Anda di halaman 1dari 3

Gerakan Terorisme di Indonesia

Dalam wacana Islam, banyak orang mengkaitkan ideologi terorisme dengan doktrin jihad,
sedangkan dalam Kristen, disamakan dengan perang salib (Khadduri, 1966). Menurut Jainuri,
munculnya gerakan teroris merupakan gejala kebangkitan dalam melawan ketidakadilan,
penindasan, dan fitnah yang dilakukan oleh sebagian masyarakat lokal maupun dunia terhadap
bagian masyarakat lain. Doktrin jihad dan kondisi persoalan di lapangan nampaknya merupakan
motivasi dan faktor penting yang mengilhami para pelaku teror, yang sering menunjukkan
kerelaannya untuk memisahkan diri dari masyarakat luas dan keberaniannya untuk melakukan
bom bunuh diri.
Selama periode tahun 2000-2009 terjadi aksi-aksi teror yang mencerminkan motivasi agama dan
dilakukan oleh anggota jaringan Jamaah Islamiyah, antara lain:
 2000
- 1 Agustus. Bom meledak di depan rumah Duta Besar Filipina. Menteng, Jakarta
Pusat. Ledakan tersebut mengakibatkan 2 orang tewas dan 21 orang terluka. Duta
Besar Filipina Leonides T. Caday juga ikut terluka
Pelaku : Abdul Jabar bin Ahmad Kandai, Fatur Rahman AlGhozi dan Edi Setiono
(tempo.co.id/2003)
- 24 Desember. Bom malam natal di 38 gereja di Bom malam natal di 38 gereja di
berbagai daerah, antara lain Jakarta, Pekanbaru, Medan, Bandung, Batam, Mojokerto,
Mataram, dan Sukabumi serta beberapa kota lain. Rangkaian peristiwa tersebut
menyebabkan 19 jiwa tewas dan 120 terluka (International Crisis Group, 2002).
Pelaku : Hambali, Zoefri, Abdul Jabar, Edi Setiono, Asep, Musa, dan Dani
(museum.polri.go.id/2000)

 2001
1 Agustus. Bom meledak di Atrium Plasa, Senen, Jakarta yang mengakibatkan 3 korban
luka.
Pelaku : Taufiq bin Abdullah alias Halim, Warga Negara Malaysia (m.tempo.co/2001)

 2002
12 Oktober. Bom diledakkan di Bali, tepatnya di Sari Club dan Paddy’s Cafe di Jalan
Legian, Kuta, Bali. Peristiwa tersebut mengakibatkan sebanyak 202 orang tewas, 164
orang di antaranya warga asing dari 24 negara, 38 orang lainnya warga Indonesia 209
orang mengalami luka-luka.
Pelaku : Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra, dan Ali Gufron (news.liputan6.com)

 2003
5 Agustus. Bom meledak di Hotel JW Marriot Jakarta yang mengakibatkan 11 orang
tewas, dan 152 orang luka-luka.
Pelaku : Bom bunuh diri. Asmar Latin Sani (news.liputan6.com)
 2004
9 September. Bom meledak di Kedutaan Besar Australia yang mengakibatkan 5 orang
tewas dan ratusan luka-luka. Bom bunuh diri.
Pelaku : Heri Kurniawan alias Heri Golun yang dibantu oleh Rois, Ahmad Hasan, Apuy,
dan Sogir alias Abdul Fatah (news.liputan6.com/2009)

 2005
1 Oktober. Bom kembali meledak di Bali, tepatnya di Jimbaran Beach Resort, Kuta.
Kurang lebih 22 orang tewas dan 102 luka-luka.
Pelaku : Anif Solchanudin alias Pendek bin Suyadi (antaranews.com/2006).

 2009
17 Juli. Bom bunuh diri meledak di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton menyebabkan 7
orang tewas, 3 diantaranya adalah warga asing dan 50 orang terluka.
Pelaku : Dani Dwi Permana (Bogor) dan Nana Ikhwan Maulana (Pandeglang) anak buah
dari Noordin M. Top, anggota Jamaah Islamiyah (m.republika.co.id)

Memasuki tahun 2010, isu terorisme belum bisa beranjak dari Indonesia. Tercatat sepanjang
tahun 2011 saja terjadi tiga serangan teroris di berbagai daerah, antara lain di Jakarta, Cirebon
dan Solo serta Poso. Namun, terorisme yang terjadi pada tahun 2010 hingga 2015 tersebut
berbeda dari aksi-aksi terorisme pada tahun 2000 hingga 2009. Hal itu bisa dilihat dari sasaran-
sasaran terorisme yang terjadi tahun 2010 hingga 2015 yang merupakan masyarakat sipil dan
aparat penegak hukum serta Tentara Nasional Indonesia. Berbeda dari terorisme pada tahun 2000
hingga 2009 yang mengarahkan aksi teror ke obyek-obyek Barat. Sebagai contoh adalah
pengeboman terhadap polisi di Solo dan Poso serta penembakan terhadap polisi di Kebumen dan
Purworejo. Selain itu, hal yang mengejutkan terjadi ketika bom bunuh diri diledakkan di masjid
di Cirebon pada saat ibadah salat Jumat. Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam menjadi
sasaran pengeboman, yang notabene merupakan tempat ibadah bagi sebagian besar teroris di
Indonesia yang beragama Islam.
Berdasarkan keseluruhan data dan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa gerakan terorisme
dengan orientasi agama di Indonesia telah mengalami pergeseran orientasi. Walaupun pergeseran
tersebut masih berorientasi agama Islam, tetapi pergeseran tersebut pada akhirnya berpengaruh
terhadap mulai menghilangnya gelombang terorisme agama itu sendiri. Pergeseran yang
dimaksud adalah mulai ditinggalkannya tanzhim atau organisasi sebagai wadah gerakan dengan
mulai munculnya terorisme individu atau Lone Wolf Terrorism dan merebaknya paham takfiri
yang dimotori pendukung ISIS di Indonesia. Akibatnya, aksi-aksi terorisme yang terjadi di
Indonesia pada periode tahun 2010-2015 mengalami perubahan menjadi sporadis, tidak jelas,
dan berbeda dari periode sebelumnya dari segi jumlah dan intensitas serangan teror, modus
operandi, sasaran aksi teror, dan pelaku-pelaku yang terlibat.
Permasalahan/Kasus
Beberapa tahun ini kasus radikalisme di Indonesia semakin marak saja. Banyak terjadi kasuh
bom bunuh diri, kekerasan atas nama agama, dll. .Sebenarnya kasus radikalisme yang terjadi di
Indonesia sudah banyak sekali dan telah banyak makan korban banyak. Jika kita bisa mengingat
ada kasus bom bali yang pernah terjadi di Indonesia, itu juga teror dari aksi teroris. Kemudian
kasus teror Bom Bunuh diri terbaru yang terjadi pada beberapa bulan yang lalu di Surabaya,
sasarannya adalah 3 Gereja besar di Surabaya. Kejadian ini terjadi pada 13- 14 Mei 2018, 3
Gereja diantaranya adalah di Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan Gereja
Pantekosta Pusat Suarabaya, selain tempat ibadah ternyata masih ada 2 tempat lagi yaitu
kompleks Rumah Susun Wonocolo di Taman, Sidoarjo dan Markas Polrestabes Suarabaya.
Ternyata pelaku Bom bunuh diri ini adalah satu keluarga, menurut Kalpori bahwa keluarga ini
baru saja datang dari Suriah dan merupakan simpastisan Negara Islam Irak dan Syam ( ISIS ),
dan mereka merupakan jaringan Jamaah Ansharut Daulah ( JAD ) dan Jammah Ansharut Tauhid
( JAT ). Lalu menurut pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, dapat dilihat dari model
dan karakteristik serangan bom di tiga Gereja di Surabaya, ada indikasi kuat bahwa pelakunya
adalah kelompok militan ISIS. Jika kita mengamati pola pengeboman, jaringan teroris ini telah
terorganisir dengan baik, sehingga menimbulkan banyak masalah bagi masyarakat meskipun
beberapa diantaranya dapat digagalkan dengan baik oleh kepolisian negara dengan bantuan
partisipasi masyarakat untuk selalu menginformasikan jika ada hal- hal yang mencurigakan.

Subhan, M., Susiatiningsih, H., & Wahyudi, F. E. (2016). 7. Pergeseran Orientasi Gerakan
Terorisme Islam Di Indonesia (Studi Terorisme Tahun 2000-2015). Journal of International
Relations, 2(4), 59-67.
Zulfi, M. (2012). Fenomena terorisme di Indonesia: Kajian aspek teologi, ideologi dan
gerakan. Salam, 15(2).

Anda mungkin juga menyukai