Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pre Eklampsia

2.1.1 Pengertian Pre Eklampsia

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang

ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap

adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi

spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem

organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu.4

Preeklampsia, sebelumnya selalu didefinisika dengan adanya

hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset

hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih

menjadi definisi klasik preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan

adanya hipertensi disertai gangguan multisistem lain yang menunjukkan

adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak

mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai

sebagai kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita

dengan kehamilan normal.

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg

sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15


menit menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah

peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau

110 mmHg diastolik.

2.1.2 Etiologi Pre Eklampsia

Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui

penyebabnya, tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat

terjadi pada kelompok tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai

faktor penyabab dari dalam diri seperti umur karena bertambahnya usia

juga lebih rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan

menghadapi risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena

kehamilan, riwayat melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat

preeklampsia. 5

Penyebab pasti preeklampsia masih belum diketahui secara pasti.

Menurut Angsar (2009) beberapa faktor risiko terjadinya preeklampsia

meliputi riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia, riwayat

preeklampsia sebelumnya, umur ibu yang ekstrim (35 tahun), riwayat

preeklampsia dalam keluarga, kehamilan kembar, hipertensi kronik.

2.1.3 Patofisiologi Pre Eklampsia

Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti

manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa

perubahan patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang


kehamilan dan akhir nya menjadi nyata secara klinis. Preeklampsia

adalah gangguan multisistem dengan etiologi komplek yang khusus

terjadi selama kehamilan.6

a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapatkan aliran

darah dari cabang-cabang arteri urterina dan arteri varika. Kedua

pembuluh darah tersebut menembus myometrium berupa arteri

arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri

radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri

basalis memberi cabang arteri spinalis

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi

tropoblas ke dalam lapisan otot arteri spinalis, yang menimbulkan

degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri

spinalis. Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri

spinalis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan

memudahkan lumen arteri spinalis mengalami distensi dan dilatasi.

Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resisten vaskuler, dan

peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya,

aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga


meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan

baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spinalis”.

Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel tropoblas

pada lapisan otot arteri spinalis dan jaringan matriks sekitarnya.

Lapisan otot arteri spinalis menjadi tetap kaku dan keras sehingga

lumen arteri spinalis tidak memungkingkan mengalami distensi dan

vasodilatasi. Akibatnya, arteri spinalis relatif mengalami

vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”,

sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan perubahan-

perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam

kehamilan selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spinalis pada

kehamilan normal adalah 500 mikron, sedangkan pada

preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi

lumen arteri spinalis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke

uteroplasenta.6

b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, Dan Disfungsi Endotel

1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi tropoblas, pada hipertensi

dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”,

dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang

mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan oksidan atau


radikal bebas. Radikal bebas adalah senyawa penerima electron

atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak

berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta

iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya

terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya

produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena

oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya

radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu mungkin dianggap

sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu

hipertensi dalam kehamilan disebut ”toksemia”. Radikal hidroksil

merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak

jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak

dan protein sel endotel. Produksi oksidan atau radikal bebas dalam

tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi produksi antioksidan.

2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam

kehamilan (HDK)

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksigen, khusus nya

peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal

Vitamin E pada HDK menurun, sehingga terjadi dominasi kadar

oksigen peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak

sebagai oksidan yang sangat toksis ini beredar di seluruh tubuh

dalam aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.


Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh

peroksida lemak yang relatif lemak karena letaknya langsung

berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan

terhadap oksidan radikal hidroksil, yang berubah menjadi

peroksida lemak.

3) Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi

kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran

sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.

c. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin

Konsep dari maternal fetal (paternal) maladaptasi imunologik

menjadi implikasi umum sebagai penyebab preeklampsia.

Implantasi fetoplasenta ke permukaan miometrium

membutuhkan beberapa elemen yaitu toleransi immunologik

antara fetoplasenta dan maternal, pertumbuhan trofoblas yang

melakukan invasi kedalam lumen arteri spiralis dan pembentukan

sistem pertahanan imun. Komponen fetoplasenta yang

melakukan invasi ke miometrium melalui arteri spiralis secara


imunologik menimbulkan dampak adaptasi dan mal adaptasi

yang sangat penting dalam proses kehamilan. Dampak adaptasi

menyebabkan tidak terjadi penolakan hasil konsepsi yang

bersifat asing, hal ini disebabkan karena adanya Human

Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) berperan penting dalam

modulasi sistem imun. HLA-G pada plasenta dapat melindungi

trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu dan

mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu.

