81-Article Text-98-2-10-20140301
81-Article Text-98-2-10-20140301
Abstract
Natural resources management comes to the attention of the local
government nowadays. This is due to the damage caused by the
irresponsible natural resource management along this time. The
provincial government's role in organizing and coordinating all aspects
related to the natural resource management in the region is the key word
of these issues. The East Kalimantan' strategic position as the region
which has such potential natural resources has become the central point
of the various natural resource management activities within the area.
The emphasis of the regional autonomy at the district/city level has
become a major obstacle for the provincial government in implementing
the control functions of the natural resources management. The limited
access to both the authority and the funding in the managerial sector
which owned by the provincial government has caused the
uncoordinated natural resource management policies in the region.
Therefore, the provincial government needs to get a larger share in terms
of managing the natural resource, so that a variety of natural resource
management problems in the future can be minimize; especially in order
to grasp the development of a sustainable natural resource.
¹ Naskah diterima: 16 November 2011, revisi kesatu: 14 Februari 2012, revisi kedua: 27 Februari 2012
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.
prinsip yang bisa diterjemahkan dalam daya alam telah mulai mendaptak
gerakan lingkungan (Dwi Susilo, perhatian. Hal tersebut terlihat dari (a).
2008;113-114. RUU PSDA dan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan uraian yang telah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang
dikemukakan tentang posisi Kewenangan Pemerintah dan
pemerintah Propinsi Kalimantan Timur Pemerintah daerah. Dalam RUU PSDA
dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut perlu untuk memperhatikan
diwilayahnya. Maka penulis akan pendekatan sektor dalam pengelolaan
menkaji lebih mendalam mengenai SDA, transformasi institusi yang
kewenangan pengelolaan sumber daya terlibat serta posisi inestasi dalam
alam yang dimiliki oleh pemerintah pengelolaan SDA. (b). Penilaian kinerja
propinsi sebagaimana yang diatur kelembagaan daerah yang telah
dalam dalam peraturan perundang- menunjukkan munculnya pola pola
undangan dengan menfokuskan diri pengalolaan SDA yang memperhatikan
pada pengelolaan hutan, tambang dan keseimbangan dan kesinambungan
perkebunan serta upaya-upaya apa saja pengelolaan SDA. Kedua, implikasi
yang dilaksanakan dalam pengelolaan SDA terhadap hubungan
mengoptimalisakan pengelolaan antar lembaga yaitu kurangnya
sumber daya alam tersebut? koordinasi dalam pengelolaan SDA
sehingga ukuran kinerja antar lembaga
B. OTONOMI DAERAH DAN yang berbeda dan tidak
PENGELOLAAN SUMBER diperhitungkannya secara matang
DAYAALAM mengenai dampak jangka panjang dari
1. Kajian Kepustakaan pengelolaan SDA tersebut.
Pengelolaan sumber daya alam Hubungan antar lembaga dan
di era otonomi daerah menjadi salah seluruh stakeholders pemerintahan juga
satu perhatian dari birokrasi dan muncul sebagai dampak dari
akademisi. Hal tersebut disebabkan pengelolaan SDA di era otonomi
karena kerusakan lingkungan yang daerah. Yasmi dkk. (2005) menyatakan
ditimbulkan sebagai dampak dari bahwa imbas dari pengelolaan SDA
pengelolaan sumber daya alam yang khususnya sektor kehutanan yang
tidak memperhatikan keseimbangan mengikuti kecenderungan yang terjadi
ekosistem lingkungan telah dirasakan di tingkat nasional yang lebih
masyarakat secara umum. Akibat mengutamakan ekstraksi kayu daripada
kerusakan lingkungan tersebut terlihat pengelolaan hutan lestari. Pengelolaan
bencana alam seperti longsor, banjir, yang cenderung ekspolitatif tersebut
dan perubahan iklim yang semakin muncul karena lemahnya perangkat
terasa dampaknya. Kartodiharjo (2006) hukum yang mengatur perlindungan
melihat pengelolaan sumber daya alam terhadap kepentingan masyarakat
di era otonomi daerah dalam dua setempat, hal tersebut mengakibatkan
perspektif yaitu :, perkembangan munculnya potensi konflik antar elit
kebijakan dan implikasi bagi hubungan dalam pengelolaan sektor kehutanan
antar lembaga. Pertama, dalam yang dapat berdampak luas pada
perkembangan kebijakan disebutkan masyarakat dan jalannya roda
bahwa kebijakan pengelolaan sumber pemerintahan. Selain potensi konflik
Jauchar B.
