Anda di halaman 1dari 50

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Dalam penelitian ini penulis akan membahas teori-teori yang mendasari
penelitian ini yang meliputi grand theory, middle theory serta applied theory
maupun hasil penelitian terdahulu. Grand theory dari penelitian ini adalah teori
manajemen yang merupakan middle theory adalah konsep dari teori tentang
Manajemen Pendidikan sedangkan yang menjadi applied theory yaitu teori
tentang manajemen penguatan guru, bimbingan orang tua, disiplin beribadah dan
motivasi belajar siswa.

2.1.1 Manajemen
2.1.1.1 Pangertian Manajemen.
Berbagai pendapat mengenai definisi ”Manajemen” ada yang
mengartikan dengan ketatalaksanaan, manajemen pengurusan dan lain sebagainya.
Manajemen dapat di tinjau sebagai suatu proses atau manajemen sebagai ilmu
(science) dan sebagia seni ( art ).
Pengertian manajemen sebagai suatu proses, Hikmat dalam Badrudin
(2013:3), berpendapat bahwa ”Manajemen merupakan sebuah proses
perencanaan, pengorganisasian dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya
agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.”
Pengertian manajemen sebagai suatu ilmu dan seni, menurut Malayu S.P
Hasibuan dalam Badrudin (2013:3) mengemukakan manajemen adalah ilmu dan
seni mengatur proses pemanfaatan Sumber Daya manusia dan sumber-sumber
lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai satu tujuan tertentu.Dan
M.Manulang dalam Badrudin (2013:3) mengemukakan bahwa manajemen seni
dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan
pengawasan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat di simpulkan bahwa
manajemen adalah ilmu dan seni melakukan pekerjaan pembagian fungsi dan
tugas yang rasional antara atasan dan bawahan, mengatur pemanfaatan sumber
daya manusia dan pendukung sesuai proporsinya masing-masing secara sistematik
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

2.1.1.2 Fungsi-Fungsi Manajemen


Menurut Badrudin (2013:14) Fungsi manajemen menurut para ahli
berbeda-beda, tetapi dari semua ahli yang mengemukakan tentang fungsi
manajemen terdapat kesamaan fungsi. Untuk memahami fungsi manajemen
menurut para ahli.
Tabel 1
Fungsi Manajemen Menurut Para Ahli

LOUIS
G.R TERRY JOHN F.MEE MC NAMARA
A.ALLEN

1 Planning Panning Leading Planning


2 Organizing Organizing Planning Programing
3 Actuiting Motivating Organizing Budgeting
4 Controling Controling Controling System
HAROLD
HENRY KOONTZ S.P OEY LIANG
FAYOL & CYRIL SIAGIAN LEE
O'DONNEL
1 Planning Planning Planning Perencanaan
Pengorganisasi
2 Organizing Organizing Organizing an
3 Commanding Staffing Motivating Pengarahan
4 Coordinating Directing Controling Pengkoordinasi

1
an
5 Controling Controling Evaluating Pengontrolan

LUTHER LYNDALL F. JOHN D.


W.H NEWMAN
GULLIC URWICK MILLET

1 Planning Planning Forecasting Directing


2 Organizing Organizing Planning  
Assembling
3 Staffing Organizing Facilitating
Resources
4 Directing Directing Commanding  
5 Controling Coordinating Coordinating  
6   Reporting Controling  
7   Budgeting    

2.1.1.3 Peranan Manajemen


Menurut Henry Minzberg’s dalam Robbin (2002:10, Alih bahasa:
Benyamin Molan) ada sepuluh peranan Manajerial/Managerial Roles yang di
kelompokan menjadi tiga kategori diantaranya :
1. Interpersonal roles/ peranan antar personal
Peranan manajerial yang mencakup orang dan tugas-tugas lain yang bersifat
simbolis dan seremonial.
Peranan Interpersonal
a. Figur
Melaksanakan sejumlah kegiatan rutin baik yang bersifat legal maupun
sosial.
b. Pemimpin.
Bertanggung jawab memotivasi bawahan melaksanakan staffing, pelatihan
dan pemberi tugas.
c. Penghubung
Menjalin jaringan dengan kontak luar, dan penyampai informasi.

2
2. Information roles/ peranan informasi
Peranan manajerial yang mencakup menerima, mengumpulkan, dan
menyebarluaskan informasi. Peranan informasional.
a. Monitor
Mencari dan menerima informasi baik dari dalam maupun dari luar untuk
dikembangkan melalui pemahaman organisasi dan lingkungan.
b. Dessiminator
Menyebarkan informasi yang diterima dari luar atau para bawahan kepada
semua anggota organisasi.
c. Spokeperson
Menyampaikan informasi kepada pihak luar tentang rencana organisasi,
kebijakan, tindakan, dan hasilnya.
3. Decisional roles/peranan pengambilan keputusan
Peranan manajerial yang mencakup membuat keputusan.
Peranan Decisional
a. Enterprener
Mencari organisasi dan lingkungan untuk mencari kesempatan dan memulai
proyek-proyek perbaikan untuk membawa perubahan.
b. Disturbance Handler
Bertanggung jawab untuk memperbaiki tindakan ketika organisasi
menghadapi gangguan yang tidak diharapkan.

2.1.2 Manajemen Pendidikan


Agar terwujudnya hasil pendidikan yang diharapkan maka diperlukan
suatu sistem pendidikan yang terencana, terarah, sistematis, efektif dan efisien.
Untuk itu diperlukan suatu tata kelola atau manajemen bidang pendidikan. Seperti
dikemukakan oleh Nanang Fatah (2012:35) bahwa: ”Pendidikan sebagai salah
satu upaya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup manusia, pada intinya
bertujuan untuk memanusiakan manusia, mendewasakan serta mengubah perilaku,
serta meningkatkan kualitas menjadi lebih baik”

3
2.1.2.1 Pengertian Manajemen Pendidikan
Untuk memahami tentang manajemen pendidikan maka berikut ini akan
dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen
pendidikan. Menurut Bush & Coleman dalam Husaini Usman (2009:12)
mendefinisikan manajemen pendidikan sebagai berikut: ”Educational
management is a field of study and practice concerned with the operation of
educational management. Bush menyatakan bahwa sampai saat ini tidak ada
definisi manajemen pendidikan yang dapat diterima semua pihak. Setiap ahli
menyampaikan definisinya masing-masing sesuai dengan pengetahuan dan
pengalamannya.”
Menurut Veitzhal Rivai (2009:103), manajemen pendidikan meliputi
empat hal pokok, yaitu: Perencanaan pendidikan, dimaksud untuk
mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat terlaksananya proses
belajar mengajar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan dalam mencapai
sasaran pendidikan seperti yang diharapkan.
Pengorganisasian pendidikan, ditujukan untuk menghimpun semua
potensi komponen pendidikan dalam suatu organisasi sinergis untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Penggiatan pendidikan,
adalah pelaksanaan dari penyelenggaran yang telah direncanakan dan diawaki
oleh organisasi penyelenggara pendidikan dengan memperhatikan rambu-rambu
yang telah ditetapkan dalam perencanaan dalam rangka mencapai hasil pendidikan
yang optimal. Pengendalian atau pengawasan pendidikan, dimaksudkan untuk
menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai dengan yang
direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam
proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan
dalam sasaran-sasaran menghasilkan output secara optimal seperti yang telah
ditetapkan dalam perencanaan pendidikan.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009:7), mengemukakan bahwa:
”Manajemen pendidikan merupakan suatu proses pengembangan kegiatan
kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
ditetapkan. Proses pengendalian kegiatan kelompok tersebut mencakup
4
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating),
dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk menjadi visi menjadi
aksi.”
Lebih jauh Gaffar dalam Mulyasa (2009:19) mengemukakan bahwa
manajemen pendidikan adalah penataan, pengaturan, dan kegiatan-kegiatan lain
sejenisnya yang berkenaan dengan lembaga pendidikan beserta segala
komponennya, dan dalam kaitannya dengan pranata dan lembaga lain.
Lain halnya dengan Made Pidarta (2004:4) yang berpendapat bahwa:
”manajemen pendidikan sebagai aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan
agar terpusat dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan
sebelumnya.” Manajemen pendidikan menurut Knezevich dalam Mulyasa
(2009:8) adalah: A specialized set of organizational functions whose primary
purposes are to insure the efficient and effective delivery of relevant eduacational
service as well as implementation of legislative policies through planning
decision making, and leadership behaviour that keeps the organizations focused
on predetermined objectives, provides for optimum allocation and most
productive uses, stimulates and coordinated professional and other personal to
produce a coherent social system and desirable organizational climate, and
facilities determination of essential changes to satisfy future and emerging needs
of student and society.
Definisi tersebut menunjukkan bahwa manajemen pendidikan memiliki
berbagai kegiatan yang sangat kompleks dan saling berhubungan. Manajemen
pendidikan juga merupakan sekumpulan fungsi untuk menjamin efisiensi dan
efektivitas pelayanan pendidikan, melalui perencanaan, pengambilan keputusan,
perilaku kepemimpinan, menyiapkan alokasi sumber daya, stimulus dan
koordinasi personil, penciptaan iklim organisasi yang kondusif, serta penentuan
pengembangan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan peserta didik dan masyarakat
di masa depan. Oleh karena itu apabila salah satu komponen fungsi tidak berjalan
dengan baik, maka akan mempengaruhi komponen yang lainnya.
Manajemen pendidikan merupakan rangkaian kegiatan bersama atau
keseluruhan proses pengendalian usaha atas kerjasama sekelompok orang dalam
5
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara berencana dan
sistematis, yang diselenggarakan pada suatu lingkungan tertentu. Dengan
demikian dalam penddikan terdapat sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan
dan dimanfaatkan kemampuannya sebagai potensi yang digunakan untuk
merealisasikan misi organisasi. Diantaranya adalah kepala sekola, guru, dan
peserta didik.
Menurut Husaini (2009:13) tujuan dan manfaat dari manajemen
pendidikan antara lain:
1. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif,
kreatif, efektif, menyenangkan, dan bermakna (PAKEMB).
2. Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
3. Terpenuhinya salah satu dari 5 kompetensi tenaga kependidikan
(tertunjangnya kompetensi manajerial tenaga kependidikan sebagai
manajer).
4. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
5. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan
tugas administrasi pendidikan (tertunjangnya profesi sebagai manajer
atau konsultan manajemen pendidikan).
6. Teratasinya masalah mutu pendidikan karena 80% masalah mutu
disebabkan oleh manajemennya.
7. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan,
dan akuntabel.
8. Meningkatnya citra positif pendidikan.