Sebaliknya pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi

penurunan HLA-G yang kemungkinan menyebabkan terjadinya

mal-adaptasi.

Mal-adaptasi diikuti dengan peningkatan rasio sel T yaitu

Thelper 1 / Thelper 2 menyebabkan peningkatan produksi sitokin

proinflamasi. Pada sel Thelper1 menyebabkan peningkatan

TNFα dan peningkatan INFy sedangkan pada Thelper 2

menyebabkan peningkatan IL-6 dan penurunan TGFB1.

Peningkatan inflamasi sitokin menyebabkan hipoksia plasenta

sehingga hal ini membebaskan zat-zat toksis beredar dalam

sirkulasi darah ibu yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif.

Stress oksidatif bersamaan dengan zat toksis yang beredar dapat

merangsang terjadinya kerusakan pada sel pembuluh darah yang

disebut disfungsi endotel.


d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap

bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak

peka terhadap rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan

kadar vasopressor lebih tinggi untuk menimbulkan respons

vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh

adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.

Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan

vasopressor hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor

(bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin

ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi

dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokontriksi dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap

bahan-bahan vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh

darah terhadap bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh

darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.

e. Teori Stimulus Inflamasi

Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris

tropoblas, sebagai sisa-sisa proses apotosis dan nekrotik

tropoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai


bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses

inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris tropoblas juga

meningkat. Makin banyak sel tropoblas plasenta, misalnya pada

plasenta besar pada hamil ganda, maka stress oksidatif sangat

meningkat, sehingga jumlah sisa debris tropoblas juga makin

meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi

dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi

inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan

mengaktivasi sel endotel dan sel-sel makrofag/granulosit, yang

lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang

menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.4

2.1.4 Komplikasi Pre Eklampsia

Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya

serangan kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada

wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang sebelumnya

menunjukan gejala preeklampsia.

Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun

pada akhir kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal

eklampsia. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat dan tepat,

terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan otak

yang berakhir dengan kematian.


2.1.5 Diagnosis Pre Eklampsia

Terjadinya peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya

30 mmHg atau peningkatan tekanan sistolik 15 mmHg atau adanya

tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg atau tekanan

diastolik sekurangkurangnya 90 mmHg atau lebih dengan kenaikan

20 mmHg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnosis

preeklampsia.7

Kriteria terbaru sudah tidak mengkategorikan preeklampsia

ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang

berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan

mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat. Preeklampsia

hanya ada dua kriteria yaitu preeklampsia dan preeklampsia berat,

dengan kriteria diagnosis sebagai berikut:

a. Pre Eklampsia

Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak

dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan

gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.

Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya

proteinurin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu

gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan

diagnosis preeklampsia. Kriteria minimal preeklampsia yaitu:


1) Tekanan darah >140/90 mmHg yang terjadi setelah 20

minggu kehamilan pada wanita dengan tekanan darah

yang sebelumnya normal

2) Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin

dipstick >+1.

Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti

dengan salah satu tanda gejala di bawah ini:

1) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau

didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada

kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

2) Edema paru

3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali

normal dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan

atas abdomen

4) Trombositopenia: trombosit <100.000/microliter

5) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan

gangguan penglihatan

6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda

gangguan sirkulasi uteroplacenta: oligohidramnion, Fetal

Growth Restriction (FGR)

b. Pre Eklampsia Berat


Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan

mortalitas pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut

didapatkan, dikategorikan menjadi kondisi pemberatan

preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria

Preeklampsia berat, diagnosis preeklampsia dipenuhi dan jika

didapatkan salah satu kondisi klinis dibawah ini:

