Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Nama Pembimbing :
DENPASAR
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat rahmat-Nya makalah tinjauan pustaka dengan judul “Diare Akut Pada Anak”
dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Makalah tinjauan pustaka ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Internship
di Puskesmas Denpasar Selatan 1. Penulisan makalah tinjauan pustaka ini dapat
terlaksana berkat bantuan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Oleh
karenanya, dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. dr. Dedi atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan.
2. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan maupun dukungan kepada penulis selama proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah tinjauan pustaka ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca sangat
penulis harapkan demi kemajuan penulis ke depannya. Akhir kata, semoga makalah
kajian pustaka ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Beban global diare pada tahun 2011 adalah 9,00% balita meninggal dan 1,0%
untuk kematian neonatus. Di Indonesia diare merupakan salah satu penyebab
kematian kedua terbesar pada balita setelah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah masyarakat Indonesia.
Prevalensi diare pada balita di Indonesia juga mengalami peningkatan setiap
tahunnya.
Diare masuk dalam sepuluh penyakit terbanyak dan dari tahun ke tahun
jumlah kasus cenderung meningkat di UPT Kesmas Gianyar II.Jumlah penderita diare
3 meningkat dari 772 kasus tahun 2014, 1.092 kasus tahun 2015, dan 1.154 kasus
pada tahun 2016 di UPT Kesmas Gianyar II. Untuk mempermudah dan memperjelas
pengelompokkan kejadian diare di UPT Kesmas Gianyar II, dapat dilakuka dengan
cara pemetaan. Pemetaan adalah suatu proses penyajian informasi muka bumi yang
fakta (dunia nyata), baik bentuk permukaan buminya maupun sumbu alamnya,
berdasarkan skala peta, sistem proyeksi peta, serta simbol-simbol dari unsur muka
bumi yang disajikan (Jatmiko, 2011).
TINJAUAN PUSTAKA
Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi
yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair.
(Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan
pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan
peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada
neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006).Diare dapat
juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan
dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari.
(Ramaiah,2002).Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003). Jadi
diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan
konsistensi tinja yang encer.
a. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya
dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes
(2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa
diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan
yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat
dibedakan dalam empat kategori, yaitu:
(1) Diare tanpa dehidrasi
(2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5%
dari berat badan
(3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar
5-8% dari
berat badan
(4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari
8-10%.
b. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan
kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. c.
Diare kronik Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung
lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap
gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik
lebih dari 30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare
yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.
2.3 Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Faktor Infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
(b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
(c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
2. Infeksi parenteral
b. Faktor Malabsorbsi
2. Malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
c. Faktor makanan
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang
berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding
anak umur 25-59 bulan.
f. Faktor lingkungan
g. Faktor Gizi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air
minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan
berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada
orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut
dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan
dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri
Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota
virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida
albikan).
j. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg)
Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan.
Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar
daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi
berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan
pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI
mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai
kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.
2.4 Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
a. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi
usus dengan cairan ekstraseluler.
Diare terjadi jika bahan yang secara osmotic dan sulit diserap. Bahan
tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan
bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi
diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan
elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam lumen usus sampai
osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,sehingga
terjadi pula diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat
rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi
gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel
berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi
air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare mengakibatkan terjadinya:
(1) Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia.
(2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau
prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan
muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan
asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila
tak cepat diobati penderita dapat meninggal.
(3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan yang
berlebihan karena diare dan muntah. Kadang-kadang orang
tuanya menghentikan pemberian makanan karena takut
bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan
tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan
sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita
malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan,
sehingga akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat
menyebabkan kejang dan koma (Suharyono, 2008).
c. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic
usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang
selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut adalah:
(a) Masuknya jasad renik yang msih hidup kedalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung.
(b) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus
halus.
(c) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik).
(d) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang
menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan
lain-lain.
2.5 Patofisiologi
Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus
enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia).
Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada selsel,
memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan
minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah
gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit
kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare).
Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus,
sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan
motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari
diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare
baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi)
yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis
metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan
(masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan
sirkulasi darah.
Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya
meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi
kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet
karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin
banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus
selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat
disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam-basa dan elektrolit.
Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan
ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi
dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat
dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009)
No. Tanda dan Gejala Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat
Ringan Sedang
1. Keadaan Umum Sadar, Gelisah, Mengantuk, lemas,
gelisah, haus Mengantuk ekstremitas dingin,
berkeringat,
kebiruan,
penurunan
kesadaran
2. Denyut Nadi Normal Cepat dan Cepat, kadang tak
lemah teraba
3. Pernafasan Normal Dalam Dalam dan cepat
4. Ubun – Ubun Besar Normal Cekung Sangat Cekung
5. Kelopak Mata Normal Cekung Sangat cekung
6. Air Mata Ada Tidak ada Sangat Kering
7. Selaput Lendir Lembab Kering Sangat Kering
8. Elastisitas Kulit Kembali Lambat Sangat
cepat
9. Warna Air Seni Normal Kekuningan, Tidak ada produksi
lebih pekat urin
Tabel 2.1 Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut WHO
a. Pemeriksaan tinja
c. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest,
bila diduga terdapat intoleransi gula.
d. Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
2.8 Penatalaksaan
1. Berikan Oralit
Tanda diare tanpa dehidrasi, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih :
Mata : Normal
Diare dengan dehidrasi Ringan/Sedang, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Mata : Cekung
Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan selanjutnya
diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi.
Diare dehidrasi berat, bila terdapat 2 tanda di bawah ini atau lebih:
Mata : Cekung
Rasa haus : Tidak bisa minum atau malas minum
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas untuk di
infus.
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc
juga berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare.
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.(Black, 2003).
Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap
diare sebanyak 11 % dan menurut hasil pilot study menunjukkan bahwa Zinc
mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % (Hidayat 1998 dan Soenarto 2007).
Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami
diare.
Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan
pada anak diare.
3. Pemberian ASI / Makanan :
Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.
Obat-obatan Anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan kecuali
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status
gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang bebahaya dan bisa
berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasit (amuba, giardia).
5. Pemberian Nasehat
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat tentang :
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi
berbagai macam komplikasi seperti:
b. Renjatan hipovolemik
d. Hipoglikemia.
g. Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
2.9 Pencegahan
Diare Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan
anak balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti
(2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran
hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan
suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat vaksin
secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme
kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan saluran pencernaan makanan.
1. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia
dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh
bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan,
tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk
(2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan
kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik
susu manapun.
Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan penggunaan air susu
binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah
dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai
pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan
lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang
kotor.
Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri
(2009), bahwa bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6
bulan, setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil
ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat
preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang
dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang
baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa pda
masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian
makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare
ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan
pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana
makanan pendamping ASI diberikan.
Untuk itu menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat
meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu
(1) perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi
teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari),
setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak
dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin.
(2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk
energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan,
buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya.
(3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi
anak dengan sendok yang bersih.
(4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat
yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
(1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah
ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun,
(3) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk
keperluan sehari-hari,
(4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi
syarat kesehatan,
(9) Limbah,
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : DAD
TTL : 28 Februari 2017
Umur : 2 tahun 9 bulan 7 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Raya Sesetan Gang Ikan Mas no 11, Sesetan
Agama : Hindu
No. RM : 36.49.09
Tgl MRS : 4 November 2020
Tgl Pemeriksaan : 4 November 2020
Berat Badan : 15 kg
Riwayat Imunisasi
Riwayat Nutrisi
Riwayat Alergi
Riwayat alergi obat maupun makanan disangkal orang tua pasien. Pasien
belum pernah dilakukan tes alergi sebelumnya.
Duduk : 6 bulan
Merangkak : 8 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 13 bulan
Bicara : 13 bulan
Status Generalis
Kepala :normocephali
Mata : mata cowong +/+, produksi air mata +/+, konjungtiva
pucat -/-, icterus -/-
THT :
Telinga : secret -/-
Hidung : secret -/-
Tenggorok : faring hiperemi -/-, tonsil T1/T1
Lidah : lidah kotor –
Bibir : mukosa bibir kering +
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening –
Thorax : simetris, retraksi –
Jantung : S1S2 normal regular, murmur –
Paru : bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : distensi -, BU + normal, nyeri tekan –, turgor kembali
cepat.
Kulit : turgor kembali cepat
Ekstremitas : teraba hangat +/+ , edema -/-, CRT <= 2 detik
Anus : hiperemis (-)
Diagnosis kerja:
Diare akut dehidrasi ringan sedang
IV. DIAGNOSIS
Diare akut dehidrasi ringan sedang
V. PENATALAKSANAAN
- Cairan oralit 100-200 ml setiap kali BAB
- Zinc (interzinc) 20 mg tiap 24 jam selama 10 hari.
VI. MONITORING
- Keluhan dan tanda vital
- Cairan masuk cairan keluar
- Tanda dehidrasi dan kesadaran
VII. KIE
- Menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai penyakit yang dialami
pasien, perjalanan penyakit, diagnosis, tindakan, dan rencana
tatalaksana pasien, serta prognosis.
- Memberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan diri
dan lingkungan untuk mencegah timbulnya keluhan berulang, akibat
transmisi fecal oral.
VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pasien mengalami BAB cair sebanyak 3x dalam sehari sebelum ke puskesmas dan 2
kali BAB cair keesokan harinya. Volume perkiraan setiap pasien BAB sebanyak
setengah gelas, feses berwarna kuning kecoklatan, tidak disertai lendir dan darah. Ibu
pasien mengeluhkan 2 hari sebelum dibawa ke puskesmas, pasien mengalami demam
37,6 dan membaik dengan obat paracetamol. Pasien sempat muntah 1 kali sebanyak
¼ gelas berupa sisa makanan.
Pada pasien ini didapatkan faktor risiko yang mendukung terjadinya diare, seperti
kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya kebersihan pada lingkungan pasien
seperti mencuci tangan dengan sabun setelah membersihkan/mengganti
popok/pampers.
Diare akut merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak yang berusia dibawah
lima tahun. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari, sementara
diare persisten atau diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.
Pada pasien ini, diare yang berlangsung masih kurang dari 14 hari sehingga dapat
dikatakan pasien mengalami diare akut.
Pada pasien dilakukan pengobatan berupa pemberian oralit, dan zinc. Pemberian
oralit kepada pasien diare dimaksudkan untuk mengganti elektrolit yang hilang
bersama BAB cair.Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air
minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh, sehingga lebih diutamakan oralit. Glukosa dan
garam yang terkandung dalam orait dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare. Pemberian oralit sesuai dengan banyak nya BAB cair, hal ini dilakukan sebagai
upaya untuk mencegah supaya tidak terjadi dehidrasi yang lebih berat pada pasien.