Anda di halaman 1dari 24

OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI

PROPINSI KALIMANTAN TIMUR


(Studi Kasus Kewenangan Pengelolaan Kehutanan,
Pertambangan dan Perkebunan) 1
Jauchar B.

Pengajar di Program Studi Ilmu Pemerintahan, Universitas Mulawarman


Jl. Muara Muntai, Kampus Gn. Kelua, Samarinda - 75411
Telp. 0541-7177701, Email: jkarimie@yahoo.com

Abstract
Natural resources management comes to the attention of the local
government nowadays. This is due to the damage caused by the
irresponsible natural resource management along this time. The
provincial government's role in organizing and coordinating all aspects
related to the natural resource management in the region is the key word
of these issues. The East Kalimantan' strategic position as the region
which has such potential natural resources has become the central point
of the various natural resource management activities within the area.
The emphasis of the regional autonomy at the district/city level has
become a major obstacle for the provincial government in implementing
the control functions of the natural resources management. The limited
access to both the authority and the funding in the managerial sector
which owned by the provincial government has caused the
uncoordinated natural resource management policies in the region.
Therefore, the provincial government needs to get a larger share in terms
of managing the natural resource, so that a variety of natural resource
management problems in the future can be minimize; especially in order
to grasp the development of a sustainable natural resource.

Keywords : Policy, Authority, Management, Local Government


Intisari

Pengelolaan sumber daya alam menjadi perhatian pemerintah daerah


dewasa ini. Hal tersebut disebabkan karena kerusakan yang ditimbulkan
sebagai dampak pengelolaan sumber daya alam yang tidak
memperhatikan keseimbangan lingkungan. Peran pemerintah propinsi
dalam menyelenggarakan dan mengkoodinasikan semua aspek yang
tekait dengan pengelolaan sumber daya alam di daerah menjadi kata
kunci dari berbagai persoalan tersebut. Posisi strategis Propinsi
Kalimantan Timur sebagai daerah dengan potensi sumber daya alam

¹ Naskah diterima: 16 November 2011, revisi kesatu: 14 Februari 2012, revisi kedua: 27 Februari 2012

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 7


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

yang begitu besar menjadi sentral dari berbagai aktifitas pengelolaan


sumber daya alam di wilayahnya. Titik berat otonomi daerah pada level
kabupaten/kota menjadi kendala utama bagi pemerintah propinsi dalam
melaksanakan fungsi kontrol terhadap pengelolaan sumber daya alam di
daerah ini. Keterbatasan akses baik dari sisi kewenangan maupun
pendanaan dalam pengelolaan sumber daya alam menyebabkan tidak
terkoodinasinya secara baik berbagai kebijakan pengelolaan sumber
daya alam di wilayah Propinsi Kalimantan Timur. Pemerintah propinsi
perlu mendapatkan porsi kewenangan yang lebih besar dalam hal
pengelolaan sumber daya alam sehingga berbagai masalah pengelolaan
sumber daya alam ke depan dapat diminimalisir. Hal tersebut terutama
dalam upaya mewujudkan pembangunan sumber daya alam yang
berkelanjutan.

Kata kunci : Kebijakan, Kewenangan, Pengelolaan, Pemerintah


Daerah

A. PENDAHULUAN diantara level pemerintahan menjadi


Propinsi Kalimantan Timur fakta empirik bagi pemerintah dalam
merupakan daerah dengan potensi mewujudkan pembangunan
sumber daya alam yang melimpah. lingkungan yang berkelanjutan. Peran
Kekayaan sumber daya alam tersebut pemerintah propinsi yang selama ini
menjadi modal dasar dalam mengelola diharapkan menjadi sentral dalam
dan membangun daerahnya. Meskipun pengelolaan sumberdaya alam di
tidak dapat dipungkiri bahwa dalam daerah belum mampu diwujudkan
mengelola sumber daya alam tersebut sesuai dengan harapan. Kerjasama
terdapat berbagai persoalan yang antara pemerintah dengan pemangku
menjadi dinamika dalam pelaksanaan kepentingan di daerah belum terwujud
pemerintahan. Persoalan sumberdaya sebagaimana mestinya. Upaya
alam menjadi sangat penting ketika pelibatan stakeholders sebagaimana
dikaitkan dengan implementasi yang diamanahkan dalam Undang-
otonomi daerah. Betapa tidak, Undang Dasar 1945 yang
kemampuan pemerintah daerah dalam menyebutkan bahwa negara
mengelola dan memanfaatkan sumber melakukan penguasaan terhadap
daya alam tersebut akan memberikan sumberdaya alam (bumi dan air beserta
dampak bagi pengelolaan keuangan isinya) untuk sebesar-besar
daerah. Potensi sumber daya alam yang kemakmuran rakyat perlu
dimiliki Propinsi Kalimantan Timur mendapatkan perhatian yang lebih dari
menjadi hal strategis ketika mampu pemerintah propinsi. Keterbatasan
dikelola dan dikembangkan secara kewenangan yang dimiliki pemerintah
maksimal dalam menunjang roda propinsi memerlukan kerja keras guna
pemerintahan dan pembangunan mendapatkan kewenangan yang lebih
wilayah tersebut. besar dalam pengelolaan sumberdaya
Kewenangan pengelolaan alam diwilayahnya. Kewenangan
sumberdaya alam yang selama ini pengelolaan sumber daya alam yang
terkesan mengabaikan koordinasi dimiliki oleh pemerintah propinsi perlu

8 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

disinergikan dengan stakeholders yang melakukan penentuan peruntukan


ada di daerah. Keterlibatan semua ruang secara tepat harus menjadi acuan
pemangku kepentingan dalam utama dalam pengelolaan sumberdaya
pengelolaan sumber daya alam menjadi alam di daerah agar tercipta
begitu penting seiring dengan pemanfaatan wilayah sesuai dengan
implementasi otonomi daerah dalam yang diharapkan. Hal tersebut senada
satu dasawarsa terakhir. dengan arah pelaksanaan otonomi
Implementasi asas daerah dimana peran pemerintah
desentralisasi yang menekankan pada daerah (kabupaten/kota dan propinsi)
otonomi daerah seluas-luasnya dan menjadi sangat strategis. Amanat
bertanggung jawab menuntut peran dan Undang-Undang No 32 Tahun 2004
kreatifitas dari pemerintah daerah Tentang Pemerintah Daerah jelas
dalam mengelola dan mengembangkan memberikan kewenangan kepada
daerahnya. Kewenangan yang dimiliki daerah meskipun belum sepenuhnya
oleh pemerintah propinsi dalam dalam pengelolaan sumber daya alam
pengelolaan sumber daya alam perlu di daerah. Sejumlah penandatanganan
untuk dimaksimalkan dengan tetap kontrak kerja pengelolaan hutan,
memperhatikan pola koordinasi dan tambang dan sebagainya merupakan
luasnya kewenangan yang dimiliki. wilayah pemerintah daerah dengan
Sehubungan dengan hal tersebut, kapasitas sebagai penentu kebijakan
pemerintah Propinsi Kalimantan Timur yang nantinya secara otomatis
memiliki peran yang sangat strategis mengubah keadaan sumberdaya alam
dalam rangka pengelolaan sumberdaya yang kesemuanya itu memberikan
alam yang dimilikinya. Dalam rangka tekanan baru bagi kerusakan
memaksimalkan potensu sumber daya lingkungan (Santoso,2003).
alam yang dimiliki maka diperlukan Dampak yang nyata dari
upaya serius dari pemerintah propinsi pengelolaan sumber daya alam yang
khususnya SKPD dalam lingkup tidak memperhatikan kondisi
propinsi yang terkait dengan lingkungan berakibat pada rusaknya
pengelolaan sumberdaya alam untuk ekosistem lingkungan tersebut.
berbuat tidak hanya sebagai pelaksana, Dengan demikian, diperlukan adanya
tetapi juga sekaligus sebagai perumus suatu perangkat peraturan perundang-
kebijakan (Santoso,2003). Peran undangan yang secara tegas mengatur
pemerintah propinsi dalam mengelola pengelolaan sumber daya alam di
sumber daya alam tidak dapat daerah. Dalam pengaturan mengenai
dipisahkan dengan Rencana Tata tata kelola sumber daya alam didaerah
Ruang Wilayah (RTRWP) sebagai tentunya juga harus melibatkan
dasar dalam mengelola dan stakeholders yang memiliki kewajiban
mengembangkan wilayahnya sehingga dan tanggung jawab terhadap sumber
tetap terjaga kelestarian dan sesuai daya alam tersebut. Sinergitas antara
dengan peruntukkannya. peraturan perundang-undangan dan
Rencana Tata Ruang Wilayah RTRWP Kalimantan Timur dalam
Propinsi (RTRWP) sebagai salah satu pengelolaan sumberdaya alam
instrumen yang memberi arahan harusnya menjadi perhatian dari
kepada pemerintah daerah untuk pemerintah propinsi guna mewujudkan

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 9


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

pengelolaan sumber daya alam yang ekosisitem lingkungan. Kerusakan


berkelanjutan. Pemerintah propinsi lingkungan dalam satu dasawarsa
sebagai pelaksana asas dekonsentrasi terakhir telah memberikan dampak
dituntut untuk mampu menerjemahkan pada kehidupan masyarakatnya.
dan mengimplementasikan kebijakan Pemerintah propinsi sebagai
pemerintah pusat terkait dengan pemegang kewenangan dalam hal
pengelolaan sumberdaya alam. Hal koordinasi antar wilayah dalam
tersebut terkait dengan fungsi pengelolaan sumber daya alam belum
koordinasi antar daerah dalam menunjukkan eksistensinya.
mengelola dan memanfaatkan sumber Sementara kerusakan lingkungan
daya yang dimilikinya. Selain itu, sebagai dampak pengelolaan sumber
keterpaduan kebijakan antara daya alam tersebut semakin nyata. Hal
pemerintah propinsi dengan tersebut senada dengan paham
pemerintah kabupaten/kota dalam ekosentris sebagai salah satu bentuk
pengelolaan sumberdaya alam di pendekatan pengelolaan sumber daya
daerah mutlak diperlukan mengingat alam. Sebagai contoh, jika terjadi
tidak semua hak pengelolaan hanya pengrusakan terhadap hutan akibat
dimiliki oleh pemerintah propinsi. penebangan dan penambangan yang
Terdapat beberapa kewenangan tidak mengindahkan keseimbangan
pengelolaan sumberdaya alam yang ekosistem, maka untuk melakukan
diserahkan kepada pemerintah proses keseimbangan kembali, banjir
kabupaten/kota yang menempatkan akan terjadi pada wilayah-wilayah
pemerintah propinsi hanya sebagai yang terganggu keseimbangannya.
pemberi stempel atau pihak yang Paham ekosentrisme ( the deep
menyetujui tanpa memiliki ecology) lebih jauh melihat bahwa
kewenangan membatalkan atau semestinya terbangun suatu hubungan
menolak kebijakan tersebut. yang lebih mendalam antara manusia
Kewenangan pengelolaan dengan lingkungan. Terdapat dua
sumber daya alam yang lebih besar gagasan utama dari pendekatan deep
pada pemerintah kabupaten/kota ecology dalam pengelolaan
menempatkan pemerintah propinsi lingkungan, pertama ; manusia dan
sebagai unsur yang besar secara kepentingannya bukan lagi ukuran bagi
administratif tepi sangat lemah dalam sesuatu yang lain. Ia tidak hanya
hal kewenangan. Perdebatan mengenai melihat spesies manusia saja, tetapi
kewenangan pengelolaan sumber daya juga memandang spesies lain.
alam di Propinsi Kalimantan Timur Pernyataan ini sekaligus juga
menjadi isu sentral karena dengan menunjukkan bahwa ekosentrisme
potensi sumber daya alam yang tidak setuju dengan nilai denominatif
dimiliki ternyata tidak berbanding yang dibawa oleh antroposentrisme.
lurus dengan tingkat kesejahteraan Kedua, pandangan tentang lingkungan
masyarakatnya. Kondisi faktual yang harus bersifat praktis. Artinya, etika ini
terjadi di Propinsi Kalimantan Timur menunutt suatu pemahaman baru
menunjukkan bahwa dampak nyata tentang relasi yang etis dalam semesta
dari pengelolaan sumber daya alam (terutama antara manusia dengan
diwilayah ini adalah terganggunya makhluk yang lain) disertai prinsip-

10 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

prinsip yang bisa diterjemahkan dalam daya alam telah mulai mendaptak
gerakan lingkungan (Dwi Susilo, perhatian. Hal tersebut terlihat dari (a).
2008;113-114. RUU PSDA dan Peraturan Pemerintah
Berdasarkan uraian yang telah Nomor 25 Tahun 2000 Tentang
dikemukakan tentang posisi Kewenangan Pemerintah dan
pemerintah Propinsi Kalimantan Timur Pemerintah daerah. Dalam RUU PSDA
dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut perlu untuk memperhatikan
diwilayahnya. Maka penulis akan pendekatan sektor dalam pengelolaan
menkaji lebih mendalam mengenai SDA, transformasi institusi yang
kewenangan pengelolaan sumber daya terlibat serta posisi inestasi dalam
alam yang dimiliki oleh pemerintah pengelolaan SDA. (b). Penilaian kinerja
propinsi sebagaimana yang diatur kelembagaan daerah yang telah
dalam dalam peraturan perundang- menunjukkan munculnya pola pola
undangan dengan menfokuskan diri pengalolaan SDA yang memperhatikan
pada pengelolaan hutan, tambang dan keseimbangan dan kesinambungan
perkebunan serta upaya-upaya apa saja pengelolaan SDA. Kedua, implikasi
yang dilaksanakan dalam pengelolaan SDA terhadap hubungan
mengoptimalisakan pengelolaan antar lembaga yaitu kurangnya
sumber daya alam tersebut? koordinasi dalam pengelolaan SDA
sehingga ukuran kinerja antar lembaga
B. OTONOMI DAERAH DAN yang berbeda dan tidak
PENGELOLAAN SUMBER diperhitungkannya secara matang
DAYAALAM mengenai dampak jangka panjang dari
1. Kajian Kepustakaan pengelolaan SDA tersebut.
Pengelolaan sumber daya alam Hubungan antar lembaga dan
di era otonomi daerah menjadi salah seluruh stakeholders pemerintahan juga
satu perhatian dari birokrasi dan muncul sebagai dampak dari
akademisi. Hal tersebut disebabkan pengelolaan SDA di era otonomi
karena kerusakan lingkungan yang daerah. Yasmi dkk. (2005) menyatakan
ditimbulkan sebagai dampak dari bahwa imbas dari pengelolaan SDA
pengelolaan sumber daya alam yang khususnya sektor kehutanan yang
tidak memperhatikan keseimbangan mengikuti kecenderungan yang terjadi
ekosistem lingkungan telah dirasakan di tingkat nasional yang lebih
masyarakat secara umum. Akibat mengutamakan ekstraksi kayu daripada
kerusakan lingkungan tersebut terlihat pengelolaan hutan lestari. Pengelolaan
bencana alam seperti longsor, banjir, yang cenderung ekspolitatif tersebut
dan perubahan iklim yang semakin muncul karena lemahnya perangkat
terasa dampaknya. Kartodiharjo (2006) hukum yang mengatur perlindungan
melihat pengelolaan sumber daya alam terhadap kepentingan masyarakat
di era otonomi daerah dalam dua setempat, hal tersebut mengakibatkan
perspektif yaitu :, perkembangan munculnya potensi konflik antar elit
kebijakan dan implikasi bagi hubungan dalam pengelolaan sektor kehutanan
antar lembaga. Pertama, dalam yang dapat berdampak luas pada
perkembangan kebijakan disebutkan masyarakat dan jalannya roda
bahwa kebijakan pengelolaan sumber pemerintahan. Selain potensi konflik

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 11


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

yang muncul sebagai akibat dari sesuai dengan cita-cita bangsa. Dalam
pengelolaan kehutanan, sisi baiknya tulisan ini penulis akan lebih
adalah peningkatan PAD dari beberapa menekankan untuk melihat dan
kabupaten sebagai imbas dari mengkritisi kewenangan pengelolaan
pengelolaan sektor kehutanan di sumber daya alam dilevel propinsi yang
Kalimantan Barat. merupakan wakil pemerintah pusat
Padangan berikutnya yang yang ada di daerah. Upaya untuk
terkait dengan otonomi daerah & mensinergikan pengelolaan SDA di
pengelolaan sumber daya alam dapat derah tentunya hanya akan dapat
dilihat dari hasil penelitian Sabar berjalan sesuai dengan yang diharapkan
(2009) yang melihat pengelolaan SDA jika semua stakeholders yang ada dapat
dari perspektif dukungan peraturan menjalankan tugas dan fungsinya serta
perundang-undangan di daerah, porsi kewenangan yang seimbang
penguatan kelembagaan di daerah, dengan tugas dan fungsi tersebut.
peningkatan koordinasi antar lembaga
dalam pengelolaan SDA. Dalam hasil 2. Konsep Otonomi Daerah &
penelitiannya disebutkan bahwa Pengelolaan Sumber Daya Alam
peraturan perundangan yang berkaitan Implementasi otonomi daerah
dengan pengelolaan sumber daya alam seyogya diarahkan pada pengelolaan
sudah cukup memadai, namun sumber daya alam guna meningkatkan
demikian didalam pelaksanaanya, kesejahteraan rakyat. Upaya untuk
termasuk dalam pengawasan, lebih mendekatkan pelayanan publik
pelaksanaannya perlu mendapatkan kepada masyarakat terlihat dari sasaran
perhatian yang sungguh-sungguh. Hal otonomi daerah sebagaimana
ini sangat terkait dengan niat baik tercantum dalam Undang-Undang No
pemerintah termasuk pemerintah 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah
daerah, masyarakat dan pihak-pihak Daerah. Kebijakan desentralisasi dan
yang berkepentingan untuk mengelola otonomi daerah pada akhirnya
sumber daya alam dengan sebaik- menunjukkan kemampuan pemerintah
baiknya agar prinsip pembangunan daerah dalam mengelola daerahnya.
berkelanjutan berwawasan lingkungan Keraf (2006;198-200) menyebutkan
dapat terselenggara dengan baik. Oleh lima tujuan desentralisasi, yang
karena pembangunan pada dasarnya meliputi : pertama, desentralisasi
untuk kesejahteraan masyarakat, maka dimaksudkan untuk lebih
aspirasi dari masyarakat perlu didengar memperlancar dan memaksimalkan
dan program-program kegiatan pelayanan publik demi menjamin
pembangunan betul-betul yang kepentingan masyarakat secara lebih
menyentuh kepentingan masyarakat. baik. Hal ini bisa dicapai karena
Kajian tentang otonomi daerah pengambilan kebijakan lebih
dan pengelolaan SDA menunjukkan didekatkan pada rakyat, yaitu di
bahwa arah kebijakan pengelolaan daerah. Kedua, demi menjamin
sumberdaya alam di era otonomi daerah demokrasi. Terutama dimaksudkan
ditujukan pada pengembangan disini adalah untuk memungkinkan
kapasitas kelembagaan pemerintah di partisipasi publik dalam setiap jenjang
daerah sehingga hal tersebut benar pengambilan keputusan dan kebijakan

12 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

politik, dan mungkinkan kontrol serta sumber daya alam yang berkelanjutan.
pertanggung jawaban publik yang lebih Peran pemerintah propinsi sebagai
baik. pihak yang mengkoordinasikan
Ketiga, kebijakan publikpun penyelenggaraan pemerintahan antar
bisa lebih baik karena benar-benar bisa kabupaten/kota diwilayahnya menjadi
mengakomodasi aspisrasi dan sangat strategis. Posisi sumber daya
kepentingan rakyat setempat. Ini alam yang tidak dapat dipisahkan oleh
terutama terjadi, karena pemerintah batas-batas administratif menjadi
yang mengambil keputusan tidak saja tantangan yang perlu untuk
lebih mudah berkonsultasi dan dipertimbangkan dalam mengelola
berkomunikasi dengan masyarakat, sumber daya alam.
melainkan juga mereka mengetahui Pembahasan mengenai
secara langsung keadaan nyata di pengelolaan sumber daya alam tidak
daerah tersebut. Keempat, otonomi bisa lepas dari pembahasan mengenai
daerah bertujuan untuk membuka kewenangan pengelolaan,
peluang bagi jaminan kesejahteraan sebagaimana diatur dalam Undang-
dan keadilan ekonomi bagi seluruh Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
rakyat. Dengan desentralisasi, peluang Pemerintahan Daerah (UUPD). Dalam
dan akses ekonomi dibuka bagi semua UUPD Pasal 17 disebutkan bahwa
dan dimungkinkan disetiap daerah dan pemerintahan daerah dalam
kelompok sosial untuk berperan aktif menyelenggarakan urusan
dalam mengembangkan ekonominya. pemerintahan memiliki hubungan
Serta kelima, desentralisasi membawa dengan Pemerintah dan dengan
dampak positif berupa pemangkasan pemerintahan daerah lainnya, yang
rentang birokrasi dan berarti salah satunya adalah hubungan dalam
mengurangi peluang untuk korupsi. Ini pemanfaatan sumber daya alam dan
terjadi, tidak saja karena pelayanan sumber daya lainnya. Hubungan
publik semakin dekat dengan rakyat, tersebut menimbulkan hubungan
tetapi juga karena kontrol yang administrasi dan kewilayahan antar
meningkat dari rakyat terhadap susunan pemerintahan.
kekuasaan birokrasi di daerah. Lebih lanjut disebutkan bahwa
Desentralisasi dan otonomi hubungan dalam bidang pemanfaatan
daerah sebagai kebijakan pemerintah sumber daya alam dan sumber daya
menjadi penting ketika dikaitkan lainnya antara Pemerintah dan
dengan pengelolaan sumber daya alam. pemerintahan daerah meliputi: a.
Pengelolaan sumber daya alam sebagai Kewenangan, tanggung jawab,
unsur lingkungan dengan berbagai pemanfaatan, pemeliharaan,
keterbatasannya dalam hal regenerasi pengendalian dampak, budidaya, dan
dan asimilasi memerlukan perhatian pelestarian; b. Bagi hasil atas
yang lebih dari level pemerintahan pemanfaatan sumber daya alam dan
yang ada. Pembangunan berkelanjutan sumber daya lainnya; dan c.
sebagai cita-cita penyelenggaraan Penyerasian lingkungan dan tata ruang
pemerintahan perlu untuk serta rehabilitasi lahan. Sementara itu
memperhatikan daya dukung hubungan dalam bidang pemanfaatan
lingkungan melalui pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 13


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

lainnya antar pemerintahan daerah keputusan dibidang pengelolaan


meliputi: a. Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam akan lebih
sumber daya alam dan sumber daya mengakomodasi kenyataan di
lainnya yang menjadi kewenangan lapangan. Ketiga, dengan otonomi
daerah; b. Kerja sama dan bagi hasil daerah, kepentingan masyarakat lokal
atas pemanfaatan sumber daya alam yang terkait dengan pengelolaan
dan sumber daya lainnya sumber daya alam dan lingkungan
antarpemerintahan daerah; dan c. hidup, khususnya masyarakat adat akan
Pengelolaan perizinan bersama dalam lebih bisa diperhatikan dan
pemanfaatan sumber daya alam dan diakomodasi. Asumsinya, para
sumber daya lainnya. pengambil keputusan dan kebijakan
Khusus dalam kaitan dengan publik adalah orang-orang yang
otonomi daerah, harapan untuk mengenal masyarakatnya sehingga
mengembangkan dan mengelola kepentingan mereka lebih bisa
potensi sumber daya alam yang ada diperhatikan dan diakomodasi.
oleh pemerintah daerah menjadi begitu Keempat, nasib setiap daerah
besar. Apakah realitas membenarkan ditentukan oleh daerah itu sendiri.
hal itu atau tidak, itu sangat bergantung Maka masa depan daerah itu juga
pada banyak faktor lainnya. Keraf menjadi tanggung jawab pemerintah
(2006) menyatakan bahwa secara dan masyarakat setempat. Dalam
konseptual otonomi daerah akan lebih kaitan dengan itu, pengelolaan sumber
menguntungkan bagi pengelolaan daya alam dan lingkungan hidup harus
sumber daya alam dan lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang
hidup. Hal ini dapat dilihat dari empat harus dipertimbangkan secara serius
variabel dalam penyelenggaraan dalam setiap perencanaan
otonomi daerah. Pertama, dengan pembangunan di daerah tersebut. Ada
mendekatkan pengambilan kebijakan asumsi cukup kuat bahwa pemerintah
dan keputusan publikdekat dengan daerah dan masyarakat setempat- tidak
rakyat di daerah, kebijakan dan seperti pemerintah pusat sebelumnya,
keputusan publik tersebut diandaikan akan sangat serius mengantisipasi
akan lebih sesuai dengan kenyataan di setiap kemungkinan yang terkait
lapangan mengenai kondisi lingkungan dengan sumber daya alam dan
hidupnya. Asumsinya, sulit dipahami lingkungan hidup.
bahwa kebijakan dan keputusan publik Lay (2007) menyatakan bahwa
itu bertentangan dengan kenyataan lingkungan memiliki karakteristik khas
mengenai kondisi sumber daya alam di yang idealnya dapat dijadikan titik
daerah. Kedua, ada kontrol lebih rujuk bagi politik sebagai instrumen
langsung dan lebih cepat, bahkan lebih pengaturan kepentingan bersama. Tiga
murah, dari masyarakat dan berbagai karakteristik lingkungan tersebut dapat
kelompok kepentingan di daerah. diidentifikasi sebagai berikut :
Kontrol yang memungkinkan pertama, watak lingkungan sebagai
pemerintah daerah menggunakan sebuah kesatuan sistem melintasi
kewenangannya demi kepentingan sekat-sekat administrasi pemerintahan
masyarakat. Dengan demikian dan politik. Kedua, lingkungan melekat
diasumsikan bahwa kebijakan dan didalamnya kepentingan paling

14 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

subyektif dari manusia sebagai mahluk, sumber daya alam, khususnya yang
terlepas dari ruang politik dan bebas terkait dengan kewenangan
dari perjalanan waktu. Ketiga, Daya pengelolaannya pada level propinsi.
menghukum lingkungan yang timbul Dalam pelaksanaan penelitian,
sebagai akibat dari pengabaian informan ditentukan dengan teknik
manusia manusia atas lingkungan purposive dengan mempertimbangkan
punya sifat yang sangat khas, yakni kemampuan individu yang askan
indiskriminatif. menjadi key informan maupun
Ada hubungan erat antara informan dalam penelitian ini. Untuk
penyelenggaraan pemerintahan yang melengkapi data yang telah diperoleh
baik dengan pengelolaan lingkungan maka dipilih informan yang akan
yang baik. Bahkan ada korelasi sangat memberikan informasi lebih mendalam
positif antara penyelenggaraan mengenai topik penelitian. Informan
pemerintahan yang baik dengan bersumber dari pemerintah propinsi
pengelolaan lingkungan yang baik. (dinas kehutanan, dinas pertambangan
Penyelenggaraan pemerintahan yang dan dinas perkebunan). Lembaga
baik akan mempengaruhi dan Swadaya Masyarakat dari Jaringan
menentukan pengelolaan lingkungan Advokasi Tambang (Jatam) & Walhi,
hidup yang mencerminkan tingkat anggota DPRD Propinsi Kalimantan
penyelenggaraan pemerintahan yang Timur, Akademisi (dosen Fakultas
b a i k . Ta n p a p e n y e l e n g g a r a a n Kehutanan, Fisipol dan Lingkungan),
pemerintahan yang baik, sulit dan masyarakat yang memiliki
mengharapkan akan adanya pengalaman dan pengetahuan tentang
pengelolaan lingkungan jidup yang pengelolaan sumber daya alam di
baik. Penyelenggaraan pemerintahan P r o p i n s i K a l i m a n t a n T i m u r.
yang baik akan menentukan komitmen Pengumpulan data dilaksanakan
penyelenggara pemerintahan terhadap melalui wawancara mendalam dan
lingkungan hidup. (Keraf, 2006 : 201). focus group discussion.
Secara umum prosedur yang
C. METODE PENELITIAN dilakukan dalam penelitian ini terdiri
Jenis penelitian ini adalah dari dua tahap yaitu studi pustaka dan
bersifat deskriptif yaitu suatu penelitian lapangan. Studi pustaka
penelitian yang menggambarkan dilakukan untuk mendapatkan data
pengelolaan sumber daya alam dalam berupa hasil-hasil penelitian ataupun
era otonomi daerah dengan buku-buku yang relevan dengan materi
memfokuskan diri pada kewenangan penelitian ini. Hasil-hasil penelitian
pemerintahan pada level propinsi di dan buku-buku dengan konsep dan
Propinsi Kalimantan Timur. Sementara teori yang relevan dengan materi
itu, lokasi penelitian dilaksanakan di penenlitian ini akan sangat bermanfaat
Propinsi Kalimantan Timur dengan bagi langkah selanjutnya dalam
memilih lembaga/dinas sebagai tempat penelitian ini, baik pada tahap awal
yaitu ; Dinas Kehutanan, Dinas maupun pada tahap akhir khususnya
Pertambangan dan Dinas Perkebunan ketika melaksanakan analisis data.
yang merupakan lembaga dengan Penelitian lapangan dilakukan dengan
peran sentral dalam pengelolaan tujuan untuk memperoleh data empiris

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 15


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

tentang aspek-aspek yang dikaji dalam intan, marmer, serpentinit, peridotit,


penelitian ini. Penelitian ini dilapangan bentonit, diorit).
dilakukan dengan melaksanakan Pengelolaan sektor kehutanan
observasi, wawancara mendalam, merupakan sub sektor yang begitu
maupun FGD. Sementara itu dalam hal favorit dalam kurung waktu 32 tahun
pengumpulan data, penelitian ini pada masa orde baru, letak geografis
membutuhkan dua jenis data yaitu data Propinsi Kalimantan Timur
primer dan data sekunder. Data primer menjadikan lokasi ini menjadi salah
adalah data yang diperoleh langsung satu tujuan dari pengelola sektor
dari informan. Data sekunder adalah kehutanan. Luas hutan di Kalimantan
data yang diperoleh melalui laporan Timur dari tahun-ketahun terus
atau dokumen-dokumen.Data-data mengalami penyusutan baik oleh
yang diperoleh selajutnya akan pengelolaan yang memiliki HPH
dianalisis dengan pendekatan maupun oleh pembalakan liar. Data
kualitatif. Model analisis yang Tahun 2007 menunjukkan bahwa luas
digunakan mengacu pada 3 (tiga) hutan yang tersisa sekita 21.146.648,26
langkah utama, yaitu : Reduksi Data, Ha yang terbagi menjadi 6 (enam) jenis
pengorganisasian data, dan inerpretasi hutan yang meliputi ; hutan lindung,
data. Tiga tahapan analisis tersebut hutan suaka alam dan wisata, hutan
diharapkan mampu mengungkap produksi terbatas, hutan produksi tetap,
secara mendalam mengenai hutan produksi yang dapat dikonversi
pengelolaan sumber daya alam di dan hutan pendidikan / penelitian. Dari
Propinsi Kalimantan Timur. 6 (enam) jenis hutan tersebut, yang
terluas adalah hutan produksi terbatas
D. KONDISI SUMBER DAYA dan hutan produksi yang dapat di
ALAM DI PROPINSI konversi. Untuk lebih jelasnya
KALIMANTAN TIMUR mengenai potensi kehutanan
Propinsi Kalimantan Timur berdasarkan tata guna hutan di Propinsi
merupakan propinsi dengan kekayaan Kalimantan Timur dapat Kita Lihat
sumber daya alam (SDA) yang begitu pada Tabel 1.
melimpah. Hal ini tidak saja pada
potensi SDA yang tidak terbarukan,
akan tetapi lebih dari itu dimana semua
sumber daya yang ada tersedia. Potensi
sumber daya alam Kalimantan Timur
meliputi : Sub Sektor Kehutanan,
Pertanian, Perkebunan, Pesisir dan
Kelautan, Pertambangan Berupa Gas,
minyak bumi, dan mineral, bahan
galian logam dan industri bangunan (
emas, nikel, antimonit, besi, timah
hitam dan seng, rutil, batu gamping,
kaolin, kristal kuarsa, pasir kuarsa,
fospat, lempung, andesit, gipsum,

16 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

Tabel 1. Luas Hutan Menurut Tata Guna Lahan Kesepakatan di Propinsi Kalimantan
Timur Tahun 2009 (ha)
Hutan Hutan Hutan Tetap Hutan Produksi Hutan
No Kabupaten / Hutan Hutan Suaka
Produksi Produksi Total (3) + (4) yang Dapat di Pendidikan
Kota Lindung Alam / Wisata
Terbatas Tetap + (5) Konversi / Pelatihan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Paser 116.952 109.302 145.350 257.126 511.778,00 531.664 --
2 Kutai Barat 745.551,41 5.500 587.644,98 643.578 1.236.733,98 892.125,22 --
3 Kutai 213.959 11.621 507.614 781.762 1.300.997,00 1.073.009 781.762
Kartanegara
4 Kutai Timur 454.708 54.710 1.090.893 969.952 2.115.555,00 1.043.716 --
5 Berau 339.391,1 523.431,1 631.491,45 616.210,93 1.771.133,48 455.315 --
6 Malinau 708.647 1.360.500 1.624.356 447.910 3.342.166,00 269.813 --
7 Bulungan 167.748 -- 493.583 461.769 955.352,00 542.199 --
8 Nunukan 157.855 -- 164.844 310.387 475.231,00 470.914 --
9 Penajam 21.495,75 -- -- 45.282,36 45.282,36 145.282,26 --
Paser Utara
10 Balikpapan 15.000 15.000 -- -- 15.000 23.562 --
11 Samarinda -- -- -- 386 386,00 62.075 --
12 Tarakan 3.705 7.048 -- 6.860 7.908,00 13.252 --
13 Bontang 21.728 720 -- 1.141 1.861,00 5.248
Jumlah 2.966.740,26 2.081.832,10 5.245.776,43 4.524.346,29 11.869.972,48 5.528.174,48 781.762

Upaya pemerintah dalam pertambangan gas, mineral, batu bara


melestarikan potensi kehutanan dan minyak bumi kemudian muncul
dilaksanakan melalui penertiban dan sebagai salah satu daerah penyuplai
pelarangan eksploitasi sektor sumber-sumber kebutuhan seperti
kehutanan. Pergeseran paradigma minerba, gas dan minyak bumi
dalam pengelolaan sumber daya alam tersebut. Berdasarkan data yang ada di
kemudian ditandai dengan dinas pertambangan dan energi
meningkatnya jumlah produksi dari Propinsi Kalimantan Timur potensi
sektor pertambangan. Propinsi sumber daya mineral yang ada dapat
Kalimantan Timur sebagai daerah diklasifikasikan seperti pada tabel 2.
dengan cadangan kekayaan

Tabel 2. Proyeksi Potensi Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Timur


No Jenis Estimasi Kandungan / Lokasi
1 Batu Bara 19, 567.79 ( M Ton) dengan Cadangan 2,410.33 (M Ton)
2 Emas 60,50 Juta Ton, Tersebar di Kab. Pasir, Kab. Kutai Barat,
dan Kab. Bulungan
Nikel ; 120.000.000 Ton, Antomonit ; 87.79 Ton, Besi ;
18.000.000 Ton, Timah Hitam ; Indikatif, Rutil ;
Indikatif, Batu Gamping ; 25.695.523.660 Ton, Kaolin ;
Bahan Galian Industri / 9.029.832, Kristal Kuarsa ; 6.000.000 Ton, Fospat ;
3.
1.680 Ton, Lempung ; 2.036.085.075 Ton, Andesit ;
Bangunan 3
35.000.000 M , Gipsun ; Indikatif, Intan ; I ndikatif,
3 3
Marmer ; 381. 750.000 M , Sarpetinit ; 240.000.000 M ,
3 3
Peridotit ; 801.450.000 M , Bentonit ; 27.800.000 M ,
3
Diorit ; 37.250.135 M

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 17


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

Cadangan Minyak ; 920 Milliar Barrel (MMSTB),


4. Minyak dengan Progosa (ribu ba rrel) ; 49,331.23, Realisasi (ribu
barrel) ; 52,809.53
Cadangan ; 47,39 Trilun SCF, dengan Progosa (ribu
5. Gas Alam MMTBU) ; 968,711.80, Realisasi ; 1.072.815.90 (ribu
MMBTU)
Sumber: Profil Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Kalimantan Timur 2010

Seiring dengan semakin sawit, dan lainnya. Pembudidayaan


peningkatan jumlah penduduk dan tanaman perkebunan termasuk
tuntutan akan diversifikasi pengelolaan didalamnya perkebunan besar
sumber daya alam yang tidak hanya pemerintah, perkebunan besar swasta,
bertumpu pada sektor yang tidak dan perkebunan rakyat. Luas Areal
terbarukan, maka mulai tahun 2002 perkebunan terus meningkat dari
pemerintah daerah terus memacu untuk tahun-ketahun sebagai bentuk
mengembangkan sub sektor dukungan kepada pemerintah untuk
perkebunan dengan berbagai memanfaatkan lahan tidur yang selama
varietasnya. Tanaman perkebunan tidak dimaksimalkan. Untuk lebih
yang dikembangkan di Propinsi jelasnya mengenai luas tanaman
Kalimantan Timur antara lain : karet, perkebunan di Propinsi Kalimantan
kopi, kelapa, cengkeh, coklat, kelapa Timur Dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Tanaman Perkebunan Menurut Jenis Tanaman di Kalimantan Timur (ha)
Tahun Karet Kelapa Kopi Lada Cengkeh Kakao Kelapa Lain-Lain
Sawit
2003 60.477,50 49.466,00 16.512,50 13.662,00 291,00 32.927,50 159.076,00 6.631,50
2004 60.154,50 46.307,50 16.104,50 13.756,00 272,00 36.071,00 171.580,50 6.882,00
2005 62.426,00 45.643,00 17.787,50 13.821,00 228,50 37.296,00 201.087,00 7.385,00
2006 64.957,00 47.734,00 17.409,00 14.768,00 253,00 41.307,00 225.352,00 8.741,50
2007 67.891,00 34.537,00 15.067,00 14.508,00 210,50 34.557,50 339.292,50 7.620,50

Pengelolaan tiga sub sektor sumber daya alam yang ada dalam
sumber daya alam tersebut oleh wilayah administratifnya. Berbagai
pemerintah daerah baik pada level kewenangan yang selama ini melekat
pemerintah propinsi maupun pada pemerintah propinsi beralih ke
kabupaten/kota memerlukan dukungan kabupaten/kota, sementara urusan-
berupa perangkat peraturan perundang- urusan yang terkait dengan
undangan yang menjadi dasar bagi penyelesaian sengketa pengelolaan
kewenangan yang dimiliki oleh akan tetap ditinggalkan untuk
masing-masing level pemerintahan. pemerintah propinsi. Kenyataan
Implementasi Undang-Undang No 32 tersebut kemudian menjadi suatu hal
Tahun 2004 diakui atau tidak telah yang perlu untuk disikapi guna
memberikan pengaruh yang begitu menetapkan kembali posisi pemerintah
besar pada level propinsi. Hal ini terkait propinsi dalam posisi tawar yang
dengan besarnya kewenangan yang strategis dalam rangka pembangunan
dimiliki dalam pengelolaan potensi wilayah secara menyeluruh.

18 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

Kewenangan Pengelolaan Sumber mengelola dan memanfaatkan hutan


Daya Alam Pada Level Pemerintah yang ada di wilayahnya, mulai dari
Propinsi di Propinsi Kalimantan perencanaan hingga perlindungan
Timur hutan dan konservasi alam.
1. Pengelolaan Hutan Meski telah ada Undang-
Kalimantan Timur dikenal Undang tentang penataan ruang yang
sebagai salah satu propinsi dengan mengatur tentang pembagian
kawasan hutan yang luas. Berdasarkan kewenangan dan tanggung jawab
data tahun 2006, luas kawasan hutan antara pemerintah pusat, pemerintah
yang ada sekitar 21.146.648 ha, terdiri propinsi, dan pemerintah
atas hutan lindung, hutan suaka alam kabupaten/kota dalam melakukan
dan wisata, hutan produksi terbatas, pengelolaan kawasan hutan yakni UU
hutan produksi tetap, hutan produksi No. 26 Tahun 2007, namun pada
yang dapat dikonversi, dan hutan kenyataannya belum menjadi solusi
pendidikan/penelitian. Hutan produksi terbaik atas persoalan yang sering
terbatas dan hutan produksi yang dapat muncul ke permukaan terkait dengan
dikonversi merupakan jenis hutan yang pengelolaan hutan ini. Masih seringnya
terluas, yakni 5.245.776 ha dan terjadi tumpang tindih (overlap)
5.528.174 ha. Dengan kawasan hutan penggunaan lahan untuk keperluan
yang luas ini, sejatinya pemerintah yang berbeda, misalnya adanya lahan
propinsi memiliki tanggung jawab yang memiliki izin penggunaan ganda
dalam mengelola hutan yang sebesar- (untuk keperluan industri kehutanan,
besarnya untuk kepentingan pertambangan, dan perkebunan) dan
masyarakat, khususnya masyarakat saling klaim antara pusat dan daerah
Kalimantan Timur. merupakan sebuah indikator belum
Dalam rangka melaksanakan terlaksananya UU ini. Fenomena ini
amanah tersebut, sudah barang tentu menunjukkan bahwa belum ada sinergi
diperlukan sebuah kewenangan yang positif antara pusat dan daerah terkait
jelas agar pengelolaan dapat berjalan dengan kewenangan pengelolaan
sebagaimana mestinya. Kewenangan hutan.
yang dimaksud adalah pelimpahan Berikut ini akan digambarkan
sebagian wewenang pemerintah pusat kewenangan pengelolaan hutan di
kepada pemerintah propinsi untuk Kalimantan Timur.
melakukan pengelolaan hutan.
Pemberian kewenangan ini seharusnya a. Kewenangan Pengelolaan Sektor
dengan peraturan perundang-undangan Kehutanan Pada Level Propinsi
yang kemudian menjadi payung hukum Dalam kasus Kalimantan
dalam mengatur batas kewenangan Timur, berdasarkan data yang
antara pusat dan daerah, sehingga tidak diperoleh dari pelaksanaan Focus
terjadi tumpang tindih kewenangan Group Discussion (FGD) tentang
yang dapat berakibat pada inefisiensi Otonomi Daerah dan Pengelolaan
pengelolaan. Payung hukum Sumberdaya Alam Kalimantan Timur
pelaksanaan kewenangan ini mutlak yang diselenggarakan pada tanggal 28
diperlukan oleh pemerintah daerah Juli 2009 di Universitas Mulawarman
(propinsi) sebagai landasan dalam Samarinda, terungkap bahwa belum

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 19


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

ada aturan (PP) yang mengatur tentang Salah satu contoh ketiadaan
penyerahan sebagian kewenangan kewenangan propinsi bila ditinjau dari
penyelenggaraan kehutanan oleh pusat kawasan budidaya hutan yang telah
kepada pemerintah daerah (Propinsi ditetapkan oleh menteri kehutanan
Kalimantan Timur) sebagai amanat tentang Kawasan Budidaya Non
dari pasal 66 UU Kehutanan Kehutanan (KBNK) dalam
No. 41/1999. Kewenangan yang ada penempatan posisi pertambangan dan
hanya sebatas kewenangan perkebunan. Kewenangan diserahkan
administrasi yang dilaksanakan oleh kepada kabupaten (bupati) dan kota
Dinas Kehutanan Propinsi. Propinsi (walikota), sedangkan posisi propinsi
lebih banyak bertindak sebagai dalam hal ini tidak muncul. Besarnya
pemberi rekomendasi ketimbang kewenangan kabupaten/kota ini
pemberi ijin dalam setiap kegiatan berimplikasi pada lemahnya kekuatan
pengelolaan hutan. Akibatnya, propinsi propinsi. Kewenangan propinsi hanya
menjadi pihak yang “tidak berdaya” sebatas administratif (rekomendasi)
atas hutan yang ada di wilayahnya. dan penyelesaian konflik yang terjadi
Darmadi menyebutkan bahwa terkait berkaitan dengan pengelolaan hutan,
dengan pengelolaan sektor kehutanan misalnya konflik antar daerah
perlu revisi terhadap UU No. 32 Tahun kabupaten/kota dan konflik antara
2004 khususnya terkait dengan daerah dengan masyarakat lokal. Jika
kewenangan pemerintah propinsi. Hal terkait dengan penggunaan anggaran
tersebut didasarkan dari data yang pengelolaan, pusat dan kabupaten/kota
menyebutkan bahwa dari 14,67 Juta Ha memiliki kewenangan yang besar.
bhutan yang ada ± 90% telah rusak Kewenangan ini merupakan
akibat pengelolaan hutan yang tidak konsekuensi logis dari penerapan
bertanggung jawab. Maka terkait otonomi daerah yang menitikberatkan
dengan hal tersebut diperlukan adanya titik berat otonomi daerah pada daerah
penyamaan persepsi dalam mengelola kabupaten/kota sebagaimana diatur
sektor kehutanan. 2 Kewenangan dalam Undang-Undang No. 32 tahun
pengelolaan sektor hutan yang belum 2004 tentang Pemerintah Daerah.
menempatkan posisi propinsi sebagai
sentral dari pengelolaan sektor b. Kendala Yang Dihadapi Dalam
kehuatanan juga disebutkan oleh wakil Pengelolaan Sektor Kehutanan
dari BLH yang menyatakan bahwa Pada Level Propinsi
dalam penyusunan renstra kehutanan Salah satu kendala yang
kedepan perlu untuk penekanan pada mengemuka dalam penelitian terkait
sifat regionalismenya sehingga dengan kewenangan pengelolaan hutan
berbagai persoalan dapat diselesaikan pada level propinsi karena
dengan penekanan pada fungsi dan dimasukkannya pengelolaan hutan
kewenangan dari masing-masing level pada urusan pilihan seperti yang
pemerintahan.3 tercantum dalam UU No. 32/2004 pasal
13 yang menyebutkan bahwa urusan

2
Damai darmadi dalam sesi yang membahas sektor kehutanan pada FGD di Rektorat Unmul 28 Juli 2009.
3
BLH Kaltim dalam FGD 28 Juli 2009.

20 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

pemerintahan propinsi yang bersifat dalam pengelolaan hutan di daerah. Hal


pilihan meliputi urusan pemerintahan tersebut berimplikasi pada pengelolaan
yang secara nyata ada dan berpotensi hutan tidak berkelanjutan dan
untuk meningkatkan kesejahteraan cenderung eksploratif.4 Tidak adanya
masyarakat sesuai dengan kondisi, road maaf yang jelas mengenai
kekhasan, dan potensi unggulan daerah pengelolaan hutan juga berimbas pada
yang bersangkutan. Untuk Kalimantan semakin sulitnya akses masyarakat
Timur, kekhasan dan potensi unggulan dalam berpartisipasi untuk menjaga
daerah yang dimiliki salah satunya dan mengelola hutan agar tetap sesuai
adalah hutan. Selanjutnya diperkuat dengan yang diharapkan.
dengan PP No. 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan c. Upaya Pemerintah Propinsi
antara Pemerintah, Pemerintah dalam Memperbaiki Pengelolaan
Propinsi, dan Pemerintah Hutan
Kabupaten/Kota pasal 6 ayat (4) yang Untuk mengatasi persoalan
menyebutkan bahwa urusan pilihan kurangnya kewenangan propinsi dalam
yang dimaksud salah satunya adalah pengelolaan hutan adalah dengan
kehutanan. melakukan perubahan penekanan dari
Pengelolaan hutan Kalimantan urusan pilihan menjadi urusan wajib.
Timur yang masuk urusan pilihan ini Dengan perubahan ini diharapkan
kemudian mengakibatkan tidak propinsi menjadi lebih berdaya dan
maksimalnya sinergi antara pusat dan memiliki peran penting. Propinsi perlu
daerah dalam pengelolaan hutan. mengembangkan konsep yang jelas
Minimya kewenangan yang diserahkan tentang perencanaan, pengelolaan, dan
kepada propinsi menjadi kendala perlindungan hutan melalui suatu
tersendiri karena kreatifitas yang kajian pengelolaan kawasan hutan agar
seharusnya muncul dari wilayah di dapat menjadi acuan bagi pusat dan
mana hutan itu dikelola menjadi tidak daerah dalam melakukan sinergi
ada. pengelolaan hutan. Bukan hanya
Kendala lain adalah belum kabupaten/kota, propinsi pun harus
ditetapkannya Rencana Tata Ruang diberi ruang untuk mengembangkan
W i l a y a h P r o p i n s i ( RT R W P ) kreatifitas dan kreasi dalam mengelola
Kalimantan Timur dalam bentuk hutan.
Peraturan Daerah (perda), padahal Propinsi harus menyiapkan diri
perda ini sangat dibutuhkan sebagai untuk mengantisipasi kemungkinan
panduan dalam menetapkan zona-zona terjadinya konflik kepentingan yang
kawasan pengelolaan hutan. Hal biasanya muncul mengiringi
tersebut dibenarkan oleh perwakilan pengelolaan sumberdaya hutan.
dari Jaringan Advokasi Tambang Propinsi perlu menjadi jembatan atas
(Jatam) yang menyatakan bahwa kepentingan pusat dan kabupaten/kota
dengan tidak disahkannya RTRWP dengan menyiapkan perangkat
maka pengelolaan sektor kehutanan pemerintahan guna
didaerah tidak jelas, tidak ada road map mengoptimalisasikan berbagai

4
Wakil Jatam dalan FGD di rektorat Unmul , 28 Juli 2009

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 21


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

kegiatan pengelolaan sumber pengelolaan sumber daya tersebut


kehutanan. perlu untuk secara ketat diberlakukan
sehingga dapat dinikmati oleh generasi
2. Pengelolaan Pertambangan penerus. Kewenangan yang dimiliki
Sektor pertambangan sebagai oleh masing level pemerintahan
salah satu sektor unggulan dalam menjadi kunci utama dalam
pengelolaan sumber daya alam di mengefektifkan berbagai aktifitas. Hal
Propinsi Kalimantan Timur perlu untuk ini tidak terkecuali pada pemerintahan
mendapatkan perhatian serius. Hal ini level propinsi untuk dapat mengelola
terkait dengan dampak yang dan mensinergikan berbagai persoalan
diakibatkan dari kegiatan pertambangan yang ada di Propinsi
pertambangan tersebut. Kegiatan Kalimantan Timur.
pertambangan di Kalimantan Timur
mencakup pertambanngan migas dan a. K e w e n a n g a n P e n g e l o l a a n
non-migas. Dari jenis kegiatan itu, Pertambangan di Level Propinsi
minyak bumi dan gas alam merupakan Ditetapkannya Undang-
hasil tambang yang sangat besar Undang No 32 Tahun 2004 tentang
pengaruhnya terhadap kehidupan pemerintahan daerah membawa
perekonomian Kalimantan Timur dan pengaruh pada penyelenggaraan
Indonesia pada umumnya. Hal ini pemerintahan bidang pertambangan,
didasari oleh fakta bahwa salah satu Hal ini terutama pada pergeseran
sumber pemasok devisa negara adalah urusan bidang pertambangan yang
bersumber dari pertambangan. Selain semula hanya pada galian golongan C,
memperhitungkan jumlah pemasukan kemudian mengarah pada semua
negara dari sektor pertambangan juga kewenangan pertambangan yang ada di
perlu untuk kemudian melihat dampak daerah untuk diselesaikan sesuai
yang ditimbulkan dari kegiatan dengan kebutuhan dan kemampuan
pertambangan terhadap lingkungan yang ada di daerah.
dan ekosistem yang ada disekitarnya. Implementasi pasal-pasal UU
Operasionalisasi No. 32 Tahun 2004 tentang
pertambangan dengan berbagai kewenangan pengelolaan sektor
jenisnya pada suatu lingkungan pada pertambangan di daerah membawa
akhirnya akan membawa dampak pada ketimpangan pada level propinsi.
ketidakseimbangan lingkungan Besarnya kewenangan yang dimiliki
sebagai imbas pengelolaan lingkungan oleh pemerintah kabupaten/kota dalam
itu sendiri. Dalam kondisi tersebut menerbitkan dan mengelola berbagai
peran pemerintah sebagai kontrol permasalahan pertambangan ternyata
untuk menjaga kesinambungan sumber tidak sejalan dengan kewenangan yang
daya alam di daerahnya perlu untuk dimiliki oleh pemerintah propinsi. Hal
dihadirkan demi keberlanjutan ini berpengaruh pada posisi tawar dari
pembangunan itu sendiri. Tidak dapat pemerintah propinsi terhadap
dipungkiri bahwa sektor pertambangan pengelolaan sektor pertambangan
khususnya ; mineral, gas, minyak dan tersebut.
batubara merupakan energi yang tidak Kewenangan pengelolaan
terbarukan. Sehingga mekanisme sektor pertambangan sebagaimana

22 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

diatur dalam Peraturan Pemerintah h.Pembinaan dan pengawasan


Republik Indonesia Nomor 38 Tahun keselamatan dan kesehatan kerja,
2007 tentang pembagian urusan lingkungan pertambangan termasuk
pemerintahan antara pemerintah, reklamasi lahan pasca tambang,
pemerintahan daerah propinsi, dan konservasi dan peningkatan nilai
pemerintah daerah kabupaten/kota tambah terhadap usaha pertambangan
dalam bidang energi dan sumber daya mineral, batu bara dan panas bumi,
mineral (mineral, batu bara, panas pada wilayah lintas kebupaten/kota
bumi, dan air) meliputi ; a. Pembuatan atau yang berdampak regional. i.
peraturan perundang-undangan daerah Pembinaan dan pengawasan
propinsi bidang mineral, batu bara, penguasahaan KP lintas
panas bumi dan air tanah. b. kabupaten/kota, j. Pembinaan dan
Penyusunan data dan informasi usaha pengawasan keselamatan dan
pertambangan mineral dan batu bara kesehatan kerja, lingkungan
serta panas bumi lintas kabupaten kota. pertambangan termasuk reklamasi
c. Pemberian izin usaha pertambangan lahan pasca tambang, konsevasi dan
mineral, batu bara dan panas bumi pada peningkatan nilai tambah terhadap KP
wilayah lintas kabupaten/kota dan lintas kabupaten/kota. k. Pembinaan
paling jauh 12 (dua belas) mil laut dan pengawasan pelaksanaan izin
diukur dari garis pantai kearah laut usaha pertambangan mineral, dan
lepas dan/atau kearah perairan batubara untuk operasi produksi, serta
kepulauan. d. Pemberian izin usaha panas bumi yang berdampak
pertambangan mineral, dan batu bara lingkungan langsung lintas
untuk operasi produksi yang kabupaten/kota, l. Pengelolaan data
berdampak lingkungan langsung lintas dan informasi mineral, batu bara, panas
kabupaten kota dengan paling jauh 12 bumi dan air tanah serta pengusahaan
(dua belas) mil laut diukur dari garis dan SIG wilayah kerja pertambangan di
pantai ke arah laut lepas dan / atau ke wilayah propinsi. m. Penetapan potensi
arah perairan kepulauan. e. Pembinaan panas bumi dan air tanah serta neraca
dan pengawasan pelaksanaan izin sumber daya dan cadangan mineral dan
usaha pertambangan mineral, batu bara batubara di wilayah propinsi. serta n.
dan panas bumi pada wilayah lintas Pengangkatan dan pembinaan
kabupaten/kota dan paling jauh 12 (dua inspektur tambang serta pembinaan
belas) mil laut diukur dari garis pantai jabatan fungsional propinsi.
ke arah laut lepas dan/atau ke arah Guna mendukung pelaksanaan
perairan kepulauan. f. Pemberian izin tugas dan fungsi instansi terkait dalam
badan usaha jasa pertambangan pengelolaan pertambangan, maka
mineral, batubara, dan panas bumi dikeluarkan SK. Gubernur Kaltim No.
dalam rangka PMA dan PDMN lintas 26 Tahun 2004 tentang lingkungan
kabupaten/kota. g. Pengelolaan, pertambangan. Beberapa parameter
pembinaan dan pengawasan yang digunakan dalam menilai kondis
pelaksanaan izin usaha jasa pertambangan dalam SK tersebut
pertambangan mineral, batubara, dan ternyata belum cukup untuk
panas bumi dalam rangka penanaman mendorong instansi pertambangan di
modal lintas kabupaten/kota. level propinsi untuk mengkoordinir

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 23


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

pertambangan secara menyeluruh. tuntutan perubahan zaman dan


Hasil wawancara kepala bidang lingkungan masyarakat Kalimantan
pertambangan umum dinas Timur dalam hal pengelolaan sektor
pertambangan propinsi Kaltim pertambangan akan lebih maksimal
menyebutkan bahwa ; Dinas dengan jika urusan pengelolaan sektor
pertambangan pada level pripinsi pertambangan diarahkan pada pilihan
merupakan lembaga dengan wilayah wajib yang memungkinkan pemerintah
kerja yang luas dengan kewenangan propinsi memiliki nilai tawar lebih
yang sangat sedikit. Fungsi yang dibandingkan pemerintah
jalankan oleh distambeng propinsi kabupaten/kota.
hanya pada wilayah koodinasi. (hasil Kewenangan pemerintah
wawancara, juli 2009). Keterbatasan kabupaten/kota dalam menerbitkan
dalam sektor kewenangan izin pengelolaan pertambangan tanpa
mengakibatkan dinas pertambangan koordinasi dengan pemerintah propinsi
dan energi pada level propinsi pada pada akhirnya akan mengakibatkan
akhirnya hanya akan menjadi lembaga munculnya kesimpangsiuran informasi
koordinasi dengan kewenangan yang dalam pengelolaan pertambangan di
terbatas. Propinsi Kalimantan Timur. Dinas
Jenis kewenangan yang Pertambangan dan energi hanya
dimiliki pemerintahan pada level menerima laporan yang terkait dengan
propinsi menempatkan posisi tawar sengketa yang muncul dalam
propinsi dalam pengelolaan sektor pengelolaan pertambangan tersebut,
pertambangan begitu lemah, sementara sementara urusan-urusan yang
tuntutan globalisasi mengarahkan pada memungkinkan pencegahan
peningkatan peran propinsi yang tidak permasalahan, khususnya lintas
hanya pada bidang adminsitatif tetapi kabupaten/kota tidak melibatkan
pada semua lini yang terkait dengan pemerintah propinsi. Kondisi ini
penyelenggaraan dan pengelolaan berdampak pada hilangnya koordinasi
sektor pertambangan. antara dinas dari level kabupaten/kota
ke pemerintah propinsi sebagai wujud
b. Kendala-Kendala Yang dihadapi dari ketiadaan wewenang pemerintah
dalam Pengelolaan propinsi untuk mengatur dan
Pertambangan Pada level mengelola bidang pertambangan di
Propinsi kabupaten /kota. Hal tersebut senada
Upaya pemerintah propinsi dengan pernyataan perwakilan koalisi
dalam meningkatkan perannya untuk masyarakat untuk pertambangan dan
pengelolaan sektor pertambangan perwakilan dinas kehutanan yang
terkendala pada jenis kewenangan menyatakan ; pengelolaan sektor
tersebut. Kewenangan pengelolaan pertambangan harus sinergi dimana
dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang kewenangan besar masalah
menempatkan pengelolaan sektor pertambangan seharusnya berada di
pertambangan sebagai urusan pilihan level propinsi. Hal tersebut
pada dasarnya telah menunjukkan dimaksudkan agar pengelolaan
posisi kewenangan tersebut. Sementara kawasan dapat berjalan secara

24 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

berkesinambungan dengan untuk mengelola dan mengembangkan


memperhatikan daya dukung potensi sumber daya alam perlu untuk
lingkungan sekitarnya.5 direposisikan kembali melalui suatu
Pengelolaan sektor peraturan perundang-undangan yang
pertambangan oleh pemerintah nantinya akan menjadi kekuatan
Propinsi Kalimantan Timur yang tidak hukum bagi pemerintah propinsi dalam
sejalan dengan kebijakan pemerintah mengoptimalkan potensi yang dimiliki
kabupaten/kota. Besarnya kewenangan oleh masing-masing daerah.
yang dimiliki oleh pemerintah Posisi kewenangan propinsi
kabupaten/kota mengakibatkan yang hanya merupakan urusan pilihan
penerbitan izin dalam pengelolaan perlu untuk dikembangkan menjadi
pertambangan sesuai dengan keinginan urusan wajib sehingga daerah
pemerintah kabupaten/kota tanpa mempunyai kemampuan untuk
memperhatikan rencana tata ruang dan mengatur dan mengembangkan
wilayah akan berdampak pada wilyahnya masing-masing. Pemerintah
lingkungan. Pembangunan lingkungan pusat perlu untuk memperhatikan
khususnya sektor pertambangan kekhasan suatu daerah dalam
merupakan suatu kesatuan yang tidak memberikan kesempatan untuk
dapat dipisahkan oleh batas-batas mengelola dan mengembangkan
administratif termasuk oleh batas-batas wilayahnya sesuai dengan kebutuhan
wilayah kabupaten/kota. daerah yang bersangkutan. Ragam
kebutuhan yang berbeda antar daerah
c. Upaya Pemerintah Propinsi memungkinkan perbedaan jenis
Dalam Mengoptimalkan kewenangan yang dimiliki oleh daerah
Pengelolaan Pertambangan dalam mengelola dan mengembangkan
Lemahnya kewenangan yang potensi sektor pertambangnnya.
dimiliki oleh pemerintah propinsi Fungsi pengawasan dari
dalam mengelola sektor pertambangan pemerintah propinsi baik secara
di Propinsi Kalimantan Timur perlu langsung maupun tidak langsung
untuk ditinjau kembali dengan menjadi hal yang begitu penting untuk
memberikan kesempatan yang lebih dimaksimalkan oleh level
besar pada pemerintah propinsi untuk pemerintahan. Hal ini terkait dengan
memposisikan diri dalam berbagai posisi pemerintah pada level propinsi
aktifitas pertambangan di daerah ini. sebagai wilayah administratif yang
Kegiatan pertambangan sebagai suatu memungkinkan berbagai urusan yang
kesatuan dalam pengelolaan sumber terkait koordinasi antar wilayah dapat
daya alam merupakan potensi yang dilaksanakan secara penuh.
harus memberikan daya guna dan Berjalannya fungsi pengawasan ini
manfaat bagi pemerintah daerah mulai ditandai dengan semakin menguatnya
dari level kabupaten/kota maupun level posisi tawar dari level pemerintah
propinsi. Porsi kewenangan yang propinsi dimata pemerintah kabupaten.
begitu kecil bagi pemerintah propinsi Sehingga koordinasi antar wilayah

5
Koalisi masyarakat pertambangan yang diwakili Hamka sementara Dinas Kehuatanan diwakili staff dinas, pada
FGD di rektorat unmul, 2009.

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 25


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

dapat terbangun untuk mewujudkan Kewenangan lain dari propinsi hanya


pembangunan wilayah khususunya berkutat pada kegiatan administrasi
sektor pertambangan yang lebih baik seperti pengembangan statistik dan
dan terbangunnya konsep sistem informasi perkebunan,
pembangunan sumber daya alam yang memberikan tanda register pada usaha
berkelanjutan. perkebunan, penyusunan peta
pengembangan rehabilitasi,
3. Pengelolaan Perkebunan konservasi, optimasi, dan pengendalian
Kalimantan Timur merupakan lahan perkebunan, rekomendasi
salah satu propinsi yang mempunyai kesesuaian dengan rencana makro
prospek pada pengembangan sector pembangunan perkebunan propinsi
perkebunan. Tanaman perkebunan dari gubernur untuk Izin Usaha
yang dikembangkan di Kalimantan Perkebunan yang diterbitkan oleh
Timur antara lain: karet, kopi, kelapa, Bupati/walikota, pengklassifikasian
lada, cengkeh, coklat, kelapa sawit dan Kebun lintas kab./kota.
lainnya. Pembudidayaan tanaman Kewenangan pengelolaan
perkebunan termasuk di dalamnya sektor perkebunan menjadi perhatian
perkebunan besar pemerintah, dari pemerintah daerah karena sektor
perkebunan besar swasta, dan perkebunanan diharapkan menjadi
perkebunan rakyat. Dalam pengelolaan salah satu solusi alternatif dalam
perkebunan supaya bisa berjalan memecahkan masalah rehabilitasi
maksimal diperlukan beberapa lingkungan akibat pengelolaan yang
kewenangan yang bisa memayunginya. tidak memperhatikan keseimbangan
Dari beberapa kewenangan yang ada ekosistem. M. Khusairi menyatakan
menimbulkan dinamika pada sector bahwa : kewenangan pengelolaan
perkebunan di Kalimantan Timur. perkebunanan seharusnya
Berikut ini, beberapa kewenangan yang dititikberatkan pada level propinsi. Hal
dimiliki pemerintah propinsi. ini dimaksudkan agar fungsi koordinasi
dalam pengelolaan lingkungan dapat
a. K e w e n a n g a n P e n g e l o l a a n memberikan manfaat bagi
Perkebunan di Level Propinsi keseimbangan dan keberlanjutan
Berdasarkan UU Otoda ekosistem yang ada.6 Keterbatasan
No. 32 th 2004 tentang Pemerintahan wewenangan yang dimiliki oleh dinas
Daerah sektor perkebunan merupakan perkebunan menyebabkan
urusan pilihan di propinsi, bukan penyelenggaraan fungsi koordinasi dan
termasuk urusan wajib. Hal tersebut pengawasan dalam pengelolaan sektor
mengakibatkan kewenangan dari perkebunanan oleh pemerintah
propinsi menjadi terbatas. Dalam propinsi dalam rangka mewujudkan
pemberian izin pembukaan lokasi baru pembangunan berkelanjutan juga
propinsi hanya mempunyai terbatas.
kewenangan pada level lintas kab/kota.
Izin lokasi di kab/kota menjadi
kewenangan dari bupati/walikota.

6
M. Khusiri dalam FGD sesi pertambangan, rektorat Unmul 2009.

26 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

b. Kendala yang Dihadapi Dalam c. Upaya Pemerintah Propinsi


Pengelolaan Perkebunan Pada Dalam Mengoptimalkan
Level Propinsi Pengelolaan Perkebunan
Sektor perkebunan yang hanya Khusus Propinsi Kalimantan
menjadi urusan pilihan pada level Timur karena mempunyai potensi
propinsi mengakibatkan terbatasnya lahan yang sangat luas, ke depan sektor
ruang gerak propinsi dalam perkebunan bisa menjadi komoditi
pengembangan sektor perkebunan di andalan seiring dengan semakin akan
Kalimantan Timur. Dinas Perkebunan habisnya hasil tambang yang selama ini
tidak mempunyai kewenangan untuk menjadi primadona dan hasil hutan
memberi dan mencabut izin. yang semakin menipis karena banyak
Kewenangan diberikan kepada ditebang dan justru menimbulkan dan
kab/kota, terkecuali untuk izin lintas mengakibatkan banjir dan tanah
kab/kota. Dengan dalih untuk longsor di Kalimantan Timur. Olehnya
mencapai target investasi dan itu sector perkebunan yang sesuai
pembangunan 1 juta ha sawit di Kaltim, amanat UU Otoda No. 32 tentang
banyak bupati/walikota yang pemerintahan daerah menjadi urusan
mengobral memberikan izin. Tetapi pilihan perlu menjadi urusan wajib.
sudah bertahun-tahun izin diberikan, Pengawasan dan evaluasi
ternyata tidak ada tanaman sawit yang (pelaksanaan kebijakan, norma,
ditanam, banyak lahan yang standar, kriteria, pedoman, dan
ditelantarkan. Hingga kini izin lokasi prosedur di bidang perkebunan) selama
yang diberikan oleh Bupati/Walikota ini menjadi kewenangan pemerintah
kepada para pengusaha Perkebunan pusat saja, sebaiknya propinsi juga
Besar Swasta (PBS) mencapai diberikan kewenangan. Selain itu
3.195.577 ha. Namun realisasi tanam dalam pemanfaatan lahan perkebunan
baru 405.000 ha, itu artinya 2.790.577 di setiap kab/kota perlu pelibatan
ha lahan dalam keadaan terlantar. propinsi dalam hal pengawasan dan
Pengembangan perkebunan di evaluasi (hal tersebut bertujuan untuk
level Propinsi Kalimantan Timur meminimilisasi lahan perkebunan yang
terkadang juga terkendala dalam hal terlantar di kab/kota).
pengelolaan Hak Guna Usaha. Izin lokasi yang bukan lintas
Kawasan Budidaya Non Kehutanan kab/kota perlu koordinasi /pelibatan
(KBNK) yang sudah mempunyai Hak propinsi (kab/kota tidak seenaknya
Guna Usaha sering terhambat dalam mengeluarkan izin). Selama ini ketika
hal pengelolaan dengan Kehutanan. penggunanaan lahan di daerah kab/kota
Pihak perkebunan tidak bisa bermasalah baru melibatkan propinsi.
melakukan penebangan kayu untuk Dalam hal ini diperlukan Memorandum
membuka lahan tanpa izin dari of Understanding (MOU) antara
kehutanan. gubernur dengan bupati/walikota
seluruh Kaltim untuk mengawasi dan
memberikan sanksi bagi Pengusaha
Perkebunan Swasta (PBS) yang tidak
mampu merealisasikan target tanam.
Untuk menghindari lahan yang

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 27


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

terlantar pemprop memerlukan D. PENUTUP


kewenangan untuk memberikan 1. Kesimpulan
pembatasan waktu maksimal dalam Berdasarkan uraian pada
merealisasikan program tanam bagi bagaian pembahasan, maka dapat
pengusaha yang sudah mendapatkan ditarik beberapa kesimpulan :
izin. - Lemahnya posisi pemerintah
Kendala dalam hal propinsi dalam pengelolaan sumber
pengelolaan Hak Guna Usaha yang daya alam di Kalimantan Timur
sudah terbit terutama di Kawasan Non disebabkan lemahnya kewenangan
Budidaya Kehutanan (KNBK), yang dimiliki oleh pemerintah
memerlukan kewenangan penuh dari propinsi. Pengelolaan sumber daya
sector perkebunan untuk melaksanakan alam merupakan urusan pilihan
pengembangan lahan (tanpa campur yang mengakibatkan sektor tersebut
tangan lagi kehutanan). Suatu areal tidak mendapatkan perhatian yang
yang sudah menjadi Kawasan Non lebih besar jika dibandingkan 16
Budidaya Kehutanan sebaiknya bidang kewenangan wajib yang dimiliki
kehutanan tidak lagi terlibat (bidang oleh pemerintah propinsi.
perkebunan tidak lagi meminta izin - Pengelolaan sumber daya alam
untuk menebang kayu) seperti yang lebih bertumpu di kabupaten/Kota
terjadi selama ini. Dalam hal ini sebagai urusan wajib dalam
pemanfaatan Kawasan Non Budidaya penyelenggaraan otonomi daerah.
Kehutanan bidang perkebunan perlu Hal ini menyebabkan lemahnya
kewenangan khusus dari propinsi. posisi tawar pemerintah propinsi
Upaya lain yang perlu terhadap pemerintah
dilakukan adalah pembuatan sebuah kabupaten/kota dalam pengelolaan
rumusan yang tegas yang mengatur sumber daya alam di wilyahnya.
posisi structural antara pemerintah - Pemerintah di level propinsi
pusat, propinsi, dan kab/kota. Dalam berupaya untuk mendapatkan
bentuk negara kesatuan, betapapun kewenangan yang lebih besar dalam
pemerintah pusat harus tetap berada di pengelolaan sumber daya alam
puncak hierarki kewenangan yang melalui revisi undang-undang
dapat mengawasi setiap deviasi pemerintahan daerah dan
kebijakan perkebunan dan perundang-undangan yang secara
penyalahgunaan kekuasaan dari spesifik mengatur tentang
cabang pemerintahan di bawahnya, pengelolaan sumber daya alam di
sambil pada sisi lain dapat menjamin level propinsi
terlaksananya maksud otonomi
terutama dalam sector perkebunan. 2. Rekomendasi
propinsi sebagai kepanjangan tangan Te r k a i t d e n g a n m a s i h
pusat untuk mengawasi pelaksanaan ditemukannya beberapa kekurangan
kebijakan di kab/kota, sambil pada sisi dalam pengelolaan sumber daya alam
yang lain sebagai simpul dari daerah- maka dirumuskan rekomendasi sebagai
daerah yang menjalankan fungsi berikut :
koordinasi dan sinkronisasi hubungan - Perlu adanya perubahan terbatas
antar daerah. pada UU No. 32/2004 tentang

28 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

pemerintahan daerah, khususnya Pedesaan Di Negara-negara


pasal 13 yang mengatur pembagian Berkembang, skala
urusan pemerintahan yang terkait Permasalahan dan
dengan urusan wajib dan urusan Hekekatnya. Dalam Kebijakan
pilihan dalam pengelolaan Publik dan Pembangunan.
sumberdaya alam. Pengelolaan Malang: IKIP
sumber daya alam seharusnya __________. 2002. Analisis
dimasukkan menjadi urusan wajib Kebijaksanaan Dari
pemerintah propinsi. Hal tersebut Formulasi Ke Implementasi
dimaksudkan agar pengelolaan Kebijaksanaan Negara .
sumber daya alam menjadi salah Jakarta: Bumi Aksara.
satu prioritas bagi pemerintah Bratakusumah, Supriady, Dedi dan
propinsi. Solihin, Dadang. 2001.
- Perlu memperhatikan potensi Otonomi Penyelenggaraan
sumber daya alam yang khas di Pemerintah Daerah. Jakarta:
suatu daerah seperti ; potensi hutan, Gramedia Pustaka Utama.
tambang dan perkebunan, sehingga Dwi Susilo, Rachmad K. 2008.
kewenangan pengelolaan yang Sosiologi Lingkungan. Jakarta:
diberikan nantinya tepat sasaran dan Raja Grafindo Persada.
mampu menghindari konflik D. Siregar, Doli. 2002. Optimalisasi
kepentingan di dalamnya. Pemberdayaan Harta
- Perlu adanya kewenangan yang Kekayaan Negara. Jakarta:
lebih tegas/nyata pada pemerintah Gramedia Pustaka Utama.
propinsi dalam pengelolaan Islamy, A.Irvan. 1994. Prinsip-prinsip
sumberdaya alam di daerah, Perumusan Kebijakan
khususnya dalam pemberian izin Negara, Jakarta: Bina Aksara.
dan penentuan wilayah pengelolaan Edisi 2, Cet. 1.
yang melewati batas administratif Kaho, Josef Riwu, 1991. Prospek
kabupaten/kota. Sementara Otonomi Daerah di Negara RI.
kabupaten/kota hanya pada posisi Jakarta: Rajawali Press.
pelaksana teknis dalam hal K ar to d ih ar d jo , H ar iad i. 2 0 0 6 .
pelaksanaan dan pengawasannya. Pengelolaan Sumber Daya
- Perlu kajian lebih lanjut tentang Alam (PSDA) di P. Jawa dalam
pelaksanaan fungsi koordinasi Perspektif Otonomi Daerah.
antara pemerintah kabupaten/kota Bahan Diskusiyang
dengan pemerintah propinsi dalan dilaksanakan Koalisi LSM
penyelenggaraan urusan Jawa Timur di Surabaya, 29
pemerintahan di daerah khususnya November 2006 . Dalam
pengelolaan sumber daya alam di http://repository.ipb.ac.id/bitst
Propinsi Kalimantan Timur. ream/handle/123456789/4192
3/pengelolaan%20sumber%2
0daya%20alam%20%28PSD
DAFTAR PUSTAKA A%29di%20p.jawa%20dalam
A b d u l Wa h a b , S o l i c h i n . 1 9 9 7 . %20perspektif%20otonomi%
Kebijakan Pembangunan 20Daerah.pdf?sequence=1

Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012 29


OTONOMI DAERAH DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
(STUDI KASUS KEWENANGAN PENGELOLAAN KEHUTANAN, PERTAMBANGAN DAN PERKEBUNAN)

Jauchar B.

diakses 14 Februari 2012. Soemarwoto, Otto. 2001. Analisis


Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Mengenai Dampak
Lingkungan. Jakarta: Penerbit Lingkungan. Yogyakarta:
Buku Kompas. Gadjah Mada University
Mazmanian, Daniel and Paul A. Press.
Sabatiar (eds), 1988. Effectivly Subarsono, A.G. 2005. Analisis
Policy Implementation. Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Lexington Mass Pustaka Pelajar.
Meter, Donald, S. Van dan Carl E. Van Sugiono. 2008. Metodologi Penelitian
Horn. 1975. The Policy Kuantitatif Kualitatif Dan
Implementation Process; R&D. Bandung: Alfabeta.
Aconceptual Frame Work, Suharto, Edi. 2005. Membangun
Beverly Hills: Sage Masyarakat Memberdayakan
Publication Inc. Rakyat. Bandung: Refika
Milles, B. Matthew dan A. Michael, Aditama.
Huberman. 1992. Analisis __________ . 2005. Analisis Kebijakan
Data Kualiatif . Jakarta: Publik. Bandung: Alfabeta.
Universitas Indonesia. __________ . 2007. Kebijakan Sosial
Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Sebagai Kebijakan Publik.
Penelitian Kualitatif Edisi Bandung: Alfabeta.
Revisi. Bandung. Remaja Supamoko, M. 2006. Ekonomi Sumber
Rosdakarya. Daya Alam dan Lingkungan
Nazir, Moh.1999. Metode Penelitian. (Suatu pendekatan Teoritis).
Jakarta. Ghalia Indonesia. Yogyakarta: BPPE.
Sabar, Eko Prihatin. 2009. Otonomi Utomo, Tri Widodo W. 2007.
Daerah dan Pengelolaan Menerawang Pembangunan
Sumber Daya Alam. Wilayah di Masa Depan
Semarang: Fakultas Hukum Dengan Analisis Skenario
Universitas Diponegoro, (Scenario Planning).
D a l a m Samarinda: PKP2A III LAN.
http://senatorindonesia.org/se Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
nator/UPLOADED/files/UND Publik Teori & Proses .
IP_otonomi%20daerah%20da Yogyakarta: Media Pressindo.
n%20pengelolaan%20SDA.p Yasmi, Yardi. Dkk. 2005. Kompleksitas
df. Diakses 14 Februari 2012. Pengelolaan Sumber Daya
Santoso, Purwo, Mencari Keterpaduan Hutan di Era Otonomi
Ekosistemik dalam Daerah; Studi Kasus di
Pengelolaan Sumberdaya Kabupaten Sintang
Alam di Daerah, Makalah Kalimantan Barat. Bogor: Inti
disampaikan dalam “Seminar Prima Karya. Dalam
Internasional IV Dinamika http://www.cifor.org/publicati
Politik Lokal di Indonesia: ons/pdf_files/Books/BYasmi0
Partisipasi dan Demokrasi”, 601.pdf diakses 14 Februari
Salatiga, 14-18 Juli 2003. 2012.
Kompas, 4 Mei 2007.

30 Jurnal Borneo Administrator | Volume 8 | No. 1 | 2012

Anda mungkin juga menyukai