2.1.3 Penguatan dari Guru


2.1.3.1 Pengertian Penguatan
Penguatan adalah respons terhadap suatu perilaku yang dapat
meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali perilaku itu apakah bersifat
6
verbal ataupun non verbal yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku
guru terhadap siswa yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan
balik (feed back) bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya, sebagai satu
tindakan dorongan atau pengoreksi (Osman, 2013:80-81)
Penguatan verbal merupakan penghargaan yang dinyatakan dengan lisan
yaitu berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru, sedangkan non verbal
adalah penguatan dengan gerakan anggota badan (penguatan gestural), penguatan
dengan cara mendekati, penguatan dengan cara sentuhan, penguatan dengan
kegiatan yang menyenangkan, penguatan berupa tanda atau benda. (JJ Hasibuan
dan Mudjiono, 2000:58). Penguatan verbal adalah pujian dan dorongan yang
diucapkan guru untuk merespon tingkah laku. Penguatan nonverbal adalah
penguatan gestural, penguatan yang diberikan guru selain ucapan atau komentar
juga dibarengi mimik muka dan gerakan tubuh, penguatan kegiatan, penguatan
mendekati, penguatan sentuhan, penguatan tanda (JJ Hasibuan dan Mudjiono,
2000:59)
Penguatan verbal meliputi komentar, pujian, dukungan, pengakuan, atau
dorongan. Dan penguatan nonverbal meliputi penguatan gerak isyarat,
pendekatan, sentuhan kegiatan yang menyenangkan, simbol atau benda. (JJ
Hasibuan dan Mudjiono , 2000:59)
Dalam rangka pengelolaan kelas, dikenal penguatan positif dan penguatan
negatif. Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
negatif. Penguatan dapat dianggap sebagai stimulus positif, jika penguatan
tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak yang melakukan pengulangan
perilakunya itu, contohnya pujian. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak
diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pembelajaran, harus segera diberi
penguatan negatif agar respon tersebut tidak di ulangi lagi dan berubah menjadi
respon yang sifatnya positif contohnya teguran, peringatan atau sanksi.
Penguatan positif bertujuan untuk mempertahankan dan memelihara
perilaku positif, sedangkan penguatan negatif merupakan penguatan perilaku
dengan cara menghentikan atau menghapus rangsangan yang tidak
menyenangkan.
7
2.1.3.2 Bentuk- bentuk Penguatan
Penguatan sebagai bentuk respon positif yang diberikan oleh guru baik
yang bersifat verbal ataupun nonverbal terhadap tingkah laku siswa yang baik
sehingga menyebabkan siswa tersebut terdorong untuk mengulangi atau
meningkatkan perilaku yang baik tersebut maka penguatan verbal dan non verbal
sebagai bentuk- bentuk pemberian penguatan.
a. Penguatan verbal
Penguatan verbal termasuk penguatan positif yaitu berupa pemberian
respon yang dilakukan guru untuk untuk menaruh perhatian atau kesenangannya
terhadap penampilan siswanya berupa kata-kata atau kalimat-kalimat, yang
termasuk penguatan berupa kata-kata, seperti: bagus, benar, ya, tepat sekali, dan
lain-lain. Sedangkan yang berupa kalimat, seperti: pekerjaan anda sangat baik
sekali, inilah contoh siswa yang patut dieladani oleh teman-teman sekelasnya,
dan sebagainya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, bagaimanapun alasannya pemberian
pujian dalam belajar sangat diperlukan. Dengan penempatan pujian sebagai usaha
pemeliharaan atau pengautan terhadap hasil belajar siswa merupakan stimulus
bagi kegiatan siswa selanjutnya.

b. Penguatan non verbal


Penguatan non verbal merupakan penguatan yang berbentuk gerakan tubuh
serta mimik muka yang cerah. Diantara penguatan non verbal adalah sebagai
berikut :
1) Penguatan Gerak Isyarat
Penguatan berupa gerak isyarat antara lain, seperti anggukan, acungan ibu
jari, dan kadang-kadang dilaksanakan bersama-sama dengan penguatan verbal).
Misalnya, ketika guru memberikan penguatan verbal, seperti kata “bagus”, pada
saat bersamaan dia mengajungkan jempolnya atau bertepuk tangan, hal tersebut
8
akan lebih bermakna (Syaiful Bahri Djamarah, 2012:122). Penguatan gerak
isyarat meliputi: anggukan atau gelengan kepala, senyuman, kerut kening,
acungan jempol, wajah mendung, wajah cerah, sorot mata yang sejuk bersahabat
atau tajam memandang (User Usman, 2005:81).
Sehubungan dengan pemberian penguatan gerak isyarat ini, secara
konseptual yang diriwayatkan oleh Bukhari, yang pada intinya menjelaskan
bahwa senyum itu adalah shodaqoh. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
diambil pengetian bahwa memberikan senyuman sebagai bentuk penguatan gerak
isyarat akan memberikan pengaruh ganda baik terhadap si penerima maupun
terhadap si pemberi, laksana shodaqoh bagi si pemberi menunjukkan sikap
kedermawanan. Sedangkan si penerima akan menimbulkan rasa senang atau
kagum terhadap orang yang memberikan shodaqoh tersebut. Begitu juga dalam
pemberian penguatan gerak isyarat dari segi penyampaiannya akan menunjukan
kepada keterampilan mengajar yang dilakukan guru, sedangkan dari segi
penerimaan (siswa) akan dapat merangsang tanggapan-tanggapan siswa. Bila
pemberian penguatan ini dapat dimungkinkan tanggapan positif siswa akan
mampu mendorong dirinya untuk berbuat secara lebih baik lagi dalam belajarnya,
tetapi bila pemberiannya tidak tepat kemungkinan situasi belajar akan kurang
kondusif.

2) Penguatan dengan Kegiatan


Dalam proses belajar mengajar di kelas akan ditemui kompleksitas dari
berbagai karakter dan kemampuan siswa. Ada siswa yang cepat dalam belajarnya
dan ada juga yang lambat. Ada yang pandai dalam segi keterampilan motorik
tetapi lemah dalam hal kognitif, atau sebaliknya baik dalam hal kognitif tetapi
lemah dalam bidang motirik. Sehubungan dengan itu, guru sebagai falisitator dan
organisator di kelas harus mampu mengelola serta memanfaatkan keragaman
tersebut menjadi suatu sarana yang dapat menunjang terhadap pencapaian tujuan
pengajaran yang produktif.
Penghargaan terhadap segi keistimewaan atau kemajuan yang dicapai oleh
siswa di kelas merupakan suatu bentuk penguatan yang dapat memelihara dan
9
mengembangkan kemajuan belajar siswa. Sebagai contoh seorang siswa yang
menunjukan kemajuan dalam segi menghafal ayat-ayat al-Qur`an dapat ditunjuki
sebagai pemandu teman-temannya yang membaca al-Qur`an, penunjukan siswa
sebagai pemandu ini merupakan usaha guru dalam memberikan penguatan bagi
kemajuan siswanya.
Pemberian tugas kepada siswa untuk memabantu temannya bila dia
selesai mengerjakan pekerjaan terlebih dahulu dengan tepat atau memimpin suatu
kegiatan yang dapat memberikan rasa sebang bagi siswa. (JJ Hasibuan dan
Mudjiono, 2000:59). Dengan demikian siswa akan merasa dihargai sehingga
siswa akan berusaha lebih baik lagi. Akan tetapi jenis respon siswa yang
menunjukan kepada usaha peningkatan tersebut, tergantung kepada sikap dan
tanggapan siswa terhadap pemberian penguatan kegiatan tersebut. Oleh karena itu
keterampilan guru dalam memberikan penguatan kegiatan ini akan menjadi daya
tarik bagi pengembangan proses belajar dan mengajar yang menuju pada
pencapaian tujuan pengajaran yang optimal. Bila penguatan tersebut diberikan
secara tepat, ketepatan pemberian penguatan ini akan berhubungan dengan
keterampilan dari pihak pemberi penguatan (guru).

3) Penguatan dengan Kontak Fisik


Ketika mengajar guru dapat menyatakan persetujuan dan penghargaan
terhadap siswa atas usaha dan penampilan siswa dengan cara menepuk pundak,
berjabat tangan atau mengangkat tangan siswa yang berperstasi (Syaiful Bahri
Djamarah, 2012:123).
Penempatan pemberian penguatan kontak sebagai suatu respon positif guru
terhadap perbuatan belajar siswa, akan memberikan dampak terhadap tingkah laku
belajar siswa, jika penguatan tersebut ditanggapi siswa secara positif. Ketertarikan
siswa terhadap penguatan kontak yang diberikan oleh guru akan dapat
menentukan respon siswa yang terrealisasikan. Pemberian penguatan ini harus
ditunjukan sebagai suatu bentuk perasaan empati guru terhadap siswa. Dimana
rasa empati ini lebih menekankan pada ungkapan lahir daripada hanya merpakan
rasa simpati.
10
Ketika mengajar sebaiknya guru tidak menyepelekan hasil pencapaian
belajar yang diperoleh siswa. Sekecil apapun pencapaian hasil belajar siswa perlu
dihargai. Dengan pemberian penguatan kontak, secara langsung akan menjadi
umpan balik (feed back) bagi keberhasilan belajar siswa, dengan demikan siswa
akan tertarik lagi untuk berusaha atau berbuat lebih lanjut.

4) Penguatan berupa Symbol/Benda


Dalam penguatan ini digunakan bermacam-macam symbol atau benda.
yang berupa symbol antara lain adalah tanda, komentar tertulis pada buku siswa.
Sedangkan berupa benda-benda dapat berupa kartu bergambar, bintang lencana,
dan benda-benda lain yang tidak terlalu mahal harganya, tetapi mempunyai arti
simbolis.

2.1.3.3 Tujuan Pemberian Penguatan


Sehubungan dengan pernyataan di atas erat sekali kaitannya dengan guru
yang dikatakan mempunyai keterampilan dalam mengajar yaitu jika guru
melakukan pengajaran tersebut dilakukan dengan cakap, cermat serta baik. Guru
yang terampil juga terlihat dari keterampilannya dalam mengkoordinasikan segala
kemampuan mengajarnya sehingga tercapai hasil yang diharapkan. Adapun tujuan
pemberian penguatan bertujuan untuk :

a. Meningkatkan perhatian siswa dan membangkitkan motivasi siswa


Melalui penguatan yang diberikan oleh guru terhadap perilaku belajar siswa,
siswa akan merasa diperhatikan oleh gurunya. Dengan demikian perhatian
siswa pun akan semakin meningkat seiring dengan perhatian guru melalui
respon yang diberikan kepada siswanya. Apabila perhatian siswa semakin baik,
maka dengan sendirinya motivasi belajarnya pun akan semakin baik pula.
b. Memudahkan siswa belajar
Tugas guru sebagai fasilitator pembelajaran bertujuan untuk memudahkan
siswa belajar. Untuk memudahkan belajar harus ditunjang oleh kebiasaan-
kebiasaan positif dalam pembelajaran, yaitu dengan memberikan respon-respon
11
(penguatan) yang akan semakin mendorong keberanian siswa untuk mencoba,
bereksplorasi dan terhindar dari perasaan takut salah dalam belajar.
c. Mengontrol dan memodifikasi tingkah laku siswa serta mendorong munculnya
perilaku yang positif
d. Menumbuhkan rasa percaya diri pada diri siswa
Perasaan khawatir, ragu-ragu, takut salah dan perasaan-perasaan negatif yang
akan mempengaruhi terhadap kualitas proses pembelajaran harus dihindari.
Salah satu upaya untuk memperkecil perasaan-perasaan negatif dalam belajar,
yaitu melalui pemberian penguatan atau respon yang diberikan oleh guru
terhadap sekecil apapun perbuatan belajar siswa.
e. Memelihara iklim kelas yang kondusif
Suasana kelas yang menyenangkan, aman dan dinamis akan mendorong
aktivitas belajar siswa lebih maksimal. Melalui penguatan yang dilakukan oleh
guru, suasana kelas akan lebih demokratis, sehingga siswa akan lebih bebas
untuk mengemukakan pendapat, berbuat, mencoba dan melakukan perbuatan-
perbuatan belajar lainnya.(Winataputra, Udin S, 2004:30)

2.1.3.4 Prinsip- Prinsip dalam pelaksanaan Penguatan


Agar pemberian penguatan dapat memberikan hasil yang positif dan
maksimum ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan oleh seorang guru (Uzer
Usman, 2005:76-77). Prinsip- Prinsip tersebut adalah:
a. Kehangatan dan keantusiasan
Dalam memberikan penguatan hendaknya diwarnai dengan kehangatan dan
antusiasme. Suara, mimik, dan gerakan badan guru adalah petunujuk adanya
kehangatan dan keantusiasan sehingga penguatan yang diberikan akan menjadi
lebih efektif.
b. Kebermaknaan
Dalam pemberian penguatan, seorang guru harus memperlihatkan apakah
penguatan itu bermakna bagi siswa atau tidak. Karena kalau penguatan tersebut
tidak mempunyai arti bagi diri siswa, maka pemberian penguatan tersebut tidak
dapat meningkatkan perhatian siswa dalam belajar.
12
c. Hindarkan pemberian respon yang negatif
Respon negatif seperti kata-kata kasar, cercaan, hukuman, atau ejekan dari
guru merupakan senjata ampuh untuk menghancurkan iklim kelas yang
kondusif maupun kepribadian siswa sendiri. Oleh karena itu guru hendaknya
menghindari segala jenis respon negatif tersebut. Jika siswa memberikan
jawaban atau menunjukkan penampilan yang tidak memuaskan, guru
hendaknya menahan diri dari keinginan mencela atau mengejek jawaban atau
penampilan siswa.

