Penyusun :
Editor :
Diterbitkan oleh:
Dilarang menggandakan sebagian atau seluruh isi Bahan Ajar (Hanjar) Pendidikan
Polri ini, tanpa izin tertulis dari Kalemdiklat Polri.
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................. i
Pendahuluan ..................................................................................................... 1
Pengantar ........................................................................... 3
Tagihan/Tugas ................................................................... 7
Investigation) ................................................................
Rangkuman ........................................................................ 20
Latihan ............................................................................... 21
Pengantar ........................................................................... 22
Tagihan/Tugas ................................................................... 25
7. Thanatology ....................................................................... 34
Rangkuman ........................................................................ 35
Latihan ............................................................................... 37
Pengantar ........................................................................... 38
Tagihan/Tugas ................................................................... 41
Rangkuman ........................................................................ 56
Latihan ............................................................................... 58
Pengantar ........................................................................... 59
Tagihan/Tugas ................................................................... 62
63
2. Definisi DVI...................................................................
64
3. Dasar dan Manfaat DVI ................................................
64
4. Sruktur Organisasi DVI di Indonesia ................................
67
6. Proses DVI ...................................................................
70
7. Metode Identifikasi dalam DVI ......................................
70
8. Pelaksanaan DVI .........................................................
77
9. Alur Pelaksanaan DVI ...................................................
78
10. Struktur Operasional Dan Prinsip Kerja ........................
80
11. Kompleksitas dan koordinasi operasi DVI ....................
80
12. Hambatan dalam proses DVI .......................................
81
Rangkuman ........................................................................
Latihan ............................................................................... 83
Pengantar ........................................................................... 84
Tagihan/Tugas ................................................................... 87
87
1. Definisi Odontologi Forensik ............................................
89
2. Ruang Lingkup Odontologi Fornsik ..............................
89
3. Identifikasi dengan sasaran gigi dan mulut...................
90
4. Peranan odontologi forensik di dalam proses
penyidikan ....................................................................
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) xi
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
92
5. Peranan Odontologi Forensik pada Olah TKP............
Rangkuman ........................................................................ 97
104
1. Pengertian perlukaan ........................................................
105
2. Ruang Lingkup Perlukaan ............................................
105
3. Jenis Kekerasan ...........................................................
109
1. Kejahatan Kesusilaan Perkosaan.................................
110
2. Abortus/keguguran ......................................................
113
3. INFANTICIDE/Pembunuhan Anak ...............................
Rangkuman ........................................................................ 114
134
1. Prinsip Permintaan Pemeriksaan Ke Laboratorium
Forensik........................................................................
177
1. Pengenalan Tentang Bahan Peledak
180
2. Pengenalan Tentang Rangkaian Bom .........................
182
3. Penanganan Dan Pengolahan TKP Ledakan Bom ......
184
4. Macam-macam Serpihan Ledakan Bom ......................
186
5. Pemeriksaan Bom di TKP Secara Kriminalistik,
Identifikasi Bahan Peledak Dan Rangkaian...............
187
6. Standar Operasional Prosedure (S O P) ......................
Rangkuman ........................................................................ 188
195
1. Data Teknis Kasus Kebakaran .....................................
195
2. Saksi Pertama Melihat Kejadian Kebakaran ................
Pendahuluan
Oleh karena itu para Perwira Polri perlu dibekali dengan ilmu
pengetahuan, kemampuan teknis dan keterampilan dalam
menjalankan profesinya itu. Beberapa cabang keilmuan yang sering
membantu tugas penyidik adalah ilmu Kedokteran Forensik dan
Laboratorium Forensik.
Standar Kompetensi
Memahami tentang Kedokteran Forensik dan Laboratorium forensik
(Dokfor dan Labfor)
Pengantar
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik memahami ilmu forensik
Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Ilmu forensik
Subpokok Bahasan:
1. Sejarah ilmu forensik.
2. Pengertian-pengertian yang berhubungan dengan Ilmu Forensik,
Kedokteran Forensik dan Laboratorium Forensik.
3. Prinsip dan dasar Ilmu Forensik.
4. Ruang lingkup ilmu forensik.
5. Kegunaan Ilmu Forensik dalam rangka penegakan hukum.
6. Proses penyidikan secara ilmiah (scientific crime investigation/SCI).
7. Teori segitiga TKP.
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang ilmu
forensik
2. Metode Brainstroming (curah pendapat)
Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman
peserta tentang materi ilmu forensik.
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang
telah disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta
didik tentang materi yang disampaikan.
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pasal
1,7,133-135,183-184,186,187,222
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
c. Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana pasal 1,5,6
d. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
e. PeraturanKapolri No12 Tahun 2011 tentang Kedokteran
Kepolisian pasal 1,8
f. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
g. Amri Kamil, BSc, SH. Kombes Pol. Metode Identifikasi
Berbagai Kasus Kejahatan Yang Berhubungan Dengan
Pemeriksaan Forensik. PT. Margi Wahyu. Jakarta. 2007.
h. M.A. Erwin Map, Drs. Kol. Pol. Laporan Hasil The Second
Forensic Experts Conference “Trace Evidence At Crime
Scene”. Dubai – UAE -, Januari 1996. Pusat Laboratorium
Forensik Polri. Jakarta.1996.
i. R. Saferstein, Ph. D. Criminalistics An Introductions to
Forensic Science. Forensic Science Consulant, New Jersey
Lecturer, University of Law. Eighth Edition. 2000.
j. Soesetyo Pramusinto, Brigjen Pol. (Purn). Peranan Saksi Ahli
Di Bidang Pengadilan Sesuai Ketentuan UU No. 8 Tahun
1981 Tentang KUHAP. Disajikan Dalam Rangka Lokakarya
Tentang DNA Typing Sebagai Salah Satu Cara Identifikasi
Tubuh Manusia Tanggal 6 September 1993. Jakarta. 1993
k. Dewi,A.I,2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Pustaka Book
Publisher :Yogyakarta
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 5
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
PENGENALAN ILMU FORENSIK
1. Sejarah Ilmu Forensik
a. Law of Individuality.
Bahwa setiap benda atau obyek, baik alam/ciptaan Tuhan
maupun buatan manusia akan mempunyai sifat dan
karakteristik sendiri-sendiri dan tidak pernah sama dengan
obyek yang lainnya.
b. Principle of Exchange.
Prinsip ini pertama kali dikemukakan oleh Edmond Locard
(Perancis), menjelaskan bahwa setiap kali terjadi kontak
atau benturan antara obyek yang berbeda, maka akan
terjadi pertukaran materi antara obyek yang bersentuhan
tersebut.
d. Principle of Comparison.
Bahwa segala sesuatu dapat disebut sama apabila telah
dilakukan perbandingan. Sebagai contoh, kasus dokumen
uang palsu dan pemeriksaan proyektil, maka dalam
pemeriksaannya barang bukti yang dipermasalahkan
dibandingkan dengan barang bukti pembandingnya.
e. Principle of Analysis.
Untuk dapat menghasilkan hasil analisa yang akurat, maka
penanganan barang bukti yang akan dianalisa harus benar
dan tidak terkontaminasi.
f. Law of Probability.
Didunia ini selalu ada peluang, demikian juga dengan
pemeriksaan barang bukti. Hasilnya berpeluang positip
dan berpeluang negatif. Teori ini merupakan konsep
matematika, nilai peluang yang akan didapat bergantung
dengan jumlah faktor yang ingin didapat dan dipengaruhi
oleh seluruh faktor yang ada.
kematian seseorang.
c. Forensic Anthropology.
Melakukan idenfifikasi orang berdasarkan badan atau
tulang. Bagian dari forensik anthropology ini membuat
database yang mengaitkan struktur bentuk tubuh manusia
dengan jenis kelamin, umur, ras, perawakan, juga
interpretasi jejak kaki.
d. Forensic Toxicology
Melakukan penentuan zat racun dalam organ tubuh
manusia yang menyebabkan manusia tersebut meninggal.
e. Forensic Criminalistic.
Merupakan bagian yang terluas dari ilmu forensik, meliputi
pemeriksaan trace and transfer evidence, seperti kaca,
tanah, serat kain, rambut, darah, cairan tubuh, arson
accele, residu bahan peledak, identifikasi narkotika dan
jejak.
f. Document Examination.
