Modul Penyakit Paru
Modul Penyakit Paru
PENDAHULUAN
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paru-paru). Radang
dapat berupa hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain. Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada
akhirnya akan sembuh sempurna, namun pada penderita yang memiliki penyakit menahun
(misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa
bersifat serius. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronchitis yaitu rokok,
infeksi dan polusi. Selain itu terdapat pula hubungan dengan faktor keturunan dan status
sosial.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit Bronkitis Akut.
DEFINISI
Bronkhitis akut adalah peradangan pada bronkus yang disebabkan oleh infeksi saluran
napas yang ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) dan berlangsung
hingga 3 minggu.
ETIOLOGI
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi virus, yang paling umum
influenza A dan B, parainfluenza, RSV, adenovirus, rhinovirus dan coronavirus; infeksi
bakteri, seperti yang disebabkan oleh Mycoplasma spesies, Chlamydia pneumoniae,
Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus influenzae; rokok dan
asap rokok; paparan terhadap iritasi, seperti polusi, bahan kimia, dan asap tembakau, juga
dapat menyebabkan iritasi bronkial akut; bahan-bahan yang mengeluarkan polusi; penyakit
gastrofaringeal refluk-suatu kondisi dimana asam lambung naik kembali ke saluran makan
(kerongkongan); pekerja yang terekspos dengan debu atau asap.
PETA KONSEP
Pemicu:
- Infeksius
- Non-infeksius
- Respon inflamasi
- Hiperresponsif saluran nafas
- Produksi mukus
Bronkitis Akut
FAKTOR RISIKO
1. Rokok
2. Infeksi
3. Polusi
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Batuk (berdahak maupun tidak berdahak) selama 2-3 minggu. Dahak dapat berwarna
jernih, putih, kekuning-kuningan atau kehijauan. Keluhan disertai demam (biasanya
ringan), rasa berat dan tidak nyaman di dada. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya
bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan
dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak, berwarna
kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam
tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak nafas dan
rasa berat bernapas terjadi jika saluran udara tersumbat, sering ditemukan bunyi nafas
mengi atau “ngik”, terutama setelah batuk. Bila iritasi saluran terjadi, maka dapat terjadi
batuk darah. Bronkitis bisa menjadi pneumonia.
Riwayat penyakit biasanya ditandai batuk-batuk setiap hari disertai pengeluaran dahak,
sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam 1 tahun, dan paling sedikit selama 2
tahun.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan paru dapat ditemukan: Pasien tampak kurus dengan barrel shape chest
(diameter anteroposterior dada meningkat). Fremitus taktil dada tidak ada atau berkurang.
Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, tukak
jantung berkurang. Suara nafas berkurang dengan ekpirasi panjang, terdapat ronki basah
kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk), wheezing dengan berbagai
gradasi (perpanjangan ekspirasi hingga ngik-ngik) dan krepitasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan sputum dengan pengecatan Gram akan banyak didapat leukosit PMN dan
mungkin pula bakteri.
2. Foto thoraks pada bronkitis kronis memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan
garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apex paru dan corakan paru yang
bertambah.
3. Tes fungsi paru dapat memperlihatkan obstruksi jalan napas yang reversibel dengan
menggunakan bronkodilator.
DIAGNOSIS KLINIS
SARANA PRASARANA
1. Oksigen
2. Obat-obatan: Antipiretik, Antibiotik, Antitusif, Ekspektoran, Bronkodilator,
antiinflamasi
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak hanya pada fase akut,
tapi juga pada fase kronik, serta dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari sesuai dengan
pola kehidupannya.
2. Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat dideteksi lebih awal.
3. Oksigenasi pasien harus memadai.
4. Istirahat yang cukup.
TERAPI FARMAKOLOGIS
MONITORING PENGOBATAN
Pasien kontrol kembali setelah obat habis, dengan tujuan untuk:
1. Mengevaluasi modifikasi gaya hidup.
2. Mengevaluasi terapi yang diberikan, ada atau tidak efek samping dari terapi.’
KRITERIA RUJUKAN
Pada pasien dengan keadaan umum buruk, perlu dirujuk ke rumah sakit yang memadai
untuk monitor secara intensif dan konsultasi ke spesialis terkait.
KOMPLIKASI
1. pneumoni.
2. Pneumonia.
3. Pleuritis.
4. Penyakit-penyakit lain yang diperberat seperti:jantung.
5. Penyakit jantung rematik.
6. Hipertensi.
7. Bronkiektasi
PROGNOSIS
Prognosis umumnya dubia adbonam, namun akan menjadi bonam bila pasien cepat
berkonsultasi ke dokter, melakukan tindakan konservatif yang disarankan dan meminum
obat yang diberikan dokter. Prognosis jangka panjang maupun jangka pendek bergantung
pada umur dan gejala klinik waktu berobat.
PENCEGAHAN
Hindari merokok
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Dokter Indonesia, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, edisi 1. Jakarta. 2013.
PNEUMONIA
No. ICD-10 : J18.9 Pneumonia, unspecified
No. ICPC-2 : R81 Pneumonia
Tingkat Kompetensi : 4A
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang
kesehatan, baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju.
Di SMF Paru RS Persahabatan tahun 2000 infeksi juga merupakan penyakit paru utama,
68,9% diantara penderita rawat jalan adalah kasus infeksi dan 12,07% diantara kasus non
tuberkulosis. Pada rawat inap meningkat menjadi 21,99%.
Pneumonia di masyarakat merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan angka
kematian tinggi di dunia. Di Amerika pneumonia masih merupakan bahaya potensial yang
mengancam kehidupan dan merupakan penyebab kematian ke 6 dari semua penyebab
kematian serta peringkat pertama sebagai penyebab kematian penyakit infeksi.
Di Amerika dengan cara invasif penyebab pneumonia ditemukan hanya 50%. Penyebab
pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan
hasilnya, maka pada pengobatan awal pneumonia diperlukan pemberian antibiotika secara
empirik.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensinya pada
penyakit Pneumonia.
ETIOLOGI
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus,
jamur dan protozoa. Pneumonia yang terdapat di masyarakat banyak disebabkan bakteri
gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri gram negatif
dan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob. Pada pneumonia atipik
kuman penyebab tersering adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Legionella spp dan influenza virus tipe A dan B. Penyebab lain Chlamydia psittasi,
Coxiella burnetti, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
Cara pegambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat dengan cara dibatukkan
(sputum), trantorakal aspirasi, transtrakeal aspirasi, bilasan bronkus.
PETA KONSEP
Pneumonia
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pneumonia di masyarakat :
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian atas selama
beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam menggigil, suhu tubuh kadang-kadang
melebihi 40oC, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum
mukoid atau purulen kadang-kadang berdarah.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dada, terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas dengan
suara napas bronkial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang
kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium:
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah lekosit, biasanya lebih dari
10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitung jenis lekosit terdapat
pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20-25%
penderita yang tidak diobati. Kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar ureum darah,
akan tetapi kreatinin masih dalam batas normal. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Pemeriksaan radiologis:
Foto toraks, merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak
dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan “air bronchogram” (pneumonia lobaris),
tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae. Gambaran radiologis pada
pneumonia yang disebabkan kuman klebsiela sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan, kadang-kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainnya
dapat berupa bercak-bercak dan kavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu
penebalan (“bulging”) fisura interlobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia.
DIAGNOSIS KLINIS
Pada pneumonia atipik gejalanya adalah tanda infeksi saluran napas yaitu demam, batuk
nonproduktif dan gejala sistemik berupa nyeri kepala dan mialgia. Pada pemeriksaan fisik
terdapat ronki basah tersebar, konsolidasi jarang terjadi. Laboratorium menunjukkan
lekositosis ringan, pewarnaan gram negatif, biakan negatif dari sputum atau darah.
Gambaran radiologik infiltrat interstitial. Perbedaan gambaran klinik pneumonia atipik dan
tipik dapat dilihat pada tabel 3.
DIAGNOSIS BANDING
1. Bronkitis Akut
2. Pleuritis eksudatif karena TB
3. Ca paru
4. Infark paru
SARANA PRASARANA
1. Oksigen
2. Obat-obatan: Antipiretik, Antibiotik, Antitusif, Ekspektoran, Bronkodilator, antiinflamasi.
3. Laboratorium untuk pemeriksaan sputum dan darah rutin
4. Radiologi
PENATALAKSANAAN KONPREHENSIF
A. Pneumonia di Masyarakat
Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan
klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah.
Untuk mengetahui derajat risiko penderita pneumonia dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Sistim skor pada pneumonia di masyarakat
Karakteristik penderita Jumlah poin
Faktor demografi
Usia : laki-laki Umur (tahun)
perempuan Umur (tahun) – 10
Perawatan di rumah + 10
Penyakit penyerta
Keganasan + 30
Penyakit hati + 20
Gagal jantung kongestif + 10
Penyakit cerebrovaskular + 10
Penyakit ginjal + 10
Pemeriksaan fisik
Perubahan status mental + 20
Pernapasan > 30 kali/menit + 20
Tekanan darah sitolik < 90 mmHg + 20
Suhu tubuh < 350C atau > 400C + 15
+ 10
Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium/Radiologik
Analisis gas darah arteri : pH 7,35 + 30
BUN > 30 mg/dL + 20
Natrium < 130 mEq/liter + 20
Glukosa > 250 mg/dL + 10
Hematokrit < 30% + 10
PO2 < 60 mmHg + 10
Efusi pleura + 10
Pneumonia di masyarakat yang berat dapat diartikan sebagai pneumonia yang perlu
perawatan di ICU, karena pneumonia berat dapat mengancam kehidupan. Berdasarkan
modifikasi kriteria pneumonia berat menurut ATS dibagi menjadi :
1. Kriteria minor (data dasar ketika penderita datang) :
a. Frekuensi napas > 30/menit
b. PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
c. Gambaran rontgen paru menunjukkan kelainan bilateral
d. Gambaran rontgen paru melibatkan > 2 lobus
e. Tekanan sistolik < 90 mmHg
f. Tekanan diastolik < 60 mmHg
2. Kriteria mayor (data yang ditemukan pada waktu masuk atau pada pengamatan
selanjutnya)
a. Membutuhkan ventilasi mekanik
b. Infiltrat bertambah > 50%
c. Membutuhkan vasopressor > 4 jam (septik shok)
d. Serum kreatin > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dl, pada penderita riwayat
penyakit ginjal atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis
Penderita yang memerlukan perawatan ICU adalah penderita yang mempunyai paling
sedikit 2 atau 3 gejala minor atau 1-2 gejala mayor.
B. Pneumonia Nosokomial
Beberapa faktor yang menentukan kemungkinan terdapatnya infeksi patogen. Tempat
terjadinya pneumonia (di rumah sakit atau di masyarakat) :
1. Umur penderita
2. Terdapat penyakit penyerta atau Immunosupresi
3. Kemungkinan terdapat pajanan, patogen yang potensial (lama rawat di rumah sakit)
4. Secara klinik terlihat pneumonia yang berat
TERAPI FARMAKOLOGIS
Pada pengobatan pneumonia perlu ditentukan apakah penderita perlu dirawat atau berobat
jalan. Jika perlu dirawat maka masa perawatan dipersingkat dengan perubahan obat suntik
ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, karena biaya rawat inap lebih mahal dari rawat
jalan. Pada waktu perubahan obat suntik ke oral harus diperhatikan kemanjurannya,
keamanan, waktu yang tepat dan biaya. Terdapat berbagai pendapat mengenai lama
pemberian obat suntik yaitu 2-3 hari. Paling aman 3 hari, kemudian setelah hari ke 4
penderita dapat berobat jalan.
Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia di masyarakat:
1. Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
2. Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
3. Penderita sudah tidak panas + 8 jam
4. Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)
5. Lekosit menuju normal/normal
6. C.reaktif protein menuju normal
Antibiotika masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia termasuk atipik
walaupun salah satu penyebabnya visru, namun karena infeksi virus dianggap
“selflimiting”, perhatian ditujukan pada kuman penyebab. Antibiotika terpilih pada
pneumonia atipik yang disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella
adalah golongan :
1. tetrasiklin :
tetrasiklin : 4 x 500 mg
doksisiklin : 2 x 100 mg
2. makrolid :
eritromisin : 4 x 500 mg
spiramisin : 2 x 1 gram
3. kuinolon
Lama pengobatan antara 10-14 hari kadang-kadang hingga 3-4 minggu. Makrolid generasi
baru roksitromisin, klaritromisin dan azithromisin efektif untuk penyakit ini.
3. Kelompok III :
a. Kuman penyebab utama : Enterobacter spp, E coli, Klebsiella spp, Proteus spp,
S.marcescens,H.Influenzae, S.pneumoniae, S.aureus (hati-hati kemungkinan ada
MRSA)
b. Kuman penyebab tambahan : P.aeruginosa, acinetobacter Spp, S.maltophilia,
MRSA
c. Obat pilihan : amino glukosida dikombinasi dengan salah satu dibawah ini :
a) penisilin anti pseudomonas
b) piperacillin + tazoba actam
c) ceftazidime atau cefoperazone
d) imipenem
e) meropenem
f) cefepime
Harus dipikirkan kemungkinan terdapat infeksi P.aeruginosa atau acinetobacter atau
MRSA. Pada keadaan ini diperlukan agresif pengobatan antibiotika kombinasi. Jika
terdapat S.maltophilia dapat diberikan kotrimotsasol atau sefalosporin generasi IV.
Lama pengobatan
Dalam penelitian prospektif tidak ada catatan mengenai lamanya pemberian antibiotika
pada penderita pneumonia nosokomial. Lama pemberian antibiotika sangat individual
yaitu tergantung beratnya penyakit, cepat atau lambatnya respons pengobatan dan adanya
kuman penyebab yang patogen. Jika disebabkan P.aeruginosa atau acinetobacter spp
kemungkinan terjadinya gagal pengobatan, relaps dan kematian akan tinggi. Terdapat
gambaran foto toraks yang multilobar, kavitas, penyakit berat dan adanya nekroting kuman
gram negatif pneumonia, maka respons pengobatan akan lambat dan penyembuhannya
tidak sempurna. Pada suatu penelitian dilaporkan bahwa angka kesembuhan pneumonia
nosokomial 95% bila disebabkan metisilin sensitif Staphyloccocus aureus atau
H.influenzae, untuk kuman-kuman tersebut dibutuhkan pengobatan antibiotika 7-10 hari.
KONSELING DAN EDUKASI
Edukasi diberikan kepada individu dan keluarga mengenai pencegahan rekurensi dan pola
hidup sehat, termasuk tidak merokok.
MONITORING PENGOBATAN
A. Pneumonia nosokomial
Setelah pengobatan secara empirik kemungkinan diberikan modifikasi antibiotika
berdasarkan hasil kultur/resistensi darah atau bahan dari saluran napas bawah. Hal ini
diperlukan karena kemungkinan terdapat resistensi atau terdapat kuman patogen seperti
P.aeruginosa, acinetobacter spp, yang belum tercakup pada pengobatan awal. Respons
klinik hampir selalu berhubungan dengan keadaan penderita misalnya umur, penyakit
penyerta, kuman penyebab dan hal-hal lain yang mungkin terjadi selama terjadinya
pneumonia nosokomial.
Responss pengobatan dapat dilihat dari gejala klinik (suhu tubuh, jumlah dahak,
oksigenasi), leukositosis, perubahan radiologik serta perbaikan organ yang mengalami
kegagalan. Responss klinik ini belum dapat terlihat sebelum 24-72 jam setelah pemberian
antibiotika.
Responss bakteriologik dapat terlihat pada serial kultur apakah terdapat eradikasi,
superinfeksi, persistent atau infeksi berulang. Responss radiologik pada penderita
pneumonia berat, sangat sedikit. Perburukan radiologik sering terjadi pada penderita
bakterimia atau pada pneumonia yang disebabkan oleh kuman yang sangat virulent.
Penyembuhan radiologik seringkali lebih lambat dari gejala klinik terutama pada penderita
umur tua, PPOK dll.
KRITERIA RUJUKAN
1. Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/m, Blood
pressure:Sistolik <90 mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing-masing bila ada
kelainan bernilai 1. Dirujuk bila total nilai 2.
2. Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada Balita Sakit (MTBS).
KOMPLIKASI
1. Abses paru
2. Empiema
3. Perikarditis
4. Meningitis
PROGNOSIS
Secara umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari kuman penyebab dan penggunaan
antibiotika yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat.
Angka kematian penderita CAP kurang dari 5 % pada penderita rawat jalan , sedangkan
penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi 20 % . Menurut Infectious Disease Society
Of America ( IDSA ) Angka kematian pneumonia di masyarakat pada rawat jalan
berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1 % dan kelas II 0,6 % dan pada rawat inap kelas III
sebesar 2,8 % , kelas IV 8,2 % dan kelas V 29, 2 %. Hal ini menunjukkan bahwa
meningkatnya risiko kematian penderita CAP sesusi dengan peningkatan risiko kelas.
PENCEGAHAN
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi, terutama bagi golongan risiko tinggi, seperti
orang usia lanjut, atau penderita penyakit kronis. Vaksin yang dapat diberikan adalah
vaksinasi influenza (HiB) dan vaksin pneumokokal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lozano R, Naghavi M, Foreman K, Lim S, Shibuya K, Aboyans V, et al. Global and
regional mortality from 235 causes of death for 20 age groups in 1990 and 2010: a
systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010. Lancet.
2012;380(9859):2095-128.
2. Vos T, Barber R, Bell B, Bertozzi-Villa A, Biryukov S, Bolliger I, et al . Global,
regional, and national incidence, prevalence, and years lived with disability for 301
acute and chronic diseases and injuries in 188 countries, 1990-2013: a systematic
analysis for the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet. 2015;386:743-800.
3. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, Bartlett JG, Campbell GD, Dean NC, et al.
Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society consensus
guidelines on the management of community-acquired pneumonia in adults. Clin
Infect Dis. 2007;44 (Suppl 2):S27-72.
4. Polverino E, Torres Marti A. Community-acquired pneumonia. Minerva Anestesiol.
2011;77(2):196- 211.
5. Garg R, Aggarwal K. Community-acquired pneumonia. Indian Journal of
Clinical Practice. 2012;23(2):67-71.
6. Drijkoningen JJ, Rohde GG. Pneumococcal infection in adults: burden of disease. Clin
Microbiol Infect. 2014;20 Suppl 5:45-51.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Pneumococcal Disease. In: Hamborsky J,
Kroger A, Wolfe S, editors. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Diseases. 13th ed. Washington D.C; Public Health Foundation; 2015.
8. Soepandi P, Burhan E, Nawas A, Giriputro S, Isbaniah F, Agustin H, et al. Pneumonia
Komunitas; Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2 ed. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2014.
9. Farida H, Gasem MH, Suryanto A, Keuter M, Zulkarnain N, Satoto B, et al.
Viruses and Gram-negative bacilli dominate the etiology of community-acquired
pneumonia in Indonesia, a cohort study. Int J Infect Dis. 2015;38:101-7.
10. Ikatan Dokter Indonesia, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer, edisi 1. Jakarta. 2013.