yang muncul sebagai akibat dari sesuai dengan cita-cita bangsa. Dalam
pengelolaan kehutanan, sisi baiknya tulisan ini penulis akan lebih
adalah peningkatan PAD dari beberapa menekankan untuk melihat dan
kabupaten sebagai imbas dari mengkritisi kewenangan pengelolaan
pengelolaan sektor kehutanan di sumber daya alam dilevel propinsi yang
Kalimantan Barat. merupakan wakil pemerintah pusat
Padangan berikutnya yang yang ada di daerah. Upaya untuk
terkait dengan otonomi daerah & mensinergikan pengelolaan SDA di
pengelolaan sumber daya alam dapat derah tentunya hanya akan dapat
dilihat dari hasil penelitian Sabar berjalan sesuai dengan yang diharapkan
(2009) yang melihat pengelolaan SDA jika semua stakeholders yang ada dapat
dari perspektif dukungan peraturan menjalankan tugas dan fungsinya serta
perundang-undangan di daerah, porsi kewenangan yang seimbang
penguatan kelembagaan di daerah, dengan tugas dan fungsi tersebut.
peningkatan koordinasi antar lembaga
dalam pengelolaan SDA. Dalam hasil 2. Konsep Otonomi Daerah &
penelitiannya disebutkan bahwa Pengelolaan Sumber Daya Alam
peraturan perundangan yang berkaitan Implementasi otonomi daerah
dengan pengelolaan sumber daya alam seyogya diarahkan pada pengelolaan
sudah cukup memadai, namun sumber daya alam guna meningkatkan
demikian didalam pelaksanaanya, kesejahteraan rakyat. Upaya untuk
termasuk dalam pengawasan, lebih mendekatkan pelayanan publik
pelaksanaannya perlu mendapatkan kepada masyarakat terlihat dari sasaran
perhatian yang sungguh-sungguh. Hal otonomi daerah sebagaimana
ini sangat terkait dengan niat baik tercantum dalam Undang-Undang No
pemerintah termasuk pemerintah 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
daerah, masyarakat dan pihak-pihak Daerah. Kebijakan desentralisasi dan
yang berkepentingan untuk mengelola otonomi daerah pada akhirnya
sumber daya alam dengan sebaik- menunjukkan kemampuan pemerintah
baiknya agar prinsip pembangunan daerah dalam mengelola daerahnya.
berkelanjutan berwawasan lingkungan Keraf (2006;198-200) menyebutkan
dapat terselenggara dengan baik. Oleh lima tujuan desentralisasi, yang
karena pembangunan pada dasarnya meliputi : pertama, desentralisasi
untuk kesejahteraan masyarakat, maka dimaksudkan untuk lebih
aspirasi dari masyarakat perlu didengar memperlancar dan memaksimalkan
dan program-program kegiatan pelayanan publik demi menjamin
pembangunan betul-betul yang kepentingan masyarakat secara lebih
menyentuh kepentingan masyarakat. baik. Hal ini bisa dicapai karena
Kajian tentang otonomi daerah pengambilan kebijakan lebih
dan pengelolaan SDA menunjukkan didekatkan pada rakyat, yaitu di
bahwa arah kebijakan pengelolaan daerah. Kedua, demi menjamin
sumberdaya alam di era otonomi daerah demokrasi. Terutama dimaksudkan
ditujukan pada pengembangan disini adalah untuk memungkinkan
kapasitas kelembagaan pemerintah di partisipasi publik dalam setiap jenjang
daerah sehingga hal tersebut benar pengambilan keputusan dan kebijakan
Jauchar B.
politik, dan mungkinkan kontrol serta sumber daya alam yang berkelanjutan.
pertanggung jawaban publik yang lebih Peran pemerintah propinsi sebagai
baik. pihak yang mengkoordinasikan
Ketiga, kebijakan publikpun penyelenggaraan pemerintahan antar
bisa lebih baik karena benar-benar bisa kabupaten/kota diwilayahnya menjadi
mengakomodasi aspisrasi dan sangat strategis. Posisi sumber daya
kepentingan rakyat setempat. Ini alam yang tidak dapat dipisahkan oleh
terutama terjadi, karena pemerintah batas-batas administratif menjadi
yang mengambil keputusan tidak saja tantangan yang perlu untuk
lebih mudah berkonsultasi dan dipertimbangkan dalam mengelola
berkomunikasi dengan masyarakat, sumber daya alam.
melainkan juga mereka mengetahui Pembahasan mengenai
secara langsung keadaan nyata di pengelolaan sumber daya alam tidak
daerah tersebut. Keempat, otonomi bisa lepas dari pembahasan mengenai
daerah bertujuan untuk membuka kewenangan pengelolaan,
peluang bagi jaminan kesejahteraan sebagaimana diatur dalam Undang-
dan keadilan ekonomi bagi seluruh Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
rakyat. Dengan desentralisasi, peluang Pemerintahan Daerah (UUPD). Dalam
dan akses ekonomi dibuka bagi semua UUPD Pasal 17 disebutkan bahwa
dan dimungkinkan disetiap daerah dan pemerintahan daerah dalam
kelompok sosial untuk berperan aktif menyelenggarakan urusan
dalam mengembangkan ekonominya. pemerintahan memiliki hubungan
Serta kelima, desentralisasi membawa dengan Pemerintah dan dengan
dampak positif berupa pemangkasan pemerintahan daerah lainnya, yang
rentang birokrasi dan berarti salah satunya adalah hubungan dalam
mengurangi peluang untuk korupsi. Ini pemanfaatan sumber daya alam dan
terjadi, tidak saja karena pelayanan sumber daya lainnya. Hubungan
publik semakin dekat dengan rakyat, tersebut menimbulkan hubungan
tetapi juga karena kontrol yang administrasi dan kewilayahan antar
meningkat dari rakyat terhadap susunan pemerintahan.
kekuasaan birokrasi di daerah. Lebih lanjut disebutkan bahwa
Desentralisasi dan otonomi hubungan dalam bidang pemanfaatan
daerah sebagai kebijakan pemerintah sumber daya alam dan sumber daya
menjadi penting ketika dikaitkan lainnya antara Pemerintah dan
dengan pengelolaan sumber daya alam. pemerintahan daerah meliputi: a.
Pengelolaan sumber daya alam sebagai Kewenangan, tanggung jawab,
unsur lingkungan dengan berbagai pemanfaatan, pemeliharaan,
keterbatasannya dalam hal regenerasi pengendalian dampak, budidaya, dan
dan asimilasi memerlukan perhatian pelestarian; b. Bagi hasil atas
yang lebih dari level pemerintahan pemanfaatan sumber daya alam dan
yang ada. Pembangunan berkelanjutan sumber daya lainnya; dan c.
sebagai cita-cita penyelenggaraan Penyerasian lingkungan dan tata ruang
pemerintahan perlu untuk serta rehabilitasi lahan. Sementara itu
memperhatikan daya dukung hubungan dalam bidang pemanfaatan
lingkungan melalui pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
Jauchar B.
Jauchar B.
subyektif dari manusia sebagai mahluk, sumber daya alam, khususnya yang
terlepas dari ruang politik dan bebas terkait dengan kewenangan
dari perjalanan waktu. Ketiga, Daya pengelolaannya pada level propinsi.
menghukum lingkungan yang timbul Dalam pelaksanaan penelitian,
sebagai akibat dari pengabaian informan ditentukan dengan teknik
manusia manusia atas lingkungan purposive dengan mempertimbangkan
punya sifat yang sangat khas, yakni kemampuan individu yang askan
indiskriminatif. menjadi key informan maupun
Ada hubungan erat antara informan dalam penelitian ini. Untuk
penyelenggaraan pemerintahan yang melengkapi data yang telah diperoleh
baik dengan pengelolaan lingkungan maka dipilih informan yang akan
yang baik. Bahkan ada korelasi sangat memberikan informasi lebih mendalam
positif antara penyelenggaraan mengenai topik penelitian. Informan
pemerintahan yang baik dengan bersumber dari pemerintah propinsi
pengelolaan lingkungan yang baik. (dinas kehutanan, dinas pertambangan
Penyelenggaraan pemerintahan yang dan dinas perkebunan). Lembaga
baik akan mempengaruhi dan Swadaya Masyarakat dari Jaringan
menentukan pengelolaan lingkungan Advokasi Tambang (Jatam) & Walhi,
hidup yang mencerminkan tingkat anggota DPRD Propinsi Kalimantan
penyelenggaraan pemerintahan yang Timur, Akademisi (dosen Fakultas
b a i k . Ta n p a p e n y e l e n g g a r a a n Kehutanan, Fisipol dan Lingkungan),
pemerintahan yang baik, sulit dan masyarakat yang memiliki
mengharapkan akan adanya pengalaman dan pengetahuan tentang
pengelolaan lingkungan jidup yang pengelolaan sumber daya alam di
baik. Penyelenggaraan pemerintahan P r o p i n s i K a l i m a n t a n T i m u r.
yang baik akan menentukan komitmen Pengumpulan data dilaksanakan
penyelenggara pemerintahan terhadap melalui wawancara mendalam dan
lingkungan hidup. (Keraf, 2006 : 201). focus group discussion.
Secara umum prosedur yang
C. METODE PENELITIAN dilakukan dalam penelitian ini terdiri
Jenis penelitian ini adalah dari dua tahap yaitu studi pustaka dan
bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian lapangan. Studi pustaka
penelitian yang menggambarkan dilakukan untuk mendapatkan data
pengelolaan sumber daya alam dalam berupa hasil-hasil penelitian ataupun
era otonomi daerah dengan buku-buku yang relevan dengan materi
memfokuskan diri pada kewenangan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian
pemerintahan pada level propinsi di dan buku-buku dengan konsep dan
Propinsi Kalimantan Timur. Sementara teori yang relevan dengan materi
itu, lokasi penelitian dilaksanakan di penenlitian ini akan sangat bermanfaat
Propinsi Kalimantan Timur dengan bagi langkah selanjutnya dalam
memilih lembaga/dinas sebagai tempat penelitian ini, baik pada tahap awal
yaitu ; Dinas Kehutanan, Dinas maupun pada tahap akhir khususnya
Pertambangan dan Dinas Perkebunan ketika melaksanakan analisis data.
yang merupakan lembaga dengan Penelitian lapangan dilakukan dengan
peran sentral dalam pengelolaan tujuan untuk memperoleh data empiris
Jauchar B.
Jauchar B.
Tabel 1. Luas Hutan Menurut Tata Guna Lahan Kesepakatan di Propinsi Kalimantan
Timur Tahun 2009 (ha)
Hutan Hutan Hutan Tetap Hutan Produksi Hutan
No Kabupaten / Hutan Hutan Suaka
Produksi Produksi Total (3) + (4) yang Dapat di Pendidikan
Kota Lindung Alam / Wisata
Terbatas Tetap + (5) Konversi / Pelatihan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Paser 116.952 109.302 145.350 257.126 511.778,00 531.664 --
2 Kutai Barat 745.551,41 5.500 587.644,98 643.578 1.236.733,98 892.125,22 --
3 Kutai 213.959 11.621 507.614 781.762 1.300.997,00 1.073.009 781.762
Kartanegara
4 Kutai Timur 454.708 54.710 1.090.893 969.952 2.115.555,00 1.043.716 --
5 Berau 339.391,1 523.431,1 631.491,45 616.210,93 1.771.133,48 455.315 --
6 Malinau 708.647 1.360.500 1.624.356 447.910 3.342.166,00 269.813 --
7 Bulungan 167.748 -- 493.583 461.769 955.352,00 542.199 --
8 Nunukan 157.855 -- 164.844 310.387 475.231,00 470.914 --
9 Penajam 21.495,75 -- -- 45.282,36 45.282,36 145.282,26 --
Paser Utara
10 Balikpapan 15.000 15.000 -- -- 15.000 23.562 --
11 Samarinda -- -- -- 386 386,00 62.075 --
12 Tarakan 3.705 7.048 -- 6.860 7.908,00 13.252 --
13 Bontang 21.728 720 -- 1.141 1.861,00 5.248
Jumlah 2.966.740,26 2.081.832,10 5.245.776,43 4.524.346,29 11.869.972,48 5.528.174,48 781.762
Jauchar B.
Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di Kalimantan Timur (ha)
Tahun Karet Kelapa Kopi Lada Cengkeh Kakao Kelapa Lain-Lain
Sawit
2003 60.477,50 49.466,00 16.512,50 13.662,00 291,00 32.927,50 159.076,00 6.631,50
2004 60.154,50 46.307,50 16.104,50 13.756,00 272,00 36.071,00 171.580,50 6.882,00
2005 62.426,00 45.643,00 17.787,50 13.821,00 228,50 37.296,00 201.087,00 7.385,00
2006 64.957,00 47.734,00 17.409,00 14.768,00 253,00 41.307,00 225.352,00 8.741,50
2007 67.891,00 34.537,00 15.067,00 14.508,00 210,50 34.557,50 339.292,50 7.620,50
Pengelolaan tiga sub sektor sumber daya alam yang ada dalam
sumber daya alam tersebut oleh wilayah administratifnya. Berbagai
pemerintah daerah baik pada level kewenangan yang selama ini melekat
pemerintah propinsi maupun pada pemerintah propinsi beralih ke
kabupaten/kota memerlukan dukungan kabupaten/kota, sementara urusan-
berupa perangkat peraturan perundang- urusan yang terkait dengan
undangan yang menjadi dasar bagi penyelesaian sengketa pengelolaan
kewenangan yang dimiliki oleh akan tetap ditinggalkan untuk
masing-masing level pemerintahan. pemerintah propinsi. Kenyataan
Implementasi Undang-Undang No 32 tersebut kemudian menjadi suatu hal
Tahun 2004 diakui atau tidak telah yang perlu untuk disikapi guna
memberikan pengaruh yang begitu menetapkan kembali posisi pemerintah
besar pada level propinsi. Hal ini terkait propinsi dalam posisi tawar yang
dengan besarnya kewenangan yang strategis dalam rangka pembangunan
dimiliki dalam pengelolaan potensi wilayah secara menyeluruh.
Jauchar B.
Jauchar B.
ada aturan (PP) yang mengatur tentang Salah satu contoh ketiadaan
penyerahan sebagian kewenangan kewenangan propinsi bila ditinjau dari
penyelenggaraan kehutanan oleh pusat kawasan budidaya hutan yang telah
kepada pemerintah daerah (Propinsi ditetapkan oleh menteri kehutanan
Kalimantan Timur) sebagai amanat tentang Kawasan Budidaya Non
dari pasal 66 UU Kehutanan Kehutanan (KBNK) dalam
No. 41/1999. Kewenangan yang ada penempatan posisi pertambangan dan
hanya sebatas kewenangan perkebunan. Kewenangan diserahkan
administrasi yang dilaksanakan oleh kepada kabupaten (bupati) dan kota
Dinas Kehutanan Propinsi. Propinsi (walikota), sedangkan posisi propinsi
lebih banyak bertindak sebagai dalam hal ini tidak muncul. Besarnya
pemberi rekomendasi ketimbang kewenangan kabupaten/kota ini
pemberi ijin dalam setiap kegiatan berimplikasi pada lemahnya kekuatan
pengelolaan hutan. Akibatnya, propinsi propinsi. Kewenangan propinsi hanya
menjadi pihak yang “tidak berdaya” sebatas administratif (rekomendasi)
atas hutan yang ada di wilayahnya. dan penyelesaian konflik yang terjadi
Darmadi menyebutkan bahwa terkait berkaitan dengan pengelolaan hutan,
dengan pengelolaan sektor kehutanan misalnya konflik antar daerah
perlu revisi terhadap UU No. 32 Tahun kabupaten/kota dan konflik antara
2004 khususnya terkait dengan daerah dengan masyarakat lokal. Jika
kewenangan pemerintah propinsi. Hal terkait dengan penggunaan anggaran
tersebut didasarkan dari data yang pengelolaan, pusat dan kabupaten/kota
menyebutkan bahwa dari 14,67 Juta Ha memiliki kewenangan yang besar.
bhutan yang ada ± 90% telah rusak Kewenangan ini merupakan
akibat pengelolaan hutan yang tidak konsekuensi logis dari penerapan
bertanggung jawab. Maka terkait otonomi daerah yang menitikberatkan
dengan hal tersebut diperlukan adanya titik berat otonomi daerah pada daerah
penyamaan persepsi dalam mengelola kabupaten/kota sebagaimana diatur
sektor kehutanan. 2 Kewenangan dalam Undang-Undang No. 32 tahun
pengelolaan sektor hutan yang belum 2004 tentang Pemerintah Daerah.
menempatkan posisi propinsi sebagai
sentral dari pengelolaan sektor b. Kendala Yang Dihadapi Dalam
kehuatanan juga disebutkan oleh wakil Pengelolaan Sektor Kehutanan
dari BLH yang menyatakan bahwa Pada Level Propinsi
dalam penyusunan renstra kehutanan Salah satu kendala yang
kedepan perlu untuk penekanan pada mengemuka dalam penelitian terkait
sifat regionalismenya sehingga dengan kewenangan pengelolaan hutan
berbagai persoalan dapat diselesaikan pada level propinsi karena
dengan penekanan pada fungsi dan dimasukkannya pengelolaan hutan
kewenangan dari masing-masing level pada urusan pilihan seperti yang
pemerintahan.3 tercantum dalam UU No. 32/2004 pasal
13 yang menyebutkan bahwa urusan
2
Damai darmadi dalam sesi yang membahas sektor kehutanan pada FGD di Rektorat Unmul 28 Juli 2009.
3
BLH Kaltim dalam FGD 28 Juli 2009.
Jauchar B.
4
Wakil Jatam dalan FGD di rektorat Unmul , 28 Juli 2009
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.
5
Koalisi masyarakat pertambangan yang diwakili Hamka sementara Dinas Kehuatanan diwakili staff dinas, pada
FGD di rektorat unmul, 2009.
Jauchar B.
6
M. Khusiri dalam FGD sesi pertambangan, rektorat Unmul 2009.
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.
Jauchar B.