Abstract
This case report is report a cases of patients with complaints of traumatic ulcer after
wearing removable orthodontic and removable dentures referres to UNJANI's Dental and
Oral Hospital. Traumatic ulcer is the most common ulceration lesion in the soft tissues of
the oral cavity which is characterized by a yellowish area surrounded by erythematous,
but in some cases the ulcer margins can be white due to hyperkeratosis. Appropriate
treatment for traumatic ulcers is to eliminate the etiology of traumatic ulcers and
debridement.
Abstrak
Laporan kasus ini untuk melaporkan kasus pasien dengan keluhan terdapat ulser
traumatik setelah memakai alat ortodontik lepasan dan gigi tiruan lepasan yang datang ke
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan UNJANI. Traumatik ulser merupakan lesi
ulserasi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak rongga mulut yang ditandai dengan
area berwarna kekuningan yang dikelilingi oleh eritematous, namun pada beberapa kasus
tepi ulkus dapat berwarna putih karena adanya hiperkeratosis. Perawatan yang tepat untuk
ulser traumatik ini adalah dengan menghilangkan etiologi dari traumatik ulser dan
debridement.
Kata kunci: traumatik ulser, trauma dental, debridemen
Pendahuluan
Lesi ulserasi oral adalah salah satu keluhan yang paling sering terjadi pada rongga
mulut. Ulser merupakan lesi yang terdapat pada jaringan lunak mukosa mulut yang dapat
disebabkan oleh trauma fisik, termal, kimia dan juga dipicu oleh agen infeksi (bakteri,
virus, dan jamur), penyakit sistemik, obat sitotoksik, gangguan sistem imun, neoplasma,
radioterapi, merokok, alkohol dan alergi. 1-3
Traumatik ulser adalah lesi ulserasi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak
rongga mulut yang ditandai dengan area berwarna kekuningan yang dikelilingi oleh
eritematous, namun pada beberapa kasus tepi ulkus dapat berwarna putih karena adanya
hiperkeratosis. Prevalensi traumatik ulser cukup tinggi dibandingkan lesi-lesi mulut
lainnya. Penelitian yang dilakukan oleh Castellanos, dkk. pada tahun 2003 di Meksiko
terhadap 1000 orang menunjukkan prevalensi traumatik ulser sebesar 40,24%. 4
Traumatik ulser dapat terjadi karena trauma fisik, termal ataupun kimia. Ulser yang
dihasilkan dari cedera traumatis merupakan jenis yang paling umum ditemui dalam
praktek kedokteran gigi. Tergigit secara tidak sengaja saat pengunyahan, gigi yang tajam
atau rusak, tambalan yang kasar, memakai protesa maupun alat ortodonti yang tajam
dapat menyebabkan traumatik ulser.5,6
Pemakaian alat ortodonti merupakan salah satu penyebab terjadinya traumatik ulser.
Bagi mereka yang sedang melakukan perawatan ortodonti timbulnya sariawan bukanlah
hal yang baru. Pemakaian alat ortodonti merupakan penyebab paling umum terjadinya
traumatik ulser. Ketidaknyamanan penggunaan alat, alergi bahan alat ortodonsi,
terjepitnya mukosa, dll dapat memicu timbulnya traumatik ulser. 7 Traumatik Ulser
umumnya dapat sembuh dalam beberapa hari tanpa komplikasi setelah penyebab
traumanya dihilangkan.