2.1.3.5 Cara- Cara Pemberian Penguatan


Pelaksanaan pembelajaran dengan penguatan, guru hendaknya
memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Sasaran penguatan
Sasaran penguatan yang diberikan oleh guru harus jelas. Misalnya memberikan
penguatan kepada siswa tertentu, kepada kelompok siswa, ataupun kepada
seluruh siswa secara utuh, misalnya : “Wah Ibu bangga benar dengan
kedisiplinan kelas II ini”.
b. Penguatan harus diberikan dengan segera
Agar dampak positif yang diharapkan tidak menurun bahkan hilang, penguatan
haruslah diberikan segera setelah siswa menunjukkan respon yang diharapkan.
Dengan perkataan lain, tidak ada waktu tunggu antara respon yang ditunjukkan
dengan penguatan yang diberikan.
c. Variasi dalam penggunaan
Pemberian penguatan haruslah dilakukan dengan variasi yang kaya hingga
dampaknya cukup tinggi bagi siswa yang menerimanya. Penguatan verbal
dengan kata-kata yang sama, misalnya : bagus, bagus, bagus, akan kehilangan
makna, hingga tidak berarti apa-apa bagi siswa. Oleh karena itu, guru
hendaknya berusaha mencari variasi baru dalam memberi penguatan.
d. Guru harus hangat dan akrab dengan anak didik selalu menunjukan antusias
pada tugasnya atau pada aktivitasnya.

13
e. Tantangan, penggunaan kata-kata, tindakan, cara kerja atau bahan-bahan yang
menantang akan meningkatkan gairah anak didik untuk belajar.
f. Menghindarkan pemberian respon yang negatif, guru harus menekankan hal-
lah yang positif dan menghindari pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal
yang negatif. (Syaiful Bahri Djamarah , 2012:105-106)

2.1.3.6 Pengguanaan penguatan


Penggunaan atau pemberian penguatan dapat dilakukan pada saat :
a. Siswa memperhatikan guru, memperhatikan kawan lainnya dan benda yang
menjadi tujuan diskusi,
b. Siswa sedang belajar, mengerjakan tugas dari buku, membaca, dan bekerja
di papan tulis,
c. Menyelesaikan hasil kerja (selesai penuh, atau menyelesaikan format),
d. Bekerja dengan kualitas kerja yang baik (kerapian, ketelitian, keindahan,
dan mutu materi),
e. Perbaikan pekerjaan (dalam kualitas, hasil atau penampilan),
f. Ada kategori tingkah laku (tepat, tidak tepat, verbal, fisik, dan tertulis),
g. Tugas mandiri (perkembangan pada pengarahan diri sendiri, mengelola
tingkah laku sendiri, dan mengambil inisiatif kegiatan sendiri).
2.1.3.6 Dimensi dan Indikator Penguatan dari Guru
Berdasarkan uraian-uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa dimensi
dan indikator penguatan dari guru adalah segala bentuk respon positif yang
diberikan oleh guru mengenai penguatan verbal berupa bentuk komentar, pujian,
dukungan, pengakuan, atau dorongan dan penguatan non-verbal berupa Penguatan
gerak isyarat, kegiatan, kontak fisik serta benda atau simbol, untuk lebih jelasnya
lihatlah tabel dibawah ini :
Tabel. 2.1
Bentuk Penguatan Guru

Dimensi Indikator
1. Penguatan Meliputi perkataan :
14
verbal a. Ok
b. Baik
c. Betul
2. Penguatan Meliputi gerak tubuh :
dengan isyarat a. Gerak mimik: senyum, tertawa,
mengangkat alis, mata berkedip
b. Gerak anggota badan: bertepuk tangan,
mengacungkan jempol tangan, menunjuk,
mengangguk-angguk.
3. Penguatan Berkaitan dengan kegiatan belajar meliputi :
kegiatan a. Siswa diminta mengerjakan soal di papan
tulis,
b. memberi kartu hadir,
c. membantu siswa lain.
4. Penguatan Interaksi guru melalui gerak :
dengan kontak a. Mendekati siswa,
fisik b. berjalan di dekatnya,
c. menepuk pundak siswa,
d. berjabat tangan.
5. Penguatan Berkaitan dengan respon :
berupa a. Memberikan komentar tertulis pada buku
benda/symbol tulis siswa,
b. memberikan hadiah,
c. memberikan gambar

2.1.4 Bimbingan Keagamaan


2.1.4.1 Pengertian Bimbingan Keagamaan
Secara harfiyyah “Bimbingan” adalah “Menunjukkan, memberi jalan atau
menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini
dan masa mendatang”. Istilah “Bimbingan” merupakan terjemah dari bahasa
15
Inggris “Guidance” yang berasal dari kata kerja “To guide” yang berarti
“Menunjukkan”. (M. Arifin , 1994:1)
Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan, bukan
kegiatan yang seketika, bimbingan merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang
sistematis, terencana dan terarah kepada pencapaian tujuan”. (Syamsu Yusuf dan
Juntika Nurihsan, 2005:6). Definisikan bimbingan sebagai “Proses bantuan
terhadap individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri yang
dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimal kepada sekolah,
keluarga serta masyarakat”. (Djumhur dan M. Surya , 2003:26)
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada siswa, agar ia,
sebagai pribadi, memiliki pemahaman yang benar akan diri pribadi dan dunia
sekitarnya, mengambil keputusan untuk melangkah maju lebih optimal dalam
perkembangannya, dapat menolong diri sendiri menghadapi serta memecahkan
masalah. Semua itu untuk tercapai penyesuaian yang sehat dan demi memajukan
kesejahteraan mental. (Slameto, 1988:2)
Ada pun kata “Keagamaan” berasal dari kata dasar agama, yang
mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kata agama Dalam masyarakat
Indonesia selain dari kata agama, dikenal juga kata din dari bahasa Arab dan kata
religi dari bahasa Inggris. Agama berasal dari kata Sanskrit. Satu pendapat
mengatakan bahwa kata itu tersusun dari dua kata, a = tidak dan gam = pergi, jadi
tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai
sifat demikian. Ada lagi pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks
atau kitab-kitab suci. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa gam berarti tuntunan.
Memang agama mengandung ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi
penganutnya (Harun Nasution, 2001:1)
Agama pada dasarnya merupakan suatu peraturan Tuhan yang mendorong
jiwa seseorang yang memiliki akal untuk memegang peraturan Tuhan itu dengan
kehendak sendiri, untuk mencapai kebaikan hidup dan kebahagian kelak di
akherat” (Abuy Sodikin dan Badruzaman, 2002:26).
Kata tambahan “ke-an” menunjukkan arti sifat. Dengan demikian, kata
“Keagamaan” berarti sifat-sifat yang berada dalam agama atau segala sesuatu
16
mengenai agama, misalkan perasaan agama, soal-soal keagamaan, bimbingan
keagamaan dan lain-lain.
Bimbingan keagamaan adalah usaha pemberian bantuan kepada seseorang
yang mengalami kesulitan, baik lahiriah atau batiniah yang menyangkut
kehidupan di masa kini dan masa mendatang, bantuan tersebut berupa pertolongan
di bidang mental spiritual, dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu
mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui
dorongan dan kekuatan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Masa Esa (M. Arifin,
1994:2).
Bimbingan atau penyuluhan keagamaan dimaksud untuk membantu
siterbimbing (anak) supaya memiliki jiwa dan rasa keagamaan pada diri anak
yang dibangkitkan melalui nilai keimanan dan ketaqwaan, sehingga
pengarahan pribadi (self direction), kesadaran terhadap diri pribadi selaku
makhluk Tuhan yang sedang berkembang dan tumbuh (self realization) dan
inventarisasi terhadap kenyataan yang berada pada diri sendiri (self
inventory) dan kepercayaan pada diri sendiri (self confidance) yang dapat
berkembang dengan mudah dan terarah (M. Arifin, 1994:17).

