SAMPAH (B)
“Pengelolaan Tanah & Konservasi tanah”
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Penyehatan dan Pengelolaan Sampah (B)
Dosen Pengampu:
Tugiyo, SKM, MSi
Catur Puspawati, ST, MKM
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Pengelolaan Tanah & Konservasi tanah”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas kelompok mata kuliah Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah (B)
semester empat program studi Sarjana Terapan jurusan Kesehatan Lingkungan yang
diberikan oleh dosen mata kuliah Penyehatan Tanah dan Pengelolaan Sampah (B)
bapak Tugiyo, SKM, M.Si dan ibu Catur Puspawati, ST, MKM.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis
sendiri dan pihak yang telah membacanya, serta penulis mendoakan semoga segala
bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT.
Penulis
i
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengelolaan Tanah ............................................ 3
2.2 Dasar Pengelolaan Tanah .................................................... 4
2.3 Definisi Konservasi Tanah .................................................. 4
2.4 Degradasi Tanah .................................................................. 5
2.5 Erosi Tanah .......................................................................... 9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................... 15
3.1 Saran .................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan
tujuan penelitian.
1
2
Dalam bab ini akan menjelaskan pembahasan berdasarkan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat di bab satu.
2.1 Pengertian Pengelolaan Tanah
Pengolahan tanah adalah proses di mana tanah digemburkan dan dilembekkan
dengan menggunakan bajak ataupun garu yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga,
seperti tenaga manusia, tenaga hewan, dan mesin pertanian (traktor). Melalui proses
ini, kerak tanah teraduk, sehingga udara dan cahaya matahari menyentuh tanah lebih
dalam dan meningkatkan kesuburannya. Sekalipun demikian, tanah yang sering
digarap sering menyebabkan kesuburannya berkurang.
Pengolahan tanah yang lebih dalam dan lebih teliti diklasifikasikan sebagai
pengolahan primer, dan pengolahan tanah yang lebih dangkal dan kadang-kadang lebih
selektif lokasi adalah pengolahan sekunder. Pengolahan tanah primer seperti
pembajakan cenderung menghasilkan permukaan akhir yang kasar, sedangkan
pengolahan sekunder cenderung menghasilkan permukaan akhir yang lebih halus,
seperti yang diperlukan untuk membuat persemaian yang baik untuk banyak tanaman.
Harrowing dan rototilling sering menggabungkan pengolahan tanah primer dan
sekunder menjadi satu proses.
"Tillage" juga bisa berarti tanah yang diolah. Kata "kultivasi" memiliki beberapa
pengertian yang secara substansial tumpang tindih dengan "pengolahan tanah". Dalam
konteks umum, keduanya bisa merujuk pada pertanian. Dalam pertanian, keduanya
bisa mengacu pada segala jenis agitasi tanah. Selain itu, "budidaya" atau "budidaya"
dapat merujuk pada pengertian yang lebih sempit dari pengolahan tanah sekunder yang
dangkal dan selektif di ladang tanaman baris yang membunuh gulma sambil merawat
tanaman.
3
4
Dalam praktek penerapan teknik konservasi tanah di lapangan, digunakan dua metode
konservasi tanah yaitu metode konservasi mekanik dan metode konservasi vegetatif.
Degradasi tanah berasal dari kata bahasa Inggris yaitu degradation yang berarti
proses penurunan status (Webster’s New Standard Dictionary, 1969). Dari kata-kata
tersebut dapat diartikan bahwa benda-benda alami yang mengalami degradasi berarti
status atau nilainya semakin menurun dan penurunan nilai tersebut dapat dalam bentuk
kualitas atau kuantitas.
Degradasi tanah dapat terjadi dalam banyak bentuk dan akan menimbulkan
bermacam-macam akibat. Misalnya dalam usaha pertanian di lahan kering, yang
berpotensi menimbulkan dampak adalah aktivitas manusia dalam pemanfaatan lahan
yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, penggunaan
agrochemical (pupuk buatan dan pestisida) yang tidak ramah lingkungan, sistem
budiday monokultur.
Faktor biofisik dan faktor alami sebagai penyebab terjadi degradasi di wilayah tropis
basah, seperti di Indonesia adalah faktor topografi berupa wilayah dengan topografi
6
berombak, bergelombang, dan berbukit dengan lereng curam sampai sangat curam, dan
diiringi pula erodibilitas tanah yang tinggi serta faktor iklim dengan curah hujan dan
intensitas hujan yang tinggi. Kondisi tersebut akan menimbulkan run-off, erosi dan
pencucian klei, bahan organic dan kation-kation basa. Selain itu, pengelolaan tanah
tanpa memperhatikan teknik-teknik konservasi tanah dan air akan menyebabkan
turunnya produktivitas tanah dan degradasi tanah di lahan pertanian di Indonesia,
misalnya tanah-tanah mineral masam yang merupakan lahan marginal sepertil Ultisol,
Oxisol, dan sebagian Inceptisol yang penyebarannya cukup luas di Indonesia. Di
Indonesia penyebab lahan mengalami degradasi diakibatkan oleh dua faktor, yaitu (1)
pengelolaan tanah pertanian yang sering tidak memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air, terutama pada lahan pertanian, dan (2) terkait pula dengan
kebijakan deforestasi terhadap hutan-hutan di Indonesia.
Menurut Arsyad (2010) kerusakan tanah atau degradasi tanah dapat disebabkan
oleh:
1. Hilangnya unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran. Hilangnya unsur
hara dan bahan organik tersebut dapatdisebabkan oleh beberapa faktor seperti akibat
perombakan cepat dari bahan organik, pelapukan mineral, pencucian unsur hara
yang cepat di daerah tropika basah, terangkut saat panen, atau akibat pembakaran
tanaman. Dalam jangka panjang hal ini akan menyebabkan produktivitas tanah
menjadi menurun.
2. Terkumpulnya garam atau senyawa racun bagi tanaman di daerah perakaran. Pada
daerah yang beriklim kering, musim kemarau akan menyebabkan garam-garam
natrium akan terakumulasi di bagian atas tanah. Pada daerah pasang surut, tanah
umumnya banyak mengandung liat asam, yang jika teroksidasi akan mengakibatkan
pH tanah menjadi sangat asam. Pada lahan yang banyak menggunakan herbisida,
logam berat seperti Fe, Al, dan Zn akan banyak terakumulasi di daerah perakaran
tanaman dan dapat membunuh organisme tanah di sekitarnya.
7
3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging). Penjenuhan tanah oleh air bisa
disebabkan karena proses alami dan bisa juga disebabkan akibat aktivitas manusia.
4. Erosi. Erosi didefinisikan sebagai berpindahnya tanah atau bagian permukaan tanah
ke tempat lain yang disebabkan oleh air atau angin dari semua penyebab degradasi
lahan diatas, erosi merupakan penyebab utama yang paling berperan dalam
degradasi lahan erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan
baik bagi pertumbuhan tanaman, serta menyebabkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk menahan dan menyerap air (Banuwa, 2013).
B. Proses dan Jenis Degradasi Tanah
Menurut Fauck (1977) bahwa peristiwa degradasi banyak hubungannya dengan
proses-proses perubahan yang terjadi dalam tanah da nada tiga macam proses
perubahan yang terjadi dalam tanah:
1. Proses perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu panjang yang berkaitan
dengan periode-periode proses geologi, disebut dengan pedogenesis.
2. Proses perubahan yang berlangsung dalam kurun waktu setahun, yaitu perubahan-
perubahan yang berdaur ulang (cyclic changes), terutama disebabkan oleh pengaruh
faktor-faktor iklim. Perubahan kandungan bahan organic, kadar nitrogen dan
kemasaman tanah (pH) merupakan contoh yang khas.
3. Proses perubahan yang berlangsung cepat dalam kurun waktu kira-kira satu decade,
tidak ada hubungannya dengan siklus tahunan. Perubahan biasanya bersifat tidak
reversible dan dapat menyebabkan penurunan potensi tanah berproduksi.
Degradasi tanah dapat terjadi dalam banyak bentuk dan menimbulkan bermacam-
macam akibat. Kemerosotan sifat fisika tanah biasanya digambarkan sebagai
kemerosotan struktur tanah, degradasi struktur biasanya berkaitan dengan menurunnya
porositas. Pada tanah yang menyebabkan menurunnya laju infiltrasi, memperbesar
aliran permukaan (run-off), perkecambahan bibit akan terganggu, dan erosi meningkat.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAP, 1976) menggolongkan proses
degradasi tanah menjadi 6 kategori:
1. Erosi oleh air
8
Dalam kategori ini termasuk proses-proses seperti erosi percikan, erosi permukaan,
erosi alur, erosi parit, dan macam-macam bentuk bergeraknya masa tanah seperti
longsor dan lapisan tanah yang subur dan menyebabkan menurunnya kemampuan
tanah untuk menyerap dan menahan air dan akhirnya menurunkan produktivitas
tanah. Menurut bentuknya erosi ini dibedakan menjadi erosi lembar (sheet erosion),
erosi alur (rill erosion), erosi parit (gully erosion), erosi tebing sungai, dan longsor.
2. Erosi oleh angin
Dalam kategori ini termasuk pengikisan dan pengendapan oleh angina dan pengaruh
pengikisan oleh benda-benda bergerak yang terangkut oleh angina.
3. Kelebihan garam (excess of salts)
Dalam kategori ini termasuk penimbunan garam-garam mudah larut dalam suatu
horizon tanah (salinasi) yang terjadi pada tanah-tanah salin, akumulasi ion-ion Na
dalam suatu horizon tanah (alkalinisasi).
4. Degradasi kimia
Dalam kategori ini termasuk pencucian basa-basa (leaching) karena curah hujan
tinggi, dan peningkatan sifat racun beberapa unsur, seperti keracunan oleh unsur
aluminium, mangan, dan besi, terutama pada tanah-tanah yang berumur lanjut atau
tanah tua, seperti Oxisol dan Ultisol, yang penyebarannya cukup luas di Indonesia.
5. Degradasi fisika
Dalam kategori ini termasuk perubahan sifat fisika tanah yang tidak
menguntungkan, seperti perubahan porositas tanah, hidrolik konduktivitas bobot isi
tanah dan stabilitas agregat atau stabilitas struktur tanah. Degradasi fisik ini sangat
menonjol terjadi di daerah tropis basah, terutama pada lahan pertanian tanaman
semusim, karena faktor iklim, erosi. Menimbulkan kemunduran keadaan sifat fisik
tanah.
6. Degradasi biologi
Dalam kategori ini termasuk peningkatan laju mineralisasi humus, cepat merosotnya
kandungan bahan organic karena erosi, pengolahan tanah konvensional,
pembakaran lahan pertanian.
9
Erosi adalah kejadian alami yang tidak dapat dihindari. Pada lahan yang tidak
datar, berapapun persen atau derajat kemiringan lerengnya pasti akan terjadi erosi.
Besarnya erosi pada kondisi seperti ini sangatlah kecil jika dibandingkan dengan
tebalnya lapisan tanah. Erosi yang terjadi pada kondisi alami ini disebut dengan erosi
alami, erosi normal, atau erosi geologi. Ketiga jenis erosi tersebut merupakan proses
pengangkutan tanah yang terjadi di bawah vegetasi alami dengan laju yang lambat dan
pada kondisi vegetasi normal, tanpa campur tangan manusia (Arsyad, 2010).
Selanjutnya Banuwa (2013) menjelaskan bahwa ketika erosi alami, erosi normal, dan
erosi geologi mendapat campur tangan manusia, maka erosi tersebut berubah menjadi
10
erosi dipercepat. Jadi, erosi dipercepat merupakan proses pengangkutan tanah yang
menimbulkan kerusakan akibat tindakan manusia yang mengganggu keseimbangan
antara pembentukan dan pengangkutan tanah.
Selain erosi alami dan erosi dipercepat, Banuwa (2013) membedakan erosi
berdasarkan penyebabnya, yaitu erosi percik (splash erosion) dan erosi gerusan (scour
erosion). Erosi percik (splash erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh pemecahan
struktur tanah menjadi butir-butir primer tanah oleh energi kinetik butir-butir hujan.
Sedangkan erosi gerusan (scour erosion) adalah erosi yang disebabkan oleh gerusan
aliran permukaan. Apabila dibandingkan daya erosi antara erosi percik dan erosi
gerusan, maka diyakini bahwa erosi percik jauh lebih erosif daripada erosi gerusan.
Hal ini berkaitan dengan kecepatan jatuh butir-butir hujan yang jauh lebih cepat
daripada aliran permukaan.
1. Erosi Lembar
Erosi lembar adalah pengangkutan lapisan tanah yang merata tebalnya dari suatu
permukaan tanah. Karena erosi yang terjadi seragam maka bentuk erosi ini tidak
segera tampak. Jika proses erosi telah berjalan lanjut barulah disadari yaitu setelah
tanaman mulai ditanam di atas lapisan bawah tanah yang tidak baik bagi
pertumbuhan tanaman.
2. Erosi Alur
Erosi alur terjadi karena aliran air permukaan terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat tertentu di permukaan tanah, sehingga proses pengangkutan atau
pemindahan tanah lebih banyak terjadi pada tempat tersebut. Jika alur-alur yang
tercipta masih dangkal maka hal tersebut masih dapat ditangani dengan tindakan
pengolahan tanah.
11
3. Erosi Parit
Proses terjadinya erosi parit sama dengan proses terjadinya erosi alur, bedanya pada
erosi parit alur-alur yang terbentuk sudah sedemikian dalamnya sehingga tidak dapat
dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa. Erosi parit yang baru terbentuk
berukuran lebar sekitar 40 cm dengan kedalaman sekitar 25 cm. Erosi parit yang
telah lanjut dapat mencapai kedalaman hingga 30m.
4. Erosi Tebing Sungai
Erosi ini terjadi sebagai akibat pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian
atas tebing atau terjangan arus air yang kuat pada kelokan sungai. Erosi tebing akan
hebat terjadi jika vegetasi penutup tebing telah habis atau jika dilakukan pengolahan
tanah terlalu dekat dengan tebing.
5. Longsor
Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan
agak kedap air yang jenuh air. Lapisan tersebut mengandung kadar liat yang tinggi
yang setelah jenuh oleh air berperan sebagai bidang luncur. Longsor dapat terjadi
jika terpenuhi tiga syarat, yaitu lereng yang curam, terdapat lapisan permukaan yang
kedap air, dan terdapat cukup air dalam tanah sehingga lapisan tanah tepat di atas
lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh.
B. Selektivitas Erosi
Sedimen hasil erosi biasanya lebih kaya unsur hara dan bahan organik dibanding
dengan tanah asalnya. Pengayaan ini terjadi karena sifat selektif erosi terhadap
partikel-partikel tanah yang lebih halus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad
(1989, dalam Banuwa, 1994) yang menyatakan bahwa dalam peristiwa erosi fraksi
halus tanah angkat terangkut lebih dulu dibandingkan fraksi kasar, sehingga kandungan
liat pada sedimen lebih tinggi dari tanah asalnya, kejadian ini disebut dengan
selektivitas erosi. Tingginya kandungan liat di dalam sedimen karena lebih selektifnya
erosi diikuti oleh tingginya konsentrasi C-organik dan unsur hara (N, P, K) di dalam
sedimen. Hal ini disebabkan bahan organik dan unsur hara umumnya terjerap pada
partikel halus seperti liat (Henny, 2008). Implikasi dari selektivitas erosi adalah bahwa
12
tanah yang mengalami erosi akan menjadi miskin kandungan unsur hara dan bahan
organiknya, yang mengakibatkan produksi suatu lahan akan rendah (Banuwa, 2009).
Menurut Wischmeier dan Smith (1978, dalam Banuwa, 2009) konsentrasi unsur hara
dalam sedimen dapat mencapai 50% lebih tinggi daripada konsentrasinya di tanah asal.
C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Erosi
Pada dasarnya erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor iklim, topografi,
tumbuh-tumbuhan, tanah, dan manusia (Prayoto dan Sinukaban, 1988). Ada banyak
faktor yang menyebabkan terjadinya erosi. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi
diantaranya adalah iklim, sifat tanah, pengolahan tanah, dan jenis tanaman. Di daerah
yang beriklim tropis, faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya erosi
adalah curah hujan dan temperatur. Curah hujan dan intensitas yang tinggi mempunyai
daya penghancuran yang tinggi terhadap agregat tanah. Hubungannya dengan
temperatur yaitu dapat mempercepat terjadinya pelapukan bahan organik yang ada pada
tanah, sehingga ketika terjadi hujan akan mudah terbawa oleh aliran air permukaan
(Kartasapoetra, 2010).
Topografi menurut Zachar (1982, dalam Banuwa, 2013) merupakan faktor
penting yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi. Faktor topografi meliputi
kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng. Faktor topografi yang paling
berpengaruh terhadap erosi adalah kemiringan lereng. Arsyad (2010) menyatakan
bahwa makin curam lereng jumlah tanah yang terpercik oleh tumbukan butir hujan
akan semakin banyak. Jika kecuraman lereng meningkat menjadi dua kali, maka
jumlah erosi menjadi 2,0 – 2,5 kali. Namun menurut Ispriyanto, Arifjaya, dan
Hendriyanto (2001) faktor panjang dan kemiringan lereng tidak selalu berkorelasi
positif dengan kejadian aliran permukaan dan erosi apabila faktor sifat fisik tanah dan
vegetasi penutup lahan lebih dominan.
Selain faktor alam, erosi juga bisa disebabkan oleh faktor manusia. Usaha dalam
meningkatkan produksi pertanian, khususnya pengolahan tanah, seringkali menjadi
penyebab terbesar dalam proses erosi yang justru sangat merugikan usaha pertanian itu
sendiri (Prayoto dan Sinukaban, 1988).
13
Arsyad (2010) menyatakan bahwa yang termasuk ke dalam metode mekanik adalah
olah tanah konservasi (conservation tillage), olah tanah menurut kontur (contour
cultivation), guludan dan guludan bersaluran menurut kontur, teras dan dam
14
penghambat (check dam), rorak (silt pit), serta kolam/balong/embung (farm ponds) dan
parit pengelak.
BAB III
PENUTUP
Dalam bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan saran terhadap pembahasan di
atas.
3.1 Kesimpulan
Pengolahan tanah adalah proses di mana tanah digemburkan dan dilembekkan
dengan menggunakan bajak ataupun garu yang ditarik dengan berbagai sumber tenaga,
seperti tenaga manusia, tenaga hewan, dan mesin pertanian (traktor). Melalui proses
ini, kerak tanah teraduk, sehingga udara dan cahaya matahari menyentuh tanah lebih
dalam dan meningkatkan kesuburannya. Sekalipun demikian, tanah yang sering
digarap sering menyebabkan kesuburannya berkurang.
Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara
penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya
sesuai dengan persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-
sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan menentukan kemampuan
untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem untuk penilaian tanah
tersebut dirumuskan dalam sistem klasifikasi kemampuan lahan yang ditujukan untuk
(1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, (2) memperbaiki tanah yang rusak, (3)
memelihara serta meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dipergunakan secara
lestari. Dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah berarti penundaan
penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi penyesuaian macam
penggunaannya dengan kemampuan tanah dan memberikan perlakuan sesuai dengan
syarat-syarat yang diperlukan, agar dapat berfungsi secara lestari.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan
sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah
dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh
15
16
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah
diatas.
Daftar Pustaka
Utomo, Muhajir. Dkk. 2016. ILMU TANAH Dasar-dasar dan Pengelolaan. Jakarta:
Kencana
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=i1e-
DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=degradasi+tanah&ots=vVN_m3PQZo&sig=a4p
Szp6P6vCRNPp01kFVq5mB-
QE&redir_esc=y#v=onepage&q=degradasi%20tanah&f=false
https://adoc.pub/ii-tinjauan-pustaka-tingkat-produktivitas-yang-rendah-atau-t.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengolahan_tanah
17