusia lebih dari 45 tahun.
Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu proses penuaan normal, sebab
insidens bertambah dengan meningkatnya usia (Price and Wilson, 2006).

Penyebab primer dari Osteoarthritis masih belum dapat diketahui secara


pasti namun terdapat beberapa faktor risiko yang berperan yaitu: usia, jenis
kelamin, genetik, kegemukan, dan penyakit metabolik serta faktor lainnya
(Dolenio, 2014). Berat badan biasanya dikaitkan dengan pemicu timbulnya
Osteoarthritis Genu. Obesitas meningkatkan beban sendi bertambah sehingga
resultan gaya akan bergeser ke medial. Gejala dan tanda Osteoarthritis adalah
nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku pagi, krepitasi, deformitas,
pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda peradangan, perubahan gaya
berjalan (Dolenio, 2014). Latihan Genu jika dilakukan secara teratur akan

1
2

meningkatkan peredaran darah sehingga metabolisme meningkat dan terjadi


peningkatan difusi cairan sendi melalui matriks tulang (Dolenio, 2014).

Gejala yang timbul dari Osteoarthritis Genu membuat aktivitas fungsional


seseorang terganggu, maka dari itu inilah tugas Fisioterapi untuk membantu
mengembalikan aktivitas fungsional dan mengurangi masalah yang disebabkan
oleh Osteoarthritis. Dari sekian banyak pasien Osteoarthritis yang penulis temui,
maka penulis tertarik untuk mengambil kasus Osteoarthritis Genu Bilateral karena
seringnya pasien datang dengan keluhan tersebut dan memiliki pendekatan yang
berbeda dalam memberikan latihan dan intervensi dibanding pasien lain yang juga
mengalami Osteoarthritis Genu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia
1. Definisi
Lanjut usia menurut (Hermawan et al., 2017) berdasarkan
karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa orang telah tua
jika menunjukkan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan kulit, dan
hilangnya gigi. Lansia tidak dapat berperan seperti orang dewasa lainnya
dalam kegiatan ekonomi produktif dan wanita juga tidak dapat memenuhi
tugas sebagai rumah tangga.
Ketika manusia memasuki masa tua, lansia akan mengalami
perubahan fisik, mental sosial, dan kesehatan, sehingga tidak sedikit lansia
yang merasa sendirian, frustrasi, dan kehilangan kepercayaan diri (Badan
Pusat Statistik, 2019).
2. Proses Penuaan
Terjadinya proses penuaan sudah ditentukan oleh Tuhan dan
seringkali dianggap suatu hal yang akan terjadi sehingga tidak dapat
dicegah oleh manusia dan tuhan juga telah menetapkan kematian
seseorang. Manusia dianggap tidak dapat menentukan intervensi dalam
memperpanjang umur, seperti itu prosesnya dalam penuaan. Tetapi yang
perlu dipertanyakan ada orang yang berumur Panjang dan ada juga yang
cepat mati seperti bayi yang baru lahir atau belum lahir sudah mengalami
kematian dan sebaliknya ada orang yang berumur lebih dari 100 tahun
(Pangkahila, 2013).
a) Wear and Tear Theory
Teori ini menyatakan bila organ digunakan secara berlebihan akan
mengalami kerusakan dan jika sering dipakai secara berlebihan tubuh
tidak akan mampu memperbaiki akibat banyak organ yang rusak.
b) The Neuroendocrinology Theory
Terjadinya proses penuaan dalam ketidakmampuan produksi
hormone untuk mengimbangi fungsinya yang berlebihan

3
4

menyebabkan tubuh kekurangan hormon secara menyeluruh. Meski


dalam mekanisme umpan balik dari hipofise, hipotalamus dan organ
sasaran masih bekerja secara berlebihan menyebabkan poros
hipotalamus-hipofise dan organ sasaran tidak mampu
mengimbanginya dan akhirnya proses penuaan terjadi.
c) The Genetic Control Theory

Manusia diatur oleh kontrol genetic sesuai dengan yang diatur di

dalam DNA seseorang, tetapi dengan kemajuan ilmu kedokteran

dalam bidang kedokteran anti penuaan yang telah dijajaki dalam

memutus rantai dari DNA untuk memperbaiki dan mencegah

kerusakan DNA.

d) The Free Radical Theory

Proses penuaan telah diyakini disebabkan oleh salah satu unsur

radikal bebas sehingga mempercepat prosesnya, berdasarkan teori ini

terbentuknya radikal bebas secara berlebihan untuk segera dihindari.

B. Osteoarthritis

1. Definisi
Osteoarthritis menurut American college of Rheumatology merupakan
sekelompok kondisi heterogen yang mengarah kepada tanda dan gejala
sendi. Osteoarthritis merupakan kelainan sendi degenerasi non inflamasi
yang terjadi pada sendi yang dapat digerakkan dan sendi penopang berat
badan dengan gambaran khas memburuknya rawan sendi serta
terbentuknya tulang-tulang baru pada tepi tulang (osteofit) sebagai akibat
perubahan biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis pada rawan
sendi dan tulang sub kondral (Pratama, 2019).

Gangguan ini berkembang secara lambat, tidak simetris dan ditandai


dengan adanya degenerasi kartilago sendi. Genu merupakan persendian
yang paling sering mengalami Osteoarthritis dan merupakan jenis
Osteoarthritis yang paling berkaitan dengan gejala nyeri dan disabilitas.
5

Osteoarthritis Genu adalah penyakit degeneratif pada sendi genu karena


adanya abrasi tulang rawan sendi dan pembentukan tulang baru pada
permukaan persendian yang mampu menyebabkan kelemahan otot dan
tendon sehingga membatasi gerak dan menyebabkan nyeri. Penyakit
degeneratif pada genu dapat menyebabkan permukaan sendi genu
menjadi tidak teratur dan kasar, ini akan menyebabkan rasa sakit dan
bengkak pada genu (Pratama, 2019).

2. Anatomi
Knee joint adalah sendi yang kompleks dengan tiga tulang penyusun
yaitu tulang femur, tulang tibia dan tulang patella. Secara fungsional,
lutut dapat menopang berat tubuh tanpa harus mengaktifkan otot. Selain
itu lutut juga berperan dalam dalam jongkok, duduk, berlari dan berjalan
(Berotti & Houglum, 2012). Beberapa penyusun knee joint sebagai

berikut :
Gambar 2. 1 Anatomi Knee Joint (Berotti & Houglum, 2012)

a) Tulang

1) Femur

Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar


6

yang berada dalam tubuh manusia. Pada bagian pangkal terdapat

kepala sendi yang biasa disebut dengan coput femoris dan pada

bagian ujung dari tulang femur akan membentuk persendian

genu (Pratama, 2019).

Gambar 2. 2 Tulang Femur (Berotti & Houglum, 2012)

2) Tibia

Tulang tibia memiliki ukuran yang lebih kecil dari ukuran tulang

femur. Pada bagian pangkal tulang tibia, melekat tulang fibula

(Pratama, 2019).

Gambar 2. 3 Tulang Tibia (Fischer & Urban, 2015)

3) Patella

Ketika terjadi gerakan fleksi dan ekstensi tulang patella akan

bergerak pada tulang femur. Tulang patella berfungsi sebagai

tempat merekatnya otot dan tendon dan juga sebagai pengungkit

sendi genu (Pratama, 2019).


7

Gambar 2. 4 Tulang Patella (Fischer & Urban, 2015)

b) Meniscus

Meniscus adalah subuah lempengan fibrocartilago yang

terletak pada permukaan artikular tibia. Meniscus memberikan lebih

banyak kongruensi dan fleksi lutut yang lebih besar. Fungsi dari

Meniscus ini untuk meminimalisir tekanan dari condilus femori.

Meniscus dibagi menjadi dua bagian antara lain Meniscus medialis

dan meniscus lateralis ( Pratama, 2019).

Gambar 2. 5 Meniscus (Berotti & Houglum, 2012)

c) Ligament

Beberapa ligament mengelilingi sendi tibiofemoral dan

memberikan perlindungan untuk menstabilkan sendi (Berotti &

Houglum, 2012). Ligament yang bertugas adalah ligament colleteral

dan ligament cruciatum. Ligament collateral terletak pada kapsul dan

sering disebut dengan ligament intercapsular. Sedangkan ligament

cruciatum terletak diarea meniscus dan saling bersilangan (Pratama,

2019).