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka.
Dengan demikian, bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan
keluarga. Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan
berpengaruh terhadap pendidikan anak-anaknya. Sejak seorang anak lahir, ibunya
yang selalu ada di sampingnya. Oleh karena itu, anak meniru peringai ibu dan
kebiasaan, seorang anak lebih cinta kepada ibunya, apabila ibu itu menjalankan
tugas dengan baik. Ibu merupakan orang yang mula-mula dikenal anak.
Sebaliknya pengaruh ayah terhadap anak besar pula. Dimata anak, ayah itu
seorang yang pandai di antara orang-orang yang dikenalnya, cara ayah melakukan
pekerjaannya sehari-hari berpengaruh pada pekerjaan anaknya, ayah merupakan
penolong utama (Zakiah Daradjat, 1976:35)
Lingkungan pertama yang dikenal anak adalah keluarga dan interaksi yang
pertama kali dilakukan anak dengan orang tua. Ramayulis menyatakan bahwa
17
“Pengertian keluarga dalam Islam adalah suatu sistem kehidupan masyarakat yang
terkecil yang dibatasi oleh adanya keturunan (nasab) atau disebut ummah akibat
adanya kesamaan agama”. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan keluarga
merupakan lingkungan yang pertama mempengaruhi perilaku anak dalam
membina hubungan akrab antara orang tua dengan anak tentunya tidak terlepas
dari rasa kasih sayang. (Ramayulis , 2001:2)
Sebagai amanat Allah SWT, anak harus dididik dan dibimbing dengan
baik. Orang tua wajib mendidiknya secara baik, sesuai dengan tingkat
perkembangan pemikirannya, dengan pendidikan dan bimbingan yang baik maka
anak akan berkembang dengan baik sehingga menjadi manusia seutuhnya,
manusia yang mengetahui akan hak dan kewajiban hidupnya, baik hak dan
kewajiban dirinya terhadap orang tua, terhadap masyarakat maupun terhadap
Tuhannya. (Fuad Kauma, 2000:34)
Pendidikan agama yang dilakukan orang tua dalam lingkungan keluarga
merupakan pondasi yang kuat, karena tujuan pendidikan keluarga adalah untuk
membimbing, membina dan mengarahkan anak kepada tujuan yang mulia. Oleh
karena itu, pendidikan agama hendaknya mewarnai kehidupan anak sehingga
agama itu benar-benar menjadi pedoman hidup.
Perkembangan agama pada anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya
sejak kecil dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Semakin banyak pengalaman
yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur
agama maka sikap, tindakan, kelakuan, dan caranya menghadapi hidup akan
sesuai dengan ajaran agama. (Zakiah Daradjat, 2010:42)
Oleh sebab itu bimbingan keagamaan orang tua dilakukan untuk
mengembangkan perasaan religius adalah pembiasaan, motivasi, keteladanan,
serta penciptaan situasi keagamaan. Pengalaman awal anak terhadap Tuhan
biasanya melalui bahasa, melalui tanggapan yang dialaminya. Semula anak
mengenalnya secara sederhana (diidentikkannya dengan manusia dan sebagainya),
tetapi dalam proses berikutnya jika ada bimbingan yang benar, maka anak akan
mengenal Tuhan dengan cara yang benar. (Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh ,
2005:99)
18
2.1.4.2 Bentuk- bentuk Bimbingan Keagamaan Orang Tua
Anak memerlukan bimbingan orang tua sebagai realisasi tanggung jawab
orang tua dalam membimbing anak, ada beberapa aspek yang sangat penting
untuk mendapatkan bimbingan dan perhatian orang tua, yakni:
a. Pendidikan ibadah
Pendidikan ibadah, khususnya bimbingan shalat, makna shalat menurut bahasa
Arab ialah do’a, tetapi yang dimaksud di sini ialah ibadah yang tersusun dari
beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan
salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”
Shalat dalam Islam mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, bila
dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya, karena shalat merupakan tiang
agama. Agama tidak akan berdiri tegak dan kokoh kecuali dengan tiang itu.
Oleh karena itu, anak dari usia dini harus diajarkan untuk shalat sehingga
ketika anak itu dewasa shalat sudah menjadi bagian hidupnya, ketika shalat
sudah menjadi bagian hidupnya maka di manapun anak berada ibadah shalat
tidak akan ditinggalkan.(Fuad Kauma, 2000:189-226). Untuk menanamkan
nilai-nilai agama, termasuk pengamalan agama, terlebih dahulu orang tua harus
shalat, bila perlu berjama’ah, karena pada shalat berjama’ah anak-anak belajar,
mengenal, dan mengamati shalat yang baik”.
b. Mengajarkan anak membaca Al- Qur’an
Al-Qur’an merupakan pedoman bagi orang-orang Islam dan merupakan
sumber hukum Islam. “Al- Qur’an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW secara berangsur-angsur”.(Abuy Sodikin dan
Badruzaman , 2005:58). Al-Qur’an adalah jalan lurus yang tidak mengandung
suatu kebatilan apapun, maka sangat baik jika anak dibiasakan membaca Al-
Qur’an dengan benar dan diupayakan semaksimal mungkin agar menghafal Al-
Qur’an atau sebagian besar dengan diberi dorongan melalui berbagai cara.
Karena itu, kedua orang tua hendaknya berusaha agar putra-putrinya masuk
pada salah satu sekolah tahfidz al-Qur’an, kalau tidak bisa diusahakan masuk
pada salah satu halaqah tahfidz.(Yusuf Muhammad Al Hasan, 1997:41)
19
Anak harus dibiasakan diri membaca al-Qur’an di rumah sebagai bagian
dari usaha mengkondisikan lingkungan pendidikan keluarga. Untuk mengajak
anak membaca al-Qur’an, terlebih dahulu orang tua harus membaca al-Qur’an,
meskipun hanya beberapa ayat saja, yang paling penting membiasakan dulu
semua anggota keluarga membaca al-Qur’an.
c. Pendidikan Akhlakul Alkarimah
Seorang pendidik merupakan contoh yang ideal dalam pandangan anak,
tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan
semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam
bentuk ucapan, perbuatan dan sebagainya. Oleh karena itu, keteladanan
merupakan faktor penentu baik buruknya anak.
Seorang anak, bila dari kedua orang tuanya mendapat keteladanan yang
baik dalam segala hal maka ia akan mudah menyerap prinsip-prinsip yang baik
pula dan selalu berperilaku baik. Begitu juga sebaliknya, apabila orang tua
tidak memberikan tauladan yang baik maka anak akan merasa acuh tak acuh.
d. Pendidikan Aqidah Islamiyah
Masalah aqidah atau keimanan merupakan hal yang sangat mendasar dalam
Islam. Hanya dengan aqidah yang kuat, seseorang dapat menunaikan ibadah
dengan baik dan dapat menghiasi dirinya dengan akhlaqul karimah. Pendidikan
aqidah harus diupayakan sedemikian rupa, sehingga anak-anak mantap
keimanannya. Kemantapan aqidah ini akan bisa menangkal berbagai berbuatan
negatif yang sangat melanda dunia, seperti penggunaan obat-obat terlarang,
perzinahan dan berbagai kejahatan lainnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini
sebenarnya telah dibekali benih aqidah yang benar, tetapi berkembang atau
tidaknya benih aqidah dalam diri seorang anak itu akan bergantung pada
pembinaan yang dilakukan orang tuanya. Dengan pembinaan dan pendidikan
yang tepat, benih aqidah akan tumbuh subur dan mengakar kuat pada diri
seorang anak. Namun sebaliknya, tanpa pembinaan yang tepat, benih aqidah
itu akan layu dan mati maka tersesatlah jadinya. Mungkin dia akan menjadi
atheis yang tidak meyakini adanya Tuhan atau memeluk agama lain.
e. Mendorong anak agar aktif Melakukan Kegiatan-kegiatan Keagamaan
20
Hal ini bisa dilakukan dengan cara memberikan saran-saran kepada anak agar
mengikuti organisasi, seperti organisasi remaja, perkumpulan olah raga,
koperasi dan lain-lain. Sehingga anak dapat menyalurkan bakatnya pada
organisasi tersebut dan perilaku yang cenderung negatif dapat berkurang baik.
Akan tetapi, orang tua harus selalu mengawasi dan memantau anak, jangan
sampai membiarkan bebas tanpa pengawasan dari orang tua.

2.1.4.3 Tujuan Bimbingan Keagamaan


Bimbingan keagamaan dalam lingkungan keluarga merupakan hal yang
utama dalam rangka pencapaian tujuan terbentuknya anak yang berkepribadian
agama dan taat menjalankan ajaran agama. Orang tua sebagai penanggungjawab
pertama dalam pelaksanaan pendidikan agama, maka berkewajiban untuk
mengajarkan nilai- nilai ajaran Islam terhadap anak.
Ada pun tujuan bimbingan adalah untuk: (1)mengenal diri sendiri dan
lingkungan, (2) menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
(3) mengambil keputusan sendiri tentang berbagai hal, (4) mengarahkan diri
sendiri, (5) perwujudan diri sendiri, (6) merencanakan kegiatan perkembangan
karir serta kehidupannya di masa yang akan datang, (7) mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimiliki seoptimal mungkin, (8) menyesuaikan diri
dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat dan lingkungan kerjanya,
(9) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam kehidupan. (Syamsu
Yusuf dan Juntika , 2010:13)
Sejalan dengan pendapat di atas, tujuan dari bimbingan keagamaan dapat
di simpulkan adalah “Pemberian bantuan kepada anak bimbing agar mampu
memecahkan kesulitan yang dialami dengan menggunakan kemampuan sendiri
atas dorongan dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan”. (M. Arifin, 2017:43)

2.1.4.4 Metode Bimbingan


Untuk menyampaikan bimbingan keagamaan, supaya hasilnya sesuai
dengan yang diharapkan, maka diperlukan metode yang tepat sehingga bimbingan
sampai pada objek sasaran (anak) dan akhirnya objek tersebut dapat mengatasi
21
dan menyelesaikan persoalan yang dihadapinya, maka metode yang digunakan
diantaranya:
a. Metode Directive (Metode yang bersifat mengarahkan)
Metode directive adalah konselor (pembimbing), pembimbing berusahan
mengarahkan terbimbing (anak) sesuai dengan masalahnya”.
Metode Directive ini bersifat mengarahkan kepada anak bimbing untuk
berusaha mengatasi kesulitan (problema) yang dihadapi. Pengarahan yang
diberikan kepada anak bimbing dengan memberikan secara langsung jawaban-
jawaban terhadap permasalahan-permasalah yang menjadi sebab kesulitan
yang dihadapi anak bimbing. (M. Arifin, 2017:49)
b. Metode Non-Derective (Metode yang tidak mengarahkan)
Metode non-derective adalah cara untuk mengungkapkan segala perasaan dan
pikiran yang tertekan sehingga menjadi penghambat kemajuan anak bimbing”,
Yang dimaksud dengan metode non-derective atau metode ini kebalikan dari
metode derective, yaitu semua berpusat pada terbimbing (anak), pembimbing
hanya menampung pembicaraan, yang berperan ialah terbimbing (anak),
terbimbing bebas bicara sedangkan pembimbing menampung dan
mengarahkan. (Djumhur dan M. Surya , 2010:110). Metode ini dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu: 1) Client centered yaitu cara mengungkapkan
tekanan batin yang dirasakan menjadi penghambat anak bimbing dengan
sistem pancingan yang berupa satu dua pertanyaan yang terarah, anak bimbing
diberi kesempatan seluas-luasnya menceritakan tekanan batin yang menjadi
penghambat jiwanya sedangkan pembimbing bersikap memperhatikan dan
mendengarkan serta mencatat point-point penting untuk diberi bantuan, 2)
Educatif yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat
pekembangan dengan mengorek sampai tuntas perasaan atau sumber perasaan
yang menyebabkan hambatan dan ketegangan dengan cara client centered yang
diperdalam dengan pertanyaan yang motivatif dan persuasif (meyakinkan)
untuk mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan
tertekan sampai ke akar- akarnya.
c. Metode Psikoanalisis (Penganalisaan jiwa)
22
Metode ini berasal dari psikoanalisis Freud yang dipergunakan untuk
mengungkapkan segala tekanan perasaan yang sudah tidak lagi disadari.
Menurut teori ini, manusia yang senantiasa mengalami kegagalan usaha atau
mengejar cita-cita atau keinginan, menyebabkan timbulnya perasaan tertekan
yang makin menumpuk, kalau tumpukan perasaan gagal itu tidak bisa
diselesaikan maka akan mengendap ke dalam lapisan jiwa bawah sadarnya. (M.
Arifin, 1994:48). Pada saat tertentu, perasaan tertekan ini dapat muncul
kembali ke permukaan dalam berbagai bentuk, antara lain berupa mimpi yang
menyenangkan atau mengerikan, tingkah laku serba salah yang tidak disengaja
atau tidak disadarinya, misalnya salah ucapan, salah meletakkan benda, salah
mengambil benda, salah tulis dan lain sebagainya. Untuk memperoleh data-
data tentang jiwa tertekan untuk penyembuhannya maka diperlukan metode
psikoanalisis yaitu menganalisis gejala tingkah laku, baik melalui mimpi atau
melalui tingkah laku yang serba salah, dengan menitik beratkan pada perhatian
terhadap perbuatan salah yang terjadi berulang-ulang. Pada akhirnya akan
diketahui bahwa masalah pribadi terbimbing (anak) akan terungkap,
selanjutnya disadarkan kembali (dicerahkan) agar masalah tersebut dianggap
telah selesai dan tidak perlu dianggap suatu hal yang memberatkan, di sinilah
perlunya nilai-nilai iman dan taqwa dibangkitkan dalam pribadi anak bimbing
sehingga terbentuk dalam pribadi anak sikap tawakal.

2.1.4.5 Dimensi dan Indikator Bimbingan Keagamaan Orang Tua


Dari beberapa uraian diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa dimensi
dan indikator bimbingan keagamaan orang tua adalah bimbingan yang bersifat
religius dari orang tua kepada anaknya agar menjadi pribadi yang baik sebagai
realisasi tanggung jawab orang tua dalam membimbing anak dalam hal
keagamaan, ada beberapa aspek yang sangat penting untuk mendapatkan
bimbingan dan perhatian orang tua, yakni pendidikan ibadah, pokok-pokok ajaran
Islam seperti, pendidikan akhlakul karimah, pendidikan aqidah islamiyah, dan
mendorong anak dalam kegiatan keagamaan. Untuk lebih jelas seperti dalam
tabel berikut ini:
23
Tabel.2.2
Dimensi dan Indikator Bimbingan Orang Tua
Dimensi Indikator
1. Mengajak anak Meliputi :
melaksanakan a. Selalu mengingatkan setiap kali shalat
shalat wajib lima waktu
berjama’ah b. Selalu mengingatkan setiap kali shalat
berjama’ah
2. Mengajak anak Meliputi
baca al-Qur’an. a. Selalu mengingatkan untuk selalu
membaca Qur’an
b. Selalu mengingatkan untuk selalu
menghafal Qur’an
3. Memberikan Meliputi ahlak terpuji meliputi:
contoh dan a. Berkata jujur,
tauladan yang b. Amanah
baik c. Sopan santun
d. Rendah hati
4. Menanamkan Berkaitan dengan tauhid meliputi :
pendidikan a. Tidak mempercayai dukun,
aqidah. b. Tidak percaya paranormal
c. Tidak percaya ramalan bintang dan
mitos- mitos
5. Mendorong anak Meliputi kegiatan ektrakurikuler :
belajar aktif a. Menjadi kepanitian PHBI
melakukan b. Angota IRMA,
kegiatan- c. Anggota ROHIS
kegiatan d. Mubaligh muda
keagamaan.

24
3.1.5 Disiplin Beribadah
3.1.5.1 Pengertian Disiplin
Disiplin adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses
dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan,
kesetiaan, keteraturan dan ketertiban. Disiplin akan membuat seseorang tahu dan
dapat membedakan hal-hal apa yang seharusnya dilakukan, yang wajib dilakukan,
yang boleh dilakukan, yang tak sepatutnya dilakukan karena merupakan hal-hal
yang dilarang.
Disiplin pada hakikatnya akan tumbuh dan terpancar dari hasil kesadaran
manusia. Sebaliknya, disiplin yang tidak bersumber dari kesadaran hati nurani
akan menghasilkan disiplin yang lemah dan tidak akan bertahan lama.
Disiplin secara luas, menurut conny diartikan sebagai semacam pengaruh
yang dirancang untuk membantu anak mampu menghadapi tuntutan dari
lingkungannya. Disiplin itu tumbuh dari kebutuhan untuk menjaga keseimbangan
antara kecenderungan dan keinginan individu untuk berbuat sesuatu yang dapat
dan ingin ia peroleh dari orang lain atau karena situasi kondisi tertentu, dengan
batasan peraturan yang diperlukan terhadap dirinya atau lingkungan dimana ia
hidup. (Conny Semiawan, 2002:90)
Disiplin adalah patuh terhadap suatu peraturan dengan kesadaran sendiri
untuk terciptanya tujuan itu (Subari, 1994:164). Sedangkan menurut Amir Daien
Indrakusuma menyebutkan bahwa disiplin merupakan kesediaan untuk mematuhi
peraturan-peraturan dan larangan-larangan. Kepatuhan disini bukan hanya patuh
karena adanya tekanan-tekanan dari luar, melainkan kepatuhan yang didasari oleh
adanya kesadaran tentang nilai dan pentingnya peraturan-peraturan dan larangan
tersebut. Disiplin adalah latihan pikiran, perasaan, kehendak dan watak, latihan
pengembangan dan pengendalian perasaan, pikiran, kehendak dan watak untuk
melahirkan ketaatan dan tingkah laku yang teratur (Sukarna, 1992:104).
Kedisiplinan adalah ketaatan terhadap aturan atau tata tertib. tata tertib
berarti separangkat peraturan yang berlaku untuk menciptakan kondisi yang tertib
dan teratur (Moenir, 1983:181). Jadi kedisiplinan merupakan hal mentaati tata
tertib disegala aspek kehidupan, baik agama, budaya, pergaulan, sekolah, dan lain-
25
lain. Dengan kata lain, kedisiplinan merupakan kondisi yang tercipta dan
terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku individu yang menunjukkan
nilai-nilai ketaatan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban.
Keberhasilan dalam suatu usaha atau dalam mencapai cita-cita akan
tergantung kepada sikap disiplinnya. Orang yang berdisiplin akan berperilaku apa
yang seharusnya diperbuat, tidak mengada-ada, tidak dilebih-lebihkan tetapi juga
tidak dikurangi dari keadaan yang sebenarnya. Diam tepat pada pijakannya,
melangkah tepat gerakannya, melaju sesuai arahnya.
Sikap disiplin dapat dilakukan untuk setiap perilaku, seperti disiplin dalam
belajar, disiplin dalam beribadah, disiplin dalam bekerja, dan disiplin dalam
beraktivitas lainnya.
Dari beberapa definisi diatas, menunjukkan bahwa kedisiplinan merupakan
ketaatan dan kepatuhan pada peraturan yang dilakukan dengan rasa senang hati,
bukan karena dipaksa atau terpaksa.

3.1.5.2 Tujuan Kedisiplinan


Adapun tujuan kedisiplinan menurut Elsbree dalam bukunya ”Leadership
In Elementary School Administration And Supervision” yang dikutip oleh Drs.
Piet A. Sahertian (1994:122-123) menyatakan: He should accept the phylosopy
that discipline any action have two pourpose, tujuan tersebut adalah:
1. Menolong anaknya menjadi matang pribadinya dan berubah dari sifat
ketergantungan kearah tidak ketergantungan.
2. Mencegah timbulnya persoalan-persoalan disiplin dan menciptakan situasi
dan kondisi dalam belajar mengajar agar mengikuti segala peraturan yang ada
dengan penuh perhatian.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan kedisiplinan adalah dalam rangka
untuk menolong dan membimbing anak agar matang pribadinya dan dapat
meningkatkan kehidupan mental yang sehat sehingga memberikan cukup
kebebasan bagi mereka untuk berbuat secara bertanggung jawab sesuai dengan
kemampuan yang ada pada dirinya.

26
3.1.5.3 Faktor-faktor Kedisiplinan
Dalam rangka membina dan meningkatkan kedisiplinan siswa dalam
melaksanakan ibadah shalat terutama di lingkungan sekolah, perlu diperhatikan
unsur-unsur yang mempengaruhi terhadap kedisiplinan siswa agar disiplin dapat
terwujud dalam perilaku siswa. Adapun faktor-faktor pembentukan perilaku yang
termasuk didalamnya perilaku disiplin adalah:
a. Faktor Genetik
Yang dimaksud faktor genetik adalah segala hal yang dibawa oleh anak
sejak lahir sebagai warisan dari orang tuanya. Menurut Mahfud Salahuddin
(1990:81), faktor genetik atau hereditas adalah kecenderungan untuk tumbuh dan
berkembang bagi manusia, menurut pola-pola, ciri-ciri, serta sifat-sifat tertentu
dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Pembentukan perilaku manusia dapat dipengaruhi oleh limpahan orang tua
kepada keturunannya karena faktor ini meski tidak kuat, namun merupakan
bentuk dasar dari perilaku seseorang. Demikian halnya dengan kedisiplinan,
sangatlah mungkin kedisiplinan tersebut dipengaruhi oleh watak yang dibawa
seseorang sejak lahir.
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting terhadap
kedisiplinan karena perkembangan seseorang tidak terlepas dari peranan
lingkungan, disamping faktor pembawaan, kedisiplinan juga dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi dimana ia berada.
Sejak lahir manusia berinteraksi dengan lingkungan, mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia tinggal. Fungsinya kepribadian seseorang
merupakan hasil dari interaksi antara dirinya dan lingkungan. Baik lingkungan
fisik maupun lingkungan psikologis.
c. Faktor Pendidikan
Menurut Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. (A. Marimba, 1989:19). Dalam
sasaran pendidikan tidak semata-mata pengalihan pengetahuan dan keterampilan
27
saja, salah satu bagian yang teramat penting adalah pembinaan watak. Pembinaan
watak merupakan bagian integral dari pendidikan. Oleh sebab itu bahwa
pendidikan memainkan peranan penting dalam pembentukan perilaku seseorang,
termasuk didalamnya perilaku disiplin.
d. Faktor Pengalaman
Pengalaman disini adalah keseluruhan peristiwa yang pernah dialami oleh
seseorang baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perjalanan
hidupnya. Pengalaman seseorang juga mempunyai pengaruh terhadap
pembentukan watak termasuk kedisiplinan. (Evi Chumaidah , 2011:34-38)

3.1.5.4 Kaitan Antara Kedisiplinan Dengan Beribadah


Kedisiplinan dapat dilatih dengan menekankan pada pikiran dan watak
untuk menghasilkan kendali diri, kebiasaan untuk patuh dan sebagainya. Latihan-
latihan itu dalam rangka menghasilkan kebiasaan patuh dalam menanamkan sifat-
sifat kedisiplinan.
Pada awalnya kedisiplinan dikaitkan dengan ajaran agama. Karena pada
zaman Rasulullah, Beliau mengajarkan kepada umatnya dalam bersikap disiplin
terutama disiplin di jalan Allah seperti shalat, memerangi orang-orang kafir dan
lain sebagainya.
Jika dikaitkan antara kedisiplinan dengan beribadah kepada Allah, tentu
saling berketerkaitan karena dalam ajaran islam tidak lepas dari penerapan disiplin
kepada umatnya, hal ini lebih banyak ditanamkan terutama dalam ibadah shalat,
puasa, dan zakat dimana dalam menjalankan ibadah tersebut harus sesuai dan
tunduk pada peraturan atau ketentuan-ketentuan baik dari Allah SWT ataupun dari
Nabi Muhammad SAW.
Dalam beribadah kepada Allah seperti ibadah shalat dan ibadah puasa,
dapat digolongkan sebagai latihan yang tujuannya untuk penanaman kedisiplinan
guna mempertinggi daya kendali diri. Orang-orang yang berdisiplin adalah orang
yang mampu mengendalikan dirinya. Tetapi perkembangan teknologi dan
pertumbuhan ekonomi yang pesat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
masyarakat berupa pergeseran nilai-nilai serta tradisi yang ada, yang berpengaruh
28
terhadap sikap serta pandangan hidup manusia, sehingga terjadi hal-hal yang tak
terkendali.
Hal ini memperjelas bahwa pada hakikatnya kedisiplinan mengandung
beberapa unsur, yakni ketaatan, pengetahuan, kesadaran, ketertiban perasaan
senang di dalam menjalankan tugas dan mematuhi atau mentaati segala peraturan
perundangan yang berlaku.

