Anda di halaman 1dari 13

HAKIKAT PEMBELAJARAN

MAKALAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Dra. Sumilah, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Adi Anggito (3201419045)


2. Difa Nur Azka (3201419048)
3. Niswatun Mufarrikhah (3401420104)
4. Wisa Salma Aulya (3401420103)

Kelompok 9

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020

BAB XI
HAKIKAT PEMBELAJARAN

A. Pengertian Pembelajaran

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata pembelajaran berasal dari kata
ajar. Ajar artinya petunjuk yang diberikan kepada orang lain supaya diketahui,
pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau mahkluk hidup
belajar. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa dalam (events) yang mempengaruhi
peserta sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan
(Briggs,1992). Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat
internal jika peserta didik melakukan self instruction dan disisi lain kemungkinan juga
bersifat eksternal yaitu jika bersumber dari pendidik . Jadi teaching (pembelajaran) itu
hanya merupakan sebagian dari instruction, sebagai salah satu bentuk pembelajaran.
Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman anak sebagai seperangkat event
sehingga terjadi proses belajar .

Pendapat lain dari seorang tokoh bernama Gagne (1981) menyatakan bahwa
pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirancang
untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar
memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

Pembelajaran berorientasi pada bagaimana peserta didik berperilaku, memberikan


makna bahwa pembelajaran merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individual,
yang merubah stimuli dari lingkungan sesorang kedalamm sejumlah informasi, yang
selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka
panjang. Hasil belajar itu memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk
melakukan berbagai penampilan (Gagne, 1985).

Sedangkan proses pembelajaran merupakan seperangkat peristiwa yang


mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh
kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan. Singkatnya proses
pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik, atau
antar peserta didik baik itu komunikasi secara verbal (lisan) atau secara nonverbal seperti
penggunaan computer dalam pembelajaran nya.

B. Komponen – komponen Pembelajaran


Adapun komponen komponen dalam pembelajaran meliputi tujuan, peserta didik, materi
pelajaran, strategi, media, evaluasi, dan penunjang.
1. Tujuan
Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaianya melalui kegiatan
pembelajaran adalah instructional effect dan biasanya diwujudkan dalam bentuk
pengetahuan, dan keterampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam
tujuan pembelajaran semakin spesifik dan operasional.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan akan mempermudah dalam
menentukan kegiatan pembelajaran yang tepat. Setelah peserta didik melakukan
proses belajar mengajar, selain memperoleh hasil belajar seperti yang dirumuskan
dalam tujuan pembelajaran, mereka akan memperoleh apa yang disebut dampak
pengiring (nurturant effect). Dampak pengiring dapat berupa kesadaran akan sifat
pengetahuan, tenggang rasa, kecermatan dalam berbahasa dan sebagainya. Dampak
pengiring merupakan tujuan yang pencapainya sebagai akibat mereka menghayati di
dalam sistem lingkungan pembelajaran yang kondusif, dan memerlukan waktu jangka
panjang.
2. Peserta Didik
Peserta didik dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama karena
berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah
individu yang melakukan proses belajar mengajar. Sedangkan peserta didik sebagai
obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku
pada diri peserta didik. Untuk itu peserta didik harus berpartisipasi aktif dalam
kegiatan pembelajaran.

3. Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan komponen utama dalam proses
pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan
pembelajaran. Materi pembelajaran yang komprehensif, terorganisir secara sistematis
dan didiskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses
pembelajaran.

Materi pembelajaran dalam sisem pembelajaran berada dalam Silabus,


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan buku sumber pendidik hendaknya
dapat memilih dan mengorganisasikan materi pembelajaran agar proses pembelajaran
berlangsung intensif.

4. Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum untuk mewujudkan proses


pembelajaran yang diyakini evektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik dituntut memiliki kemampuan
dalam memilih, model model pembelajaran yang menunjang pelaksanaan metode
mengajar. Untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat pendidik harus
mempertimbangkan tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik, materi
pembelajaran dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi
maksimal.

5. Media pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat/ wahana yang digunakan pendidik dalam


proses pembelajaran untuk membantu penyampaian materi pembelajaran untuk
membantu penyampaian materi pembelajaran. Media sebagai salah satu komponen
sistem pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran. Sebab
media pembelajaran menjadi salah satu komponen pendukung strategi pembelajaran
disamping komponen waktu dan metode pembelajaran. Menurut suparman (1995) ada
beberapa alasan mengapa media dibuthuhkan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu :

1. Memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata
menjadi dapat dilihat dengan jelas
2. Menyajikan benda yang jauh dari peserta didik
3. Menyajikan peristiwa yang kompleks, rumit, dan berlangsung cepat
menjadi sistematik dan sederhana, sehingga mudah diikuti
6. Penunjang
Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah
fasilitas belajar, buku sumber, alat pembelajaran, materi pembelajaran, dan
semacamnya. Komponen penunjang berfungsi mempelancar, melengkapi, dan
mempermudah terjadinya proses pembelajaran

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Apabila pembelajaran ditinjau dari segi internal dan eksternal maka teori
pembelajaran adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan
prinsip pembelajaran dalam usaha mencapai tujuan belajar dengan penekanan pada
prosedur yang telah terbukti berhasil secara konsisten (Reigelut dan Carr-Chellman,
2009).
1. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori behavioristic
Hartley & Devies (1978) menyatakan bahwa pembelajaran yang dapat
menimbulkan proses belajar dengan baik apabila;
a. Peserta didik berpartisipasi secara aktif
b. Materi disusun dalam bentuk unit-unit kecil dan diorganisir secara sistematis dan
logis
c. Tiap respon peserta didik diberi balikan dan disertai penguatan
2. Prinsip pembelajaran bersumber dari teori kognitif
a. Konstruktivisme
Peserta didik membangun pengetahuan dengan cara menghubungkan pengetahuan
yang telah dimiliki, dan mereka menggunakan pengetahuan tersebut untuk
merespon pengetahuan yang diterima

b. Konteks
Pengetahuan yang dikonstruksikan oleh peserta didik tergantung pada konteks
dan keadaan mental
c. Perubahan
Peserta didik akan mudah mempelajari pengetahuan yang sesuai atau dapat
memperluas pengetahuan yang telah dimiliki
d. Individualisasi
Karena individu mengkonstruksikan struktur mentalnya, maka beberapa peserta
didik memiliki respon secara berbeda dan pendekatan yang berbeda dalam belajar
e. Belajar sosial
Peserta didik akan belajar secara efektif apabila mereka melaksanakannya dengan
cara interaksi sosial

3. Prinsip pembelajaran dari teori humanisme


a. Belajar mandiri (self-directed learning)
Peserta didik hendaknya diberikan kesempatan untuk mengarahkan belajarnya,
memilih apa yang ingin mereka pelajari, mengarahkan belajarnya, memilih apa
yang ingin mereka pelajari, mengarahkan kapan dan cara-cara mempelajarinya
b. Belajar tentang cara-cara belajar (learning how to learning)
Pembelajaran hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara terus-menerus
menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara belajar
c. Evaluasi diri (Self-Evaluation)
Evaluasi diri sangat diharapkan oleh peserta didik, dan menjadi prasyarat bagi
perkembangan kemandirian. Melalui evaluasi diri, peserta didik akan mengambil
tanggung jawab untuk memutuskan kriteria yang penting bagi dirinya sendiri,
tujuan belajar yang akan dicapai, menilai seberapa jauh mereka telah mencapai
tujuan belajar yang ditetapkan sendiri
d. Pentingnya perasaan (important of feelings)
Pendekatan humanistik tidak membedakan domain kognitif dan afektif dalam
belajar, dan kedua domain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan, belajar merupakan kegiatan memperoleh informasi atau pengalaman
baru, dan secara personal peserta didik menemukan makna akan informasi atau
pengalaman baru.
e. Bebas dari ancaman (freedom of threat)
Belajar akarn lebih mudah , bermakna, dan lebih diperkuat apatbila belajar itu
terjadi dalam suasana yang nyaman. Pembelajaran yang mampu membebaskan
peserta didik dari ancaman adalah pembelajaran yang diwarnai oleh suasana
demokratis secara bertanggung jawab.