Menurut Pratama tahun (2019), Ligament sendiri dibagi


8

menjadi beberapa bagian :

1) Ligaments Anterior Cruciatum

Ligament anterior cruciatum adalah ligament yang

melekat pada area intercondylaris anterior tibia kemudian

menuju area posterior permukaan medial condylus lateralis

femoris.

2) Ligament Poserior Cruciatum

Ligament posterior cruciatum adalah ligament yang

melekat pada area intercondylaris posterior tibia menuju area

anterior permukaan lateral condylus lateralis femoris.

3) Ligament Medial Collateral

Ligament medial collateral adalah ligament yang melekat

pada area condilus medial femur dan condilus median dari tibia.

4) Ligament Medail Collateral

Ligament medial collaeral adalah ligament yang melekat

pada area lateral dari femur dan caput fibula.

d) Otot Penyusun

1) M. Biceps Femoris

M. biceps femoris berorigo pada area tuberostas ischium dan

berisensio pada area sisi lateral caput fibula. M. Biceps femoris ini

diinervasi oleh N. Tibialis (S1-S3) dan berfungsi untuk gerakan

fleksi knee (Pratama, 2019).

2) M. Semitendinosus
9

M. semitendinosus berorigo pada area tuberositas ischium dan

berisensio pada area medial dari superior tibia melalui tendon pes

anserinus. M.semitendinosus diinervasi oleh n.tibilis dan berfungsi

untuk gerakan fleksi knee (L5-S2) (Pratama, 2019).

3) M. Semimembranosus

M. semimembranosus berorigo pada area tuberositas ischium

dan berisensio pada permukaan posterior medial condylus tibia.

M.seimembranosus diinervasi oleh n. Tibalis dan berfungsi untuk

gerakan fleksi knee (L5-S2) (Pratama, 2019).

4) M. Gracilis

M. gracilis berorigo pada area ½ dibawah symphisis pubis

dan ½ atas arcus pubis. Sedangkan untuk origonya terletak pada

permukaan medial dari superior tibia melalui tendon pasenserius.

M.gracilis diinervasi oleh N.oburator (L3-L4). M.gracilis memiliki

fungsi untuk gerakan fleksi lutut, rotasi internal pada paha dan

abduksi pada pinggul (Pratama, 2019).

5) M. Sartorius

M. Sartorius berorigo pada spina iliaca anterior superior dan

berisensio pada permukaan antero medial atas os tibia tepat di pes

anserinus. M.sartoris diinervasiv oleh N.femoral (L2-L3).

M.sartorius memiliki fungsi untuk membantu gerakan fleksi genu

dan ekstensor femur (Pratama, 2019).

6) M. Gastrocnemius
10

M.gastrocnemius berorigo pada coput medial dan lateral dari

permukaan poserior condylus femoris. Sedangkan untuk insersio

terletak pada permukaan posterior calcaneus dan membetuk tendon

archiles. M.gastrocnemius diinervasi oleh N. Tibial (S1-S2).

M.gastrocnemius memiliki peranan pada gerakan dorso fleksi pada

ankle (Pratama, 2019).

7) M. Popliteus

M. popliteus berorigo pada permukaan lateral condylus

lateral dan berinsersio pada permukaan posterios proksimal tibia.

M.popliteus diinervasi oleh N.tibial (L4,L5). M.popliteus berperan

pada gerakan internal rotasi (Pratama, 2019).

8) M. Plantaris

M.plantaris berorigo pada lateral supracondylar femur di atas

lateral head gastrocnemius. Sedangkan untuk insersionya terletak

pada calcaneus. M.plantaris diinervasi oleh N.tibial (L4- L5).

M.plantaris berfungsi unuk gerakan plantar fleksi (Pratama, 2019).

9) M. Rectus Femoris

M.rectus femoris berorigo pada spina iliaca anteriof

inferior dan bagian superior terletak pada acetabulum. Sedangkan

untuk insersionya sendiri terletak pada tuberositas tibia. M.rectus

femoris diinervasi oleh N.femoral (L2-L4). M.rectus femoris

berfungsi untuk gerakan ekstensi knee (Pratama, 2019).

10) M. Vastus Medialis


11

M.vastus medialis berorigo pada linea intertrochantorica dan

bagian medial linea aspera. Sedangkan untuk insesionya

terletak pada tendon patella dan tuberositas tibia. M.vastus

medialis diinervasi oleh N.femoris (L2-L4). M.vastus medialis

berfungsi untuk gerakan ekstensi knee (Claudia et al., 2020).

11) M. Vastus Intermedius

M.vastus intermedius berorigo pada 2/3 atas bagian anterior

dan permukaan lateral tulang femur. Sedangkan unuk

insersionya terletak pada tuberositas tibialis. M.vasus

intermedialis diinervasi oleh N.femoris (L2-L4). M.vastus

intermedius berfungsi untuk gerakan ekstensi knee (Marlina,

2015).

12) M. Vasus Lateralis

M.vastus lateralis berorigo pada trochanter major dan

permukaan lateral atas linea aspera. Sedangkan untuk

insersionya terletak pada tuberosuas tibia. M.vastus lateralis

diinervasi oleh N.femoralis (L2-L4). M.vastus lateralis berfungsi

untuk gerakan ekstensi knee (Pratama, 2019).

3. Epidemiologi
Osteoarthritis merupakan penyakit rematik sendi yang paling banyak
mengenai terutama pada orang-orang diatas 50 tahun. Di atas 85% orang
berusia 65 tahun menggambarkan Osteoarthritis pada gambaran x-ray,
meskipun hanya 35%-50% hanya mengalami gejala. Umur di bawah 45 tahun
prevalensi terjadinya Osteoarthritis lebih banyak terjadi pada pria sedangkan
pada umur 55 tahun lebih banyak terjadi pada wanita. Pada beberapa
12

penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan terjadinya Osteoarthritis


pada obesitas, pada sendi penahan beban tubuh (Santoso, 2018).

Di Indonesia, prevalensi osteoartritis mencapai 5% pada usia 61 tahun.


Untuk osteoartritis lutut prevalensinya cukup tinggi yaitu 15,5% pada pria
dan 12,7% pada wanita. Pasien Osteoarthritis biasanya mengeluh nyeri waktu
melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada
derajat nyeri yang berat dan terus menerus bisa mengganggu mobilitas.
Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang la njut usia di Indonesia menderita cacat
karena Osteoarthritis (Rahmanto et al., 2019).

4. Etiologi
Berikut beberapa penyebab osteoarthritis (Agustin, 2015):
a) Usia
Ketika umur seseorang semakin tinggi, semakin besar pula resiko
terjadinya osteoarthritis. Hal ini disebabkan adanya kompresi, gesekan
dan tekanan yang berlebihan pada daerah lutut, dimana lutut tersebut
adalah sebagai tumpuan dari tubuh sesorang.
b) Obesitas
Mempunyai berat badan yang berlebihan tentu saja akan meningkatkan
terjadinya osteoarthritis dikarenakan terjadi kompresi yang berlebihan
pada daerah lutut melebihi batas normal.
c) Faktor bawaan
Struktur dari tulang rawan dan adanya ketidak stabilan ligament sejak
lahir merupakan faktor resiko terjadinya osteoarthritis.
d) Trauma pada sendi
Terjadinya trauma pada sendi yang diakibatkan dari cidera atau bahkan
kecelakaan akan mengubah bentuk sendi dan berdampak pada resiko
osteoarthritis.
e) Pekerjaan dan aktivitas sehari-hari
Pekerjaan juga termasuk faktor dari osteoarthritis apabila pekerjaan
tersebut banyak melibatkan gerakan pada lutut.
f) Faktor hormonal dan penyakit metabolik
Faktor hormonal dan penyakit metabolik dapat menjadi penyebab
13

osteoarthritis seperti wanita setelah menopuose dan seseorang dengan


deabetas militus.
5. Patofisiologi

Osteoarthritis adalah penyakit degeneratif progresif sendi yang


menyebabkan nyeri, kekakuan, dan berbagai gerakan terbatas. Secara
historis, Osteoarthritis telah dilihat sebagai akibat dari cedera akut atau
kronis atau berulangulang penggunaanya yang menyebabkan “keausan”
pada sendi. Nyeri biasanya adalah gejala utama dari Osteoarthritis. Hal ini
disebabkan oleh perubahan struktural dalam sendi, mikrofraktur tulang, dan
intra artikular hipertensi akibat pembengkakan, hipertrofi synovial, dan
menyertai sinovitis. Kekakuan sendi yang dihasilkan dari proses inflamasi
ringan biasanya terjadi pada pagi hari dan berlangsung kurang dari 30 menit.
Krepitasi berbagai gerakan terbatas, dan deformitas terjadi dari hasil
pembentukan osteofit, remodeling tulang dan kehilangan tulang rawan.
Sedangkan fungsi osteofit adalah untuk mendukung dan menstabilkan sendi,
namun dapat juga menghasilkan rasa nyeri, krepitasi, dan penurunan lingkup
gerak sendi. Seiring dengan krepitasi maka akan ada deformitas. Efusi dan
peradangan tidak terlihat di Osteoarthritis (Price and Wilson, 2006).
Terjadinya Osteoarthritis tergantung interaksi antara beberapa faktor.
Osteoarthritis dapat terjadi dari faktor usia lanjut, genetik, trauma, dan
beban sendi karena obesitas. Banyak bukti bahwa obesitas merupakan
sindrom kompleks dimana aktivitas abnormal neuroendokrin dan jalur pro-
inflamasi berubah dari asupan makanan, Ekspansi lemak dan perubahan
metabolik. Namun, leptin dapat juga diproduksi oleh osteoblas dan sel
kondrosit. Tingkat signifikan, leptin yang diamati pada tulang rawan dan
osteofit pada penderita Oseoarthritis sedangkan beberapa kondrosit
diproduksi leptin dalam tulang rawan dari orang sehat. Leptin ditemukan
dalam cairan synovial sendi Osteoarthritis yang berkolerasi. Sitokin, faktor
biomekanika, dan enzim proteolitik menyebabkan derajat variable proses
inflamasi synovial yang diatur oleh metalloproteinase dan kondrosit jalur
sintesis kompensasi yang diperlukan untuk mengembalikan interitas matriks
yang terdegradasi (Pratama, 2019).
14

6. Faktor resiko
Berikut beberapa faktor resiko dari osteoarthritis (Santoso, 2018):

a) Faktor resiko sistemik


1) Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses
penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai
mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang responsif
dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh
pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua
memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan
mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan
hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.
Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah
dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen
menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi
impuls. Faktor-faktor ini secara keseluruhan meningkatkan
kerentanan sendi terhadap OA.
2) Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa prevalensi
OA pada perempuan usila lebih banyak daripada lakilaki usila.
Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada perempuan
pasca menopause.
3) Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsurunsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoartritis.
b) Faktor intrinsik
a) Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
b) Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, ataunekrosis.
c) Faktor beban pada persendian
a) Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
b) Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan berulang
15

pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot yang membantu


pergerakan sendi.
BAB III
STATUS KLINIS
Tanggal : 29 / 11 / 2021
IDENTITAS MAHASISWA
Nama Mahasiswa : Iftitah rahmawati syafriningrum
No Induk Mahasiswa : 202110691011044
Tempat Praktek : RSUD Dr. H. Moh. Anwar Sumenep
Nama Pembimbing : Nanang Heru Sumarsono SST.Ft
Tanggal Pembuatan Laporan : 29 November 2021
Kondisi/Kasus : Ft.A
I. KETERANGAN UMUM PENDERITA
Identitas Pasien
No. RM :-
Nama : Tn.S
Umur : 63 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : manding
Agama : islam
Pekerjaan : pensiunan
II. DATA MEDIS RUMAH SAKIT
(Hasil : Foto Rontgen, uji Laboratorium, CT-Scan, MRI, EMG, EKG,
EEG, dll yang terkait dengan permasalahan fisioterapi)
Tidak ada

III. SEGI FISIOTERAPI


A. Pemeriksaan Subjektif
1. Body Chart

16
17

2. Keluhan Utama dan Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke poli fisioterapi 4 minggu yang lalu dengan keluhan
nyeri pada lutut kanan dan kiri. Keluhan ini dirasakan sejak kurang lebih
5 minggu yang lalu. Awalnya keluhan muncul saat pasien banyak
berjalan, namun semakin lama semakin berat dan nyeri dirasakan saat
merubah posisi jongkor ke berdiri dan sebaliknya. Nyeri yang dirasakan
ini hilang timbul, dan nyeri memberat saat aktivitas fisik yang
berlebihan.

3. Riwayat Keluarga dan Status Sosial


Pasien merupakan seorang pensiunan
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada

B. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Vital sign :
BP : 140/90 mm/Hg HR : 88 x/Sec
RR : 20 x/Sec SH : 36 Celcius
BB : 65 Kg TB : 162 cm
2. Inspeksi :
Inspeksi statis : Kondisi umum pasien dalam keadaan baik, tidak
nampak deformitas.
Inspeksi dinamis : pasien terlihat pincang saat berjalan karena
kehilangan fase heel strike
3. Palpasi
- Terdapat nyeri tekan pada lutut sisi lateral
- Suhu lokal sama kanan dan kiri
- Terdapat bengkak pada lutut kanan dan kiri
4. Auskultasi
Tidak dilakukan
5. Perkusi
Tidak dilakukan
6. Pemeriksaan Gerak Dasar :
a. Gerak aktif
Dextra dan sinistra
Bidang Gerak ROM Nyeri
Fleksi Tidak Full +
ROM
Ekstensi Full ROM +

b. Gerak pasif
Dextra dan sinistra
18

Bidang Gerak ROM Nyeri End feel


Fleksi Full ROM + Soft end feel
Ekstensi Full ROM + Hard end feel

c. Gerak isometrik
Dextra dan sinistra

Bidang Gerak Kontraksi Nyeri


Fleksi Ada +
Ekstensi Ada +

7. Pemeriksaan nyeri :
VAS (Visual Analog Scale)

Kriteria Kanan Kiri


Nyeri gerak 7 6
Nyeri tekan 2 2
Nyeri diam 5 5

8. Test Kognitif, Intra Personal, dan Interpersonal


Kognitif : Pasien mampu menjawab pertanyaan terapis dengan
kooperatif
Intra Personal : Pasien memiliki keinginan untuk cepat sembuh
Interpersonal : Ada dukungan dari keluarga pasien untuk
kesembuhannya
9. Test Kemampuan Fungsional dan Lingkungan Aktifitas
- Tidak mampu duduk bersila terlalu lama
- Tidak mampu melakukan gerakan rukuk dan sujud terlalu lama saat
beribadah
- Lingkungan aktivitas rumah pasien tidak banyak terganggu
- Tidak mampu berjalan terlalu jauh
Pengukuran kemampuan fungsional : Peniliaian Skala jette

Kriteria Nilai
Bangkit dari tempat duduk
 Nyeri 4
 Kesulitan 4
 ketergantungan 1
Berjalan 15 meter
 nyeri 3
 kesulitan 3
 ketergantungan 1
19

Naik tangga
 nyeri 3
 kesulitan 4
 ketergantungan 2
Penilaian
1. derajat nyeri : Nilai 1= tidak ada nyeri
Nilai 2= nyeri ringan
Nilai 3= nyeri sedang
Nilai 4= nyeri berat
2. Tingkat kesulitan : Nilai 1= sangat mudah
Nilai 2= agak mudah
Nilai 3= sedang
Nilai 4= agak sulit
Nilai 5= sangat sulit
3. tingkat ketergantungan : Nilai 1= tanpa bantuan
Nilai 2= butuh bantuan alat
Nilai 3= butuh bantuan orang lain
Nilai 4= butuh bantuan alat dan orang lain
Nilai 5= tidak dapat melakukan
C. Pemeriksaan fisik
1. LGS
Bidang Gerak Nilai LGS Nilai LGS
(Dextra) (sinistra)
Ekstensi/fleksi S: 0°-0-120° S: 0°-0-115°
Nilai normal : S: 0°-0-135°
2. MMT

Bidang Gerak Nilai MMT


Dextra & sinistra
Fleksi 4
Ekstensi 4

D. Pemeriksaan khusus
1. Tes laci sorong anterior (+)
Pemeriksaan ini untuk memeriksa stabilitas Ligamentum
cruciatum anterior
2. Tes laci sorong posterior (+)
Pemeriksaan ini untuk memeriksa stabilitas Ligamentum
cruciatum posterior
3. Tes hiperekstensi (+)
20

Membandingkan jarak tumit kiri dan kanan


4. Gravity sign (+)

E. Diagnosis fisioterapi
Pain, muscle weaknes, hypomobility et causa Osteoarthritis
1) Impairment
Adanya nyeri pada lutut kanan
Adanya penurunan LGS
Adanya kelemahan otot fleksor dan ekstensor
2) Functional limitation
Penurunan kemampuan fungsional dari posisi jongkok ke berdiri
Penurunan kemampuan berjalan lama
Penurunan kemampuan naik turun tangga
3) Disability
Pasien masih mampu bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat
F. Program fisioterapi
- Jangka pendek
Menurunkan nyeri
Meningkatkan kekuatan otot
Memelihara dan meningkatkan LGS
- Jangka panjang
Untuk meningkatkan kemampuan fungsional pasien
G. Intervensi Fisioterapi
TENS : bertujuan untuk mengurangi nyeri dengan menstimulasi otot dan
sistem saraf
SWD : bertujuan untuk menurunkan nyeri dan memperlancar peredaran
darah
Terapi latihan :
free active exercise (relaksasi otot yang mengalami spasme,
mempertahankan dan menambah kekuatan otot)
resisted exercise (untuk meningkatkan LGS)

Problem Intervensi Dosis


Nyeri TENS F: 2x/mgg
I: sesuai kemampuan
pasien
T: tens
T: 20menit
SWD
F: 2x/mgg
I: 45-50 Hz
T: continus
T: 20 menit
Nyeri dan free active movement F: 2-3x/mgg
peningkatan I: 5-10 rep
kekuatan otot T: pasien duduk di tepi
bed, suruh pasien
meluruskan lututnya
21

kemudian
menekuknya kembali
Active resisted exercise T: 3-5menit

F: 2-3x/mgg
I: 8x, 4rep
T: Posisi pasien duduk
dibed, Pasien
diinstruksikan untuk
meluruskan kaki,
terapis memberi
tahanan.
T: 3-5menit

H. Rencana evaluasi
- Pengukuran nyeri dengan menggunakan VAS
- Pengukuran LGS dengan menggunakan goneometer
- Pengukuran Kekuatan otot dengan menggunakan MMT
- Pengukuran kemampuan fungsional dengan skala jette
- Apabila ada bengkak penggunaan intervensi thermal diganti dengan
kompres es dan ini diberikan selama 15 menit
22

I. Underlying proses
Posisi statis

Muscle weakness, hypomobility, dan pain

Osteoarthritis

Anatomical Impairment Functional limitation Disability

Muskuloskeletal Penurunan kemampuan fungsional dari


posisi jongkok ke berdiri
Penurunan kemampuan berjalan lama
m. quadriceps & m. Penurunan kemampuan naik turun
hamstring tangga

Pasien masih mampu


Pain Muscle weaknes &
bersosialisasi dengan
hypomobility
lingkungan masyarakat

SWD, TENS
Terapi latihan
J. Prognosis

- Quo et vitam : bonam


- Quo et sanam : bonam
- Quo et functionam : bonam
- Quo et cosmeticam : bonam
K. Hasil terapi akhir
- Nyeri (VAS)
Kriteria Kanan Kiri
Nyeri gerak 4 4
Nyeri tekan 0 0
Nyeri diam 2 2
Terdapat penurunan nyeri hingga terapi terakhir ini
- LGS
Bidang Gerak Nilai LGS Nilai LGS
(Dextra) (sinistra)
Ekstensi/fleksi S: 0°-0-125° S: 0°-0-120°

Terdapat peningkatan LGS hingga terapi terakhir ini

- MMT

Bidang Gerak Nilai MMT


Dextra & sinistra
Fleksi 5
Ekstensi 5

Terdapat peningkatan kekuatan otot hingga terapi terakhir ini

- Skala jette
Kriteria Nilai
Bangkit dari tempat duduk
 Nyeri 2
 Kesulitan 2
 ketergantungan 1
Berjalan 15 meter
 nyeri 1
 kesulitan 2
 ketergantungan 1
Naik tangga
 nyeri 3
 kesulitan 4
 ketergantungan 2
Terdapat peningkatan kemampuan fungsional hingga terapi terakhir ini

23
24

BAB IV

KESIMPULAN

Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit degeneratif sendi akibat


pemecahan biokimia artikular (hialine) tulang rawan di sendi sinovial lutut
sehingga kartilago sendi rusak. Gangguan ini berkembang secara lambat,
tidak simetris dan noinflamasi, ditandai dengan adanya degenerasi
kartilago sendi dan pembentukan tulang baru (osteofit) pada bagian
pinggir sendi.
Salah satu gejala osteoarthritis lutut adalah adanya nyeri lutut.
Adanya nyeri lutut menyebabkan seseorang takut melakukan aktivitas atau
gerakan sehingga menurunkan kualitas hidupnya. Terapi non farmakologi
yang disarankan antara lain  dengan metode elektro terapi seperti short
wave diathermy, microwave diathermy, infrared dan kompres es sebagai
modalitas thermal maupun non-thermal dan electrical stimulation untuk
menurunkan rasa nyeri serta terapi latihan/exercise. Tujuan exercise ini
antara lain memperbaiki fungsi sendi, meningkatkan kekuatan sendi,
proteksi sendi dari kerusakan dengan mengurangi stres pada sendi,
mencegah kecacatan dan meningkatkan kebugaran jasmani. Latihan ini
tentunya disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan pasien.
25

LAMPIRAN JURNAL PENDUKUNG


26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia 2019.
Statistik Penduduk Lanjut Usia Di Indonesia 2019, Xxvi + 258 Halaman.
Berotti, & Houglum. (2012). Clinical Kinesiology ((F. A. D. Company (Ed.); 6th
Ed.).
Claudia, G., Saturti, T. I. A., & Kurniari, P. K. (2020). Karakteristik Penderita
Osteoartritis Lutut Di Rsup Sanglah Periode Januari-Juni 2018. Jurnal
Medika Udayana, 9 No.(Issn: 2597-8012), 23–28.
Dolenio. (2014). Pathophysiology. Http://Doleni.Co.Uk/Fordoctors/Pathophys
%0aiology
Fischer, & Urban. (2015). Sabotta Human And Anatomy (F. P. & Waschke (Ed.);
1st Ed.).
Hermawan, K., & Purwito, D. (2017). Hubungan Sosialisasi Kesepian Dengan
Depresi Pada Lanjut Usia Di Forum Kesehatan Desa Karangtengah
Kecamatan Baturraden.
Marlina, Theresia Titin. (2015). Efektivitas Latihan Lutut Terhadap Penurunan
Intensitas Nyeri Pasien Osteoarthritis Lutut Di Yogyakarta. Jurnal
Keperawatan Sriwijaya, Vol. 2, 44–56.
Pangkahila, J. A. (2013). Pengaturan Pola Hidup Dan Aktivitas Fisik
Meningkatkan Umur Harapan Hidup. Sport And Fitness Journal, 1(1), 1–7.
Pratama, A. D. (2019). Intervensi Fisioterapi Pada Kasus Osteoartritis Genu Di
Rspad Gatot Soebroto. Jurnal Sosial Humaniora Terapan, 1, 21–34.
Rahmanto, Safun, & Aisyah, K. (2019). Hubungan Riwayat Cidera Lutut
Terhadap Pasien Yang Berpotensi Osteoarthritis Lutut Di Puskesmas Dinoyo
Kota Malang. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, Vol. 3, 20–29.
Santoso, J. (2018). Osteoartritis. Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai