Anda di halaman 1dari 2

Duaslisme Kepemimpinan

Tahun 1966 terlihat gejala krisis kepemimpinan nasional yang mengarah pada dualisme
kepemimpinan. Pelaksanaan pemimpin dan tugas harian dipegang oleh Soeharto. Kondisi tersebut
berakibat munculnya dualisme kepemimpinan nasional. Soekarno sebagai pimpinan pemerintahan
dan Soeharto sebagai pelaksana pemerintahan. Adanya dualisme kepemimpinan tersebut
membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

 Sidang MPRS tanggal 20 Juni – 5 Juli 1966, memutuskan menjadikan Supersemar sebagai
Tap. MPRS.
 Sidang MPRS tanggal 22 Juni 1966
Persiden Soekarno menyampaikan pidato Nawaksara. Nawa berasal dari bahasa Sanskerta
artinya sembilan dan aksara yang artinya huruf atau istilah. Dalam pidato sedikit
menyinggung tentang pesristiwa 30 September 1965.
 Ketetepan Nomor 5/MPRS/1966, MPRS meminta kepada presiden agar melengkapi laporan
pertanggungjawabannya, khususnya peristiwa G-30-S/PKI beserta epilog dan masalah
kemunduran ekonomi serta akhlak.
 10 Januari 1967, Presiden Soekarno menyampaikan surat kepada pemimpin MPRS berisi
Pelengkap Nawaksara (Pelnawaksara).
 Hasil sidang MPRS memutuskan untuk menugaskan Letjen Soeharto selaku pengemban
Supersemar yang sudah ditingkankan menjadi Ketetapan MPRS Nomor IX/MPRS/1966 untuk
membentuk kabinet baru yaitu Ampera ( Amanat Penderita Rakyat).
 Tanggal 28 Juli 1966, Ampera diresmikan dengan tugas pokok menciptakan stabilitas politik
dan ekonomi. Adapun program Ampera yaitu memperbaiki kehidupan rakyat (sandang dan
pangan), melaksanakan pemilu sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966.
 Pada tanggal 9 Februari 1967, DPR GR mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS
agar mengadakan sidang istimewa.
 Mr. Hadi menemui dan meminta kepada Presiden Soekarno agar membuka praksara untuk
mengakhiri dualisme kepemimpinan negara karena hal itu merupakan sumber konflik politik
yang tidak kunjung berhenti. Mr. Hadi menyarankan Soekarno untuk menyatakan nonaktif di
depan sidang Badan Pekerja MPRS dan menyetujui pembubaran PKI. Saran tersebut
disetujui oleh Presiden Soekarno.
 Tanggal 7 Februari 1967, Mr. Hadi menemui Soeharto dan menyerahkan konsep dari
Soekarno.
 Tanggal 8 Februari 1967, Soeharto membahas surat tersebut dengan keempat panglima
angkatan.
 Tanggal 10 Februari 1967, Soeharto mengajukan draf yang berisi pernyataan bahwa presiden
berhalangan atau menyerahkan kekuasaan kepada pengemban Supersemar.
 Presiden Soekarno memerintahkan agar Soeharto dan Panglima Angkatan berkumpul di
Bogor pada hari Minggu, 19 Februari 1967.
 20 Februari 1967 Presiden Soekarna menandatangani persetujuan draf yang dibuat.
 12 Maret 1967, Soeharto dilantik menjadi Pejabat Presiden RI oleh Ketua MPRS, Jenderal
Abdul Haris Nasution.
 27 Maret 1968, dalam Sidang Umum V MPRS, Soeharto dilantik menjadi Presiden RI
berdasar Ketetapan MPRS Nomor XLIV/MPRS/1968.
 Pengukuhunan tersebut menandai berakhirnya dualisme kepemimpinan nasional dan
dimulailah pemerintahan Orde Baru.
Stabilitas Politik dan Keamanan sebagai Dasar
Pembangunan

 Tanggal 6 Juni 1968 dibentuknya Kabinet Pembangunan I atau yang disebut dengan
Pancakrida.
 Isi dari Pancakrida :
a. Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya
pelaksanaan rencana pembangunan lima tahun (Repelita) dan pemilu.
b. Menyusun dan merencanakan Repelita.
c. Melaksanakan pemillu selambat-lamatnya pada bulan Juli 1971.
d. Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa
G-30-S/PKI dan setiap bentuk rongrongan penyelewengan, serta pengkhianatan
terhadap Pancasila dan UUD 1945.
e. Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara,
baik di pusat maupun di daerah dari unsur-unsur komunisme.
 Realisasi penyerdahaan partai dilaksanakan melalui sidang umum MPR tahun 1973.
 PPP (Partai Persatuan Pembangunan) merupakan gabungan dari NU, PMI, PI Perti, dan PSII.
 PDI (Partai Demokrasi Indonesia) merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Kristen
Indonesia, dan Partai Murba.
 Selain PPP dan PDI terdapat juga kelompok Golkar (Golongan Karya).
 Pemerintahan Orde Baru melaksanakan pemilu sebanyak 6 kali setiap 5 tahun sekali (1971,
1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997) dan selalu dimenangkan oleh Golkar.
 Penyelenggaraan pemilu menimbulkan kesan bahwa demokrasi sudah tercipta dengan baik.
Apalagi dengan slogan “luber” (langsung, umum, bebas, dan rahasia).
 Pada masa pemerintahan Orde Baru terjadi peristiwa Malari (Malapetaka Lima belas Januari)
yang diawali oleh kegiatan para mahasiswa yang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah.
 15 Januari 1974, di Jakarta terjadi demonstrasi besar - besaran mahasiswa yang disusul
dengan aksi anarki.
 Dikeluarkan SK/028/1974 tentang Petunjuk-Petunjuk Kebijaksanaan dalam Rangka
Pembinaan Kehidupan Kampus Perguruan Tinggi untuk meredam gerakan mahasiswa.
 Pada masa Orde Baru bertujuan untuk mengembalikan sistem dinamika kemasyarakatan,
kebangsaan, dan kenegaraan. Dan juga menghimpun energi semua komponen bangsa
kedalam agenda bersama yang diformulasikan dalam bentuk trilogi pembangunan.
 Isi trilogi pembangunan :
a. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Pemerataan pembangunan dan hasil –hasilnya menuju kepada terciptanya Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai