Anda di halaman 1dari 65

KEMENTERIAN

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK


REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN
PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
REPUBLIK INDONESIA
KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK

Copyrignt © kpppa, 2019


Hak cipta dilindungi undang-undang

TIM PENYUSUN

Pembina :
Nahar, S.H, M.Si

Pengarah:
Ciput Eka Purwianti, S. Si, MA
Sumbono, A.md

Penulis:
Ketua:
Dita Andriasari, SH, MH

Anggota:
Rizqya Juwita, S.Psi, M.Sc
Widia Karolina, SH
yosephin Anis Widyanti,S.Psi
Dr. Thung Ju Lan
Sentiela Ocktaviana M.Dev.Pract
Angga Sisca Rahadian M.Soc.Sc
DAFTAR ISI
4
Kata
Pengantar

56
Referensi

58
7
A. Latar Belakang
23
B. Tujuan

Lampiran

25 27
C. Metode Kajian D. Hasil Kajian

33
E. Kesimpulan dan
Rekomendasi
Kata Pengantar
Salam sejahtera bagi kita semua

Pertama-tama, puji dan syukur kami sampaikan kehadirat Allah SWT,


karena atas berkat dan rahmat-Nya “Kajian terkait Perlindungan Anak
Korban Konflik” ini dapat diselesaikan. Permasalahan perlindungan anak
terdampak konflik masih belum dapat dilakukan secara optimal karena
berbagai kendala, untuk itu Kemen PPPA pada tahun 2019 ini berinisiatif
melakukan kajian terkait perlindungan anak korban konflik untuk
mendapatkan gambaran dari perlindungan anak korban konflik yang
selama ini terjadi di lapangan.

Indonesia dikenal sebagai negara yang sarat dengan keberagaman.


Penduduk Indonesia berasal dari berbagai etnis, ras, dan agama. Selain
sebagai kekayaan bangsa Indonesia, keberagaman di Indonesia juga
dapat berubah sewaktu-waktu menjadi ancaman dalam kehidupan
bernegara. Ketika konflik sosial terjadi, perempuan dan anak merupakan
salah satu kelompok yang paling rentan menjadi korban, baik secara fisik
maupun mental.

4 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Hasil dari kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam rancangan
kebijakan dan program yang ideal bagi perlindungan dan penanganan
anak di wilayah konflik di Indonesia, tidak hanya untuk jangka pendek tapi
juga untuk jangka menengah dan jangka panjang. Kajian tersebut juga
diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi dalam penyusunan RAN
P3AKS tahun 2020-2024.

Kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan “Kajian


terkait Perlindungan Anak Korban Konflik” ini disampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga ini dapat
menjadi rekomendasi dalam meyusun program dan kegiatan terkait
perlindungan anak korban konflik yang bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan pemenuhan hak anak.

Jakarta, November 2019

Deputi Bidang Perlindungan Anak,

Nahar, SH, M.Si

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 5


6 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
A.
LATAR
BELAKANG
1. Alasan Sosiologis
Indonesia dikenal sebagai negara yang sarat dengan
keberagaman. Penduduk Indonesia terdiri dari
berbagai etnis, ras, agama dan golongan. Selain
sebagai kekayaan bangsa Indonesia, keberagaman di
Indonesia juga dapat berubah sewaktu-waktu menjadi
ancaman dalam kehidupan bernegara, karena tidak
jarang perbedaan di masyarakat menyebabkan
gesekan kepentingan antar kelompok yang akhirnya
mewujud menjadi kekerasan fisik. Di samping itu,
transisi demokrasi dan globalisasi ekonomi dalam
tatanan dunia yang

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 7


semakin terbuka, termasuk faktor 2018). Kondisi tersebut semakin
intervensi asing, mengakibatkan parah dengan belum optimalnya
semakin cepatnya perubahan sosial perlindungan dan pemberdayaan
yang terjadi. Data BPS tahun 2018 dalam menghadapi konflik sosial.
mencatat bahwa perkelahian massal Secara global, jumlah anak terdampak
di desa/kelurahan terus meningkat konflik juga mengalami peningkatan.
jumlahnya dari tahun ke tahun. Pada Data terakhir menunjukkan bahwa
tahun 2011 tercatat ada 3,26 persen anak-anak usia di bawah 18 tahun
desa/kelurahan yang menjadi lokasi merupakan 52% atau sekitar setengah
perkelahian massal, dan pada 2014 dari populasi pengungsi, jumlah ini
jumlahnya meningkat menjadi 3,38 meningkat dari 41% pada tahun 2009
persen desa/kelurahan. Kemudian (Bache, 2019).
pada 2018 jumlah meningkat kembali
menjadi 3,75 persen. Selama periode Di Indonesia, ada beberapa lokasi
2018, Provinsi DKI Jakarta, Maluku, pengungsian korban konflik yang
Maluku Utara, Papua, Jawa Barat, dan masih bertahan, seperti kasus
Jawa Tengah merupakan provinsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat
dengan jumlah desa/kelurahan yang terusir dari tempat tinggalnya
terbanyak yang pernah mengalami sejak tahun 20061 dan mengungsi
perkelahian massal. di Asrama Transito, Majeluk, Kota
Mataram hingga saat ini. Selain itu
Kondisi-kondisi tersebut sejak 20122 pengungsi komunitas
menempatkan Indonesia sebagai Syiah Sampang telah meninggalkan
salah satu negara yang rawan kampung halamannya dan tinggal
konflik. Ketika konflik sosial terjadi, di Rusun Puspo Argo, Sidoarjo, Jawa
perempuan dan anak merupakan Timur.
salah satu kelompok yang paling
rentan menjadi korban, baik secara
fisik maupun mental (D’Cozta, 2018;
Baaz & Stren, 2009; Kirby, 2015).
Selama dekade terakhir, anak-anak
1 Nirkomala, “Mataram enggan menambah
yang hidup dalam kondisi perang dan pengungsi Ahmadiyah”, AntaraNews.com,
25 Juni 2019, https://www.antaranews.com/
konflik bersenjata terkena dampak berita/926536/mataram-enggan-menambah-
pengungsi-ahmadiyah
negatif, bahkan meningkatkan resiko 2 Qodar, Nafiysul, “26 Agustus 2012: Lebaran
Berdarah Warga Syiah di Sampang Madura”.
kematian anak dan jumlah anak Liputan 6, 26 Agustus 2019,
https://www.liputan6.com/news/
sakit (Sareela & Elo, 2016; Yayan, read/4046654/26-agustus-2012-lebaran-
berdarah-warga-syiah-di-sampang-madura

8 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Begitu pula yang terjadi pada Kebanyakan makanan yang
korban konflik Nduga, Papua yang diberikan tidak disesuaikan dengan
berlangsung sejak Desember kategori usia dan kebutuhan gizi
20183. Berdasarkan informasi dari anak. Penyebaran penyakit menular
Kementerian Sosial (2019) terdapat seperti campak, disentri, dan kolera
tiga lokasi pengungsian yakni di juga lebih cepat mengingat kondisi
Wamena, Lanijaya, dan Asmat. pengungsian yang padat dan tidak
terawat. Tidak hanya makanan,
Tinggal di lokasi pengungsian kebersihan dan kondisi fisik lokasi
dengan segala keterbatasannya pengungsian menjadi penting
tentu menimbulkan permasalahan dalam menjamin kesehatan dan
tersendiri, terutama bagi anak- keselamatan anak. Ruang bermain
anak. Sulitnya akses pendidikan, anak menjadi terbatas dan bahkan
dan menurunnya kondisi kesehatan bisa sangat berbahaya, karena
fisik dan psikologis adalah dua lokasi pengungsian biasanya
dari sejumlah dampak yang harus cenderung terbuka. Dalam hal ini,
dirasakan oleh anak terdampak peran negara sangat signifikan
konflik di pengungsian (Verones & untuk menyelesaikan permasalahan
Pepe, 2016; Daynes, 2016). Walaupun yang terdapat di lokasi pengungsian
cenderung lebih aman daripada korban terdampak konflik.
di lokasi konflik, kehidupan di
pengungsian melahirkan persoalan Konflik kekerasan menghancurkan
lain bagi anak-anak. Salah satunya banyak keluarga dan dapat
adalah kerentanan akan penyakit menyebabkan anak-anak dirawat
terkait gizi pada anak usia balita, hanya oleh satu orangtua, atau
seperti penyakit kulit, beri-beri, diare bahkan kehilangan kedua orang
dan pellagra karena asupan gizi tua mereka. Anak yang lebih
mereka sangat bergantung pada besar terkadang harus bertindak
bantuan makanan yang dibagikan sebagai kepala keluarga dan
oleh pemerintah atau diberikan oleh berusaha merawat adik-adiknya di
para pendonor (Harrell-Bond, 2000). pengungsian. Anak dengan orang
tua yang masih hidup pun memiliki
permasalahan yang hampir sama
karena biasanya orang tua mereka
3 “Korban meninggal akibat konflik di Nduga,
Papua 182 orang: ‘Bencana besar tapi di Jakarta
mengalami stres, mulai dari stres
santai-santai saja’”, BBC News/Indonesia, 14 ringan hingga berat, sebagai akibat
Agustus 2019, https://www.bbc.com/indonesia/
indonesia-49345664

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 9


dari situasi konflik dan kondisi di membiarkan anak menikah di usia
pengungsian yang tidak nyaman. dini dengan anggapan tanggung
Anak-anak kehilangan panutan untuk jawab pengasuhannya selesai
memandu perkembangan mereka, dan mengurangi beban yang
sehingga banyak anak di lokasi ditanggungnya.
pengungsian yang tumbuh tanpa
pola asuh yang ideal. Orang tua Hal lain yang juga berdampak pada
yang mengalami stres lebih rentan anak adalah stigmatisasi akibat konflik
melakukan kekerasan terhadap anak. antar kelompok, baik yang berlatar
Selain itu, pengawasan orang tua belakang agama seperti kelompok
terhadap anak-anak di pengungsian Syiah di Sampang dan Ahmadiyah di
menjadi lebih longgar, anak-anak Lombok, maupun yang berlatar etnis/
dibiarkan bermain tanpa penjagaan suku seperti di Nduga. Stigmatisasi
dan pengawasan. Tanpa adanya tersebut menyulitkan anak untuk
pengawasan, anak-anak berada mendapat hak-hak dasar, salah
dalam situasi berbahaya karena satunya akses terhadap pendidikan.
rentan terhadap berbagai tindak Program bantuan pendidikan yang
kejahatan, seperti kejahatan seksual diselenggarakan pemerintah sifatnya
dan penculikan. Faktanya, anak-anak hanya sementara. Ketika anak-
di pengungsian rentan terhadap anak korban konflik agama, seperti
kejahatan seksual yang dilakukan Ahmadiyah dan Syiah, kembali ke
oleh sesama pengungsi, atau sekolah umum, mereka umumnya
bahkan relawan. Penanganan kasus dibayang-bayangi stigmatisasi “sesat”
secara hukum seringkali mengalami oleh lingkungan mereka sehingga
hambatan karena kurangnya bukti tidak jarang anak-anak ini mengalami
atau hanya sampai pada penyelesaian reviktimisasi melalui tindak
secara adat. Selain itu longgarnya diskriminasi dan tindak perundungan.
pengawasan orang tua juga seringkali
mengakibatkan pergaulan bebas Penanganan bagi anak korban konflik
pada anak-anak, yang kemudian sangat bergantung pada ketersediaan
banyak mengakibatkan pernikahan data dan kajian yang komprehensif.
usia anak karena alasan hamil di Selama ini setiap program bantuan
luar nikah. Pernikahan usia anak pemerintah menganggap bahwa
juga terjadi karena orang tua yang kebutuhan setiap individu adalah
merasa sangat tidak sanggup sama, tanpa mempertimbangkan
membiayai secara ekonimi sehingga tingkat kerentanan setiap individu,

10 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


khususnya individu anak-anak. Pada dalam penanganan anak terdampak
tahap pelaksanaan, antara apa konflik dapat berjalan secara
yang diberikan pemerintah dengan sistematis dan efektif. Pembagian
apa yang dibutuhkan masyarakat kerja ini harus berdasarkan data yang
seringkali jauh berbeda sehingga akurat tentang kondisi dan kebutuhan
program bantuan tersebut bisa anak terdampak konflik.
dikatakan gagal. Risiko kegagalan
sesungguhnya dapat diperkecil
dengan melakukan pendataan dan
pemetaan tingkat kerentanan dan 2. Kelembagaan
kebutuhan setiap individu, terutama
anak-anak di wilayah konflik ataupun
dan Landasan
di pengungsian. Selain itu, sebagai Yuridis
upaya menciptakan koordinasi Walaupun Indonesia sudah memiliki
yang baik antar stakeholders, maka Undang-undang Nomor 7 tahun
perlu dilakukan pembagian kerja 2012 tentang Penanganan Konflik
antara stakeholders agar dapat Sosial, yang diatur lebih lanjut
berkoordinasi dan berkolaborasi dengan kebijakan turunannya

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 11


yaitu Peraturan Pemerintah Nomor Akan tetapi, pada tahap pelaksanaan
2 Tahun 2015 Tentang Peraturan antara apa yang diberikan
Pelaksanaan Undang-Undang pemerintah dengan apa yang
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang dibutuhkan masyarakat seringkali
Penanganan Konflik Sosial, namun berbeda sehingga program tersebut
permasalahan perlindungan terhadap cenderung gagal (Hudson, et.al, 2011).
hak perempuan dan anak dalam Pelaksanaan dari program-program
konflik sosial masih belum menjadi turunan RAN P3AKS hingga Tahun
perhatian penting. Melalui Resolusi 2019 masih belum efektif terlebih
DK PBB 1325, dunia internasional lagi bagi anak korban konflik karena
mencoba mengintervensi negara- terhambat beberapa faktor. Pertama
negara anggota PBB, termasuk adalah faktor kelembagaan, dimana
Indonesia, untuk merancang Rencana belum adanya model koordinasi
Aksi Nasional yang bertujuan vertikal (antar kementerian) dan
memastikan perlindungan terhadap horizontal (pemerintah pusat dan
perempuan dan anak selama konflik daerah) yang terintegrasi dengan baik
berlangsung dan pasca konflik. menyebabkan terjadinya tumpang
Maka pada tahun 2014, melalui tindih tugas pokok dan fungsi atau
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun bahkan saling lempar tanggung
2014 tentang Perlindungan dan jawab. Kedua, tidak adanya reward
Pemberdayaan Perempuan dan Anak and punishment system serta belum
Dalam Konflik Sosial, disusunlah tersedianya sistem monitoring dan
Rencana Aksi Nasional Perlindungan evaluasi menyebabkan komitmen
dan Pemberdayaan Perempuan lembaga untuk melaksanakan RAN
dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS cenderung rendah (George
P3AKS) 2014-2019 yang telah resmi & Shepherd, 2016). Walaupun
diluncurkan, sehingga Negara beberapa daerah sudah mengadopsi
memiliki kewajiban untuk melindungi RAN P3AKS ke dalam Rencana
dan memenuhi hak perempuan dan Aksi Daerah, ketika konflik pecah,
anak dalam konflik sosial. Kemudian Kemen PPPA tidak dapat memaksa
Perpres ini ditindaklanjuti dengan pemerintah daerah untuk merujuk
dibentuknya kelompok kerja melalui RAD P3AKS dalam upaya penanganan
Permenko Kesra Nomor 8 Tahun 2014 konflik sosial yang terjadi di
yang telah direvisi dengan Permenko wilayahnya. Ketiga, belum tersedianya
PMK Nomor 2 Tahun 2019. kajian tentang anak korban konflik di
Indonesia maupun data akurat terkait

12 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


konflik sosial di Indonesia. Hingga saat Belum adanya
ini belum ada data yang menunjukkan
jumlah korban konflik berdasarkan
sinergitas antara
jenis kelamin dan kategorisasi usia dua keasdepan
di seluruh Indonesia. Data yang
tersedia hanya menunjukkan jumlah
tersebut dalam
lokasi dan peristiwa konflik tanpa menjalankan tugas.
menjelaskan tipologi dan penyebab
konflik. Selain itu, perubahan sosial kajian ini disusun oleh satuan kerja
politik juga sangat memengaruhi Asisten Deputi Bidang Perlindungan
ketidakoptimalan pelaksanaan Anak dalam Situasi Darurat pada
program RAN P3AKS tersebut. Deputi Bidang Perlindungan Anak
yang salah satu tugas dan fungsinya
terkait perlindungan anak korban
2.1 Kelembagaan konflik. Selain itu, belum adanya
sinergitas antara dua keasdepan
Permasalahan lain menyangkut tersebut dalam menjalankan tugas.
internal Kemen PPPA, antara lain Dengan kata lain, isu perlindungan
adalah adanya rotasi dan mutasi anak korban konflik belum menjadi
kelembagaan di Kemen PPPA yang perhatian penting di internal Asisten
terlalu cepat sehingga mengancam Deputi Perlindungan Anak dalam
keberlanjutan serta kesinambungan Situasi Darurat dan Pornografi,
program, serta jumlah sumberdaya Kemen PPPA sejak adanya perubahan
manusia yang kurang memadai, nomenklatur Kementerian pada
sehingga program dan kegiatan tahun 2015. Terlebih, belum
terkait perlindungan anak korban tersedianya acuan yang jelas terkait
konflik belum optimal. Di dalam kegiatan yang perlu dilakukan terkait
struktur organisasi dan tata kerja kebutuhan anak terdampak konflik,
Kementerian Pemberdayaan menyebabkan tidak adanya prioritas
Perempuan dan Perlindungan Anak kegiatan yang dapat dilakukan oleh
(Kemen PPPA), terdapat 2 (dua) internal Asdep Perlindungan Anak
unit kerja yang menangani terkait dalam Situasi Darurat dan Pornografi
permasalahan konflik sosial, yaitu terkait tugas dan fungsi pemenuhan
Deputi Bidang Perlindungan Hak serta perlindungan hak anak korban
Perempuan, dan Deputi Bidang konflik, sesuai amanat Undang-
Perlindungan Anak. Sementara itu, undang Perlindungan Anak.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 13


14 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
1.2 Dasar Hukum terorisme; l. Anak penyandang
disabilitas; m. Anak korban
Dalam beberapa tahun terakhir perlakuan salah dan penelantaran;
komitmen pemerintah Indonesia n. Anak dengan perilaku sosial
terhadap perlindungan anak dalam menyimpang; dan o. Anak yang
situasi konflik sudah banyak tersurat menjadi korban stigmatisasi dari
dalam peraturan perundang- pelabelan terkait dengan kondisi
undangan, antara lain:   orang tuanya”.

a. Undang-undang Nomor 35 Tahun Berdasarkan ketentuan Pasal 60:


2014 tentang Perubahan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 “Anak dalam situasi darurat
tentang Perlindungan Anak: sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 ayat (2) huruf a terdiri
Berdasarkan ketentuan Pasal 59 atas: a. Anak yang menjadi
ayat (2) : pengungsi; b. Anak korban
kerusuhan; c. Anak korban
“Perlindungan Khusus kepada bencana alam; dan d. Anak dalam
anak sebagaimana dimaksud situasi konflik bersenjata.”
pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat; b. b. Peraturan Presiden Nomor 59
Anak yang berhadapan dengan Tahun 2015 tentang Kemen PPPA:
hukum; c. Anak dari kelompok Berdasarkan ketentuan Pasal 15:
minoritas dan terisolasi; d. Anak “Deputi Bidang Perlindungan
yang dieksploitasi secara ekonomi Anak mempunyai tugas
dan/atau seksual; e. Anak yang menyelenggarakan perumusan
menjadi korban penyalahgunaan kebijakan serta koordinasi dan
narkotika, alkohol, psikotropika, sinkronisasi pelaksanaan kebijakan
dan zat adiktif lainnya; f. Anak di bidang perlindungan anak”.
yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS; h. Anak Berdasarkan ketentuan Pasal
korban penculikan, penjualan, 16: “Dalam melaksanakan
dan/atau perdagangan; i. Anak tugas sebagaimana dimaksud
korban kekerasan fisik dan/atau dalam Pasal 15, Deputi
psikis; j. Anak korban kejahatan Bidang Perlindungan Anak
seksual; k. Anak korban jaringan menyelenggarakan fungsi:

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 15


a. perumusan kebijakan di dan supervisi di bidang
bidang perlindungan anak; perlindungan anak;
b. koordinasi dan sinkronisasi f. pemantauan, analisis, evaluasi,
pelaksanaan kebijakan di dan pelaporan pelaksanaan
bidang perlindungan anak; kebijakan di bidang
c. penyusunan norma, standar, perlindungan anak;
prosedur, dan kriteria di g. pelaksanaan administrasi
bidang perlindungan anak; Deputi Bidang Perlindungan
d. penyusunan data gender di Anak; dan
bidang perlindungan anak; h. pelaksanaan fungsi lain yang
e. pemberian bimbingan teknis diberikan oleh Menteri.

16 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


c. Peraturan Menteri PPPA Nomor korban bencana dan konflik;
11 Tahun 2015 tentang Organisasi c. penyiapan penyusunan
dan Tata Kerja Kementerian norma, standar, prosedur,
Pemberdayaan Perempuan Dan dan kriteria di bidang
Perlindungan Anak: perlindungan anak korban
bencana dan konflik;
Berdasarkan ketentuan Pasal 215: d. penyiapan bahan pemberian
bimbingan teknis dan
“Asisten Deputi Perlindungan supervisi perlindungan anak
Anak dalam Situasi Darurat dan korban bencana dan konflik;
Pornografi sebagaimana dimaksud dan
dalam Pasal 203 huruf b, e. pemantauan, analisis, evaluasi,
mempunyai tugas melaksanakan dan pelaporan pelaksanaan
perumusan kebijakan, koordinasi kebijakan perlindungan anak
dan sinkronisasi pelaksanaan korban bencana dan konflik.
kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, d. Telaah Undang-undang Nomor 7
pemberian bimbingan teknis Tahun 2012 tentang Konflik Sosial:
dan supervisi, dan pemantauan, Berdasarkan Ketentuan Pasal 1
analisis, evaluasi, dan pelaporan angka 1 yang dimaksud dengan:
pelaksanaan kebijakan di bidang “Konflik Sosial, yang selanjutnya
perlindungan anak dalam situasi disebut konflik, adalah
darurat dan pornografi”. perseteruan dan/atau benturan
fisik dengan kekerasan antara dua
Berdasarkan ketentuan Pasal 219: kelompok masyarakat atau lebih
“Dalam melaksanakan tugas yang berlangsung dalam waktu
sebagaimana dimaksud dalam tertentu dan berdampak luas yang
Pasal 218, Bidang Perlindungan mengakibatkan ketidakamanan
Anak Korban Bencana dan Konflik dan disintegrasi sosial sehingga
menyelenggarakan fungsi: mengganggu stabilitas nasional
a. penyiapan bahan perumusan dan menghambat pembangunan
kebijakan perlindungan anak nasional”.
korban bencana dan konflik;
b. penyiapan bahan koordinasi Berdasarkan Ketentuan Pasal 1
dan sinkronisasi pelaksanaan angka 2 yang dimaksud dengan:
kebijakan perlindungan anak “Penanganan Konflik adalah

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 17


serangkaian kegiatan yang sebagai berikut:
dilakukan secara sistematis dan
terencana dalam situasi dan Ruang lingkup Penanganan
peristiwa baik sebelum, pada saat, Konflik meliputi:
maupun sesudah terjadi konflik a) Pencegahan Konflik;
yang mencakup pencegahan • memelihara kondisi damai
konflik, penghentian konflik, dan dalam masyarakat;
pemulihan pascakonflik”. • mengembangkan sistem
penyelesaian perselisihan
Adapun Berdasarkan Ketentuan secara damai;
Pasal 4, yang diuraikan dengan • meredam potensi konflik;
pasal lainnya dapat dirangkum dan

18 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


• membangun sistem anak, selain sebagaimana
peringatan dini. dimaksud pada ayat (1), juga
b) Penghentian Konflik: meliputi: a. pengasuhan; b.
• Penghentian kekerasan pendidikan; c. kesehatan anak;
fisik; d. tempat bermain; dan e.
• Penetapan status konflik; penyembuhan dari trauma”.
• Tindakan darurat
penyelamatan dan Berdasarkan ketentuanPasal 26:
perlindungan korban; dan/ “Kelompok rentan, meliputi: a.
atau perempuan; b. anak; c. lanjut usia;
• Bantuan penggunaan dan d. penyandang disabilitas; e. ibu
pengerahan kekuatan. yang sedang mengandung atau
c) Pemulihan Pascakonflik: menyusui; dan f. orang sakit”
• pemulihan psikologis
korban konflik dan f. Peraturan Presiden Nomor 18
pelindungan kelompok Tahun 2014 tentang Perlindungan
rentan; dan Pemberdayaan Perempuan
• pemulihan kondisi dan Anak Dalam Konflik Sosial:
sosial, ekonomi, budaya,
keamanan, dan ketertiban; Tujuan dari peraturan ini adalah
• perbaikan dan Melindungi, menghormati dan
pengembangan menjamin hak asasi perempuan
lingkungan dan/atau dan anak dalam penanganan
daerah perdamaian; dan konflik sosial. Adapun ruang
• penguatan relasi lingkup RAN P3AKS 2014-2019
sosial yang adil untuk adalah:
kesejahteraan masyarakat.
1) Bidang Pencegahan:
e. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Meningkatkan kesadaran
Tahun 2015 Tentang Peraturan dan peran masyarakat,
Pelaksanaan Undang-Undang pemerintah, media untuk
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang sosialisasi, pengembangan
Penanganan Konflik Sosial; kapasitas kelembagaan,
Berdasarkan ketentuan Pasal 20 penyediaan ruang publik
ayat (3): “Pemenuhan kebutuhan bagi Perempuan dan Anak di
dasar pengungsi spesifik anak- daerah rawan konflik.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 19


2) Bidang Penanganan: (3) Penyediaan layanan kepada
Meningkatkan akses dan perempuan dan anak
kualitas pelayanan yang sebagaimana dimaksud
dibutuhkan perempuan dan pada ayat (1) meliputi: a.
anak korban kekerasan di memberikan perlindungan
daerah konflik. khusus; b. memberikan
layanan terhadap perempuan
3) Bidang Pemberdayaan dan dan anak korban kekerasan;
Partisipasi: c. memberikan pelayanan
• Menciptakan kondisi yg pemenuhan kebutuhan dasar
memungkinkan potensi spesifik bagi perempuan dan
berkembang bagi korban anak korban akibat terjadinya
konflik; dan konflik; dan d. perbaikan
• Memberikan pemahaman fasilitas yang dibutuhkan
hidup damai, toleransi, perempuan dan anak.
cinta tanah air, menjadi
generasi cinta damai dan Berdasarkan Ketentuan Pasal
tidak suka berkonflik. 7 disebutkan bahwa: “Dalam
penyediaan layanan sebagaimana
Berdasarkan Ketentuan Pasal 6: dimaksud dalam Pasal 6
(1) Kementerian/lembaga terkait kementerian/lembaga terkait dan
dan pemerintah daerah sesuai pemerintah daerah sesuai dengan
dengan kewenangannya kewenangannya wajib menyediakan
dalam memberikan data perempuan dan anak korban
perlindungan terhadap konflik di daerah konflik”.
perempuan dan anak dengan
menyediakan layanan kepada Berdasarkan Ketentuan Pasal 8
perempuan dan anak. disebutkan bahwa: “Perlindungan
khusus sebagaimana dimaksud dalam
(2) Penyediaan layanan Pasal 6 ayat (3) huruf a meliputi upaya
sebagaimana dimaksud pada penyelamatan dan perlindungan
ayat (1) diberikan kepada: a. terhadap: a. perempuan dan anak
perempuan dan anak korban agar tidak mengalami kekerasan; b.
akibat terjadinya konflik; b. pembela hak asasi perempuan”.
perempuan dan anak korban
kekerasan.

20 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 21
22 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
B.
TUJUAN
Berdasarkan alasan sosiologis, yuridis dan dasar
hukum tersebut, Kemen PPPA pada tahun 2019 ini
berinisiatif melakukan kajian terkait perlindungan
anak korban konflik untuk mendapatkan
gambaran dari perlindungan anak korban konflik
yang selama ini terjadi di lapangan. Hasil dari
kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam
rancangan kebijakan dan program yang ideal bagi
perlindungan dan penanganan anak di wilayah
konflik di Indonesia, tidak hanya untuk jangka
pendek tapi juga untuk jangka menengah dan
jangka panjang. Kajian tersebut juga diharapkan
dapat menjadi bahan rekomendasi dalam
penyusunan RAN P3AKS tahun 2020-2024.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 23


24 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
C.
METODE
KAJIAN
Berdasarkan alasan sosiologis, yuridis dan dasar
hukum tersebut, Kemen PPPA pada tahun 2019 ini
berinisiatif melakukan kajian terkait perlindungan
anak korban konflik untuk mendapatkan
gambaran dari perlindungan anak korban konflik
yang selama ini terjadi di lapangan. Hasil dari
kajian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam
rancangan kebijakan dan program yang ideal bagi
perlindungan dan penanganan anak di wilayah
konflik di Indonesia, tidak hanya untuk jangka
pendek tapi juga untuk jangka menengah dan
jangka panjang. Kajian tersebut juga diharapkan
dapat menjadi bahan rekomendasi dalam
penyusunan RAN P3AKS tahun 2020-2024.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 25


26 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
D.
HASIL
KAJIAN
Kajian terkait perlindungan anak korban konflik
ini dilaksanakan bersama-sama oleh Kemen
PPPA bekerjasama dengan LIPI, melalui tiga
kali Focus Group Discussion (FGD) bersama
dengan Kementerian/Lembaga dan Civil
Society Organization (CSO) yang terkait dengan
perlindungan anak korban konflik serta kunjungan
ke salah satu pengungsian anak korban konflik
Ahmadiyah yaitu Wisma Transito, Mataram. Data
yang dihimpun dalam FGD dan kunjungan tersebut
kemudian dipertajam melalui workshop dengan
pakar perlindungan anak korban konflik.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 27


D.1 Dampak Konflik terbatas.

Terhadap Anak • Stigma pada anak, dikatakan


kelompok sesat.
• Adanya dendam kepada
Selama ini perspektif setiap permerintah.
program atau bantuan pemerintah • Ditemui anak korban yang
menganggap setiap kebutuhan datang ke Jakarta kemudian
individu adalah sama, tanpa menjadi anak jalanan.
mempertimbangkan latar belakang • Anak dan orangtua tidak
dan tingkat kerentanan setiap memiliki surat keterangan
individu. Kondisi anak yang identitas sehingga tidak
terdampak konflik berbeda-beda mendapatkan akses
(D’Cozta, 2018; Yayan, 2019). Oleh pendidikan, sosial dan
karena itu, dari pelaksanaan ketiga kesehatan.
FGD maka berhasil mengidentikasi • Perilaku orangtua yang salah
dampak-dampak konflik pada anak kepada anak akibat orangtua
yang berbeda-beda di beberapa yang mengalami stres dengan
wilayah di Indonesia, yaitu antara lain: keadaan yang ada sehingga
melampiaskannya kepada
a. Konflik Syiah Sampang anak-anak.
• Banyak terjadinya kasus
pelecehan seksual di tempat b. Anak Eks Napiter dan Deportan
pengungsian atau relokasi • Stigmatisasi pada anak,
anak korban konflik. Pelaku resistensi masyarakat dan
merupakan pengungsi antar sekolah dalam menerima anak
negara yang tinggal di rusun eks napiter.
sebelah. • Kesulitan anak untuk kembali
• Terkait keamanan, anak-anak bersekolah.
(dan ibu hamil & lansia) yang • Adanya dendam kepada
tinggal di rusun seringkali pemerintah.
terjatuh karena fasilitas rusun
yang tidak memadai. c. Konflik Aceh/GAM
• Rentan terjadi perkawinan • Terjadinya perkawinan usia
usia anak, pekerja anak dan anak.
perdagangan anak. • Masuknya pengaruh narkoba
• Akses terhadap pendidikan yang mendorong anak-anak

28 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


menjadi kurir narkoba. sekolah hingga dikucilkan dari
• Tindak pidana perdagangan lingkungan.
orang, seperti penculikan dan
penjualan anak. f. Konflik Jamaah Ahmadiyah NTB
• Anak menjadi korban kekerasan (Hasil Tinjauan Lapangan Tim
seksual, dimana pelaku banyak Kemen PPPA)
yang merupakan relawan. • Secara umum, sudah
dapat berintegrasi dengan
d. Konflik Antar Pelajar masyarakat dan mendapatkan
• Pelaku anak dikeluarkan dari hak-hak mereka sebagai WNI.
sekolah dan kembali melakukan Tetapi banyak masalah yang
tindak kriminal, dalam kasus ini terjadi di awal konflik yang
menjadi bandar narkoba. belum tertangani, seperti:
• Stigmatisasi/pelabelan/ • Tidak dapat pulang ke tempat
viktimisasi kepada pelaku anak, asalnya (sudah 13 tahun di
tidak ada pembinaan dari pengungsian Transito)
pihak sekolah ataupun dari • Tinggal di tempat yang tidak
masyarakat. layak. Kamar seluas 4m2 diisi
oleh keluarga besar, ruangan
e. Demonstrasi yang Berujung hanya disekat tripleks yang
Kekerasan dilakukan secara mandiri oleh
• Mengalami luka fisik, bahkan masing-masing keluarga.
meninggal dunia. • Sampai sekarang anak-anak
• Anak ditahan di kantor polisi mendapat stigmatisasi bahwa
lebih dari 24 jam, bahkan tidak mereka bukan merupakan
didampingi sehingga anak “orang sini”, dan dijuluki
mengalami trauma psikologis. “kampung setengah” oleh
APH mungkin kurang paham warga sekitar.
terhadap hak anak. • Stigmatisasi juga terjadi di
• Identitas anak berisiko sekolah, seperti raport yang
terungkap ke media, hal dibedakan (dituliskan sebagai
ini dapat menimbulkan anak-anak Ahmadiyah), anak-
berbagai dampak sosial, selain anak dipukuli dan dikatakan
psikologis, seperti pelabelan/ sesat tanpa dibela oleh guru.
stigmatisasi, termasuk walaupun kasus yang disebut
dampak diberhentikan dari terakhir ini sudah jarang terjadi.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 29


• Kebutuhan dasar dan spesifik sekolah terdekat dengan tempat
yang tidak terpenuhi (misalnya tinggal (pola zonasi), tetapi
pemutusan air dan listrik sekolah yang bersangkutan
dengan sengaja). tidak siap menerima. Begitu
• Kesulitan ekonomi (orangtua pula lingkungan masyarakat
bekerja secara serabutan sekitar belum dapat menerima.
sebagai pengemudi gojek, Hal ini terutama akibat stigma
pemulung, petani, tukang sosial yang dilekatkan pada
cukur, dll) karena tidak mereka dan resistensi yang
mempunyai kesempatan tinggi dari masyarakat.
bekerja di sektor formal, yang
salah satu penyebabnya h. Konflik Nduga Wamena
adalah stigmatisasi, tidak • Anak merasa ketakutan bila
mempunyai berkas administrasi jauh dari orang tua, kelekatan
kependudukan dan sulitnya pada orang tua menjadi
proses reintegrasi ke berlebihan.
lingkungan masyarakat. • Dendam dan menaruh curiga
• Perasaan anak-anak yang was- berlebih kepada orang yang
was dan takut dijauhi oleh berbeda suku.
lingkungan di luar jamaah • Meningkatnya perilaku kriminal
Ahmadiyah. (meniru dari orang yang lebih
tua/ lingkungan sekitar yang
Baik anak maupun melakukan hal sama).

orang dewasa • Baik anak maupun orang


dewasa banyak yang merasa
banyak yang depresi akibat video yang
merasa depresi memperlihatkan keluarga
mereka dibunuh.
akibat video.
Secara umum dapat disimpulkan
g. Konflik Gafatar bahwa hal-hal yang banyak terjadi
• Hak sipil anak terabaikan karena terhadap anak di wilayah konflik
mereka tidak mendapatkan adalah:
akses pendidikan, sosial dan 1. Kekerasan seksual terhadap
kesehatan. anak, baik yang dilakukan oleh
• Ketika diizinkan bersekolah di pendamping, atau oleh sesama

30 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


pengungsi. D.2 Perlindungan
2.
3.
Akses pendidikan anak yang sulit.
Stigmatisasi dan perundungan
Anak Korban
terhadap anak di sekolah umum. Konflik
4. Trafficking atau perdagangan
anak.
5. Anak menjadi korban NAPZA, D.2.1 Praktik Baik dalam
baik sebagai pengguna ataupun Penanganan Anak Korban
menjadi pengedar. Konflik
6. Dendam kepada masyarakat dan
pemerintah, atau sekurangnya Melalui FGD juga dapat disimpulkan
ada ketidakpercayaan terhadap bahwa keterlibatan dan koordinasi
publik dan/atau pemerintah. para pemangku kepentingan sangat
7. Perkawinan usia anak, terutama dibutuhkan dalam upaya penanganan
karena terjadi kehamilan akibat dan perlindungan anak korban
kontrol yang kurang dan konflik. Adapun beberapa upaya
minimnya aktivitas waktu luang penanganan anak korban konflik yang
di pengungsian. Perkawinan telah dilakukan dengan melibatkan
usia anak ini juga terjadi karena koordinasi antar para pemangku
orangtua merasa tidak mampu kepentingan, diantaranya:
menafkahi, sehingga mengizinkan
pernikahan usia anak untuk • Pada kasus pengungsi korban
meringankan ekonomi keluarga. konflik Sampang, yayasan
8. Kebutuhan dasar dan spesifik AMAN Indonesia dengan
anak yang belum terpenuhi, yayasan YAKKUM bekerjasama
karena bentuk bantuan masih memberikan dukungan
disamakan, yang mengabaikan psikososial, sedangkan Kontras
tingkat kerentanan atau memberikan pendampingan
kebutuhan berdasarkan hukum bagi korban konflik sosial
kategorisasi usia anak. Sampang. Selain itu Yayasan
9. Minimnya tenaga ahli dalam AMAN Indonesia membantu
penanganan kasus yang mendirikan sekolah darurat bagi
menyebabkan masalah psikologis anak pengungsi Sampang.
lanjutan terkait benih-benih
kebencian dan konflik baru dalam • Yayasan Pulih memberikan
diri anak. dukungan psikososial bagi korban

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 31


konflik di Aceh. Terkait dengan kepada Pemerintah melalui
napiter, yayasan KAKAK bekerja Musrenbang (Musyawarah
sama dengan Peksos dan Dinsos Rencana Pembangunan) dengan
setempat melakukan penguatan mengirimkan 1000 surat kepada
ekonomi untuk napiter (program Pemerintah. Selain itu, Forum
Peksos) untuk keberlanjutan Anak juga telah melakukan
kehidupan mereka. sosialisasi/campaign terkait
perlindungan anak. Di RPTRA juga
• Yayasan LAYAK berkolaborasi sudah terdapat pos pengaduan
dengan Dinsos setempat dimana ada didalamnya
mengadakan training dan ditempatkan psikolog dari
sosialisasi di Indramayu untuk P2TP2A.
mengurangi terjadinya trafficking
atau perdagangan anak, di • Di daerah Bengkayang, sudah ada
samping melakukan pendekatan kerjasama yang baik antara Dinas
pada P2TP2A, guru-guru di dengan RS setempat (melalui
sekolah dan aparat desa, agar MoU) agar korban kekerasan
kemudian guru-guru tersebut seksual bisa melakukan visum
dapat menyosialisasikan kembali secara gratis, juga bekerjasama
materi yang telah diterimanya dengan Dinas Pemberdayaan
di sekolah masing-masing. Perempuan dan Perlindungan
Selain itu Pemda Indramayu Anak setempat dalam melakukan
mengeluarkan Perda Nomor 14 pendampingan.
Tahun 2005 tentang Pencegahan
dan Pelarangan Trafficking untuk • YSTC (Yayasan Sayangi Tunas
eksploitasi seksual komersial Cilik/Save The Children) saat
anak di Kabupaten Indramayu. ini fokus mendukung program-
Dalam hal ini antara CSO dan program Pemerintah terkait
Pemerintah daerah sudah dengan manajemen kasus, seperti
berkoordinasi dengan baik dalam memastikan layanan bagi korban
rangka pencegahan tindak pidana seperti layanan dari psikolog atau
perdagangan orang. rujuk ke layanan tingkat atas,
seperti ke psikiater jika diperlukan,
• Forum Anak memfasilitasi dukungan pembuatan akte
anak-anak sekolah dalam kelahiran, mencarikan rujukan ke
menyampaikan aspirasi mereka sekolah, fasilitasi Monthly Case

32 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Conference Meeting, Service • Dalam penyusunan draf Program
Provider Meeting, Law Enforcers Nasional Penanggulangan
Meeting khusus untuk children Kerawanan Sosial (PNPKS)
in conflict with the law, training melibatkan K/L (Kemenko
management kasus; supervisi, Polhukam, Kemen PPPA,
seminar parenting; dan dukungan Kemen sos, Kemendes PDTT,
psikososial. Kementan, Kemendagri, Kemen
PUPR, Kemendikbud, Komnas
• Dalam kasus konflik agama Perempuan, KPAI, LPSK, Polri),
yang terjadi, WVI (Wahana Visi LSM dan Perguruan Tinggi,
Indonesia) biasanya masuk termasuk lembaga lain yang
melalaui tokoh-tokoh agama tercantum di dalam RAN P3AKS.
atau bergerak dengan HFI
(Humanitarian Forum Indonesia) • Upaya penanganan yang telah
lintas agama seperti Dompet dilakukan Kemen PPPA (Asdep
Dhuafa untuk melakukan SDKK) antara lain:
pendekatan kepada masyarakat,
tidak melalui pemerintah. Contoh a) Sosialisasi RAN P3AKS
kasus di Poso: WVI memberikan seperti di Buton, melibatkan
pendidikan harmoni ke sekolah- Kemendagri Polpum,
sekolah (terdapat modul). Selain Kesbangpol di bawah
itu contoh prototip terbaik Bapeda, Dinas PPPA,
ada di Palu melalui Sekber mengundang tidak hanya
(Sekretariat Bersama) yang SKPD tetapi juga LSM,
sudah terkoordinasi dengan baik. Tokoh Agama/Forum Antar
Sementara di Ambon dilakukan Umat Beragama/FKPT.
segregasi antara kelompok umat Sosialisasi tersebut juga
beragama yang berbeda. digunakan sebagai sarana
untuk menggali informasi
Selain itu upaya penanganan yang tentang apa yang bisa dan
telah dilakukan oleh Kementerian/ sudah dilakukan dan siapa
Lembaga dalam rangka pencegahan penanggungjawabnya
dan penanganan korban konflik, melalui RAD P3AKS di daerah.
khususnya bagi perempuan dan anak, Untuk Pokja RAD 2014-2019
antara lain: baru terbentuk di 10 provinsi.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 33


b) Menandatangani kerjasama • LPSK membantu memberikan
antara Kemen PDTT dan jaminan keamanan kepada
Wahid Institute (contoh mereka yang akan memberikan
pemberdayaan ekonomi kesaksian (contoh konflik agama
usaha mikro yang dalam di Syiah Sampang) dan kasus
packagingnya dimasukkan lainnya dimana korban statusnya
pesan perdamaian). Sudah sebagai saksi.
terbentuk 40 desa damai dan
setara. • Kemenag mempunyai program
khusus terkait pencegahan konflik
c) Asdep SDKK – Kemen PPPA yaitu melalui moderasi beragama
juga memberikan prototip dimana sasaran kegiatan ini
bantuan spesifik perempuan. adalah semua pihak dari mulai
anak, orangtua, guru, tokoh
• Pada kasus di Jambi, terdapat agama, dan tokoh masyarakat,
tim terpadu (dengan kesbangpol dengan menekankan pendekatan
sebagai koordinator) yang multikultural yang bertujuan
beranggotakan Dinas Sosial, untuk kerukunan umat beragama.
Dinas PPPA, UPTD/P2TP2A,
dan Disdukcapil yang bertugas
melakukan pemilahan data per
keluarga. D.2.2. Kebutuhan Sumber Daya
Manusia dalam Berbagai
• Babinkamtibnas di salah Tahap Konflik
satu desa yang terindikasi
terpapar radikalisme di Palu a. Pra Konflik: Pencegahan
(Jaringan Santoso) telah
melakukan pendekatan dengan Pada tahap pencegahan, fokusnya
menggunakan perpustakaan adalah pada pendidikan di sekolah
keliling untuk mengubah persepsi dan pendidikan kepada masyarakat.
masyarakat yang terpapar Pendidikan yang diberikan difokuskan
radikalisme, sehingga anak-anak pada nilai-nilai Bhineka Tunggal Ika,
dan masyarakat yang awalnya toleransi, kerukunan dan empati. Oleh
membenci polisi dapat berubah karena itu, beberapa sumberdaya
menjadi mendukung polisi dan manusia yang dibutuhkan antara lain:
bersedia memberikan informasi.

34 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


• Tenaga pendidik masyarakat, serta Kementerian/
• Penyuluh agama Lembaga terkait. Pemerintah dalam
• Lembaga masyarakat penyusunan kebijakan khusus anak
dalam situasi konflik.
Pada tahap pencegahan, dibutuhkan
sumber daya manusia yang memiliki b. Saat Konflik: Penanganan dan
kemampuan dalam mengubah Penyelamatan
cara pandang masyarakat melalui
advokasi, sosialisasi dan cara-cara Pada tahap penanganan dan
lainnya. Untuk itu, dibutuhkan penyelamatan, dibutuhkan sumber
sumber daya manusia yang daya manusia yang dapat bergerak
memiliki keluwesan dalam menjalin dengan cepat, terlatih secara
hubungan dengan masyarakat. Dalam fisik dan mental. Oleh karena itu,
melakukan pencegahan, dibutuhkan pada tahapan ini, ujung tombak
pula orang-orang yang kreatif dan dari sumberdaya manusia yang
mampu berinovasi untuk dapat dibutuhkan ada pada TNI, Polisi,
menjangkau masyarakat dengan usia, BNPB, Basarnas dan petugas medis
jenis kelamin, pendidikan, dan budaya terlatih. Adapun dalam situasi konflik
yang berbeda-beda. Selain itu, terdapat berbagai situasi yang
perlu dilakukan pelatihan-pelatihan membutuhkan penanganan segera
untuk mempersiapkan sumberdaya namun bukan merupakan keahlian
manusia yang dibutuhkan apabila utama dari TNI, Polisi, BNPB, Basarnas
terjadi konflik. Dengan demikian, dan petugas medis tersebut, misalnya
peran para pelatih juga menjadi pemberian kebutuhan dasar dan
penting dalam tahapan ini. spesifik bagi kelompok rentan,
pemberian dukungan psikologis
Tahap pencegahan juga sebaiknya awal (psychological first aid) kepada
menitikberatkan pada pembelajaran anak, sekolah darurat, menjadi
dan riset mengenai best practices pendamping dari anak dan keluarga,
dalam penanganan konflik, baik dari dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam
penyelamatan, rehabilitasi hingga tahap pencegahan, dapat dilakukan
reintegrasi. Pembelajaran ini kemudian peningkatan kapasitas bagi TNI,
perlu dikembangkan menjadi strategi Polisi BNPB, Basarnas dan petugas
dan SOP yang siap digunakan saat medis untuk dapat melakukan hal-
konflik terjadi. Untuk itu, dibutuhkan hal responsif dalam situasi darurat
peran akademisi, lembaga terhadap kelompok rentan.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 35


Di dalam tahapan ini, dibutuhkan pula agar memudahkan manajemen
Sekretariat Bersama yang terdiri dari sumberdaya manusia yang akan
berbagai pemangku kepentingan, diterjunkan. Dengan penentuan fase
khususnya dari Kementerian/ konflik yang lebih rinci (terutama
Lembaga, sehingga perlindungan fase rehabilitasi atau pemulihan, dan
anak dalam situasi konflik dapat fase reintegrasi), maka Sekretariat
dikoordinasikan dengan lebih baik. Bersama dapat lebih mudah
Jika sekretariat bersama ini tidak menentukan sumber daya manusia
dimungkinkan untuk berada pada yang mana yang perlu diturunkan
lokasi konflik, maka dapat dibangun di dalam fase tertentu, sesuai dengan
pusat ataupun daerah aman terdekat kebutuhan pada fase tersebut.
yang cenderung netral terhadap
konflik, dan tetap berkomunikasi Selain sumberdaya manusia yang
dengan para pihak yang diterjunkan berasal dari luar kelompok yang
di lapangan. Diperlukan indikator berkonflik, dibutuhkan pula tokoh-
dalam penentuan fase situasi konflik tokoh dari dalam kelompok yang
yang terjadi, seperti halnya pada terlibat konflik yang memiliki
bencana, karena selama ini hanya ada kompetensi dalam bernegosiasi dan
satu fase konflik yaitu dinyatakannya memimpin kelompok yang akan
konflik. Hal ini perlu dilakukan diungsikan dan dalam pengungsian.

36 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Tokoh-tokoh ini dapat berupa tokoh Kemendagri, serta Kementerian/
masyarakat, tokoh agama, tenaga Lembaga lain yang terkait, tergantung
pendidik setempat, atau yang lainnya dari tipologi dan penyebab konflik.
yang dipercaya oleh masyarakat Selain itu, tenaga psikolog dan/
yang mengalami konflik. Sekretariat atau psikiater sangat dibutuhkan
bersama perlu membangun untuk menangani anak-anak yang
komunikasi yang intensif dengan para mengalami stres atau trauma dengan
tokoh ini. tingkatan yang lebih tinggi. Dalam
tahapan ini, pekerja sosial serta
Dengan adanya kebutuhan lembaga masyarakat juga sangat
pendataan, khususnya bagi dibutuhkan sebagai pendamping
kelompok rentan, dibutuhkan pula anak.
sumberdaya manusia yang memiliki
kompetensi untuk mendata. Hal ini Adapun tahap reintegrasi merupakan
dapat dilatihkan kepada TNI, Polri, tahapan yang paling menantang
BNPB, Basarnas dan tenaga medis dan selama ini selalu luput dari
yang pertama kali terjun, dengan perhatian. Padahal tahapan ini
disepakatinya format pendataan merupakan tahapan yang sangat
yang seragam dan disediakan oleh penting karena dapat menimbulkan
Sekretariat Bersama. bibit konflik selanjutnya jika tidak
diselesaikan dengan baik. Oleh karena
c. Pasca Konflik: Rehabilitasi dan itu, perspektif yang dipakai bukanlah
Reintegrasi perspektif dalam situasi normal dan
intervensi yang dilakukan sama halnya
Pada tahap rehabilitasi, dibutuhkan dengan kondisi normal. Perspektif
pemenuhan dan perlindungan yang harus digunakan adalah
hak serta kebutuhan anak seperti dalam kerangka situasi khusus yang
normalisasi dalam belajar mengajar, membutuhkan penanganan berbeda
pemberian kebutuhan dasar dan dengan kondisi normal. Terkait
spesifik, pemberian surat keterangan dengan pendidikan, pada tahapan
identitas, pendampingan hukum, ini dibutuhkan daftar sekolah yang
serta pemberian dukungan dapat menerima anak. Dibutuhkan
psikososial. Oleh karena itu, pada juga peran dari lembaga masyarakat,
tahapan ini peran pemerintah menjadi ombudsman, dan Pemerintah Daerah
sentral, khususnya Pemda, BNPB, dalam memberikan sosialisasi dan
Kemensos, Kemenkes, Kemendikbud, advokasi kepada masyarakat untuk

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 37


dapat menerima kembali kelompok berbeda-beda, dibutuhkan pribadi-
yang berkonflik, khususnya anak pribadi yang kreatif dan inovatif serta
terdampak konflik. Dalam tahap dapat berempati dalam melakukan
reintegrasi, sekolah menjadi entitas pendekatan kepada anak terdampak
yang terpenting, khususnya dalam konflik dan masyarakat.
konteks anak. Oleh karena itu
dibutuhkan pula para tenaga pendidik Dalam semua tahap konflik mulai
yang mampu bertoleransi dan dapat dari pencegahan, penanganan dan
memberikan contoh kepada warga pasca konflik, hal yang seringkali
sekolah. Selain itu dibutuhkan pula luput dilakukan adalah monitoring
peran dari tokoh masyarakat dan dan evaluasi. Di tiap tahapan harus
tokoh agama setempat yang mampu memiliki instrumen monitoring dan
melakukan advokasi dan sosialisasi evaluasi sebagai acuan, misalnya, di
agar kelompok yang berkonflik, tahap pencegahan jika terjadi indikasi
terutama anak terdampak konflik konflik di masyarakat, pemerintah
dapat kembali diterima di masyarakat. harus telah mengetahui hal apa saja
Untuk dapat menjangkau berbagai yang bisa dilakukan dalam upaya
usia, jenis kelamin dan latar belakang intervensi untuk mecegah terjadinya
pendidikan serta budaya yang konflik kekerasan. Demikian pula

38 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


di tahap penanganan, monitoring spesifik serta pemberian layanan
sangat penting dilakukan melalui dukungan psikososial bagi anak
koordinasi dengan berbagai pihak yang kemudian diberikan sesuai
yang berkepentingan sebagai dengan kebutuhan, kategorisasi
upaya meredam dan menangani usia dan tingkat kerentanan karena
konflik yang terjadi. Dalam tahap tidak semua anak korban konflik
pasca konflik, monitoring dalam mengalami trauma. Namun, perlu
pelaksanaan rehabilitasi dan diperhatikan bahwa penanganan
reintegrasi juga harus menjadi yang berlarut-larut juga dapat
perhatian agar kepentingan semua menambah distress bagi para korban.
pihak, termasuk kepentingan Oleh sebab itu, jenis bantuan dan
anak terdampak konflik, dapat layanan dukungan psikososial harus
terakomodasi, tanpa adanya secara sistematis atau terorganisir
diskriminasi. disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Evaluasi di semua tahapan menjadi Layanan dan dukungan psikososial


bahan masukan dan rekomendasi disesuaikan dengan anak yang
bagi pemangku kepentingan dalam terdampak langsung atau yang
mencegah atau meredam potensi tidak terdampak langsung, sehingga
terjadinya konflik (antara lain melalui layanan yang disediakan juga
sistem reward & punishment), dan berbeda-beda. Selain itu upaya
mencari cara-cara terbaik dalam penelusuran keluarga dan reunifikasi
proses penanganan, rehabilitasi juga merupakan hal yang sangat
hingga reintegrasi. penting agar anak tidak menjadi objek
perdagangan manusia, atau menjadi
D. 2.3 Kebutuhan Spesifik Anak korban tindak pidana lain yang
dan Pendamping mungkin akan timbul.

a. Anak 1) Pada tahap Pra Konflik :


Dibutuhkan data yang terintegrasi Diperlukan pendidikan, khususnya
di tiap tahapan yang dikumpulkan di sekolah, yang berfokus pada
dari pihak-pihak terkait. Di tiap tahap penguatan karakter, mengutamakan
tersebut harus memiliki format data Bhineka Tunggal Ika, toleransi antar
yang seragam untuk memudahkan umat beragama/ moderasi beragama
dalam menentukan bantuan yang bertujuan untuk meningkatkan
kebutuhan pokok dan kebutuhan kerukunan beragama.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 39


2) Tahap terjadi Konflik dan Tahap darurat apabila sekolah
Rehabilitasi Pasca Konflik, tidak bisa berfungsi,
adapun hal yang diperlukan pendampingan anak untuk
terkait pemenuhan kebutuhan dapat bergabung kembali
pokok dan spesifik anak antara dengan teman sebaya.
lain: • Remaja: sandang dan pangan,
• Bayi: susu, diaper, sandang program untuk aktifitas waktu
dan pangan, selimut, air luang, pendampingan anak
bersih. untuk dapat bergabung
• Perlu adanya sosialisasi kembali dengan teman
kepada ibu menyusui untuk sebaya, dukungan psikososial
tetap dapat memberikan yang sesuai dengan
asi eksklusif kepada bayinya kategorisasi usia, adanya
walaupun dalam kondisi wadah berdiskusi untuk
konflik. Apabila ibu tidak dapat remaja untuk menyampaikan
mengeluarkan ASI akibat aspirasi remaja.
kondisi dan menyebabkan • Kesempatan mengikuti
stres, maka perlu diberikan pendidikan dengan
edukasi pemberian susu menghapuskan persyaratan
formula yang baik supaya bayi untuk memiliki identitas,
tidak menderita diare akibat pemindahan zona pendidikan
tidak higienisnya botol dan apabila lokasi pendidikan di
kurangnya air bersih. rasa tidak aman (kebijakan
• Pemenuhan hak anak untuk khusus dari pemerintah
mendapatkan imunisasi. sebagai tindakan khusus
• Balita: mainan anak, susu, sementara).
diaper, sandang, air bersih, • Dipermudahnya dalam
obat-obatan, arena bermain mengurus surat keterangan
ramah anak, pendidikan identitas anak apabila
anak usia dini (dalam situasi belum tersedia/hilang/
darurat). rusak akibat konflik, karena
• Anak usia sekolah: susu, dengan tidak adanya
pakaian, baju sekolah, identitas akan menghambat
peralatan sekolah, pembalut, anak yang bersangkutan
obat-obatan, arena bermain dalam memperoleh akses
ramah anak, tempat belajar pendidikan dan kesehatan.

40 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Selain itu identitas juga • Melakukan screening apakah
merupakan hal penting, ada anak yang dipekerjakan
karena tanpa identitas dapat dalam situasi konflik, termasuk
menyebabkan anak menjadi anak yang dilibatkan untuk
khawatir dan menimbulkan berkonflik.
stress.
• Perlunya memperhatikan 3) Pasca Konflik: Reintegrasi
kondisi pendamping bagi • Perlu adanya pendampingan
kenyamanan anak (misalnya psikologis untuk anak agar
kesamaan jenis kelamin, anak siap untuk kembali ke
agama, dan lain-lain). masyarakat lagi, terutama di
• Adanya fasilitas kesehatan lingkungan tempat tinggal
untuk anak dengan dokter dan sekolah.
atau tenaga medis yang • Perlu adanya kemudahan
ramah anak. dalam mengurus administrasi
• Perlu adanya screening negara (pembuatan identitas/
penyakit anak untuk akta lahir) untuk selanjutnya
mendeteksi kemungkinan dapat mengurus sekolah,
adanya epidemik penyakit akses kesehatan, dan lain-lain.
menular pada anak, atau • Perlu adanya sosialisasi
kemungkinanadanya kasus kepada masyarakat untuk
kekerasan pada anak. menyiapkan masyarakat
• Adanya prosedur yang mudah agar dapat menerima
dipahami dan dilakukan kembali korban-korban
apabila diperlukan rujukan konflik tersebut, terutama
untuk ke rumah sakit. agar tidak membuat stigma
• Perlu adanya psikolog anak dan resistensi kepada anak
untuk dapat melakukan mengenai latar belakang
screening atau asesmen awal orang tua atau pilihan yang
pada anak-anak sehingga dibuat orang tua.
dapat terpilah apakah anak
benar-benar mengalami b. Pendamping:
trauma atau tidak, serta • Diperlukan adanya
untuk dapat menentukan jaminan kesehatan dan
tindakan yang akan dilakukan jaminan asuransi jiwa bagi
selanjutnya. pendamping di daerah

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 41


konflik karena risiko pekerjaan terkait mengenai program
yang besar, sehingga dalam kerja pendamping agar tidak
melaksanakan tugas dan ada kesalahpahaman.
tanggung jawabnya tidak • Perlu adanya dukungan
mencemaskan keluarga yang logistik yang cukup untuk
ditinggalkan saat sedang pendamping karena
bertugas. pendamping juga harus
• Diperlukan SOP yang jelas diperhatikan kesehatan baik
kepada pendamping dalam fisik dan mentalnya sehingga
proses pemberian layanan. dalam melaksanakan
• Diperlukan screening tugasnya tidak membawa
kesehatan mental juga beban lain yang berdampak
kepada tiap pendamping kepada anak atau pengungsi
yang terjun langsung di lokasi yang didampingi.
konflik, terutama bila ada • Perlu dibuatnya kode etik
pendamping yang sudah jelas mengenai pendamping
menunjukkan simptom- secara universal agar dapat
simptom tidak wajar digunakan oleh semua
• Perlu adanya dukungan atau kalangan.
sinergi dari K/L atau OPD • Perlu dibuat adanya pedoman

42 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


mengenai pendamping, RI dengan Pasukan GAM yang
termasuk kriteria yang harus sudah berkonflik lebih dari 29
dipenuhi oleh pendamping. Tahun, dan baru berhasil melakukan
• Perlu diberikannya pelatihan perdamaian yang dikenal dengan
dan/atau kesempatan bagi perjanjian Helsinki melalui mediasi
pendamping mendapatkan pihak ketiga (biasanya dari PBB)
self-care agar tetap dapat yang netral sebagai penengah
memberikan layanan secara karena konflik yang terjadi terkait
maksimal. permasalahan separatisme. Bahkan
lokasi perundingan ditentukan
di tempat yang dianggap netral
D.2.4 Proses Penyelesaian Konflik agar perdamaian dan kesepakatan
tercapai. Penyelesaian konflik
Konflik sosial berdasarkan ketentuan mengikuti tahapan yang disepakati
peraturan perundang-undangan dalam perjanjian perdamaian,
adalah perseteruan dan/atau termasuk penanganan anak
benturan fisik dengan kekerasan terdampak konflik. Yang perlu
antara dua kelompok masyarakat diperhatikan adalah memastikan
atau lebih yang berlangsung dalam bahwa kepentingan kelompok rentan,
waktu tertentu dan berdampak luas termasuk anak-anak, juga dimasukkan
yang mengakibatkan ketidakamanan ke dalam perjanjian tersebut.
dan disintegrasi sosial sehingga
mengganggu stabilitas nasional b. Non-armed conflict:
dan menghambat pembangunan Adalah konflik yang terjadi antara
nasional. Selain itu, konflik dapat 2 orang atau lebih atau juga dapat
dikategorisasikan menjadi konflik terjadi masyarakat, antar golongan,
antara masyarakat dengan angkatan suku, ras, etnis, agama atau kelompok
bersenjata pemerintah dan konflik tertentu. Dalam menangani konflik
antar masyakat. ini diperlukan adanya mediator yang
kompeten, melibatkan tokoh agama
a. Armed Conflict : dan tokoh masyarakat dari internal
Konflik yang melibatkan masyarakat wilayah berkonflik dan juga tokoh dari
dengan angkatan bersenjata, luar yang sifatnya netral dan tidak
misalnya kasus Gerakan Aceh berpihak. Konflik yang terjadi dalam
Merdeka atau Organisasi Papua suatu wilayah tertentu seharusnya
Merdeka. Kasus antara Pemerintah menjadi tanggung jawab Pemda

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 43


masing-masing wilayah, walaupun reintegrasi anak di sekolah, peran
Pemerintah Pusat tetap bertanggung pemerintah sangat penting untuk
jawab melakukan pengawasan. mengadvokasi sekolah agar bisa
Apabila Pemda terkait menyatakan menerima anak terdampak konflik,
ketidaksanggupan, baru Pemerintah dan memastikan murid dan orangtua
Pusat turun tangan terlibat untuk murid lainnya juga dapat menerima
menyelesaikan konflik tersebut. tanpa menimbulkan masalah
stigmatisasi/pelabelan.
Dalam hal penanganan konflik
kekerasan, apabila terjadi rujukan Advokasi kepada masyarakat di
penanganan kasus, misalnya ke lingkungan baru yang menjadi tujuan
kepolisian, atau sampai dengan anak pelaku/korban konflik juga harus
pengadilan, harus jelas dan tuntas, dilakukan agar proses reintegrasi
terlebih lagi jika anak yang terlibat; anak dapat berlangsung dengan baik,
mulai dari penyidikan hingga sehingga anak dapat melanjutkan
proses di pengadilan untuk pelaku kehidupannya tanpa kekhawatiran
atau korbannya anak harus ada dan kecemasan akan dikucilkan atau
pendamping yang kompeten untuk bahkan menjadi korban perundungan
memastikan perlindungan dan dan kekerasan.
pemenuhan hak anak terpenuhi,
tidak merugikan anak serta tidak ada Apapun jenis konflik yang terjadi,
tendensi atau keberpihakan kepada perempuan dan anak akan menjadi
pihak manapun. Hal penting lain kelompok yang paling rentan
yang harus dipastikan adalah bahwa dan paling dirugikan. Namun
pendamping juga paham kebijakan untuk itu perempuan dan anak
terkait anak. dapat diberdayakan agar dapat
menghadapi situasi konflik dengan
Hak sipil anak yang harus baik, dan bahkan bisa berfungsi
diperhatikan dalam penyelesaian sebagai mediator atau agen
konflik adalah hak memiliki surat perdamaian. Perlu dilakukan advokasi,
keterangan identitas sebagai bagian misalnya melalui gerakan perempuan
dari administrasi kependudukan. perdamaian atau duta damai di
Tanpa surat keterangan identitas anak sekolah, ataupun di lingkungan
terdampak konflik sulit memperoleh tempat tinggal.
akses pendidikan, kesehatan, dan
sebagainya. Hal lainnya menyangkut

44 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


Dalam hal penanganan konflik saja yang harus terlibat pada
ini, sejak awal pemerintah harus tahapan ini, serta upaya apa saja
menetapkan batasan yang jelas yang bisa dan harus dilakukan.
terkait fase-fase konflik sebagaimana Reintegrasi merupakan tahap
yang sudah dilakukan pada fase-fase akhir yang cukup sulit dan
keadaan bencana misalnya: kadang luput dilakukan, selain
itu belum tersedianya panduan
• Tahap Pecegahan: pemerintah reintegrasi yang komprehensif
harus sudah mengetahui gejala- serta disepakati bersama
gejala yang akan menimbulkan yang dapat digunakan oleh
terjadinya konflik kekerasan. semua stakeholders baik oleh
Kementerian/Lembaga, CSO
• Tahap terjadi konflik kekerasan: maupun masyarakat yang akan
pihak mana saja yang menerima kembali korban
berkompeten dapat masuk atau pelaku konflik. Pada tahap
atau boleh melakukan fase ini perlu dilakukan advokasi
penyelamatan dan penanganan. lingkungan yang intensif
Hal ini harus dinyatakan secara melalui tokoh agama dan tokoh
tegas oleh pemerintah. masyarakat yang disertai dengan
intervensi kebijakan oleh Pemda
• Tahap tanggap darurat dan Pemerintah Pusat yang tujuan
dan rehabilitasi: diperlukan utamanya adalah perdamaian di
kepastian yang jelas kapan masa dalam masyarakat. Setelah terjadi
tanggap darurat atau fase krisis reintegrasi, Pemerintah Daerah
diberlakukan dan berakhir, serta dan Pemerintah Pusat harus tetap
kapan dimulainya fase rehabilitasi, melakukan pemantauan untuk
sehingga di tiap tahapan jelas menghindari konflik berulang
pihak mana saja yang bisa kembali. Selain itu juga dapat
masuk dan membantu serta jenis dilakukan advokasi berkala
layanan apa saja yang dibutuhkan melalui pendekatan cinta tanah
dan bisa diberikan pada tahap air, pemahaman Bhineka Tunggal
tersebut. Ika, dan sebagainya, demi
persatuan dan kesatuan bangsa.
• Tahap reintegrasi: perlu
ditentukan batas waktunya,
termasuk pihak-pihak mana

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 45


46 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK
E.
KESIMPULAN
DAN
REKOMENDASI
1. Kesimpulan
Perlindungan anak terdampak konflik masih belum
dapat dilakukan secara optimal karena berbagai
kendala, baik terkait ketiadaan SOP, kurangnya
koordinasi antara Kementerian/Lembaga,
maupun kejelasan data lapangan dan tahapan
penanganan yang sesuai dengan kebutuhan
anak pada kategorisasi usia yang berbeda-beda.
Untuk meningkatkan kualitas perlindungan anak
korban konflik, dibutuhkan kerja bersama antara
pemerintah, profesional dan masyarakat dengan
komando dan struktur kerja yang jelas.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 47


RAN P3AKS sebagai rencana aksi untuk K/L dan pendamping;
yang sifatnya nasional perlu disusun
dengan hati-hati, rinci, dan berstrategi • Perlu disusunnya panduan
sehingga dapat mengatur sistem pemberian dukungan
kerja yang efektif dan efisien serta psikososial berdasarkan
mengunci komitmen pihak-pihak kategorisasi usia anak (anak
yang terkait. Selain itu, kajian ini usia dini, anak usia sekolah,
juga menghasilkan model skenario dan remaja) serta perbedaan
yang dapat dijadikan pedoman oleh status anak (sebagai pelaku
para pemangku kepentingan untuk atau korban konflik), karena
berkoordinasi dalam menangani dan diperlukan intervensi yang
melindungi anak pada situasi konflik berbeda-beda.
(model terlampir).
• Memberikan stimulan
bantuan kebutuhan spesifik
anak, melalui kebijakan atau
2. Rekomendasi panduan khusus anak.
yang disusun
dapat dibagi • Peningkatan kapasitas
TNI, Polri, BNPB, Basarnas
menjadi 3 (tiga), dan tenaga medis dalam

yaitu: pemberian dukungan


psikososial awal sebagai
pihak yang akan turun di fase
a. Internal Kemen PPPA : pertama terjadi konflik.

• Koordinasi dan sinergitas • Peningkatan kapasitas


program kegiatan Asdep SDP kepada stakeholders dalam
dan Asdep SDKK; pemberian dukungan
psikososial, terutama setelah
• Perlu disusunnya panduan ada panduan baku yang
yang komprehensif dalam disepakati bersama.
penanganan anak korban
konflik, mulai dari tahapan • Perlu disusunnya kode etik
penyelamatan, rehabilitasi, bagi pendamping yang
sampai dengan reintegrasi bekerja menangani anak,

48 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


untuk mencegah terjadinya b. Masukan untuk RAN P3AKS
kekerasan terhadap anak Tahun 2020-2024 (Pokja
oleh pendamping di wilayah Penanganan):
konflik. Perlu ada standar bagi
mereka bekerja dengan anak • Dibutuhkan format data untuk
(paham hak anak, sensitif keseragaman data korban
dengan lingkungan anak, konflik yang setidaknya
serta safe guarding bekerja meliputi jenis kelamin, usia,
dengan anak). status anak (korban atau
pelaku), dan jenis konflik
• Perlu disusunnya panduan sebagai pemetaan awal
melakukan reintegrasi baik yang bertujuan untuk;
bagi pihak K/L, pendamping (1) memudahkan dalam
maupun bagi masayarakat memberikan bantuan
yang akan menerima kembali kebutuhan pokok dan spesifik
pelaku atau korban konflik. sesuai kategorisasi usia dan
kebutuhan anak, dan (2)

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 49


menentukan layanan apa kapasitas bagi mereka sesuai
yang paling sesuai terkait dengan kebutuhan setiap
dengan tingkat kerentanan fase. Dibutuhkan SOP dalam
masing-masing karakteristik menurunkan sumber daya
anak. manusia yang sesuai dalam
setiap tahap konflik.
• Dibutuhkannya penentuan
fase konflik beserta • ·Penyediaan ruang ramah
indikatornya yang dapat anak sebagai sarana
memudahkan dalam pendidikan dan bermain
penentuan intervensi dan sebelum adanya kondisi
sumber daya manusia yang normal, bukan hanya untuk
diturunkan. anak tetapi juga untuk
memudahkan pendamping
• Dipetakannya sumber daya anak dalam membantu proses
manusia yang dibutuhkan rehabilitasi anak terdampak
dalam setiap fase konflik konflik.
dan memberikan penguatan

50 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


• Diperlukannya joint control • Untuk pelaku konflik
melalui sekretariat bersama sektetarian, penyelesaiannya
yang ada sejak tahap bisa melalui segregasi atau
pencegahan, rehabilitasi pemisahan, pengasingan
hingga reintegrasi untuk secara paksa oleh pemerintah
memudahkan koordinasi dan jika sudah tidak ada acara
peningkatan mutu pelayanan lain. Sebaiknya diupayakan
atau bantuan. dulu intervensi psikososial
tingkat tinggi oleh psikolog/
• Diperlukannya panduan psikiater yang kompeten
monitoring dan evaluasi untuk mengubah persepsi
pencegahan, penanganan, yang bersangkutan, karena
rehabilitasi hingga tahap biasanya pelaku hanya
reintegrasi sosial, serta terindoktrinasi, sehingga
ditentukan siapa saja yang masih memungkinkan untuk
bertanggungjawab dalam tiap melakukan de-indoktrinasi.
tahapan.
c. Kementerian/Lembaga terkait:
• Mengadvokasi daerah melalui
penyusunanRencana Aksi • Kemendagri, Dukcapil:
Daerah (RAD) P3AKS, karena
konflik yang terjadi di dalam Mengadvokasi disdukcapil
suatu wilayah merupakan untuk melakukan pemenuhan
tanggung jawab dari hak sipil dan administratif
Pemerintah Daerah, meskipun kependudukan bagi anak
tetap berada bawah pelaku atau korban konflik,
pengawasan Pemerintah karena tanpa surat keterangan
Pusat. identitas dapat menyebabkan
kekhawatiran, kecemasan
• Dipastikannya kerjasama bahkan trauma pada anak
dengan pihak profesional akibatketidakpastian tentang
seperti psikolog dan psikiater dirinya di samping adanya
untuk membantu dalam kesulitan dalam memperoleh
memberikan dukungan akses kesehatan, pendidikan,
psikososial bagi anak korban. dan sebagainya. Selain itu,
Kemendagri bekerjasama

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 51


dengan sumber daya manusia 2) Kemendikbud perlu lebih
yang pertama kali diturunkan menggalakkan program
perlu diadvokasi mengenai pendidikan harmoni
pentingnya pendataan anak di sekolah-sekolah di
korban konflik sesuai NIK, samping menentukan
serta mengembangkan sekolah yang bisa
strategi pendataan yang dijadikan rujukan untuk
cepat dan tepat. kondisi pasca konflik, yaitu
sekolah yang siap dengan
• Kemendikbud: upaya reintegrasi pelaku
atau korban konflik;
1) Mengadvokasi
kemendikbud untuk 3) Akses pendidikan bagi
melakukan penyadaran remaja terdampak konflik
pentingnya peran juga harus diperhatikan.
pendidikan dalam mitigasi
konflik, khususnya bagi
anak terdampak konflik;

52 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


• Kementerian Tenaga Kerja: terjadinya kekerasan
seksual, perdagangan
Pada tahap rehabilitasi dan orang hingga pernikahan
reintegrasi sosial, memberikan usia anak akibat terjadinya
pelatihan keterampilan bagi konflik.
remaja terdampak konflik
(usia 15-18 tahun) untuk 2) Pemberian edukasi kepada
mempersiapkan mereka orangtua terkait pentingnya
ke dunia pekerjaan jika asi eksklusif bagi bayi di
diperlukan. bawah 6 bulan. Apabila asi
sudah tidak keluar akibat
• Kementerian Kesehatan: kondisi ibu yang tertekan
dengan kondisi yang ada
1) Pemberian informasi perlu diberikan edukasi
terkait pendidikan bagaimana pemberian
kesehatan reproduksi bagi susu formula yang baik
remaja (usia 12 – 18 tahun), supaya bayi tidak terkena
untuk mencegah dampak diare.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 53


• Kemen PUPR: baik dan tepat di huntara dan
huntap untuk menghindari
Dalam tahap rehabilitasi anak dari perlakuan atau
dan rekonstruksi/ pasca melihat hal yang tidak
konflik, Kemen PUPR dalam semestinya (misalnya
penyediaan layanan baik fenomena bilik asmara),
pengungsian, fasilitas untuk menekan terjadi
umum, hunian sementara kekerasan seksual kepada
ataupun hunian tetap harus anak. Diperlukan kerjasama
memperhatikan kepentingan dengan Kemen PPPA dalam
kelompok rentan, misalnya menentukan petunjuk teknis
penerangan, jumlah kamar dalam penyediaan fasilitas
mandi yang sesuai dengan fisik yang ramah perempuan
kebutuhan, dibuat sekat yang dan anak.

54 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


• Kementerian Agama: konflik tidak hanya masalah
bencana alam semata, karena
Menggalakkan program- berdasarkan Undang-Undang
program moderasi beragama Nomor 24 Tahun 2007
melalui pendekatan tentang Penanggulangan
multikultural di sekolah dan Bencana, yang disebut
di masyarakat, selain itu Bencana Sosial meliputi pula
penyuluh agama juga bisa konflik sosial.
menjadi pendamping dalam
fase rehabilitasi pasca konflik • Kemensos dan BNPB:
bagi anak terdampak konflik.
Mendorong stimulan bantuan
• BNPB: yang spesifik kebutuhan bagi
perempuan dan anak dalam
Mendorong BNPB agar berbagai kategori usia, di
mempunyai perhatian samping memperhatikan
kepada masalah konflik sosial, kebutuhan kelompok rentan
khususnya bagi anak korban secara keseluruhan.

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 55


Referensi
Baaz, M. E., & Stren, M., (2009). Why Hudson,V. M., Bowen, D. L., & Nielsen,
do soldiers rape? masculinity, P. L., (2011). We are not helpless:
violence, and sexuality in the addressing structural gender
armed forces in the Congo (DRC). inequality in post-conflict
International Studies Quarterly societies. Prism 6, No.1. pp 123-
(2009) 53, 495–518 139

Bache, C., (2019). Women’s Role In Kirby, P. (2015). Ending sexual violence
Peace Processes. The Policy in conflict: the preventing sexual
Department for Citizen’s Rights violence initiative and its critics.
and Constitutional Affairs. International Affairs 91: 3 (2015)
Brussel. 457–472

D’Cozta, B., (2018). Conclusion of Saarela, J. M., & Elo, I. T. (2016). Forced
responsibilities, protection, and migration in childhood: Are
rights: children’s lives in conflict there long-term health effects?
zones. Global Responsibility To SSM - Population Health, 2,
Protect 10, 261-277 813–823. https://doi.org/10.1016/j.
ssmph.2016.10.012.
Daynes, L. (2016). The health impacts
of the refugees crisis: A medical Yayan, E.H., (2018) Post-traumatic
charity perspective. Clinical stress disorder and mental
Medicine, 16(5), 437-440. health states of refugee children.
Archives of Psychiatric Nursing
George, N., Shepherd, L. J., (2016). .32, 885–889
Women, peace and security:
exploring the implementation Verones, G. & Pepe, A. (2016).
and integration of UNSCR 1325. Positive and negative affect in
International Political Science children living in refugee camps:
Review, Vol. 37(3) 297–306 Assessing the psychometric
proprieties and factorial
Harrel-Bond, B., (2000), Are refugee invariance of the PANAS-C in
camps good for children?, the Gaza Strip. Evaluations and
Working Paper No.29, UNHCR Health, 40(1), 3-32

56 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 57
Lampiran
Kajian Perlindungan Anak dalam Situasi Konflik
Skenario dan Hal yang perlu diperhatikan dalam setiap
fase dalam upaya perlindungan anak dalam konflik sosial

Fase Penyelamatan
• Tetap berada di tempat tinggal lama
• Pindah ke lokasi pengungsian

Fase Rehabilitasi (pengungsian)


• Tinggal dalam waktu dekat
• Tinggal dalam waktu relatif lama

Reintegrasi
• Kembali ke tempat tinggal lama
• Pindah ke lokasi baru

PENANGGUNG
Fase Skenario Kebutuhan/hal yang perlu diperhatikan
JAWAB
Penyelamatan 1. Masyarakat tetap • Memastikan bahwa tempat tinggal aman untuk • TNI, kepolisian
berada di tempat ditinggali • TNI, kepolisian
tinggal • Memastikan jumlah penduduk yang berada di dan toga & toma,
tempat tinggal, pendataan harus detil terkait Disdukcapil
jumlah keluarga, jenis kelamin, kelompok umur • BNPB
• Memastikan kebutuhan dasar untuk perempuan • Kemen PPA,
dan anak-anak di setiap kelompok umur Kemenkes
• Memastikan anak-anak bisa segera pulih baik fisik • Pihak terlatih
maupun psikologis akibat efek konflik sosial tsb menangani
• Apabila terdapat anak yang mengalami trauma trauma psikologis
psikologis perlu intervensi dari pihak yang terlatih.
Tentu perlu mempertimbangkan kondisi keamanan
lokasi, apakah cukup kondusif untuk pihak luar
masuk untuk memberikan intervensi.

58 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


PENANGGUNG
Fase Skenario Kebutuhan/hal yang perlu diperhatikan
JAWAB
2. Masyarakat harus • Terkadang kelompok terdampak tidak mau • TNI, Kepolisian
meninggalkan meninggalkan tempat tinggal mereka dengan dan toga & toma
tempat tinggal berbagai alasan, akan tetapi demi keamanan • TNI, Kepolisian,
untuk pindah mereka harus meninggalkan tempat tinggal kerja sama
ke tempat yang mereka tersebut. Dalam hal ini peran TNI sangat dengan
lebih aman besar untuk memberikan pemahaman bahwa Disdukcapil
(penampungan mereka harus meninggalkan tempat tinggal dan • Toga, Toma
sementara/ mencari perlindungan yang lebih aman.
pengungsian)
• Pendataan merupakan bagian yang sangat
penting dalam mengatur perpindahan kelompok
terdampak ke lokasi yang lebih aman. Perpindahan
ke tempat yang lebih aman dapat dilakukan secara
per kelompok tidak disarankan untuk berpindah
sekaligus. Hal ini untuk memudahkan koordinasi
dalam pemberian bantuan sesuai kebutuhan yang
ada dalam setiap kelompok sehingga pemenuhan
kebutuhan baik perempuan maupun anak
tercukupi

• Sudah ada sistem di pengungsian, terkait dengan


jumlah keluarga. Adanya koordinator di setiap
kelompok untuk melaporkan kondisi di setiap
kelompok, baik itu kebutuhan, permasalahan yang
dihadapi sehingga dapat mendapatkan solusi
sesuai dengan yang dibutuhkan. Koordinator
pengungsi ini harus org yang berada di dalam
pengungsian dan umumnya orang yang dihormati
secara adat, guru ngaji, tetua kampung.

• Koordinator setiap kelompok tersebut memastikan


bahwa kebutuhan dasar para anggotanya
terpenuhi. Koordinator perlu menjembatani antara
kebutuhan para anggota dengan pemberi bantuan

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 59


PENANGGUNG
Fase Skenario Kebutuhan/hal yang perlu diperhatikan
JAWAB
Rehabilitasi 1. Berada di lokasi • Koordinator setiap kelompok masih memiliki peran • Kemen PPPA
pengungsian yang cukup besar dalam menjembatani kebutuhan • Kementerian
dalam waktu tiap anggota kelompok dengan pemberi bantuan/ Kesehatan,
relatif sebentar instansi terkait. Kemen PPPA,
• Memastikan kebutuhan dasar, terkait dengan LSM, psikoloh/
kesehatan dan tumbuh kembang setiap kelompok orang yang telah
anak terpenuhi terlatih untuk
a. Kelompok bayi (memastikan terpenuhinya ASI menangani anak-
eksklusif, apabila tidak bisa memberikan asi, anak di situasi
perlu diberi edukasi bagaimana memberikan darurat
makanan bayi di pengungsian supaya tidak • Kemendikbud,
menyebabkan diare pada bayi. Pemenuhan hak Kemen PPPA
anak untuk mendapatkan imunisasi. Pemberian
MPASI (Makanan Pendamping ASI) yang sesuai
dengan umur anak). Dalam kelompok ini yang
lebih banyak diberikan edukasi dan intervensi
adalah ibunya karena kondisi psikologis ibu
dapat berpengaruh ke anak.
b. Kelompok umur anak 2-5 tahun, sarana bermain
yang aman dan mendukung untuk tumbuh
kembang.
c. Kelompok umur anak 6-11 tahun, sarana
bermain dan belajar. Pemberian seks edukasi
sesuai dengan umurnya supaya terhindar
dari kekerasan seksual. Perlu pendampingan
orang yang lebih tua ketika anak-anak umur
tsb bermain. Selain untuk mencegah tindakan
kekerasan seksual, juga membantu upaya
pemulihan psikologis anak-anak.
d. Kelompok umur 11-18 tahun, lebih ke
mendapatkan life skill dan seks edukasi yang
sesuai dengan umurnya.
e. Apabila terdapat anak-anak yang mengalami
trauma psikologis perlu mendapat intervensi.
• Terkait dengan pendidikan formal, karena di lokasi
pengungsian relatif sebentar perlu diupayakan
pembelajaran di lokasi pengungsian. Sesuai
dengan kelompok umur dan pendamping. Dengan
demikian Kemendikbud perlu menyiapkan modul-
modul khusus untuk anak di pengungsian terkait
dengan tema pembelajaran yang diperoleh di
setiap kelompok umur

60 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


PENANGGUNG
Fase Skenario Kebutuhan/hal yang perlu diperhatikan
JAWAB
2. Berada di lokasi • Edukasi terkait reproduksi untuk ibu-ibu, • Kementerian
pengungsian pemasangan alat KB Kesehatan
dalam waktu • Perlu mencari sekolah terdekat dengan lokasi • Kemendikbud
relatif lama pengungsian dan perlunya diberikan pemahaman • Kemen PPPA
kepada pihak sekolah, guru, murid terkait dengan • Psikolog/Pihak
anak pengungsi yang akan bersekolah sehingga yang terlatih
tidak terjadi perundungan, maupun stigmatisasi • Kementerian
yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan Kesehatan
lain. Pencarian sekolah sesuai dengan jenjang • Dukcapil
berdasar pada jumlah anak umur sekolah sehingga
keberadaan data terkait jumlah anak umur
sekolah menjadi penting. Anak terdampak konflik
yang akan bersekolah juga perlu mendapatkan
pemahaman terhadap dirinya sehingga tidak kaget
terhadap lingkungan barunya
• Sarana bermain dan aktivitas yang dapat dilakukan
anak-anak selama berada di pengungsian supaya
aktivitas mereka lebih positif
• Intervensi psikologis untuk anak-anak yang
mengalami trauma psikologis
• Pengecekan kondisi kesehatan secara regular
• Mendapatkan dokumen kependudukan supaya
dapat mengurus segala hal terkait administrasi

Reintegrasi 1. Kembali ke • Persiapan kelompok perempuan dan anak- • Kemen PPPA


tempat tinggal anak ketika akan kembali ke tempat tinggalnya. • Kemendikbud
yang lama Pemahaman akan kondisi fisik yang berubah, • Kemendikbud
lingkungan sosial yang kemungkinan berubah • Kementerian
• Persiapan anak-anak kembali ke pendidikan formal. Kesehatan
Bagaimana anak-anak harus dipersiapkan untuk • Dukcapil
menghadapi teman-teman lamanya yang memiliki
persepsi yang sudah berbeda
• Persiapan dan pemahaman guru-guru sekolah,
murid sekolah terkait keberadaan anak-anak
terdampak konflik sehingga adanya harmonisasi
dalam kegiatan pembelajaran. Baik murid lama
dan murid baru bisa saling menerima keberadaan
mereka
• Adanya pemeriksaan kesehatan fisik dan mental
secara berkala setelah kembali di tempat tinggal
• Memastikan kelompok tersebut mendapatkan
dokumen kependudukan

KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 61


PENANGGUNG
Fase Skenario Kebutuhan/hal yang perlu diperhatikan
JAWAB
2. Tinggal di tempat • Pemahaman akan tempat tinggal yang baru • Kemen PPPA
baru sehingga mereka dapat menerima bahwa tempat • Kemen PPPA
tinggal yang lama tidak dapat ditempati kembali. bersama
• Mempersiapkan anak terutama dari kelompok psikolog/pihak
6-18 akan tempat tinggal yang baru sehingga akan yang terlatih
beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru, • Kemen PPPA,
begitu halnya dengan pendidikan, lingkungan fisik PEMDA
dan lingkungan sosial • Kemenkes
• Persiapan lingkungan sosial yang akan hidup • Dukcapil
berdampingan dengan kelompok terdampak
konflik sehingga tidak terjadi permasalahan baru
maupun perundungan, stigmatisasi, dan hal-hal
negatif lainnya
• Pemeriksaan berkala terkait kesehatan fisik dan
mental
• Memastikan kelompok tersebut mendapatkan
dokumen kependudukan

* Dari setiap fase harus selalu ada proses monitoring sehingga setiap program/kegiatan yang
dilakukan sesuai kebutuhan dan tepat sasaran serta berdasar tujuan yang telah ditetapkan.

62 KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK


KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK KORBAN KONFLIK 63
Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai