DISUSUN OLEH:
BINTANG ALEA RAYHAN
KELAS:
XII MIA 1
Silas Papare adalah salah satu Pahlawan Nasional asal Papua yang gigih
memperjuangkan pengembalian Papua ke NKRI. Ia lahir di Kampung Ariepi,
Serui, Yapen Waropen pada 18 Desember 1918. Saat masih berusia 9 tahun, ia
masuk ke Sekolah Desa selama 3 tahun dengan bahasa pengantar bahasa
daerah. Ia sempat tak melanjutkan sekolah selama setahun. Tapi kemudian
melanjutkan sekolah dan masuk ke sekolah juru rawat di Serui. Oleh Belanda,
ia sempat dipercaya sebagai tenaga intelejen.
Pada masa pendudukan Sekutu dan Belanda sesudah Perang Dunia ke II, Silas
Papare diangkat menjadi tentara Sekutu dengan pangkat sersan Persteklas.
Namun sejak Sekutu meninggalkan Irian Jaya dan digantikan oleh Belanda,
Silas Papare tidak lagi menjadi tentara dan kembali sebagai tenaga medis.
Akhir tahun 1945, Silas Papare diangkat sebagai Kepala Rumah Sakit Zending
di Serui. Setelah mendengar Indonesia merdeka, ia keluar dari pekerjaannya
dan bergabung bersama pemuda Irian Barat di Batalyon Papua untuk
mengadakan pemberontakan.
Frans Kaisiepo ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1993. Pada
19 Desember 2016, Frans Kaisiepo diabadikan dalam uang kertas rupiah
pecahan Rp 10.000. Frans Kaisiepo juga diabadikan sebagai nama bandara di
Biak, dan nama kapal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL).
Frans Kaisiepo lahir di Wardo, Biak, 10 Oktober 1921. Frans Kaisiepo dikenal
juga sebagai Gubernur Irian Barat pada 1964 hingga 1973. Sejak muda,
Kaisiepo sudah dikenal sebagai aktivis gerakan kemerdekaan Republik
Indonesia di wilayah Papua.
Kematian salah satu anak buahnya membuat Marthen Indey marah kepada
Belanda. Ia pernah dikirim ke New York untuk berpartisipasi dalam negosiasi
yang menghasilkan Perjanjian New York, yakni Irian Jaya bergabung ke
Indonesia. Marthen Indey meninggal di Jayapura pada 17 Juli 1086.
4. Machmud Singgeri Rumagesan
Tahun 1946, Dimara ikut serta dalam pengibaran bendera merah putih di
Namlea, Pulau Buru. Ia juga turut memperjuangkan pengembalian wilayah
Irian Barat ke tangan Republik Indonesia.
Pada tahun 1054, Dimara yang menjadi anggota TNI dan menjabat sebagai
Ketua Organisasi Pembebasan Irian Barat ditangkap oleh tentara Kerajaan
Belanda. Ia dibuang ke Digul dan dibebaskan pada tahun 1960. Johannes
Abraham Dimara meninggal di usia 84 tahun, 20 Oktober 2000 di Jakarta.