Anda di halaman 1dari 7

KEJANG NEONATUS

A. Definisi
Secara umum kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan
sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan
listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden. 2002).
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi
motorik maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak
(Departemen Kesehatan RI. 2008)
Kejang adalah suatu manifestasi klinis sebagai akibat dari cetusan yang
berlebihan dan abnormal dari sel-sel neuron di otak. Manifestasi klinis dapat berupa
fenomena abnormal yang sementara dan mendadak, antara lain berupa gangguan
kesadaran, motorik, sensorik, otonom, ataupun psikis. (Hill A. 2000)
Kejang merupakan keadaan darurat atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya
bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari.
Selain itu kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau lebih
dan memiliki efek jangka panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan
belajar dangangguan daya ingat. Aktivitas kejang yang terjadi pada waktu diferensiasi
neuron, mielinisasi, dan proliferasi glia pada neonatus dianggap sebagai penyebab
kerusakan otak. kejang berulang akan menyebabkan berkurangnya oksigenasi,
ventilasi, dan nutrisi di otak. (Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)
Kejang pada neonatus secara klinis dapat diartikan sebagai perubahan paroksimal
dari fungsi neurologik seperti perubahan perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom
sistem saraf yang terjadi pada bayi berunur sampai dengan 28 hari. (Kosim MS,
Yunanto A, Dewi R, Sarosa G and Usman A. 2008)

B. Tanda dan Gejala Kejang pada Neonatus


1) Tremor
2) Hiperaktif
3) Tiba-tiba menangis melengking
4) Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan kesadaran
5) Gerakan yang tidak menentu (involuntary movements)
6) Nistagmus atau mata mengedip-edip proksismal
7) Gerakan seperti mengunyah dan menelan
Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering kali kejang pada
bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip,
setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berangsur
berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan manifestasi
kejang. (Departemen Kesehatan RI. 2008)
C. Patofisiologi
Neuron di dalan sistem syaraf pusat mengalami depolarisasi sebagai hasil dari
perpindahan natrium ke arah dalam. Repolarisasi terjadi melalui keluarnya kalium.
Kejang terjadi apabila timbul depolarisasi yang berlebihan, sehingga terbentuk
gelombang listrik yang berlebihan. Volpe (2008) menjelaskan 4 kemungkinan alasan
terjadinya depolarisasi berlebihan:
1) Kegagalan dari pompa natrium kalium dikarenakan terganggunya produksi energy
2) Terjadinya kelebihan relatif dari neurotransmiter eksitatorik melawan inhibitorik
3) Adanya kekurangan relatif dari neurotransmiter inhibitorik melawan eksitatorik
4) Perubahan dari membran neuron, menyebabkan inhibisi dari pergerakan
natrium.
Perubahan fisiologis pada saat kejang berupa penurunan kadar glukosa otak
yang tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang
tidak dapat dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak
sangat esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul
dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat. Hal
ini menyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah ke otak naik.

D. Klasifikasi Kejang pada Neonatus


Banyak klasifikasi mengenai kejang pada neonatus, tapi sebagian besar
literatur menggunakan klasifikasi Volpe sebagai acuan. Volpe mengklasifikasikan kejang
sesuai dengan gejala klinisnya, yaitu:
1) Subtle
Merupakan tipe kejang terseringyang terjadi pada bayi kurang bulan. Bentuk
kejang ini hampir tidak terlihat, biasanya berupa pergerakan muka, mulut, atau lidah
berupa menyeringai, terkejat-kejat, mengisap, menguyang, menelan, atau
menguap. Manifestasi kejang subtle pada mata adalah pergerakan bola mata
berkedip-kedip, deviasi bola mata horisontal, dan pergerakan bola mata yang
cepat (nystagmus jerk). Pada anggota gerak didapatkan pergerakan mengayuh atau
seperti berenang. Manifestasi pada pernafasan berbentuk serangan apne yang
biasanyadidahului atau disertai gejala subtle misalnya gerakan kelopak mata yang
berkedip-kedip. Gerakan apne saja terutama pada bayi berat lahir rendah sering
disebabkan oleh mekanisme yang lain. Kadang bentukkejang dapat berupa
hiperapnea atau pernafasan seperti mengorok. Mengetahui gerakan subtle
termasuk serangan kejang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan EEG dengan
kelainan berbentuk aktivias epileptik yang menyebar. (Volpe JJ. 2008)
2) Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase
tonik. Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat trauma fokal pada kontusio
cerebri pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau pada kelainan ensefalopati
metabolik. (Volpe JJ. 2008)
Kejang klonik multifokal adalah bentuk kejang yang sering ddapat pada bayi
baru lahir, terutama pada bayi cukup bulan dengan berat badan lebih dari
2500gram. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih
anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur. Kadang-kadang
karena kejang yang satu dan yang lain sering berkesinambungan, seolah-olah
memberi kesan sebagai kejang umum. Biasanya bentuk kejang ini terdapat
pada gangguan metabolik. (Volpe JJ. 2008)
3) Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal
berat seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu
pergerakan tungkai yang menyerupai sikap deserberasi atau ekstensi tungkai
dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik
yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opisititonus
yang disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau
kernicterus. (Volpe JJ. 2008)
4) Mioklonik
Manifestasi klinisk kejang mioklonik yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi dari lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadi dengan cepat. Gerakan tersebut seperti gerak refleks Moro. Kejang ini
merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat, seperti
pada bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan obat. Gambaran EEG
kejang mioklonik pada bayi baru lahir tidak spesifik. (Volpe JJ. 2008)