Berdasarkan pemakaiannya, alat ortodonti dibedakan menjadi dua yaitu alat lepasan
(removable) dan alat cekat (fixed). Alat cekat adalah alat yang dicekatkan pada gigigeligi
dengan perantara band dan bracket, sehingga tidak dapat dibuka dan dipasang sendiri
oleh pasien. Alat cekat mempunyai konstruksi yang komplek, terdiri dari komponen aktif
lengkung kawat (arch wire), section wire dan auxillaris serta komponen aktif berupa
band, bracket dan tube. Alat lepasan adalah alat yang dipasang dan dibuka sendiri oleh
pasien, dan pada umumnya alat lepasan ini mempunyai konstruksi yang sederhana. Alat
ini terdiri dari plat dasar yang dilengkapi dengan klamer, komponen aktif berupa spring,
lengkung labial, dan sekrup.7
Alat ortodonti lepasan dipilih oleh sebagian orang karena memiliki kelebihan seperti
harganya yang lebih murah dibandingkan alat yang cekat, alat mudah dilepas sendiri oleh
pasien sehingga mudah dibersihkan, tidak memberikan tekanan yang besar didalam
rongga mulut dan pengaplikasiannya mudah.7 Lesi mukosa oral adalah salah satu resiko
intra-oral dari pemakaian alat ortodonti (Baricevic, 2011), dan dari hasil penelitian di
RSGM-P AMC Yogyakarta menunjukkan hasil prevalensi traumatik ulser pemakai alat
ortodonsi lepasan adalah sebanyak 17,6%. 7 Selama perawatan ortodonti, baik jaringan
intra oral dan ekstra oral berisiko mengalami kerusakan. Laserasi pada gingiva dan
mukosa mulut dapat menimbulkan ulserasi. Gerakan dari otot pipi dan lidah yang
berlebihan dapat juga memicu terjadinya traumatik ulser, oleh karena itu dokter harus
menilai dan memantau setiap aspek prosedur ortodonti selama dan setelah pengobatan
untuk mencapai hasil akhir yang sukses.8
Selain karena pemakaian alat ortodonti, pemakaian gigi tiruan lepasan juga dapat
menyebabkan timbulnya traumatik ulser. Sama seperti pemakaian alat ortodonsi yang
dapat menyebabkan ketidaknyamanan dalam penggunaannya, alergi teradap bahan,
terjepitnya mukosa, dan kemungkinan plat yang tidak sesuai standardapatt memicu
timbulnya traumatik ulser.7,9 Traumatik Ulser umumnya dapat sembuh dalam beberapa
hari tanpa komplikasi setelah penyebab traumanya dihilangkan. Gigi tiruan dapat
dibedakan menurut bahan basisnya yang biasanya dapat berbahan logam dan akrilik. Gigi
tiruan kerangka logam terdiri dari landasan gigi tiruan logam karena bahan logam cukup
kuat, landasan gigi tiruan kerangka logam dapat dibuat lebih tipis dan lebih kecil
sehingga pemakaian akan lebih nyaman. Bahan akrilik merupakan campuran bahan
sejenis plastik, yang manipulasinya mudah, murah, ringan dan bisa diwarnai sesuai
dengan warna gigi dan gusi.9
Gigi tiruan sebagian lepasan dapat menyebabkan trauma pada jaringan keras maupun
lunak di bawah gigi tiruan. Pemakaian gigi tiruan dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan mukosa yang menerima beban berat mengunyah, terutama bila pasien
memiliki kebiasaan clenching.9,10 Terdapat penelitian yang menyebutkan infeksi jamur
candida sebagai unsur yang menunjang timbulnya perubahan patologis yang berkaitan
dengan pemakaian gigi tiruan. Beberapa hal lain yang menunjang timbulnya perubahan
patologis yaitu perubahan nyata dalam kestabilan lingkungan di dalam mulut, traumatik
dan infektif atau keduanya akan meningkatkan resiko berkembangnya proses patologis. 9,10
Lesi traumatik merupakan suatu bentuk perubahan yang bersifat patologis akibat
pemakaian gigi tiruan di dalam rongga mulut yang ditandai dengan adanya ulkus tunggal
pada mukosa dibawah plat gigi tiruan lengkap ataupun gigi tiruan sebagaian lepasan baik
pada rahang atas maupun rahang bawah.10
Makalah laporan kasus ini membahas perawatan emergensi pada dua kasus
traumatik ulser et causa alat ortodonti dan gigi tiruan sebagian lepasan di Rumah Saki
Gigi dan Mulut Pendidikan Kedokteran Gigi UNJANI.
Laporan Kasus
Kasus 1
Pasien wanita 19 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
Universitas Jenderal Achmad Yani untuk dijadwalkan melakukan aktivasi alat ortodontik
lepasan pasca dilakukan insersi alat tersebut selamat 1 minggu. Pasien mengeluhkan
setelah memakai alat tersebut selama 5 hari timbul sariawan pada daerah dalam rahang
bawah kanan dan kiri, sariawan tersebut terasa mengganggu karena terasa sangat perih
dan tidak nyaman ketika memakai alat ortodontik lepasan. Sejak timbul sariawan tersebut
pasien berinisiatif untuk tidak memakai alat ortodontik rahang bawah tersebut terhitung
sudah 2 hari.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tekanan darah normal,
nadi normal, respirasi normal, suhu afebris. Pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan,
pemeriksaan intra oral terdapat ulser dengan diameter 2-3 mm dasar cekung berwarna
putih dengan tepi irreguler dan erytema pada bagian lingual regio gigi 35 dan 46.
Diagnosis dari kasus tersebut adalah traumatik ulser et causa alat orthodonti lepasan a/r
lingual 35 dan 46, dengan diagnosis bandingnya adalah stomatitis aftosa rekuren dan
HSV.
Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pengurangan perluasan landasan
orthodonti lepasan rahang bawah pada bagian lingual 35 dan 46, memberiksan resep
triamnicolonr acetonide, dan memberikan KIE kepada pasien untuk diet lunak, tidak
memakai alat orthodonti lepasan rahang bawah sampai lesi sembuh serta melakukan
kontrol 1 minggu paska perawatan.
Penatalaksanaan dari kasus adalah melakukan tindakan aseptik dan antiseptik
meggunakan povidone iodine, membersihkan dengan NaCl 0,9% dan dikeringkan
menggunakan cotton pelet. Mengaplikasikan triamnicolone acetonide pada ulser setelah
dipastikan sudah kering. Penatalaksaan pada ulser telah selesai dilanjutkan dengan
mengurangi perluasan landasan orthodonti lepasan pada daerah lingual 35 dan 46
menggunakan bur batu.
Gambar 1. Traumatik ulser et causa orthodonti lepasan a/r lingual 35 dan 46
Setelah dilakukan terapi pada traumatik ulser pasien diberikan intruksi untuk kontrol
1 minggu kemudian, diketahui lesi pada daerah tersebut sudah mengalami perbaikan dan
sudah tidak menimbulkan rasa sakit. Namun pada lesi tersebut masih terlihat daerah
kemerahan.
Kasus 2
Pasien wanita 32 tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan
Universitas Jenderal Achmad Yani dengan keluhan terdapat sariawan dibawah gigi
palsunya. Pasien mengeluhkan setelah memakai alat tersebut sering timbul sariawan di
bagian bawah gigi tiruannya, sariawan tersebut terasa mengganggu karena terasa sangat
perih dan tidak nyaman ketika memakai gigi tiruan tersebut. Diketahui bahwa gigi tiruan
tersebut dipasang oleh tukang gigi dan pernah patah sebelumnya. Sejak timbul sariawan
tersebut pasien berinisiatif untuk tidak memakai gigi tiruan rahang bawah tersebut
terhitung sudah 3 hari.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tekanan darah normal,
nadi normal, respirasi normal, suhu afebris. Pemeriksaan ekstra oral tidak ada kelainan,
pemeriksaan intra oral terdapat ulser dengan diameter 1-2mm dasar cekung berwarna
putih dengan tepi irreguler dan erytema pada bagian labial regio gigi 41-42. Diagnosis
dari kasus tersebut adalah Traumatik ulser et causa gigi tiruan sebagian lepasan a/r labial
41-42, dengan diagnosis bandingnya adalah stomatitis aftosa rekuren dan HSV.
Tindakan yang dilakukan adalah melakukan pengurangan plat bagian dalam dan
bagian sayap plat yang tajam, memberiksan resep triamnicolon acetonide, dan
memberikan KIE kepada pasien untuk mengganti gigi tiruan tersebut secepatnya, diet
lunak, dan tidak memakai gigi tiruan lepasan rahang bawah sampai lesi sembuh serta
melakukan kontrol 1 minggu paska perawatan.
Penatalaksanaan dari kasus adalah melakukan tindakan aseptik dan antiseptik
meggunakan povidone iodine, membersihkan dengan NaCl 0,9% dan dikeringkan
menggunakan cotton pelet. Mengaplikasikan triamnicolone acetonide pada ulser setelah
dipastikan sudah kering. Penatalaksaan pada ulser telah selesai dilanjutkan dengan
mengurangi perluasan landasan gigi tiruan lepasan pada daerah labial regio 41-42 dengan
menggunakan bur batu.
Gambar 3. Traumatik ulser et causa gigi tiruan sebagian lepasan a/r labial 41 dan 42
Setelah dilakukan terapi pada traumatik ulser pasien diberikan intruksi untuk kontrol
1 minggu kemudian, diketahui lesi pada daerah tersebut sudah mengalami perbaikan dan
sudah tidak menimbulkan rasa sakit. Dan sudah tidak ada gambaran kemerahan pada
labial regio 41-42.
Gambar 4. Gambaran traumatik ulser paska kontrol 1 minggu
Diskusi
Traumatik ulser adalah lesi yang paling sering terjadi pada jaringan lunak rongga
mulut. Traumatik ulser dapat terjadi karena trauma fisik, termal ataupun kimia, dan
sumber trauma biasanya terlihat jelas di dekat lesi. 9 Traumatik ulser dapat disebabkan
oleh gigi yang tajam atau rusak, tambalan yang kasar, instrumen dental, tergigit, iritasi
gigi tiruan, benda asing yang tajam, maupun alat ortodonti cekat maupun lepasan. Rata–
rata traumatik ulser terjadi karena hasil dari trauma yang tidak terduga dan umumnya
muncul di daerah yang berhadapan dengan gigi seperti pada bibir, lidah, dan mukosa
bukal.5,10
Ulserasi yang terjadi karena trauma merupakan penyebab yang paling umum terjadi
pada rongga mulut. Tekanan dari alat ortodonti, permukaan basis ortodonti yang kasar,
cengkeraman tepi-tepi protesa alat ortodonti yang tidak pas, adalah penyebab terjadinya
traumatik ulser pada pemakai alat ortodonti lepasan. Traumatik ulser memiliki gambaran
berupa ulkus tunggal dengan bentuk yang tidak teratur. Pada penelitian yang dilakukan di
RSGMP AMC Yogyakarta didapatkan hasil bahwa pemakai alat ortodonti lepasan
mengalami traumatik ulser sebanyak 17,6%, dimana hasilnya lebih tinggi daripada
penelitian sebelumnya yang menyebutkan sebanyak 8,9%.
Hal ini terjadi akibat banyak faktor yang memicu terjadinya traumatik ulser. Faktor
yang berperan dalam terjadinya terjadinya traumatik ulser antara lain tekanan dari alat
ortodonti, permukaan basis ortodonti yang kasar, cengkeraman tepi-tepi landasan alat
ortodonti yang tidak pas, pergantian plat, penambahan spring, kebiasaan buruk, serta
faktor lain yang terkait dengan terjadinya traumatik ulser. Tekanan yang
berlebihan pada alat ortodonti dapat menyebabkan alat menjadi sesak, sehingga sulit
untuk memakai dan melepas alat ortodonti akibatnya gesekan alat dan jaringan
periodontal dapat menyebabkan trauma pada jaringan periodontal pasien. Hal ini sesuai
dengan pendapat Teodora PC, dkk (2012) yang mengatakan pemberian kekuatan yang
berlebih pada alat ortodonti dapat menimbulkan resorbsi akar dan trauma pada jaringan
periodontal. Untuk itu pemberian tekanan pada alat ortodonti harus sesuai dengan status
kesehatan jaringan mulut tiap pasien. Penggunaan resin akrilik sebagai basis alat
ortodonti lepasan sering dihubungkan dengan terjadinya traumatik ulser. Hal ini terjadi
karena plat yang kasar, tepi-tepi plat yang tidak pas dan tajam membuat perlukaan pada
jaringan periodontal meningkat.
Lesi traumatik yang terdapat karena pemakaian gigi tiruan disebabkan adanya
tekanan yang tidak merata pada mukosa mulut dan permukaan plat yang kasar dan tajam.
Terjadinya lesi traumatik tergantung pada seberapa rentan mukosa mulut seseorang dan
seberapa baik komponen alat yang digunakan. 10 Pada kasus ini, plat akrilik pada gigi
tiruan tidak memenuhi kriteria untuk retensi dan stabilisasi, dimana gigi tiruan tersebut
didapatkan pasien di tukang gigi karena mengganggu penampilan saat giginya hilang.
Kemungkinan plat landasan gigi tiruan tersebut tidak adaptasi dengan mukosa sekitar
sehingga terjadi perubahan pada sel epitel mukosa yang menyebabkan gigi tiruan tersebut
tidak nyaman ketika dipakai kembali pada waktu yang lama. Menurut penelitian, saat
terjadi gesekan antara komponen GTSL dengan mukosa mulut akan terjadi perubahan sel
epitel mukosa. Perubahan tersebut merupakan bagian dari proses penyesuaian mukosa
dengan alat.11 Berdasarkan hasil penelitian Mayvira tentang prevalensi dan distribusi lesi-
lesi mukosa mulut pada manusia lanjut usia pengguna gigi tiruan di panti jompo Abdi
Darma Asih Binjai Sumatera Utara yang menyatakan bahwa terdapat 97% lansia terdapat
lesi mukosa.12
Ulkus pada rongga mulut yang diakibatkan trauma penatalaksannannya adalah
menghilangkan penyebab trauma tersebut, menggunakan obat kumur, mengkonsumsi
makanan yang halus dan lunak, aplikasi kortikosteroid atau anestesi topikal, dan menjaga
kebersihan rongga mulut. Aplikasi topikal didapati lebih efektif dibanding obat kumur
dilihat dari proses penyembuhan dan pengurangan rasa sakit. 13
Perawatan rongga mulut yang dilakukan adalah apabila terdapat gigi yang runcing
maka diratakan, debridement ulkus, aplikasi alloclair. Fungsi debridemen adalah
menghilangkan jaringan yang nekrotik, membersihkan luka dari debris atau kotoran.
Pasien diberikan alloclair yang berfungsi covering agent yaitu membentuk lapisan
pelindung diatas ulkus, melindunggi ujung saraf yang terkena, antiinflamasi. Komposisi
alloclair yang mengandung aloe vera berfungsi antiinflamasi dan mempercepat proses
penyembuhan luka.13
Penanganan lesi traumatik ditujukan untuk mempercepat sembuhnya lesi,
mengurangi rasa sakit, dan mencegah terjadinya infeksi. 14 Subjek penelitian paling
banyak menggunakan obat topikal yaitu 73,3% sedangkan persentase penggunaan obat
minum sangat kecil. Hal ini serupa dengan yang dikutip dari Gupta dkk.dimana obat yang
paling banyak digunakan untuk mengobati ulserasi pada mulut yaitu topikal steroid
(45%) sedangkan yang paling sedikit yaitu pemakaian antibiotik dan analgesik (19%). 15
Kesimpulan
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa traumatik ulser
merupakan lesi ulserasi yang paling sering terjadi didalam rongga mulut. Salah satu
penyebab dari traumatik ulser adalah trauma mekanis dari alat ortodonti lepasan dan gigi
tiruan yang dipengaruhi dari perluasan landasan akrilik lepasan yang terlalu panjang,
kasar, dan tepi-tepi plat yang tidak pas sehingga menimbulkan ulser pada daerah mukosa.
