Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Kain Tenun Kabupaten Sumba Timur

Tenun ikat sumba timur memiliki proses yang panjang dan rumit. Tahapan pertama
dimulai dari pemintalan benang lalu benang yang telah dipintal dibentangkan pada
tempatnya, proses ini disebut pamening. Tahapan awal pembuatan tenun ikat tidak
menggunakan pola hitungan (pemintalan benang). Setelah benang dipintal, tahap selanjutnya
adalah memasang benang pada plangkan (wanggi) secara memanjang 2-3 meter dengan lebar
1-1,5 meter. Pada tahapan ini, terdapat pola hitungan yang harus dilakukan oleh penenun di
sumba timur, dalam mengikat benang. Dimana, benang yang diikat memiliki jumlah yang
sama dan simetri. Setelah itu masuk dalam proses ikat sesuai dengan motif yang diinginkan.
Setelah proses ikat selesai, dilanjutkan dengan pewarnaan pertama dengan kemiri. Proses ini
berlangsung sehari. Setelah itu direndam dalam kemiri, diangkat lalu direndam lagi sesuai
dengan warna yang diinginkan biasanya warna merah menggunakan akar kombu atau warna
biru/kawuru menggunakan daun nila. Setelah pewarnaan ke dua, benang yang sudah diikat
tersebut dijemur selama 1 minggu. Selanjutnya ikatan setiap benang dilepas. Kain siap
ditenun ketika ikatan telah dilepas. Setelah proses tenun, untuk sarung dapat langsung
digunakan. Untuk kain masih melalui 1 tahapan lagi yaitu kabakil (pemintalan ujung kain).
Proses ini tidak bersifat wajib, namun dapat mempengaruhi kerapian kain dan sering kali
harga kain yang dikabakil lebih mahal.

Kain atau sarung tenun ikat memiliki tahapan yang panjang dalam proses
pembuatannya. Di daerah sumbah timur ada pengrajin yang mampu menyelesaikan sendiri
semua proses diatas, namun ada juga penenun yang hanya bisa sampai pada tahap melepas
ikatan motif, sedangkan proses menenun diserahkan kepada orang lain. Biasanya penenun
yang sudah berumur yang tidak lagi sanggup untuk menyelesaikan semua tahapan tersebut.
Motif yang terdapat dalam tenun ikat sumba timur sangat beragam, dalam satu kain biasanya
terdapat lebih dari satu motif. Berdasarkan pengakuan narasumber dibeberapa sentra,
penenun dapat membuat semua motif yang ada di Sumba Timur. Selain motif yang sudah
biasa ditenun, motif yang lain dapat ditenun oleh para pengrajin tenun asalkan melihat
gambar atau foto motif yang akan ditenun. Semakin rumit motif yang ditenun dan semakin
banyak motif yang diinginkan dalam satu lembar kain atau sarung, maka semakin mahal
harganya. Harga sarung/kain juga ditentukan dari bahan pewarna yang digunakan. Motif
yang ada dalam sarung/kain tidak sama banyak. Banyak motif tergantung pada pesanan
pembeli dan ukuran motif. Beberapa motif tenun ikat yang ada di Sumba Timur yaitu motif
burung kaka tua, rusa (ruhha), mahang, kandu ndoku, burung merpati, ayam, kuda, kura-kura,
buaya, udang, mamuli, habak atau patolaratu, patulakamba, patolaindiah, dan patolabunga.
Motif yang terdapat dalam sarung dan kain memiliki makna yang berbeda-beda. Berikut
beberapa contoh motif yang terdapat dalam tenun ikat sumba timur.

1. Motif Kuda
menggambarkan kepahlawanan, keagungan, dan kebangsawanan karena kuda adalah
simbol harga diri bagi masyarakat Sumba.

2. Motif Patola kamba


Corak Patola kamba adalah bentuk corak geometris sambung menyambung, kait
mengait, simetris serasi dan indah. Ditempatkan pada bagian tengah panjang kain
tenunan. Kain bercorak patola kamba atau patuala Ratu dahulu hanya boleh digunakan
oleh seorang ratu, dimasa kini patuala ratu dipakai oleh para imam yang mengemban
tugas pada upacara kematian dan kaum bangsawan. Kain Patuala Ratu menempati posisi
yang paling tinggi dalam kematian jika dibandingkan dengan kain corak lainnya.
Melambangkan hubungan manusia dengan manusia dan lingkungan serta menuntun
masyarakat adat untuk berperilaku sesuai tatanan nilai dan keyakinan yang dianut.

Motif mamuli
Didalam keseluruhan motif patola kamba terdapat simbol Mamuli. Mamuli dianggap
sebagai simbol untuk menghormati kedudukan wanita. Motif ini menjadi lambang wanita
(feminin) dengan bentuknya yang menyerupai rahim. Mamuli merupakan perhiasan
penting dalam adat Sumba timur. Biasa diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan
saat melamar. Mamuli sendiri merupakan simbol rahim wanita, sebagai tanda kesuburan.

3. Motif Ayam (Manu)

Ada sebuah wejangan atau nasihat bagi perempuan sumba yang hendak menikah dalam
bahasa sastra adat Sumba, yaitu: “ambu ma rombanya na kurunggu panni manu, na uta
uhu wei” artinya jangan melupakan menir makanan ayam, dedak makanan babi. Hal ini
melambangkan pekerjaan utama perempuan sumba adalah memelihara ayam dan babi
untuk kebutuhan hidup.
Simbol Ayam melambangkan “Kesadaran” artinya ayam selalu berkokok menjelang
matahari terbit dan membangunkan manusia di pagi hari. Selain itu juga sebagai simbol
“Kejantanan”, “tanda kehidupan”, dan “pemimpin yang bersifat melindungi”

4. Motif Kupu-Kupu, Bunga, Ayam, Kuda


Motif kupu-kupu merupakan simbol nasehat bahwa manusia memerlukan persiapan
materi atau modal untuk kesehatan jasmani di dunia. “Na mataka, habaku artinya
datangnya tiba-tiba, tidak direncanakan.

Motif bunga dedap (kahiru) Karihu diambil dari kata Wala Karihu atau bunga dedap
berwarna merah. Karihu juga adalah nama sejenis ular berwarna merah yang hidup
dalam air dan jarang dilihat karena jika bertemu dengan binatang lain, karihu akan selalu
menghindar. Warna merah mengandung makna simbol Perempuan/wanita. Corak ini
selalu ditempatkan pada jalur tengah panjang kain yaitu jalur kehormatan, yang
dijunjung, disembah. Karihu merupakan simbol ungkapan keibuan dari yang Ilahi.

5. Motif Kuda, Ayam, Udang

Udang adalah binatang yang hidup di air dan memiliki kebiasaan berjalan beriring-
iringan dan sifat ini menarik perhatian alam pikiran orang Sumba timur seperti terungkap
dalam sastra adat : Kura Angu Kudu, Karongu Angu Londa artinya Udang kawan
berpundak, Kepiting teman bergandeng. Ungkapan ini melambangkan persaudaraan,
persatuan dan kekuatan. Corak Udang juga melambangkan kepercayaan leluhur orang
Sumba bahwa di balik kematian ada kehidupan baru atau pengharapan akan hidup kekal
atau ada perubahan kehidupan yang berbeda dari kehidupan sekarang. Hal ini terungkap
dalam bahasa sastra adat yaitu Njulu La Kura Luku, Halubu La Mandu Mara artinya
Menjelma Seperti Udang, Mengelupas Seperti Ular Darat. Dalam bahasa Adat, kata
Udang selalu digandeng dengan kata Kepiting karena kalau kepiting jika berjalan mirip
dengan Udang selalu beriring-iringan. Corak Udang dan Kepiting juga melambangkan
Pemimpin yang sikap dan perilakunya matang atau dewasa, terungkap dalam bahasa
sastra adat : Kura Miti Ndolu, Karungu Rara Kaba artinya Udang Hitam Jepitan,
Kepiting Merah Kulit/Tempurung.

6. Motif Singa

Corak Singa merupakan pengaruh gaya


Renaissance di Eropa dari masa
Raja Hendry III pada pertengahan abad
XVI, masuk ke Indonesia melalui
kebudayaan Hindu. Ungkapan
tentang Singa (Mahang) dalam bahasa
sastra adat Sumba, tidak ditemukan, hal ini membuktikan di Sumba Timur, Sumba
umumnya tidak terdapat Singa. Dijadikan corak dalam tenun ikat Sumba Timur,
menunjukkan bahwa sekak dahulu masyarakat sumba telah mengenal hubungan dengan
dunia luar. Corak atau bentuk ini ditiru dari gambar pada uang Belanda dalam bahasa
sastra Sumba disebut Mahang Appa Uki.

TUGAS MULOK
SEJARAH KAIN TENUN KABUPATEN SUMBA TIMUR
MIRDA M. SUEK

X BUSANA 3

SMK NEGERI 3 KUPANG


2022

Anda mungkin juga menyukai