E. Etiologi
Menemukan etiologi dari kejang neonatus sangatlah penting. Hal ini berguna
untuk melakukan penanganan secara spesifik dan juga untuk mengetahui prognosis.
Berdasarkan literatur, didapatkan beberapa etiologi dari kejang neonatus yaitu:
1) Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-iskemik dan
merupakan masalah neurologis yang penting pada masa neonatal, dan
menimbulkan gejala sisa neurologis di kemudian hari. Asfiksia intrauterin adalah
penyebab terbanyak ensefalopati hipoksik-iskemik. Hal ini karena terjadi
hipoksemia, kurangnya kadar oksigen ke jaringan otak. Kedua keadaan tersebut
dapat terjadisecara bersama-sama, yang satu dapat lebih dominan tetapi faktor
iskemia merupaka faktor yang paling penting dibandingkan hipoksemia.
(Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)
2) Trauma dan Perdarahan Intrakranial
Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang besar
yang dilahirkan oleh ibu dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi pada
partus lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan kedudukan janin
dalam rahim atau kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri membuka cukup
lebar. Pada bayi berat lahir rendah dengan berat badan <1500 gram biasanya
perdarahan terjadi didahului oleh keadaan asfiksia. Perdarahan intrakranial dapat
terjadi di ruang subarachnoid, subdural, dan intraventrikular atau parenkim otak.
(Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)
3) Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama
persalinan, atau segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi
primer dari ibu seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes.
Selama persalinan atau segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus
herpes simpleks, virus Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat
menyebabkan ensefalitis dan meningitis. (Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)
4) Gangguan metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah
gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam
amino. Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir dengan
kerusakan otak. Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan keadaan
tersering penyebab gangguan metabolik pada bayi baru lahir. Berbagai keadaan
gangguan metabolik yang berhubungan dengan kejang pada neonatus adalah:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi baru lahir adalah bila dalam tiga hari
pertama sesudah lahir, kadar gula darah kurang dari 20mg% pada bayi kurang
bulan atau kurang dari 30mg% pada bayi cukup bulan pada pemeriksaan kadar
gula darah 2 kali berturut-turut, dan kurang dari 40mg% pada bayi berumur
lebih dari 3 hari. Hipoglikemia sering terjadi pada bayi kecil masa
kehamilan, bayi dari ibu penderita diabetes, atau bayi dengan penyakit berat
seperti asfiksia dan sepsis. (Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)
b) Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus.
biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya
hipoglikemia, hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Diagnosis hipokalsemia
adalah bila kadar kalsium dalam darah kurang dari 7 mg%. Hipokalsemia
terjadi pada masa dini dijumpai pada bayi berat lahir rendah, ensefalopati
hipoksik-iskemik, bayi dari ibu dengan diabetes melitus, bayi yang lahir akibat
komplikasi berat terutama karena asfiksia. (Soetomenggolo T and Ismail S.
2000)
5) Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan
hiponatremia ataupun hipernatremia yang kedua-duanya merupakan penyebab
kejang. Hiponatremia dapat terjadi bila ada gangguan sekresi dari anti diuretik
hormon (ADH) yang tidak sempurna. Hal ini sering terjadi bersamaan dengan
meningitis, meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan intrakranial. Hiponatremia
dapat terjadi pada diare akibat pengeluaran natrium berlebuham, kesalahan
pemberian cairan pada bayi, dan akibat pengeluaran keringat berlebihan.
Hipernatremia terjadi bila pemberian natrium bikarbonat berlebihan pada koreksi
asidosis dengan dehidrasi. (Soetomenggolo T and Ismail S. 2000)

F. Penanganan Kejang pada Neonatus


Prinsip utama dalam tata laksana kejang neonatus adalah :
1) Mempertahankan ventilasi dan perfusi yang adekuat
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi terjamin.
Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian yang ketat.
Kepala sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi lambung. Bisa juga
dengan memberikan benda yang dapat digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau
tertutupnya jalan napas.
2) Mencari dan memberikan tata laksana terhadap etiologi kejang sesegera mungkin
3) Tata laksana kejang, dengan mempertimbangkan manfaat pemberantasan kejang
dengan efek samping yang mungkin timbul dari pemberian obat antikonvulsan.
Penanganan awal kejang pada neonatus :
1) Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat pastikan bahwa bayi
tidakkedinginan. Suhu dipertahankan 36,5℃-37℃
2) Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisap lender diseputar mulut,
hidung sampai nasofaring
3) Bila bayi apnea dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagidengan
alatbantu balon dan sungkup, diberikan oksigen dengankecepatan 2 liter/menit
4) Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah perifer
ditangan,kaki, atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibuberpenyakit
diabetesmiletus dilakukan pemasangan infus melaluivena umbilikostis,dengan
larutan Dextrose 10% (2cc/kg IV ).
Kemudian tindakan mengatasi kejang dengan pemberian obat anti kejang/Drugs :
1) Bila infus sudah terpasang di beri obat anti kejang
(a) Diazepam 0,3-0,5mg/kgBB (maksimal 20 mg ) secara IV disuntikkan perlahan
sampai kejang teratasi atau Diazepam rektal (supositoria) 5mg untuk BB<10kg
dan 10mg untuk BB>10kg (Setyo, Handryastuti. 2007.)
(b) Luminal ( Fenobarbital ) 5-10mg/kg bb, dan dapat diulang maksimal 20mg/kg bb
secara IV (Departemen Kesehatan RI. 2008.).
2) Nilai kondisi bayi selama 5 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada.
(c) Bila masih kejang,berikan diazepam dengan dosis dan cara yang sama
(d) Tunggu 5 menit dengan oksigenasi yang adekuat
(e) Bila masih kejang berikan Fenitoin/definilhidantoin dosis 10-15mg/kg BB/kali
(maksimal 200mg)
(f) Tunggu 20 menit
(g) Bila kejang sudah teratasi, rujuk RS untuk dosis rumatan (fenitoin 5-8mg/kg BB
atau fenobarbital 4-5mg/kgBB)
(h) Bila masih kejang rujuk RS untuk perawatan PICU/NICU untuk mendapat dosis
lanjutan (Midazolam 0,2mg/kgBB atau fenobarbital 5-10mg/kg BB)
(i) Dilakukan anamnesis mengenai keadaan bayi untuk mencari faktor penyebab
kejang:
- Apakah kemungkinan bayi dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit DM
- Apakah kemungkinan bayi premature
- Apakah kemungkinan bayi mengalami asfiksia
- Apakah kemungkinan ibu bayi mengidap / menggunakan narkotika
(j) Bila sudah teratasi di ambil bahan untuk pemeriksaan penunjang laboratorium,
CT Scan, Ultrasonografi untuk mencari faktor penyebab kejang. (Departemen
Kesehatan RI. 2008. dan Setyo, Handryastuti. 2007.)
PATHWAY KEJANG PADA NEONATUS

PENATALAKSANAAN 1 PENATALAKSANAAN 2 PENATALAKSANAAN 3

Pembebasan jalan nafas Pemberian obat kejang/Drug : Mencari faktor penyebab


dengan resusitasi: dan mengatasi sesuai
1. Neonatus diletakkan 1. Beri obat anti kejang Drazepam etiologi
di tempat yang 0,3-0,5/kg BB maks 20mg IV
hangat (pastikan atau luminal(Fenobarbital 5-10
tidak kedinginan) mg/kg BB maks 20mg/kgBB IV)
2. Bersihkan jalan nafas atau Diazepam rektal 5mg utk
3. Bila neonatus Apnea BB<10kg & 10mg utk BB>10kg
lakukan pertolongan 2. Nilai kondisi Neonatus selama
dengan alat bantu selama 5 menit perhatikan
balon dan sungkup, kelainan fisik yang ada
beri O22 liter/menit 3. Bila msh kejang,berikan diazepam
4. Pasang infus Dextrose dengan dosis dan cara yang sama
10% (2cc/kg bb IV) 4. Tunggu 5 menit dengan
oksigenasi yang adekuat.
5. Bila masih kejang berikan Fenitoin
/Definilhidantion dosis 10-15mg/
kgBB /kali maks 200 mg.
6. Tunggu 20 menit
TERATASI TIDAK TERATASI
Rujuk RS untuk dosis Rumatan Rujuk RS untuk perawatan
Fenitoin 5-8 mg/kg BB atau PICU/NICU untuk mendapat
Fenobarbital 4-5mg/ kg BB atau dosis lanjutan:
Medazolam 0,2mg/kg BB atau
Fenobarbital 5-10 mg/kg BB

Sumber : Departemen Kesehatan RI. 2008. Dan Setyo, Handryastuti. 2007.

Daftar Pustaka
Soetomenggolo T and Ismail S. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI
Hill A. 2000. Neonatal Seizures. Pediatrics in review.
Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa G and Usman A. 2008. Buku Ajar Neonatologi.
Edisi Pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia
Volpe JJ. 2008. Neurology of the Newborn. Elsevier Health Sciences.
Betz, C., & Sowden, L. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Acuan Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergensi Dasar. Jakarta: JNPKKR-JHPIEGO
Setyo, Handryastuti. 2007. Kejang pada Neonatus, Permasalahan dalam Diagnosis dan Tata
laksana. Jakarta: Divisi Neurologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia Rumah Sakit Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai