Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga

atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Sarwono,2010:522)

Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah

jam setelah persalinan bayi. (Manuaba,2010:399)

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta

sehingga atau melebihi waktu bayi lahir. (Saifuddin,2009:178)

Dari beberapa sumber yang penulis kutip mengenai pengertian retensio

plasenta semuanya berpendapat sama mengenai batasan waktu yang ditentukan

untuk menentukan retensio plasenta yaitu apabila setelah bayi lahir sampai 30

menit plasenta belum lahir, maka disebut retensio plasenta.

B. Jenis-jenis Retensio Plasenta

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena villi chorialis tumbuh

melekat lebih dalam.

a. Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion

plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi

fisiologis.

7
8

b. Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai sebagian lapisan miometrium.

c. Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga

mencapai/melewati lapisan miometrium.

d. Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang

menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding

uterus.

2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan

menyebabkan perdarahan yang banyak atau karena adanya lingkaran

kontriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III

(plasenta inkarserata)

C. Predisposisi Retensio Plasenta

Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta yaitu:

1. Grandemultipara.

2. Kehamilan ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak

luas.

3. Kasus infertilitas, karena lapisan endometriumnya tipis.

4. Plasenta previa, karena dibagian isthmus uterus pembuluh darah sedikit

sehingga perlu masuk jauh ke dalam.

5. Bekas operasi pada uterus.


9

D. Penyebab Retensio plasenta

Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting),

dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya

(plasenta membranasea) dan ukurannya (plasenta yang sangat kecil). Plasenta

yang sukar lepas karena penyebab diatas disebut plasenta adhesiva.

Tabel 2.1 Gambaran Dan Dugaan Penyebab Retensio Plasenta

Gejala Separasi/ Plasenta Plasenta


Akreta Parsial Inkarserata Akreta
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup

Tinggi fundus Sepusat 2 jari bawah pusat Sepusat

Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid

Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada

Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur

Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat


Seluruhnya
Syok Sering Jarang
Jarang Sekali
Sumber : Rukiyah, 2010 : 298

E. Fisiologi Pelepasan Plasenta

Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi miometrium

sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta.

Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisah diri dari

dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area
10

pemisahan bekuan darah retroplasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini

menambah pemisahan , kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan

keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai

dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO,

2001 dalam buku Rukiyah & Yulianti, 2010 : 297)

Pada kala III persalinan, otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti

penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini

menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat

perleketan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah

maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.

Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam

vagina (JNPK-KR, 2008 : 95)

F. Pimpinan Kala III

Pimpinan kala III adalah pengawasan terhadap perdarahan,

memperhatikan tanda-tanda pelepasan plasenta, dan melahirkan plasenta.

Tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu sebagai berikut :

1. Rahim naik karena plasenta yang telah lepas jatuh ke dalam segmen

bawah rahim atau bagian atas vagina dan mengangkat rahim.

2. Bagian tali pusat yang lahir menjadi lebih panjang.

3. Rahim menjadi lebih bundar bentuknya dan lebih keras.

4. Keluarnya darah dengan tiba-tiba.


11

5. Dengan perasat Kustner : tali pusat diregangkan dengan satu tangan,

tangan lainnya menekan perut di atas simfisis. Jika tali pusat masuk,

plasenta belum lepas. Jika tetap atau keluar, plasenta sudah lepas.

Gejala-gejala ini biasanya timbul dalam 5 menit setelah anak lahir. Jika

plasenta sudah pasti lepas, tentukan dulu apakah rahim berkontraksi baik,

kemudian usahakan melahirkan plasenta dengan cara-cara berikut ini :

menyuruh pasien mengejan, membuat tekanan pada fundus uteri

(Wirakusumah, 2011 : 171-172)

Penanganan kala III menurut (JNPK-KR, 2008 : 96-97) adalah untuk

menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat

mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan

darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.

Manajemen aktif kala III terdiri dari tiga langkah utama : pemberian suntikan

oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir, melakukan penegangan tali

pusat terkendali, masase fundus uteri.

G. Penatalaksanaan Retensio Plasenta

Dalam melakukan penatalaksanaan pada retensio plasenta sebaiknya bidan

harus mengambil beberapa sikap dalam menghadapi kejadian Retensio

Plasenta yaitu :
12

1. Sikap umum bidan.

a. Memperhatikan keadaan umum penderita, apakah anemis, bagaimana

jumlah perdarahannya, tanda-tanda vital, kontraksi dan tinggi fundus

uteri.

b. Mengetahui keadaan plasenta, apakah plasenta inkarserata serta

melakukan tes pelepasan plasenta.

c. Memasang infus dan memberikan cairan pengganti.

2. Sikap khusus bidan.

Pada kejadian retensio plasenta atau plasenta tidak keluar dalam waktu 30

menit bidan dapat melakukan tindakan manual plasenta yaitu tindakan

untuk mengeluarkan atau melepaskan plasenta secara manual

(menggunakan tangan) dari tempat implatansinya dan kemudian

melahirkannya keluar dari kavum uteri (Rukiyah, 2010 : 302)

Hal yang penting diperhatikan dalam penatalaksanaan retensi plasenta

adalah ada tidaknya tanda perdarahan, retensi tanpa tanda perdarahan rujuk

segera. Tahapan penanganan retensi plasenta sebagai berikut :

a. 15 menit setelah bayi lahir, plasenta belum lahir : berikan 10 IU

oksitosin IM dosis kedua (dosis pertama diberikan sesaat setelah bayi

lahir berdasarkan manajemen aktif kala III), pastikan kembali kandung

kencing kosong.

b. Ulangi peregangan tali pusat terkendali dengan tekanan dorso kranial,

bila dalam 30 menit plasenta belum lahir siapkan pasien untuk dirujuk.
13

Namun, bila terjadi tanda perdarahan segera lakukan manual plasenta

(Joseph HK & Nugroho S, 2010 : 8)

3. Prosedur Plasenta Manual dengan cara :

a. Persiapan :

1) Pasang set dan cairan infus.

2) Jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan.

3) Lakukan anastesi verbal atau analgesia per rektal.

4) Siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.

b. Pelaksanaan manual plasenta :

1). Tindakan penetrasi kedalam kavum uteri : pastikan kandung kemih

dalam keadaan kosong, jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10

cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

2). Secara obstetrik masukan tangan lainnya (punggung tangan

menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi

bawah tali pusat.

3). Setelah mencapai bukaan serviks, minta seorang asisten/penolong

lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan

tangan luar untuk menahan fundus uteri.

Gambar 2.1 : meregangkan tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut


Sumber : Rukiyah, 2010
14

4). Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga ke

kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

Gambar 2.2 : tangan kiri menahan fundus uteri, tangan lain melepaskan plasenta
Sumber : Rukiyah, 2010

5). Bentangkan tangan secara obstetrik menjadi datar seperti memberi

salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lain saling

merapat).

6). Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.

Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap

disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta

dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah

(posterior ibu).

7). Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali

pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan

dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas

(anterior ibu).

8). Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus

maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke


15

kanan dan ke kiri sambil digeser ke atas (cranial ibu) hingga semua

perleketan plasenta terlepas dari dinding uterus.

9). Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan

eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

Gambar 2.3 : mengeluarkan plasenta dan melakukan eksplorasi


Sumber : Rukiyah, 2010

10).Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra symphisis (tahan

segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong

untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta

keluar (hindari adanya percikan darah).

11).Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra

symphisis) uterus kearah dorso kranial setelah plasenta dilahirkan

dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

12). Pencegahan infeksi dengan cara : dekontaminasi sarung tangan

(sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan.

13).Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam

larutan klorin 0,5 % selama 10 menit, cuci tangan dengan sabun


16

dan air bersih mengalir, keringkan tangan dengan handuk bersih

dan kering.

14). Pemantauan pasca tindakan : periksa tanda-tanda vital ibu, catat

kondisi ibu dan buat laporan tindakan, tulis rencana pengobatan,

tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

15). Beritahu ibu dan keluarganya bahwa tindakan sudah selesai tetapi

ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.

16). Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum

pindah ke ruang rawat gabung (Rukiyah, 2010 : 302-304)

H. Upaya preventif retensio plasenta oleh bidan.

1. Meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil

terjadi retensio plasenta.

2. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga

kesehatan yang terlatih.

3. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak

diperkenankan untuk melakukan masase dengan tujuan mempercepat

proses persalinan plasenta. Masase yang tidak tepat waktu dapat

mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan

plasenta. (Manuaba,2010:399-402).

Anda mungkin juga menyukai