2.1.5 Motivasi Belajar


2.1.5.1 Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi belajar berasal dari dua kata, yaitu motivasi dan belajar. Motivasi
dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Dalam dunia
pendidikan kedua kata tersebut sangat berpengaruh dan memiliki hubungan yang
sangat berkesinambungan.
Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai
kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu tersebut
bertindak dan berbuat. (Moh Uzer Usman , 2005:28)
Motivasi dapat dipadang sebagai suatu istilah umum yang menunjukkan
kepada pengaturan tingkah laku individu dimana kebutuhan-kebutuhan atau
dorongan-dorongan dari dalam dan insentif dari lingkungan mendorong individu
untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya atau untuk berusaha menuju
tercapainya tujuan yang diharapkan.
Motivasi juga dapat dikatakan sebagai perbedaan antara dapat
melaksanakan dan mau melaksanakan. Motivasi lebih dekat pada mau
melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan. Motivasi adalah kekuatan baik dari
dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan
tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat
diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai
masyarakat. Motivasi juga dapat diartikan sebagai proses untuk mencoba
mempengaruhi orang agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan
tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya.

29
Thomas L. Good dan Jere B. Braphy mendefinisikan motivasi sebagai
suatu energi penggerak dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong
seseorang untuk bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung
motivasi yang mendasarinya. Dan motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas.
Para ahli psikologi menggolongkan motivasi dilihat dari sumbernya
kepada dua hal, motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri
seseorang. Misalnya, keinginan untuk memperoleh keterampilan tertentu,
memperoleh informasi, keinginan berprestasi, ingin menjadi yang terbaik,
keinginan diterima orang lain dan sebagainya. (Sumardi Suryabrata , 2005:70)
Sedang motivasi dari luar disebut motivasi ekstrinsik, seperti dalam bentuk
pujian, hadiah (reward), persaingan, dan hukuman (punishment). Motivasi
ekstrinsik sangat diperlukan siswa, karena tidak semua pelajaran yang ada di
sekolah menarik bagi siswa. Kadang ada siswa yang belum memahami belajar itu
untuk apa, apa kegunaan mata pelajaran yang diberikan gurunya, sehingga
menimbulkan reaksi yang berbeda terhadap pelajaran yang diberikan. Ada siswa
yang menerimanya dengan senang dan gembira, ada pula yang merasa terpaksa
karena takut terhadap gurunya. Ada pun pengertian belajar menurut beberapa ahli,
diantaranya:
a. Skinner, yang dikutip Barlow dalam bukunya EducationalPsychology: The
Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses
adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif.
Berdasarkan eksperimennya, Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut
akan mendatangkan hasil optimal apabila ia diberi penguat (reinforcer).
b. Hilgard dan Bower belajar dalam buku theories of Learning adalah belajar
berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi
tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam
situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar
kecenderungan respon pembawaan, kematangan atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang.

30
c. Morgan dalam buku Introduction to psychology mengemukakan bahwa belajar
adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi
sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman. Bertolak dari berbagai definisi
yang telah dikemukakan oleh para pakar pendidikan, secara umum belajar
dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif. (Sardiman, 2014:21)

2.1.5.2 Macam- macam Motivasi


Secara garis besar motivasi belajar terdiri dari dua unsur, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik merupakan suatu tindakan yang digerakkan oleh suatu
sebab yang datangnya dari dalam diri individu. Motivasi intrinsik motif-motif
yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Teori
motivasi intrinsik menjelaskan kesadaran tentang keingintahuan, memahami
lingkungan, kesadaran eksistensi diri dan kesadaran tentang merealisasikan
kemampuan.
Motivasi intrinsik itu timbul karena dalam diri individu seseorang itu
memiliki dorongan yang kuat untuk melakukan sesuatu, misalnya dalam belajar
seorang siswa mempunyai keinginan untuk mencapai tujuan dalam belajar dan
ingin menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan dan ahli dalam bidang
studi tertentu, jadi motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan
secara esensial, bukan sekedar simbol dan seremonial. Adapun motivasi yang ada
pada diri individu itu antara lain:
1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja secara teru menerus dalam waktu
yang lama, tidak langsung berhenti sebelum selesai).
2) Ulet menghadapi kesulitan (tidak cepat putus asa).
3) Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
4) Lebih senang bekerja mandiri.

31
5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin
6) Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu
7) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Motivasi diatas memiliki peranan yang sangat penting dalam belajar-
mengajar, kalau siswa tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan masalah
maka siswa tersebut harus bisa mempertahankan rutinitas dan mekanisnya agar
siswa tersebut mampu menjaga motivasi yang ada pada diri individu.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan suatu tindakan yang digerakkan oleh suatu
sebab yang datangnya dari luar. Pengaruh ini bisa dari adanya sugesti, perintah,
paksaan atau bahkan dari bujukan orang lain sehingga siswa mampu untuk
berbuat sesuatu.
Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu
siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan
hadiah, peraturan/tata tertib sekolah, suri teladan orang tua, guru, dan seterusnya
merupakan contoh-contoh kongkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong
siswa untuk belajar. Belajar yang efektif menurut beberapa tokoh psikologi
diantaranya adalah cara belajar yang teratur, tuntas, berkesinambungan dan
produktif. Seorang pelajar jika belajarnya tidak sungguh-sungguh, asal-asalan,
tidak terus-menerus dan tidak berkesinambungan baik di lingkungan sekolah
maupun lingkungan rumah berarti ia tidak membiasakan dirinya untuk belajar
efektif, dan akhirnya hasil belajarnya tidak memenuhi sasaran dan tujuan yang
diimpikan. (Sardiman, 2014:29)

2.1.5.3 Fungsi Motivasi Belajar


Motivasi merupakan faktor yang sangat penting di dalam belajar sebab
motivasi berfungsi sebagai:
a. Pemberi semangat terhadap seorang peserta didik dalam kegiatankegiatan
belajarnya.
b. Pemilih dari tipe-tipe kegiatan-kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk
melakukannya.

32
c. Pemberi petunjuk pada tingkah laku.

2.1.5.4 Cara Membangkitkan Motivasi Belajar


Ada beberapa cara yang dapat membangkitkan motivasi belajar siswa
Gage dan Berliner dalam (Abin Syamsudin Makmun, 2012:37) menyarankan
sejumlah cara untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, yaitu:
a. Penggunaan pujian verbal.
Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik,
perlu diberikan pujian secara verbal. Pujian ini adalah bentuk reinforcement
yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Pujian merupakan
motivasi jika pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan
memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta
sekaligus akan membangkitkan harga diri (Sardiman, 2014:92-94).
b. Penggunaan tes dan nilai secara bijaksana
Tes dan nilai digunakan untuk memberikan informasi kepada siswa untuk
menilai penguasaan dan kemajuan siswa, bukan untuk menghukum atau
membandingkan dengan siswa lainnya
c. Bangkitkan rasa ingin tahu siswa dan keinginannya untuk mengadakan
eksplorasi.
Suatu pengajaran seharusnya tidak mematikan ide-ide siswa karena hal ini
dapat menimbulkan kekecewaan dan akhirnya siswa merasa keengganan untuk
mengutarakan pendapatnya sebab guru harus selalu mendukung siswanya
dalam kegiatan belajar.
d. Meraih perhatian siswa
Meraih perhatian siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya guru
dapat menceritakan masalah guru dalam mengajar dan lain sebagainya.
e. Memberi Angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Angka-
angka yang baik bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Tetapi

33
ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar
pokoknya naik kelas saja. Ini menunjukkan bahwa motivasi yang dimilikinya
kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa-siswa yang menginginkan
angka baik. Oleh karena itu guru harus melaksanakan peranannya dengan cara
bagaimana memberikan angka-angka itu dapat dikaitkan dengan values yang
terkandung di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa
sehingga tidak hanya sekedar kognitif saja tetapi juga ketrampilan dan
afeksinya.
f. Hadiah
Hadiah dapat dikatakan sebagai motivasi, karena hadiah itu untuk suatu
pekerjaan, tetapi tidaklah selalu demikian, mungkin tidaklah menarik bagi
seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.
(Sardiman, 2014:91)
g. Saingan/Kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang
unsur persaingan banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau
perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan
belajar siswa.
h. Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan
menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan
mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah-satu bentuk motivasi yang
cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk
mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas
dengan baik adalah simbol kebanggaan dan harga diri, siswa yang akan belajar
dengan keras bisa jadi karena harga dirinya.
i. Memberi Ulangan
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui ada ulangan. Oleh
karena itu memberi ulangan merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus

34
diingat oleh guru jangan terlalu sering mengadakan ulangan karena dapat
menyebabkan bosan. Dalam hal ini guru harus terbuka maksudnya, kalau akan
ada ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.
j. Mengetahui Hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan
mendorong siswa untuk lebih giat belajar.semakin mengetahui bahwa grafik
hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar,
dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
k. Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau diberikan secara
tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus
memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.
l. Hastrat Untuk Belajar
Hastrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan untuk belajar. Hal ini akan
lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud.
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi
untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
m. Minat
Motivasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan minat, sebab motivasi
muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat
merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar akan berjalan lancar kalau
disertai dengan minat. Minat dapat dibangkitkan dengan cara-cara sebagai
berikut: 1) membangkitkan adanya suatu kebutuhan, 2) menghubungkan
dengan persoalan pengalaman yang lampau, 3) memberi kesempatan untuk
mendapatkan hasil yang baik, 4) menggunakan berbagai macam bentuk
mengajar

2.1.5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang. Untuk
mengembangkan motivasi yang baik bagi siswa itu, berbagai usaha dapat
dilakukan dengan baik oleh lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga,

35
karena itu motivasi tidak terlahir dengan sendirinya akan tetapi dapat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (sosial) dan faktor individu sendiri.
Faktor internal yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri terdiri atas:
a). faktor fisiologis, yang terdiri atas keadaan jasmani dan tonus (tegangan otot)
yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran,
misalnya: nutrisi, penyakit, keadaan jasmani, cacat fisik, kesehatan dan keadaan
fungsi-fungsi jasmani yang terkait dengan panca indera, b). faktor psikologi yang
terdiri atas; intelegensi, bakat, minat dan motivasi, sikap dan sifat siswa,
kepribadian siswa, pembiasaan belajar serta latihan kesiapan belajar.
Faktor eksternal berasal dari luar siswa terdiri atas dua macam, yakni:
faktor sosial dan faktor non sosial, a). Lingkungan sosial di sekolah meliputi
antara lain: peran para guru, staf administrasi, teman-teman sekelas, sedangkan
lingkungan sosial dalam keluarga meliputi: orang tua, tetangga, masyarakat
disekitar lingkungan, teman-teman sepermainan serta suasana rumah. b)
lingkungan non sosial meliputi: gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat
tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat- alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa, sebab faktor-faktor tersebut dipandang dapat
menentukan tingkat keberhasilan siswa.(Abu Ahmadi, 2009:142-143). Motivasi
dapat dipengaruhi oleh lima faktor di bawah ini, yaitu:
a) Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita yang ingin dicapai siswa akan mampu mengarahkan belajar dan
memperkuat semangat belajar. Tercapainya suatu cita-cita dapat diwujudkan
dengan keinginan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik.
b) Kemampuan siswa
Kemampuan siswa untuk mempelajari sesuatu akan semakin terdorong
dengan adanya keinginan yang dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan.
Karena suatu keberhasilan yang dapat dicapai dengan kemampuan maka akan
dapat memuaskan dan menyenangkan hatinya.
c) Kondisi siswa

36
Kondisi jasmani dan rohani dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa,
ketika seorang siswa dalam keadaan sakit, lapar, marah, sedih maka hal
tersebut dapat mengganggu perhatian dan keinginan untuk belajar.
d) Kondisi lingkungan siswa
Kondisi lingkungan siswa dapat meliputi lingkungan fisik seperti keadaan
alam, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan sosial seperti pergaulan
dengan guru, pergaulan dengan teman kelas dan sebagainya. Pergaulan antar
masyarakat damai, kampus sekolah yang indah, maka dapat memperkuat
motivasi belajar siswa sebaliknya jika terjadi bencana alam, tempat tinggal
yang kumuh, ancaman teman dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa.
Semangat yang tinggi atau motivasi belajar yang kuat dapat didukung dengan
adanya lingkungan yang aman, tentram, tertib dan indah.
e) Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Suatu unsur yang dinamis merupakan unsur yang berkembang dalam
mengikuti zaman untuk membangkitkan keinginan dalam belajar. Majalah,
surat kabar, radio, internet dan televisi adalah bagian yang paling
berpengaruh dalam media belajar dan pembelajaran. Keberadaan lingkungan
budaya seperti yang telah diungkapkan diatas maka dapat mendinamiskan dan
menumbuhkan semangat baru dalam belajar.
f) Upaya guru dalam pembelajaran siswa
Upaya guru dalam pembelajaran siswa dapat terjadi di dalam sekolah dan di
luar sekolah. Hal ini dapat diberlakukan oleh guru bagi siswa yang ingin
memilih perilaku teladan, diantaranya: 1) pemahaman tentang diri siswa dalam
rangka kewajiban tata tertib, 2) Pemanfaatan penguatan berupa reward dan
punishment secara tepat, 3) mendidik cinta belajar. (JJ Hasibuan dan Mudjiono ,
2012:58)

2.1.5.6 Dimensi dan Indikator Motivasi Belajar


Dari uraian-uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dimensi
dan indikator motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis dari dalam (intern)
dan dari luar individu (ekstren) yaitu berupa durasi kegiatan (berapa lama

37
kemampuan penggunaan waktunya untuk melakukan kegiatan), frekuensi
kegiatannya (berapa sering kegiatan dilakukan dalam periode waktu terentu),
presistensinya (ketetapan dan kelekatannya pada waktu tertentu), ketabahan,
keuletan dan kemampuan dalam menghadapi rintangan dan kesulitan untuk
mencapai tujuan, deposi (pengabdian) dan pengorbanan untuk mencapai tujuan,
tingkat aspirasinya yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan, tingkat
kualifikasi dan prestasi/produk/out put yang dicapai dari kegiatan. Arah sikap
terhadap sasaran kegiatan dan, dan untuk lebih jelasnya lihat tabel berikut ini :
Tabel.2.3
Dimensi dan Indikator Motivasi belajar

Dimensi Indikator

1. Durasi kegiatan Meliputi


a. Kosentrasi dalam memgikuti mata
pelajaran PAI
b. Antusias dalam mengikuti pelajaran
2. Frekuensi kegiatan Meliputi :
a. Sering hadir setiap pelajaran
b. Tidaknya hadir dalam mata pelajaran
PAI
3. Presistensi Meliputi :
a. Antusias yang tinggi dalam mengikuti
mata pelajaran PAI
b. Antusias yang rendah dalam mengikuti
pelajaran
4. Ketabahan, keuletan Meliputi :
dan kemampuan a. Selalu menerima setiap materi dan
dalam menghadapi kegiatan mata pelajaran PAI
rintangan dan b. Tidak selalu menerima setiap materi dan
kesulitan mencapai kegiatan mata pelajaran PAI
tujuan

38
5. Devosi (pengorbanan) Meliputi :
a. Mengerjakan tugas
b. Mengerjakan latihan setiap kali
diberikan
6. Tingkat aspirasi Meliputi :
a. Selalu bersemangat mengikuti mata
pelajaran PAI
b. Selalu antusias bersemangat mengikuti
mata pelajaran PAI
7. Tingkat kualifikasi Meliputi :
a. Mencapai nilai KKM mata pelajaran PAI
b. Melebihi standar nilai KKM
8. Arah sikapnya Meliputi :
terhadap sasaran a. Senang,
kegiatan b. gembira dan
c. mimik muka yang antusias dalam
mengikuti mata pelajaran PAI

2.2 Kajian Empiris


1. Penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Lailiyah (2012) dalam penelitian yang
berjudul “Pemberian penguatan (Reinforcement) Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) Siswa di SMPN 18
Malang”.  Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif yang bersifat
deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode
observasi, interview, dokumentasi dan angket. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini adalah bentuk penguatan yangsering diberikan guru dalam
meningkatkan motivasi belajar siswa adalah bentuk penguatan verbal berupa
pujian, penghargaan dan persetujuan, dan bentuk penguatan nonverbal jarang
diberikan kepada siswa. Implementasi pemberian penguatan ini adalah a)
siswa senang belajar PAI setelah diberikan penguatan b) menjadikan siswa
39
aktif di kelas c) dapat menyelesaikan tugas dengan tepat. d) serta keinginan
siswa mendapatkan nilai yang maksimal. Factor pendukung pemberian
penguatan (reinforcement) dalam meningkatkan motivasi belajar PAI, a)
minat siswa dalam belajar PAI. Minat ini bisa muncul karena adanya
kebutuhan, karena itu dikatakan bahwa minat merupakan sarana motivasi
yang pokok atau utama, b) keinginan siswa mempelajari PAI. Hasrat untuk
belajar berarti ada unsur kesenjangan ada maksud dan keinginan untuk
belajar. Keinginan untuk belajar pada diri siswa berarti memang ada motivasi
belajar dalam diri siswa tersebut, sehingga tentu hasilnya akan lebih baik, c)
fasilitas yang lengkap, d) perhatian orang tua. Sedangkan factor penghambat
dari pemberian penguatan (reinforcement) adalah a) masih adanya siswa yang
belum mempraktekkan pelajaran PAI dalam kehidupan sehari-hari, b) metode
yang digunakan guru PAI kurang bervariasi, c) kurang adanya program
kompetisi PAI di sekolah. kompetensi dapat dijadikan serta sarana motivasi
untuk mendorong belajar siswa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Hendita Rifki Alfiansyah (2015) dalam
skripsinya yang berjudul “Pengaruh Partisipasi Orang Tua Terhadap Motivasi
Belajar Siswa Kelas Iv Sekolah Dasar Se- Gugus III Kecamatan Panjatan
Kabupaten Kulon Progo Tahun 2015”. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan jenis penelitian expost facto. Populasi pada penelitian ini
berjumlah 136 siswa. Metode pengumpulan data menggunakan angket.
Angket digunakan untuk mengukur masing-masing variabel partisipasi orang
tua dan motivasi belajar. Instrumen yang diberikan, sebelumnya dilakukan
pengujian validitas dan reliabilitas sebesar 0,875 untuk angket partisipasi
orangtua dan 9,10 untuk angket motivasi belajar. Teknik analisis data
menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
partisipasi yang diberikan orang tua tinggi sebesar 14,70% dengan responden
20 siswa, sedang sebesar 67,76% dengan responden 92 siswa, dan rendah
sebesar 17,64% dengan responden 24 siswa. Pengaruh partisipasi orang tua
terhadap motivasi belajar memberikan sumbangan sebesar 39,7% dengan t =
9,386 dan nilai signifikansi 0,000, sedangkan sumbangan sebesar 60,3%
40
dipengaruhi variabel lain di luar penelitian ini. Dari hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara partisipasi orang tua
terhadap motivasi belajar siswa kelas IV SD se-Gugus III, Kecamatan
Panjatan, Kabupaten Kulon Progo tahun 2015.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Bagja Sulfemi (2018) dalam
penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Disiplin Ibadah Sholat, Lingkungan
Sekolah, Dan Intelegensi Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam”. Metode penelitian yang digunakan
adalah survey dengan analisis korelasi dan regresi. Populasi dari penelitian ini
adalah peserta didik SMA Negeri ke-Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor
sedangkan sampel berukuran 60 orang peserta didik yang dipilih secara
random. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner dan
dokumentasi. Analisa data menggunakan statistik deskriptif, korelasi ganda
Pearson, koefisien determinan dan analisis regresi. Uji statsitik dipergunakan
uji-t dan uji-F. Hasil analisis disiplin ibadah sholat, lingkungan sekolah dan
intelegensi, terhadap hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI
diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,865 dan koefisien determinasi sebesar
73,67%, serta persamaan garis regresi = -43,84+0,335 X1+0,283 X2+0,417
X3. Melalui analisa pengujian diperoleh bahwa koefisen korelasi dan
koefisien regresi tersebut sangat signifikan. Hal tersebut membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan sangat signifikan antara disiplin ibadah
sholat, lingkungan sekolah dan intelegensi, terhadap hasil belajar peserta
didik Mata Pelajaran PAI.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Ebit Shaputra, mahasiswa Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar Tahun 2015 tentang pengaruh reinforcement
terhadap kedisiplinan belajar peserta didik di MAN 2 Model Makassar
diketahui bahwa terdapat pengaruh reinforcement terhadap kedisiplinan
belajar berdasarkan hasil pengumpulan data dan pengolahan data
menggunakan analisis statistic inferensial, reinforcement terhadap
kedisiplinan belajar peserta didik di MAN 2 Model Makassar tergolong tinggi
karena termasuk dalam interval 49-55 yakni 49, artinya reinforcement
41
termasuk kualitas tinggi untuk mempengaruhi kedisipilinan belajar sedangkan
kedisiplinan belajar tergolong tinggi karena termasuk dalam interval 44-47
yakni 45.hal ini berarti rata-rata kedisiplinan belajar peserta didik kualitas
tinggi. Adapun hasil analisis dalam pengujian statistik inferensial yaitu uji t
diperoleh hasil uji hipotesis bahwa = 21,24 dan = 1,998. > ( 21,42 > 1,998)
maka di tolak diterima.
5. Penelitian yang dilakukan oleh lina Rifda Naufalin, mahasiswa Universitas
Sebelas Maret Surakarta 2010 tentang pengaruh pemberian penguatan
terhadap prestasi belajar mata diklat, membuat dokumen siswa kelas XI
program keahlian administrasi perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta
diketahui bahwa ada pengaruh yang signitifikan pemberian penguatan
terhadap prestasi belajar mata diklat Membuat Dokumen siswa keles XI
program keahlian administarsi perkantoran SMK Negeri 1 Surakarta Tahun
Ajaran 2009/2010. Hal ini ditunjukkan dengan harga r hitung lebih besar dari
r tabel atau 0.475>0.316 pada taraf signitifikasi 5%.
6. Penelitian yang dilakukan Nur Asmih (2016) yang berjudul “Pengaruh
pembelajaran Reinforcement terhadap peningkatan minat dan belajar dan
hasil belajar peserta didik di MAN 1 Sinjai utara kabupaten sinjai “ jenis
penelitian adalah penelitian kuantitatif populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh peserta didik di Madrasah Aliyah Negeri 1 Sinjai yang berjumlah 524
orang sedangkan sampelnya adalah kelas X sebanyak 197 orang teknik
sampling yang digunakan proportionate statifide random sampling
berdasarkan kesimpulannya bahwa pembelajaran Reinforcement dinilai
berpengaruh terhadap minat belajar dan hasil belajar peserta didik.

Penelitian-penelitian diatas dapat dijadikan sebagai perbandingan dengan


penelitian penulis. Adapun persamaan perbedaan dalam hal penelitiannya baik
secara kualitatif ataupun kuantitatif , lebih jelasnya ditampilkan dalam bentuk
tabel berikut,
Tabel 2.1. Perbedaan Yang Diteliti Dan Yang Akan Diteliti

42
No Peneliti Pendekatan Metode Instrumen Variabel
Penelitian Penelitian
Lailatul Kualitatif Deskriptif metode penguatan
Lailiyah observasi, (reinforcement)
(2012) interview, factor
dokumentasi penghambat,
1
dan angket Meningkatkan
Peningkatan
Motivasi
Belajar
Hendita Kuantitatif Deskriptif Wawancara, tingkat
Rifki Dokumentasi, partisipasi
Alfiansyah Angket motivasi yang
2 (2015) diberikan
orang tua,

3 Wahyu Kuantitatif korelasi Kuesioner dan peserta didik


Bagja dan regresi dokumentasi. SMA Negeri
Sulfemi Analisa data ke-Kecamatan
(2018) menggunakan Pamijahan
statistic Kabupaten
deskriptif Bogor
4 Ebit Kualitatif analisis metode peserta didik di
Shaputra statistic observasi, MAN 2
2015 inferensial interview,
dokumentasi
dan angket
5 Rifda Kualitatif Deskriptif Wawancara, siswa keles XI
Naufalin Dokumentasi, program
(2010) Angket keahlian
43
administarsi
perkantoran
SMK Negeri 1
Surakarta
6 Nur Asmih Kuantitatif Deskriptif Wawancara, peserta didik di
(2016) Dokumentasi, Madrasah
Angket Aliyah Negeri
1 Sinjai
7 Lilis Kuantitatif Deskriptif metode Siswa Sekolah
Kurnia observasi, Dasar Negeri

interview, Di Kecamatan
Cijambe
dokumentasi
Kabupaten
dan angket
Subang

2.3 Kerangka Pemikiran


1. Pengaruh manajemen penguatan guru terhadap motivasi belajar
siswa
Motivasi merupakan salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar.
Segala fasilitas belajar yang lengkap dengan harapan supaya siswa dapat
masuk sekolah dan belajar dengan penuh semangat. Tetapi semua itu akan
sia-sia, jika siswa tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Uno
(2013: 29-37) semua anak memiliki motivasi, namun tidak semua anak
termotivasi untuk bertinglah laku baik. Sebagian motivasi timbul dari diri
siswa, dan sebagian lagi timbul dari luar. Motivasi internal dan eksternal
bekerja besama-sama untuk membuat siswa menjadi orang yang
bertanggung jawab. Motivasi dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak baik dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik) maupun dari luar
siswa (motivasi ektrinsik). Dan daya penggerak itulah yang dapat

44
menimbulkan kegiatan belajar mengajar itu sendiri sehingga tujuan yang
dikehendaki dapat tercapai. Apabila mengharapkan motivasi selalu muncul
atau datang dalam diri seseorang merupakan hal yang tidak mungkin, hal
ini dikarenakan tingkat motivasi seseorang cenderung berubah-ubah.
Selain itu banyak hal yang harus dipelajari oleh siswa setiap hari di
sekolah. Pada dasarnya kegiatan belajar mengajar tidaklah selalu menarik,
belum lagi banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari. Oleh karena
itu perlu adanya penguatan salah satunya yaitu penguatan verbal dari guru
dalam pembelajaran. Ada banyak upaya yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, penguatan verbal
merupakan unsur yang paling penting dalam proses pembelajaran. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Uno (2013: 34) yang menyatakan bahwa
salah satu teknik motivasi dalam pembelajaran yaitu dengan pernyataan
penghargaan secara verbal. Pernyataan verbal yang dilakukan dengan baik
terhadap perilaku siswa merupakan cara paling mudah dan efektif untuk
meningkatkan motivasi belajar siswa. Beberapa uraian tentang penguatan
verbal dan motivasi di atas, bahwa hubungan penguatan verbal dengan
motivasi merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika motivasi
sebagai ”penggerak” memiliki peranan yang sangat penting dalam
kegiatan belajar mengajar, maka penguatan verbal adalah unsur yang tidak
kalah pentingnya. Penguatan verbal adalah bagian dari motivasi, artinya
penguatan verbal merupakan salah satu atau bentuk dalam menumbuhkan
motivasi belajar siswa. Sedangkan motivasi sendiri dikatakan sebagai hasil
dari penguatan verbal. Jadi hubungan antara penguatan verbal dengan
motivasi belajar dapat dikatakan sebagai hubungan yang membutuhkan
dan saling mengisi antara yang satu dengan yang lain, terjadi proses
memberi dan menerima antara keduanya.
2. Pengaruh bimbingan orang tua terhadap motivasi belajar siswa
Adanya perhatian yang baik dari orang tua terhadap anaknya akan dapat
memicu siswa untuk lebh giat belajar. Hal ini sesuai yang dikemukakan
oleh Dimyati dan Mudjiono (2013: 80) mengungkapkan bahwa motivasi
45
dapat dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakan dan
mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Belajar sangat
diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan. menjadi optimal, kalau
ada motivasi. Semakin tepat motivasi yang diberikan, akan semakin
berhasil pula pelajaran itu. Motivasi akan senantiasa menentukan usaha
belajar bagi para siswa. Dengan demikian, apabila orang tua memberikan
perhatiannya dengan baik kepada anaknya, maka anakpun akan
termotivasi untuk melakukan hal-hal yang lebih baik seperti halnya
dengan belajar.
3. Pengaruh disiplin beribadah terhadap motivasi belajar siswa
Kedisiplinan adalah suatu latihan batin yang tercermin dalam tingkah laku
yang bertujuan agar selalu patuh dan taat pada peraturan. Disiplin
mengalami perkembangan makna dalam berbagai pengertian. Pertama,
disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau tunduk
kepada pengawas, dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai latihan yang
bertujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib. Disiplin bisa
diartikan kepatuhan terhadap norma yang disepakati didalam suatu system,
walaupun masih dimungkinkan adanya suatu perubahan norma. Ibadah
shalat adalah perbuatan yang dilakukan oleh mukallaf, tidak menurut hawa
nafsunya, untuk tunduk dan merendahkan diri pada Allah serta berdoa
memohon kebajikan dan pujian yang terdiri dari perbuatan atau gerakan
dan perkataan atau ucapan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan
salam dan mendatangkan rasa takut kepadaNya, serta menumbuhkan
didalam jiwa rasa keagungan, kebesaranNya dan kesempurnaan
kekuasaanNya. Disiplin beribadah berkaitan dengan 1) ketaatan untuk
beribadah, 2) melaksanakan ibadah yang menjadi tanggung jawabnya dan
4) disiplin ibadah di manapun. Disiplin ibadah juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: (1) Individu itu sendiri dan lingkungannya, (2) pola
asuh dan control yang dilakukan oleh orang tua (pendidik), (3)
pemahaman tentang diri dan motivasi, (4) hubungan sosial dan
pengaruhnya terhadap individu.
46
4. Pengaruh bimbingan orang tua terhadap kedisiplinan beribadah
Keluarga disepakati oleh para pemikir sosial sebagai unit pertama dan
institusi utama dalam masyarakat, yang didalamnya terdapat hubungan
langsung antar anggota keluarga. menurut Hasan Langgulung, didalam
keluarga itulah berkembang individu dan disitulah terbentuknya tahap-
tahap awal pemasyarakatan (sosialization) dan melalui interaksi
dengannya ia memperoleh pengetahuan, keterampilan, minat, nilai- nilai,
emosi, dan sikapnya dalam hidup dan dengan itu ia memperoleh
ketenteraman dan ketenangan. Menurut Abd. Ghani ‘Abd, keluarga adalah
sekolah pertama bagi anak- anak dan melaui celah- celahnya seorang anak
menyerap nilai- nilai dan keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang
ada didalamnya termasuk apa yang dilakukan oleh orang tua mereka.
Selain nasehat yang diberikan secara lisan, setiap orang belajar mengenai
keluarga dari pengalaman masa kecilnya mengamati dan menirukan apa
yang dilakukan oleh orang tuanya. Dari sini bisa dilihat pentingnya peran
orang tua dalam keluarga terutama terhadap anak. Orang tua menjadi
penentu pendidikan bagi anaknya termasuk juga dalam membimbingnya
menjadi pribadi yang taat atau pribadi yang lalai dalam beribadah. Dalam
hal ini peran bimbingan orang tua sangat menentukan (Mantep Miharso,
2004:85)
5. Pengaruh Penguatan guru terhadap kedisiplinan beribadah
Penguatan guru (reinforcement) adalah penguatan yang positif. Merupakan
sebuah motivasi untuk anak dan pemberiannya harus tepat. Dengan
penguatan yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan
mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga
diri. Disiplin merupakan sikap dan perilaku taat dan patuh terhadap nilai-
nilai yang dipercaya atau peratuan yang berlaku. Sehingga penulis dapat
sampaikan dengan pemberian penguatan oleh guru yang tepat terhadap
siswa secara terus menerus salah satunya dalam hal beribadah maka akan
dapat meningkatkan kedisiplinan siswa tersebut dalam beribadah

47
2.4 Paradigma Penelitian
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat digambarkan paradigma
penelitian sebagai berikut:

Penguatan
Guru

Bimbingan Motivasi Belajar


orang tua Siswa

Disiplin
beribadah

Gambar 2.1
Paradigma penelitian

Keterangan:
X1 = Penguatan Guru
X2 = Bimbingan orang tua
X3 = Disiplin beribadah
Y = Motivasi belajar

2.5 Hipotesis
48
Berdasarkan rumusan masalah, kajian teoritis, kerangka berpikir dan
penelitian-penelitian yang relevan di atas, dapat dikemukakan hipotesis penelitian
sebagai jawaban permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan,
sebagai berikut:
1. Manajemen penguatan guru, bimbingan orang tua, dan disiplin beribadah
secara simlutan berpengaru signifikan terhadap motivasi belajar siswa di SD.
Cijambe Kabupaten Subang
2. Manajemen penguatan guru, bimbingan orang tua, dan disiplin beribadah
secara parsial berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa di SD.
Cijambe Kabupaten Subang
a. Manajemen penguatan guru berpengaruh positif terhadap motivasi
belajar siswa di SD. Cijambe Kabupaten Subang
b. Bimbingan orang tua berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa
di SD. Cijambe Kabupaten Subang
c. Disiplin beribadah berpengaruh positif terhadap motivasi belajar siswa di
SD. Cijambe Kabupaten Subang
d. Bimbingan orang tua berpengaruh positif terhadap kedisiplinan beribadah
siswa di SD. Cijambe Kabupaten Subang
e. Penguatan guru berpengaruh positif terhadap kedisiplinan beribadah
siswa di SD. Cijambe Kabupaten Subang

49

Anda mungkin juga menyukai