1) Tekanan Darah >160/100 mm Hg

2) Proteinuria: pada pemeriksaan carik celup (dipstrik) >+2

atau 2,0 g/24 jam

3) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau

didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada

kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

4) Edema paru

5) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali

normal dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan

atas abdomen

6) Trombositopenia: trombosit < 100.000/microliter

7) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan

gangguan penglihatan

8) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda

gangguan sirkulasi uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal

Growth Restriction (FGR)


2.1.6 Penatalaksanaan Pre Eklampsia

a) Pre Eklampsia

1) Monitor tekanan darah 2x sehari dan cek protein urin

rutin

2) Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum,

kreatinin, SGOT, SGPT) dan urin rutin

3) Monitor kondisi janin

4) Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau

usia <37 minggu bila kondisi janin memburuk, atau sudah

masuk dalam persalinan/ ketuban pecah dini (KPD).

b) Pre Eklampsia Berat

1) Stabilisasi pasien dan rujuk ke pusat pelayanan lebih

tinggi

2) Prinsip manajemen preeklampsia berat:

a. Monitor tekanan darah, albumin urin, kondisi

janin, dan pemeriksaan laboratorium

b. Mulai pemberian antihipertensi

c. Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah

nifedipin (oral short acting), hidralazine dan

labetalol parenteral. Alternatif pemberian

antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,

metildopa, labetalol
d. Mulai pemberian MgSO4 (jika gejala seperti nyeri

kepala, nyeri uluhati, pandangan kabur). Loading

dose beri 4 gram MgSO4 melalui vena dalam 15-

20 menit. Dosis rumatan beri MgSO4 1 gram/jam

melalui vena dengan infus berlanjut. Rencana

terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu.

Atau usia kehamilan <34 minggu bila terjadi

kejang, kondisi bayi memburuk, edema paru,

gagal ginjal akut.7

2.1.7 Faktor – faktor yang mempengaruhi Pre Eklampsia

a. Umur

Kelompok umur yang berisiko menderita preeklampsia adalah

Umur<20 tahun dan >35 tahun, berdasarkan hasil Riskesdas, ibu

hamil di Indonesia pada kelompok umur ini 24,3% menderita

hipertensi. Organ reproduksi ibu hamil yang berumur<20 tahun

belum siap untuk menerima kehamilan, sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk

peningkatan tekanan darah, sedangkan pada ibu hamil yang

berumur>35 tahun, telah terjadi banyak perubahan pada organ

reproduksinya sehingga lebih berisiko untuk terjadi gangguan

hipertensi
b. Pendidikan ibu

Hasil Riskesdas menunjukkan keadaan pendidikan perempuan di

Indonesia masih rendah, sebesar 14,5% kasus preeklampsia

terjadi pada ibu hamil yang berpendidikan rendah dan sebesar

56,1% ibu hamil berpendidikan rendah yang tinggal di daerah

pedesaan.

Menurut Sirat (2012), ibu hamil dengan pendidikan rendah

memiliki pengetahuan yang kurang mengenai perawatan selama

kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil berpendidikan tinggi

mudah untuk mengakses informasi dan menjangkau fasilitas

kesehatan dibandingkan dengan ibu hamil yang tingkat

pendidikannya rendah. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa

ibu dengan masa pendidikan<12 tahun sebanyak 49,7% berisiko

terjadinya preeklampsia .perempuan berpendidikan tinggi lebih

memperhatikan kesehatannya, sedangkan perempuan dengan

tingkat pendidikan rendah, kurang mengerti akan tanda–tanda

kegawatdaruratan yang dapat terjadi pada kehamilan dan

persalinannya.

c. Status bekerja ibu

Menurut Indriani (2012), ibu hamil yang melakukan pekerjaan

diluar rumah mempunyai risiko lebih tinggi mengalami kejadian


preeklampsia dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Hubungan

pekerjaan dengan kejadian preeklampsia adalah dilihat dari

aktifitas fisik dan tingkat stres yang dialami ibu hamil selama

kehamilannya.

d. Penghasilan keluarga

Tingkat penghasilan yang rendah mengakibatkan kurangnya

kesadaran untuk melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin,

disamping itu penghasilan yang rendah juga menyebabkan

kemampuan memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan selama

masa kehamilan berkurang terutama kebutuhan akan protein,

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi selama

kehamilan seperti mola hidatidosa, partus prematur,

preeklampsia, keguguran dan lain-lain.8

Menurut Sirait (2012), prevalensi kejadian preeklampsia di

Indonesia dengan penghasilan keluarga rendah (13,4%) lebih

besar dibandingkan dengan penghasilan keluarga tinggi (12,0%).

Kelompok masyarakat dengan penghasilan keluarga rendah

sering dihubungkan dengan ketidakmampuan membiayai

perawatan kesehatan. Penghasilan keluarga diukur dengan

menggabungkan penghasilan semua anggota keluarga selama


satu bulan kemudian dibagi menjadi kelompok penghasilan

rendah dan tinggi.

e. Jumlah Kehamilan

Ibu hamil dengan gravida 1 maupun >3 berisiko untuk

mengalami preeklampsia. Berdasarkan teori immunologik pada

kehamilan pertama terjadi pembentukan “blocking antibodies”

terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna sehingga terjadi

intoleransi ibu terhadap plasenta dan menyebabkan hipertensi,

sedangkan pada kehamilan>3 merupakan kondisi rentan bagi ibu

hamil untuk mengalami berbagai keadaan komplikasi salah

satunya preeklampsia.

Menurut penelitian yang dilakukan Rosalind S, et al (2010)

bahwa ibu dengan kehamilan pertama, sebesar 3,9% berisiko

menderita preeklampsia, kehamilan kedua sebesar 1,7%, dan

meningkat pada kehamilan lebih dari tiga sebesar 2,8%.

Preeklampsia sering mengenai perempuan nullipara atau

primigravida, karena mereka terpapar vili korialis untuk pertama

kalinya atau terpaparnya vili korialis dalam jumlah yang sangat

berlimpah seperti pada kehamilan kembar atau mola hidatidosa.

Ibu hamil dengan umur>35 tahun akan menghadapi risiko yang

lebih besar untuk menderita preeklampsia


f. Jarak Kelahiran

Hasil penelitian Rozikhan (2007), menyatakan ibu dengan jarak

kelahiran <2 tahun berisiko 0,92 kali menderita preeklampsia

dibandingkan ibu yang jarak kelahirannya ≥2 tahun. Hal ini

disebabkan karena selama kehamilan terjadi perubahan pada

organ-organ reproduksi sehingga dibutuhkan waktu 2–4 tahun

untuk kehamilan berikutnya agar kondisi tubuh ibu

kembali seperti sebelumnya. Ibu yang hamil dengan jarak

kehamilan sebelumnya <2 tahun seringkali mengalami

komplikasi pada masa kehamilan dan persalinan.1

g. Status Gizi Ibu

Status gizi ibu meliputi anemia, tinggi badan dan berat badan.

Risiko terbesar kelima yang dapat menyebabkan kejadian

preeklampsia adalah obesitas. Suatu penelitian di Amerika

Serikat mengatakan pada perempuan usia 20-44 tahun, 24,5%

memiliki status gizi overweight

dan 23% di antaranya obesitas. James et al., menyatakan bahwa

ibu hamil dengan berat badan berlebihan berhubungan dengan

kejadian preeklampsia. Pada penelitian lain yang dilakukan Mark

et al., menunjukkan peningkatan risiko terjadinya gangguan


antenatal, intrapartum, dan postpartum pada sampel yang

obesitas. Hal ini berkaitan dengan Penelitian yang dilakukan di

Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta, bahwa ibu hamil yang

mengalami peningkatan berat badan lebih dari 15 kg selama

kehamilan memiliki risiko terjadinya preeklampsia (Sa’adah,

2013).

Sebuah penelitian di Kanada menyatakan setiap peningkatan

indeks massa tubuh ibu 5–7 kg/m², dua kali lipat menyebabkan

terjadinya preeklampsia, terkait dengan obesitas dalam

kehamilan, dengan mengeluarkan sampel ibu hipertensi kronis,

diabetes millitus dan kehamilan kembar, sedangkan penelitian

yang dilakukan di RSUP Karyadi didapatkan ibu hamil dengan

obesitas memiliki risiko 3,9 kali lebih besar menderita

preeklampsia. Penilaian status gizi ibu hamil menggunakan

pengukuran lingkar lengan atas (lila), karena ukuran lila tidak

banyak berubah walaupun mengalami oedema.9 Endeshaw tahun

2014 dalam penelitiannya mengenai gizi ibu dan kebiasaan diet

pada preeklampsia di Ethiopia menemukan bahwa ibu hamil

dengan lila≥25,6 cm berisiko dua kali lebih tinggi untuk

mengalami preeklampsia dibandingkan ibu hamil dengan

lila<25,6 cm. sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

setyawati, 2015 menggunakan data Riskesdas tahun 2013 bahwa


preeklampsia utamanya di sebabkan karena status gizi lebih

lila>30 cm (OR 2,9, CI 95% dan p<0,05).

h. Riwayat Komplikasi

Ibu dengan riwayat komplikasi pada masa kehamilan

sebelumnya mempunyai risiko 9 kali mengalami komplikasi

pada kehamilan berikutnya, dibandingkan dengan ibu hamil tidak

dengan komplikasi. Sedangkan menurut penelitian Diana,dkk

tahun 2014, ibu yang mempunyai riwayat komplikasi selama

kehamilan dan persalinannya berisiko 5,4 kali lebih besar

mengalami komplikasi dibandingkan dengan ibu yang tidak

mempunyai riwayat komplikasi sebelumnya.

i. Riwayat Preeklampsia Pada Keluarga

Preeklampsia dapat terjadi pada penderita yang masih ada

hubungan keluarga. Pada penelitian di Amerika Serikat di

dapatkan bahwa pada penderita eklampsia 37% dari saudara

perempuan dan 20% anak perempuannya mengalami

preeklampsia/eklampsia pada kehamilan pertamanya, dibanding

hanya 6% dari menantu perempuan yang menderita

preeklampsia/eklampsia.10

j. Kunjungan Antenatal Care


Dalam sebuah penelitian diketahui dari 70% ibu dengan

kehamilan yang menderita preeklampsia, 90% dari mereka tidak

melakukan ANC dan ditemukan bahwa pemeriksaan ANC≤3 kali

berisiko 1,5 kali menyebabkan preeklampsia. Preeklampsia

merupakan komplikasi kehamilan berkelanjutan dari keadaan

hipertensi pada kehamilan. Oleh karena itu, diperlukan ANC

yang bertujuan untuk mencegah perkembangan hipertensi pada

kehamilan menjadi preeklampsia atau dapat mendeteksi dini

sehingga dapat mengurangi kejadian kesakitan Ibu hamil

diharapkan melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur

setiap bulan ke fasilitas pelayanan kesehatan, sehingga dapat

dilakukan pemeriksaan rutin untuk mendetekssi secara dini

komplikasi selama kehamilan, seperti tes proteinuria, mengukur

tekanan darah, dan memeriksa tanda-tanda edema.

k. Faktor lain yang tidak diketahui

Faktor lain yang tidak diketahui yang secara tak terduga dapat

menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan

seperti infeksi dan keganasan, kesehatan lingkungan, trauma,

kecelakaan dan kekerasan seksual. Faktor lingkungan yang dapat

berpengaruh terhadap kesehatan ibu hamil adalah paparan asap

rokok, ibu hamil yang menjadi perokok pasif dapat berpengaruh

buruk pada kehamilannya. Pengaruh asap rokok sangat


berbahaya karena 75% asap rokok akan terhirup oleh ibu hamil

dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilannya.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan dan

acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan penelitian

ini. Maka dalam kajian pustaka ini peneliti mencantumkan hasil-hasil

penelitian terdahulu sebagai berikut:

1. Penelitian Sinta Kurnia Sari (2017) yang berjudul “Gambaran

Karakteristik Ibu Hamil Dengan Preeklamsi Berat Di Blud Rsu Kota

Banjar Tahun 2016”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

karakteristik ibu hamil dengan Preeklamsi Berat di BLUD RSUD

Kota Banjar Tahun 2016. Hasil penelitian ini dapat memberikan

informasi tentang kasus preeklamsi yang diharapkan dapat

melakukan program dalam upaya untuk pelayanan primer pada kasus

ibu hamil dengan preeklampsi berat. Metode penelitian yang

digunakan deskriptif dengan pendekatan retrospektif. Populasi dalam

penelitian ini seluruh ibu hamil dengan Preeklamsi Berat (PEB) di

BLUD RSUD Kota Banjar tahun 2016 sebanyak 185 orang. Sampel

yang digunakan teknik total sampling. Instrumen penelitian yang

digunakan adalah lembar checklis. Berdasarkan hasil penelitian yang


dilakukan pada ibu hamil dengan preeklampsi berat di BLUD RSUD

Kota Banjar tahun 2016 sebagian besar dikarenakan ibu hamil

memiliki tingkat pendidikan dasar dan riwayat penyakit hipertensi

dan diabetes.

2. Penelitian St. Ariyanti Arifin L (2018) yang berjudul “Karakteristik

Ibu Hamil Yang Mengalami Preeklampsia Di Rsud Kota Kendari

Periode 2016/2017”

Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengidentifikasi

Karakteristik ibu hamil yang mengalami Preeklampsia RSUD Kota

Kendari Periode 2016/2017. Metode penelitian yang digunakan

adalah penelitian deskriptif yang dimaksud untuk mendeskripsikan

variabel yang sesuai dengan tujuan penelitian tentang sesuatu

keadaan secara objektif. Hasil penelitian menunjukan bahwa Ibu

hamil yang mengalami preeklampsia paling banyak pada ibu yang

mempunyai umur >35 tahun yakni 46,1%, mempunyai graviditas

≥IV yakni 38,2% dan graviditas I yakni 32,9% dan dengan

pendidikan rendah yakni 39,5%.

3. Penelitian Nurchasanah Retno Pangesti (2017) yang berjudul

“Gambaran Karakteristik Ibu Hamil Dengan Preeklamsia Di Rs Pku

Muhammadiyah Bantul Tahun 2016”

Tujuan dari penelitian ini untuk Mengetahui karakteristik ibu hamil

dengan pre eklamsia di RS PKU Muhammadiyah Bantul tahun 2016.


Metode yang digunakan adalah adalah retrospektif.

Pengambilansampel dengan menggunakan total sampling berjumlah

20 responden. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil

yang dirawat dengan diagnosa pre eklamsia. Data yang digunakan

adalah data sekunder, dan alat pengumpulan data adalah rekam

medis, dengan analisa menggunakan analisis univariate. Hasil

penelitian didapatkan Kejadian pre eklamsia pada ibu hamil di RS

PKU Muhammadiyah Bantul yaitu sebanyak 20 kasus. Pre eklamsia

banyak terjadi pada primipara sebanyak 9 responden (40%),

sebagian besar terjadi pada ibu hamil yang berumur 20-35 tahun

sebanyak 17 responden (85%), sebagian besar terjadi pada umur

kehamilan 37-42 minggu sebanyak 18 responden (90%), sebagian

besar terjadi pada ibu

hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit sebanyak 17 responden

(85%), sebagian besar terjadi pada pada ibu hamil yang tidak

memiliki riwayat pre eklamsia sebanyak 20 responden (100%),

sebagian besar terjadi pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat

kehamilan ganda sebanyak 17 responden (85%), sebangian besar

terjadi pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat penyakit pada

keluarga sebanyak 8 responden (40%).

Dapat disimpulkan berdasarkan hasil penelitian pada ibu hamil di RS

PKU Muhammadiyah Bantul, karakteristik yang paling


memengaruhi kejadian pre eklamsia adalah paritas ibu yaitu pada ibu

primipara sebanyak 9 responden (40%)

2.3 Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang akan diteliti dari variabel independen dan

variabel dependen. Berikut gambaran kerangka konsep yang akan diteliti

Gambaran 2.3

Kerangka konsep

Variabel independent Variabel


Dependent

1. Usia Ibu

2. Usia Kehamilan Ibu hamil yang mengalami


Pre Eklampsia Berat
3. Paritas

4. Riwayat PE

2.4 Hipotesis

H0 : Tidak terdapat hubungan antara usia ibu, usia kehamilan, paritas dan

riwayat Pre Eklampsia terhadap kejadian Pre Eklampsia

H1: Terdapat hubungan antara usia ibu, usia kehamilan, paritas dan riwayat

Pre Eklampsia terhadap kejadian Pre Eklampsia

Anda mungkin juga menyukai