4. Prinsip pembelajaran dalam rangka pencapaian ranah tujuan


Ranah tujuan pembelajaran dapat dibedakan atas ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik. Dalam upaya mencapai tujuan pembelaiaran ranah tertentu, diperlukan
prinsip pembelajaran yang tidak sama, terutama prinsip yang mengatur prosedur darn
pendekatan pembelajaran itu sendiri.
a. Prinsip pengaturan kegiatan kognitif
Pembelajaran hendaknya memperhatikan bagaimana mengatur kegiatan kognitif
yang efisien. Caranya mengatur kegiatan kognitif dengan menggunakan
sistematika alur pikir dan sistematik proses belajar itu sendiri. Orang yang
mernggunakan alur pikir dalam pemecahan masalah, ia akan berfikir derngan
sistematis dan dapat mengontrol kegiatan kognitifnya, sehingga pembelajaran
akan lebih efisien.
b. Prinsip pengaturan kegiatan afektif
Pembelajaran pengaturan kegiatan afektif perlu memperhatikan dan
mengaplikasikan tiga pengaturan kegiatan afektif, yaitu faktor conditioning,
behavior modifcation, dan human model. Faktor conditioning yaitu perilaku
pendidik yang berpengaruh terhadap rasa senang atau rasa benci peserta didik
terhadap pendidik. Faktor behavior modification pemberian penguatan seketika.
Faktor human model yaitu contoh berupa orang yang dikagumi dan dipercaya
para peserta didik. Dalam mengaplikasikan prinsip tersebut hendaknya dikaitkan
dengan fase belajar sikap, yaitu, fase motivasi, konsentrasi, pengolahan dan
balikan.
c. Prinsip pengaturan kegiatan psikomotorik
Pembelajaran pengaturan kegiatan psikomotorik mementingkan faktor
latihan, penguasaan prosedur gerak-gerik, dan prosedur koordinasi anggota badan.
Untuk itu diperlukan pembelajaran fase kognitif. Dalam mengaplikasikan
prinsip-prinsip hendaknya juga mengkaitkan fase belajar psikomotorik, yaitu fase
motivasi, konsentrasi, pengolahan, menggali dan balikan.

5. Prinsip pembelajaran konstrukvisme


Menurut kontruktivisme, belajar adalah proses aktif peserta didik dalam
mengkonstruksi arti, wacana, dialog, pengalaman fisik dalam proses belajar tersebut
terjadi proses asimilasi dan menghubungkan pengalaman atau informasi yang sudah
dipelajari. Dengan demikian sebenarnya tergolong teori kognitif, hanya saja kognitif
dalam pengembangan. Prinsip vang nampak dalam pembelajaran konstruktivisme
ialah:
a. Pertanyaan dan konstruksi jawaban peserta didik adalah penting
b. Berlandasan beragam sumber informasi materi dapat dimanipulasi para peserta
didik
c. Pendidik lebih bersikap interaktif dan berperan sebagai fasilitator dan mediator
bagi peserta didik dalam proses belajar-mengajar,
d. Program pembelajaran dibuat bersama peserta didik agar mereka benar-benar
terlibat dan bertanggung jawab (konstrak pembelajaran),
e. Strategi pembelajaran, student-centered learning, dilakukan dengan belajar aktif,
belajar mandiri, koperatif dan kolaboratif.

6. Prinsip pembelajaran bersumber dari azas mengajar


Bertolak dari pengertian bahwa keberhasilan mengajar perlu diukur dan dari
bagaimana partisipasi peserta didik dalam proses belajar-mengajar dan seberapa hasil
yang dicapai. Dalam menjawab dua permasalahan tersebut ahli-ahli didaktik
mengarahkan perhatian kepada tingkah laku pendidik sebagai organisator proses
belajar-mengajar. Maka timbulah azas-azas mengajar, yaitu suatu kaidah bagi
pendidik-pendidik dalam bertingkah laku mengajar agar lebih berhasil. Azas-azas
mengajar itu bermacam-macam, tetapi dalam uraian ini hanya akan dikemukakan dari
Mandigers dan Mursell. Kedua ahli pendidikan tersebut berasal dari Belanda dan
Amerika Serikat. Sehingga mempunyai sudut pandangan yang berbeda.
a. Mandingers
Azas-azas mengajar dari Mandigers sudah dikenal lama dan sudah
menjadi bagian dari didaktik di Indonesia. Prinsip-prinsip mengajar ini lebih
dikenal dengan nama azas-azas didaktik. Menurut Mandigers agar anak mudah
dan berhasil dalam belajar, dalam mengajar pendidik perlu memperhatikan:
(a) prinsip aktivitas mental,
(b) prinsip menarik perhatian,
(c) prinsip penyesuaian perkembangan murid,
(d) prinsip appersepsi,
(e) prinsip peragaan, dan
(f) prinsip aktivitas motorik.
Selain hal tersebut di atas ahli pendidikan lain menambahkan prinsip
korelasi dan lingkungan.
1) Prinsip aktivitas mental
Belajar adalah aktivitas mental, oleh karena itu pembelaiaran hendaknya dapat
menimbulkan aktivitas mental. Tidak hanya mendengar, mencamkan dan
sebagainya tetapi lebih menyeluruh baik aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Pendekatan pembelajaran dengan prinsip CBSA dikatakan
sangat sesuai dengan prinsip aktivitas mental.
2) Prinsip menarik perhatian
Bila dalam belajar mengajar para peserta didik penuh perhatian kepada bahan
yang dipelajari, maka hasil belajar akan lebih akan lebih meningkat sebab
dengan perhatian, ada konsentrasi, pada gilirannya hasil belajar itu akan lebih
berhasil dan tidak lekas lupa.
3) Prinsip penyesuaian perkembangan anak
Anak akan lebih tertarik perhatiannya bila bahan pelajaran disesuaikan dengan
perkembangan peserta didik.
4) Prinsip Appersepsi
Prinsip ini memberikan petunjuk bahwa kalau mengajar pendidik hendaknya
mengkaitkan materi yang akan dipelajari dengan apa yang sudah diketahui.
Dengan cara tersebut peserta didik akan lebih tertarik sehingga bahan
pelajaran mudah diserap. Prinsip in biasanya dilaksanakan pada pendahuluan
pelajaran/pembukaan. Mirip dengan prinsip ini adalah apa yang disebut
advance organizer. Dalam pendahuluan pelajaran terutama ceramah, ceramah
pelajaran akan lebih bermakna bila pendidik menghubungkan materi pelajaran
pokok dengan konteks yaitu yang materi pelajaran dengan penyajian advance
organizer, yaitu lebih luas dan bermakna.
5) Prinsip peragaan
Prinsip peragaan memberikan pedoman bahwa dalam mengajar hendaknya
digunakan alat peraga. Dengan alat peraga proses belajar mengajar tidak
verbalistis. Pelaksanaan prinsip ini dapat dilakukan dengan menggunakan
bermacam alat peraga atau media pembelajaran. Proses pembelajaran yang
disertai dengan alat peraga, akan menghasikan hasil belajar lebih jelas dan
tidak lekas lupa.
6) Prinsip aktivitas motorik
Mengajar hendaknya dapat menimbulkan aktivitas motorik para peserta didik.
Belajar yang dapat menimbulkan aktivitas motorik seperti menulis,
menggambar, melakukan percobaan, mengerjakan tugas latihan, akan
menimbulkan kesan dan hasil belajar yang lebih mendalam.
7) Prinsip motivasi
Motivasi ialah dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk atan
melakukan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhannya.
melakukan
suai
Motivasi memegang peranan penting dalam belajar. Makin kuat motivasi
seseorang dalam belajar makin optimal dalam melakukan aktivitas belajar.
Dengan kata lain intensitas proses pembelajaran sangat ditentukan oleh
motivasi. Dalam mengaplikasikan prinsip ini pendidik dapat melakukan;
(a) menghubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak,
(b) menghubungkan pelajaran dengan pengalaman anak,
(c) memilih berbagai metode mengajar yang tepat.
Prinsip-prinsip tersebut di atas dalam pelaksanaannya hendaknya
dilakukan secara terpadu. Hal itu dapat dijelaskan bahwa yang berhasil adalah
bila anak dalam melakukan belajar berlangsung secara intensif dan optimal
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang lebih bersifat permanen.
Untuk itu pendidik dalam mengajar harus dapat menimbulkan aktivitas
mental, dan fisik (CBSA). Proses belajar yang demikian itu akan terwujud bila
ada dukungan dari sitiap peserta didik, dimana prinsip peragaan, appersepsi,
korelasi, dapat dilaksanakan secara terintegrasi.
Marsell (1954) mengemukakan bahwa pembelajaran yang
sukses, perlu memperhatikan prinsip-prinsip mengajar berikut: (1)
konteks (2) fokus, (3) sekuens, (4) evaluasi, (5) individualisasi dan (6)
sosialisasi.
a. Prinsip konteks
Pembelajaran dengan memperhatikan prinsip konteks, dilaksanakan
dengan cara pendidik menciptakan bermacam-macam hubungan dengan
bahan pelajaran. Caranya dengan mengkaitkan materi banan pelajaran
dengan konteksnya dalam arti hubungan sesama konsep, hubungan konsep
dengan fakta, konsep dengan guna/fungsi. Dengan prinsip ini peserta didik
akan tahu konteks tiap bahan yang dipelajari. Tanpa ada konteks
pengetahuan satu dengan yang lain biarpun terletak dalam satu rumpun
akan terpisah-pisah sehingga pengetahuan peserta didik kurang kokoh.
b. Prinsip fokus
Membelajarkan dengan prinsip fokus dilakukan dengan cara pendidik
dalam membahas dan menjelaskan materi suatu pokok bahasan sebagai
pusat pembahasan. Bila prinsip konteks mengharuskan pendidik
mengkaitkan bahan pelajaran seluas-luasnya, maka prinsip foku
sebaliknya mengharuskan adanya pemusatan pokok persoalan yang
dibahas. Dalam prakteknya kedua prinsip tersebut hendaknya
dilaksanakan secara seimbang sehingga saling melengkapi, karena kedua
prinsip tersebut merupakan kriteria mengajar yang efektif.
c. Prinsip Sekuens
Mengajar dengan melaksanakan prinsip sekuens adalah bahwa materi
pembelajaran hendaknya disusun secara urut sistematis dan logis sehingga
mudah dipelajari. Urutan bahan pelajaran itu sendiri hendaknya
memberikan kemudahan peserta didik dalam kegiatan belajar. Misalnya
pendidik matematika akan mengajar pokok bahasan fungsi grafik tentu
pendidik tersebut akan memerinci kegiatan apa yang harus dikuasai
peserta didik, agar peserta didik mudah mempelajarinya. Untuk memenuhi
prinsip tersebut pendidik perlu mengidentifikasi kegiatan mana yang lebih
dahulu dan mana yang kemudian. Penyusunan urutan kegiatan tersebut
harus memenuhi syarat sistematis dan logis.
d. Prinsip Evaluasi
Prinsip evaluasi menekankan pendidik dalam mengajar tidak boleh
meninggalkan kegiatan evaluasi. Evaluasi merupakan kegiatan terintegrasi
dalam pembelajaran. Kegiatan evaluasi berfungsi mempertinggi
efektivitas belajar. Karena dapat mendorong peserta didik belajar dan
memungkinkan pendidik untuk memperbaiki cara mengajarnya. Evaluasi
itu dapat dilakukan secara tertulis, lisan maupun dalam bentuk assesment.
e. Prinsip Individualisasi
Melaksanakan prinsip individualisasi diujudkan dalam bentuk pendidik
dalam mengajar memperhatikan adanya perbedaan individu para peserta
didik. Peserta didik sebagai individu adalah berbeda-beda dilihat dari segi
mental, seperti intelegensi, bakat minat, dan sebagainya. Berbeda dalam
kecenderungan misalnya ada peserta didik cenderung lebih baik pada
bidang estetika tetapi mungkin kurang baik pada matematika dan
sebagainya.
f. Prinsip Sosialisasi
Prinsip soialisasi menekankan pendidik dalam mengajar hendaknya dapat
menciptakan suasana belajar yang menimbulkan adanya saling kerja sama
antar peserta didik kerja sama dalam mengatasai mnasalah belajar, seperti
menyelesaikan tugas, belajar kelompok dan sebagai nya. Cara belajar
seperti itu akan memperoleh dua keuntungan, yaitu: (a) dapat membina
dan mengembangkan kepribadian terutama sikap demokrasi, dan (b)
pengetahuan anak akan bertambah kokoh sebab dalam proses belajar akan
terjadi saling menerima dan memberi.
Dalam prakteknya keenam prinsip tersebut dilaksanakan secara
proposional sesuai tujuan pembelajaran, karakteristik peserta didik dan
komponen lainnya. Prinsip konteks, sekuens, dan evaluasi merupakan
prinsip-prinsip yang digali dari bagaimana cara menyusun dan menyajikan
bahan pelajaran, sedangkan prinsip individualisasi dan sosialisasi
mendasarkan pemenuhan kebutuhan siapa yang belajar.

Anda mungkin juga menyukai