Dokter gigi perlu memperhatikan alat ortodonti yang akan di insersikan kepada
pasien, dimana alat tersebut jangan sampai menciderai pasien. Pasien juga perlu
memperhatikan aspek kedepannya dengan memilih plat gigi tiruan yang baik dan
dibawah pengawasan dokter. Tidak ada perluasan landasan yang berlebih, tidak ada
bagian yang tajam dan kasar serta tidak adanya mukosa yang terjepit. Dokter gigi harus
menilai dan memantau setiap aspek prosedur ortodonti dan pemakaian gigi tiruan selama
dan setelah pengobatan untuk mencapai hasil akhir yang sukses.
Daftar Pustaka
1. Duarte CM, Quirino MR, Patrocinio MC, Anbinder AL. Effects of Chamomilla recutita (L.) on oral
wound healing in rats. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2011; 16(6): e716-21.
2. Turker SB, Sener ID, Kocak A, Yilmaz S, Ozkan YK. Factors triggering the oral mucosal lesions
by complete dentures. Arch Gerontol Geriatr 2010; 51(1): 100-4.
3. Scully C, Shotts R. Mouth ulcers and other causes of orofacial soreness and pain. Western Journal
of Medicine 2001;174(6): 421-24.
4. Castellanos JL, Guzman LD, Guanajuato. Lesions of the oral mucosa: An epidemiological study of
23785 Mexican patients. Mosby 2008; 79-85.
5. Anura A. Traumatic oral mucosal lesions: A mini review and clinical update. OHDM
2014;13(2):254-9.
6. Langkir A, Pangemanan DHC, Mintjelungan CN. Gambaran lesi traumatik mukosa mulut pada
lansia pengguna gigi tiruan sebagian lepasan di Panti Werda Kabupaten Minahasa. Jurnal e-GiGi
2015;3(1):1-8.
7. Kunsputri FA, suhartiningtyas D. Prevalensi stomatitis traumatik pemakai alat ortodonti lepasan
(kajian di rumah sakit gigi dan mulut pendidikan asri medical center yogyakarta). 2013; 2(1); 57-
62.
8. Mainali A. Occurrence of oral ulcerations in patients undergoing orthodontic treatment: A
comparative study. Orthodontic Journal of Nepal 2013,3(2):32-5.
9. Shintaningrum L. Prevalensi traumatik ulser pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Jember yang menjalani perawatan ortodontik cekat. Skripsi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Jember. 2013:7-8. http://www.repository.unej.ac.id/handle/123456789/2159 (4
September 2015)
10. Shah A, Ahmad TJ. Oral Mucosal Lesion in Complete Denture Wearers. Journal of Pakistan
Association of Dermatologist 2011; 21(3): 170-3
11. Kristiana D, Niani A, Gunudi A. Tingkatan Kepuasan Pasien Gigitiruan Sebagaian Lepasan Di
Rumah Sakit Gigi Dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. Jurnal kedokteran gigi
Unej 2011; 8(2): 108- 13.
12. Langlais R, Miller C. Atlas Berwarna: kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta: Hipokrates.
2007. p. 40-2.
13. Zain RB, Ikeda N, Razak IA, Axell T, Majid ZA, Gupta PC, Yacoob M. A national epidemiological
survey of oral mucosal lesion in malaysia. Community oral Dent Epidemiologi 1997; 25: 379
14. Gupta L, Chandavarkar V, Galgali SR, Mishra M. Clorhexidine, a medicine for all the oral diseases.
GJMEDPH [serial online] 2012 [cited 2013 Oct 6]; 1(2): 43-8.
15. Mostafa AAE, Ibrahem AEM. Management of aphthous ulceration with topical quercetin. CDJ
[serial online] 2009 [cited 2013 Oct 6]; 25(1): 9-15 Available from: URL:
http://dentistry.cu.edu.eg/Files/CDJ/20 09/January%202009/9-15-2.pdf