Pemeriksaan tulisan tangan, tanda tangan serta produk
cetak, termasuk pemeriksaan materiilnya (kertas, tinta).
g. Finger Print.
Pemeriksaan sidik jari untuk keperluan identifikasi.
h. Forensic Entomologi.
Mempelajari insekta kaitannya dengan penyidikan tindak
pidana.
i. Forensic Engineering.
Berkaitan dengan pemeriksaan kerusakan konstruksi,
failure analisis, pemeriksaan kebakaran dan ledakan.
FORENSIC SCIENCE
SPECILISED TECHNOLOGY
APPLIED
TECHNIQUES TECHNICAL
Crime scene PHYSICS/MECHANIC
PHYSICS
SOCIOLOGY
Forensic CHEMISTRY
chemistry
CRIMINOLOGY FORENSIC
SCIENCE Legal chemistry
LAW COURT PROCEDURE
CRIMINAL LAW
CIVIL LAW
Toxicology BIOCHEMISTRY
LEGAL
PHILOSOPHY
Forensic
LOGIC PSYCHIATRY
biology
BIOLOGY
LEGAL
LEGAL MEDICINE
LEGAL ODONTOLOGY
OSTEOLOGY Serology
MEDICINE
f. Identification of a Suspect.
Salah satu barang bukti terbaik yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi seorang tersangka adalah sidik jari,
karena sidik jari mempunyai sifat sangat karakteristik dan
sangat individu bagi setiap orang.
TANGKAP S
P T A KET.
E OLAH S K
SAKSI
TKP S
N K I KET.
Y TAHAN TSK
I
D
I
K BHN RIKSA
SAKSI/TSK
HSL SMTR
LABS KRIMTIK
FUNGSI FORENSIK
BARANG
BUKTI
TKP
PELAKU KORBAN
Linkage Theory
Micro evidence penghubung antara suspect – victim –
crime scene – physical evidence
MICRO
EVIDENCE
VICTIM PHYSICAL
EVIDENCE
Rangkuman
Latihan
Pengantar
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik memahami dan prosedur
medikolegal Visum et Repertum dan tata cara penanganan korban di
TKP dari aspek Kedokteran Forensik.
Kompetensi Dasar
1. Memahami tentang prosedur medikolegal visum repertum
Materi Pelajaran
1. Pokok Bahasan:
Prosedur Medikolegal Visum Repertum.
Subpokok Bahasan:
a. Definisi Visum Et Repertum;
b. Jenis Visum Et Repertum;
c. Tata cara permintaan Visum Et Repertum korban mati.
d. Tata cara pencabutan Visum Et Repertum korban mati.
e. Tata cara permintaan Visum Et Repertum korban hidup
2. Pokok Bahasan:
Tata cara penanganan korban di TKP dari aspek Kedokteran
Forensik
Subpokok Bahasan:
a. TKP dan TPTKP
b. Penanganan korban hidup di TKP
c. Penanganan korban mati di TKP
d. Penanganan barang bukti Kedokteran Forensik
e. Thanatology
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang tentang
prosedur medikolegal Visum et Repertum dan tata cara
penanganan korban di TKP dari aspek Kedokteran Forensik.
4. Metode Penugasan.
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan.
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pasal
1,7,133-135,183-184,186,187,222
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
c. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
d. PeraturanKapolri No12 Tahun 2011 tentang Kedokteran
Kepolisian pasal 1,8
e. Tata Cara Permintaan Visum Et Revertum, Penggalian
Mayat/Kubur (Exhumasi), Pusat Kedokteran dan Kesehatan
Polri, Jakarta, 2009.
f. Pola Dukungan TKP Kumpulan Makalah tentang Penangan TKP
dan Dukungannya, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri,
Jakarta, Juli 2009.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
a. Dasar Hukum
Prosedur permintaan Visum et Repertum mayat (korban
mati) telah diatur dalam Pasal 133 dan 134 KUHAP.
Dengan merujuk kedua pasal dalam KUHAP tersebut
dapat diartikan bahwa Permintaan Visum et Repertum
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 27
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
7. Thanatology
b. Tanda-tanda kematian
Tanda kematian ada 2 jenis :
1) Tanda kematian dini (awal) :
a) Pergerakan terhenti.
b) Denyut nadi dan pernafasan terhenti
c) Kulit pucat dan tonus otot menurun
Jika di TKP ditemukan korban dengan tanda-tanda
tersebut maka korban masih mungkin untuk
dilakukan pertolongan, segera lakukan PPGD
(Resusitasi).
Rangkuman
1. Definisi Visum Et Repertum
Visum et Repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh
dokter atas permintaan tertulis resmi dari penyidik yang
berwenang mengenai fakta temuan hasil pemeriksaan medik
dan pendapat terhadap manusia, baik korban hidup atau korban
mati ataupun bagian atau diduga bagian dari tubuh manusia,
14. Thanatology
Kematian adalah berhentinya tanda-tanda kehidupan secara
permanen.
Latihan
1. Jelaskan definisi Visum Et Repertum!
2. Jelaskan tentang jenis Visum Et Repertum!
3. Jelaskan tentang tata cara permintaan Visum Et Repertum
korban mati !
4. Jelaskan penanganan korban hidup di TKP!
5. Jelaskan penanganan korban mati di TKP!
6. Jelaskan penanganan barang bukti Kedokteran Forensik!
Pengantar
Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
1. Pokok Bahasan:
Eksumasi/penggalian kubur.
Subpokok Bahasan:
a. Definisi Eksumasi.
b. Tujuan Eksumasi.
c. Alasan dilakukannya Eksumasi,
d. Pihak yang meminta dilakukannya Eksumasi.
e. Dasar hukum Eksumasi untuk dugaan kasus pidana.
f. Tata cara persiapan eksumasi.
g. Tata cara pelaksanaan eksumasi.
2. Pokok Bahasan:
Forensik klinik dan pusat pelayanan terpadu.
Subpokok Bahasan:
a. Forensik Klinik
b. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT)
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
Eksumasi/ penggalian kubur dan pengenalan forensik klinik dan
pusat pelayanan terpadu
2. Metode Brainstroming (Curah Pendapat)
Metode ini digunakan untuk menggali pendapat/pemahaman
peserta tentang materi Eksumasi/ penggalian kubur dan
pengenalan forensik klinik dan pusat pelayanan terpadu
3. Metode Tanya Jawab
Metode ini digunakan untuk tanya jawab tentang materi yang telah
disampaikan.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pasal
1,7,133-135,183-184,186,187,222
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
c. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
d. PeraturanKapolri No12 Tahun 2011 tentang Kedokteran
Kepolisian pasal 1,8
e. Tata Cara Permintaan Visum Et Revertum Penggalian
Mayat/Kubur (Exhumasi), Pusat Kedokteran dan Kesehatan
Polri, Jakarta, 2009.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
POKOK BAHASAN I
EKSUMASI/PENGGALIAN KUBUR
1. Definisi Eksumasi
2. Tujuan Eksumasi
a. Pihak Asuransi
Pihak asuransi mempunyai hak untuk meminta
dilaksanakannya eksumasi atas dasar kecurigaan
penyebab kematian terutama pada kematian yang tidak
wajar dan adanya pihak yang mendapat keuntungan dari
kematian korban ;
b. Pada Kasus Sipil
Pada kasus sipil, pihak pengacara keluarga dapat
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 42
SEKOLAH PEMBENTUKAN PRWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
a. Keluarga/ahli waris
b. Prinsipnya sama dengan permintaan Visum et Repertum,
sehingga tidak meminta persetujuan namun hanya
melakukan pemberitahuan kepada keluarga/ahli warisnya
saja bahwa penggalian kubur tersebut dilakukan demi
keadilan
c. Petugas makam
d. Pemuka agama setempat
e. Kepala Desa/Ketua RT/Lurah setempat
f. Pihak yang menyiapkan meja otopsi, air bersih, generator,
tenda tertutup dan lain-lain
g. Samapta/Satuan Pengamanan untuk melakukan
pengamanan
h. Dokter Spesialis Forensik
Apabila terdapat Dokter Forensik/Dokter umum di RS
Bhayangkara setempat maka dapat dihubungi dan
dimintai keahliannya, namun apabila tidak ada maka
penyidik dapat meminta bantuan kepada Mabes Polri yakni
Kapusdokkes Polri dengan tembusan kepada Kabiddokkes
Polda dan Kabiddokpol Pusdokkes Polri.
c. Identifikasi Makam
Harus diidentifikasi secara tepat sesuai prosedur dengan
bantuan kerabat keluarga dekatnya dan atau pegawai
yang bertanggung jawab pada pemakaman tersebut.
d. Penutupan dan Pembatasan Area Eksumasi
Area makam tempat pelaksanaan eksumasi biasanya
diberi pembatas (Police Line) karena biasanya
pelaksanaan eksumasi selalu mengundang perhatian
warga sekitar maupun media massa.
e. Pengumpulan Tanah Makam
Contoh tanah yang ada di permukaan makam, sekitar
makam maupun di bawah makam dikumpulkan Jika
terdapat kecurigaan adanya dugaan kematian akibat racun
untuk diperiksa lebih lanjut. Tanah dari seluruh peti mati
dikumpulkan dan ditaruh dalam tempat yang terbuat dari
kaca secara terpisah
f. Pemeriksaan In Situ
Pemeriksaan di tempat sangat membantu, karena pada
saat peti matinya dibuka dapat langsung diperiksa
POKOK BAHASAN II
SEKS GENDER
2) Pengertian Kekerasan
a) Kekerasan Terhadap Perempuan
Adalah setiap perbuatan berdasarkan
pembedaan jenis kelamin yang berakibat
kesengsaraan dan penderitaan perempuan
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 49
SEKOLAH PEMBENTUKAN PRWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
KEKUATAN TANTANGAN
1. Tidak selalu
mudah terjangkau
1. Korban
Layanan oleh korban yang
memperoleh
Korban jauh dari tempat
layanan
layanan terpadu
terpadu
dalam waktu
relatif singkat
2. In efisiensi
2. Penanganan
layanan karena
korban gawat
terbentur birokrasi
darurat lebih
dalam
cepat
penanganan
korban
1. Potensi kuat 1. Hubungan
untuk kemitraan antar
mempererat profesi dapat
ja- ringan timpang karena
kerja dengan posisi dominasi
beragam salah satu pihak
Kelembagaan/ institusi multi
Institusi disiplin
2. Langsung 2. Harus ada SOP
pada dan mekanisme
pemprosesan kerja yang
lesson kuat/jelas dan
learned untuk terbuka
koordinansi 3. Membutuhkan
dan kerja dana yang cukup
sama antar besar
disiplin
Realisasi Tuntutan kerja sama
pelaksanan sangat tinggi
Violence Against
Advokasi Women (VAW)
sebagai Public
Health Concern
(kebutuhan
Advokasi)
e. Struktur Organisasi
Di dalam Rumah Sakit Bhayangkara sebagai pengendali
adalah Kepala Rumah Sakit, sedangkan di luar Rumah
Sakit sebagai pengendali adalah :
1) Kabiddokkes Polda ;
2) Dir Reskrim Polda.
PPT merupakan instalasi pada kompartemen pelayanan
kedokteran kepolisian yang terdiri dari:
1) Koordinator PPT ;
2) Paur Medis ;
3) Paur Keperawatan ;
4) Paur Administrasi ;
5) Paur Visum ;
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 54
SEKOLAH PEMBENTUKAN PRWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Rangkuman
1. Definisi Eksumasi
Arti kata eksumasi yang lain adalah melakukan penggalian peti
mati atau orang mati dan makamnya untuk mengetahui sebab
kematian atau mencari bukti lain seperti identitas korban.
2. Tujuan Eksumasi
Tujuan dilakukannya Eksumasi, adalah :
a. Memindahkan jenazah ;
b. Identifikasi ulang jenazah yang sudah dikuburkan ;
c. Menentukan sebab kematian;
d. Penyelidikan kasus
Latihan
Pengantar
Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Disaster Victim Identification (DVI)
Subpokok Bahasan:
a. Definisi bencana dan penggolongannya
b. Definisi DVI
c. Dasar dan manfaat DVI
d. Struktur Organisasi DVI Indonesia
e. Sejarah DVI Indonesia
f. Proses DVI
g. Metode identifikasi dalam DVI
h. Pelaksanaan DVI
i. Alur Pelaksanaan DVI
j. Struktur operasional dan prinsip kerja struktur operasi DVI
k. Kompleksitas dan koordinasi operasi DVI
l. Hambatan dalam proses DVI.
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang DVI
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan.
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
b. Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
Bencana pasal 1,5,6
c. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
d. PeraturanKapolri No12 Tahun tentang KedokteranKepolisian
pasal 1,8
e. Pedoman tentang Penatalaksanaan Disaster Victim
Identification (DVI) Bagi Polri, Edisi Revisi, Pusat Kedokteran
dan Kesehatan Polri, Jakarta, Juni 2010.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
2. Definisi DVI
Pada tanggal 25-28 Juli 2003 diadakan The 2nd Interpol DVI
Pacific Rim Meeting di Denpasar, yang pada kesempatan itu pula
turut ditandatangani Memorandum of Understanding antara
Departemen Kesehatan RI dan Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal.
Pusdokkes Polri juga telah mengirimkan personelnya untuk
mengikuti DVI Course AFP – PDRM di Kuala Lumpur bulan
Oktober 2003, dan menyelenggarakan DVI Course AFP-Polri di
Jakarta dan Bali pada bulan Juli 2004 dan Agustus 2004.
6. Proses DVI
d. Reconciliation
ada fase ini dilakukan pembandingan data post
mortem dengan data ante mortem. Ahli forensik dan
profesional lain yang terkait dalam proses identifikasi
menentukan apakah temuan post mortem pada jenazah
sesuai dengan data ante mortem milik korban yang
dicurigai sebagai jenazah. Apabila data yang dibandingkan
terbukti cocok maka dikatakan identifikasi positif atau telah
tegak. Apabila data yang dibandingkan ternyata tidak
cocok maka identifikasi dianggap negatif dan data post
mortem jenazah tetap disimpan sampai ditemukan
data ante mortem yang sesuai dengan temuan post
mortem jenazah.
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 69
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
8. Pelaksanaan DVI
hilang;
c) semua perlengkapan pribadi yang melekat di
tubuh korban tidak boleh dipisahkan dan
yang terpisah tidak boleh digabung dengan
jenazah ;
d) untuk barang-barang kepemilikan lainnya
yang tidak melekat pada tubuh korban yang
ditemukan di TKP, dikumpulkan dan dicatat ;
e) identifikasi tidak dilakukan di TKP, namun
ada proses kelanjutan yakni masuk dalam
fase kedua dan seterusnya;
f) setiap selesai melaksanakan kegiatan, maka
Katim melakukan analisa dan evaluasi
terhadap keseluruhan proses pelaksanaan
fase 1 dari awal hingga akhir ;
g) masing jenazah mendapat nomor jenazah
yang dibuat unik, sehingga tidak ada
satupun nomor jenazah yang sama walaupun
berbeda Tim ;
h) demikian pula untuk barang kepemilikan
lainnya yang terpisah akan mendapat nomor
properti yang unik dan masing-masing
berbeda dan tidak akan sama dengan nomor
jenazah ;
sektor TKP ;
(2) selanjutnya tentukan apakah jenazah
lengkap/tidak lengkap, dapat dikenali
atau tidak, atau hanya bagian tubuh
saja yang ditemukan ;
(3) diskripsikan keadaannya apakah
rusak,
terbelah,dekomposisi/membusuk,
menulang, hilang atau terlepas ;
(4) keterangan informasi lainnya sesuai
dengan isi dari formulir Interpol DVI
PM halaman B;
(5) beri nomor sesuai dengan nomor
jenazah yang tertera pada label
jenazah ;
h) masukkan jenazah atau potongan jenazah dalam
kantong jenazah dan diberi label jenazah ;
i) formulir Interpol DVI PM turut dimasukkan ke dalam
kantong jenazah yang sebelumnya dimasukkan ke
dalam plastik agar terlindung dari basah dan robek.
Pada kantong jenazah standar Interpol biasanya
sudah tersedia kantong khusus yang terlindung
untuk menyimpan formulir post mortem ;
j) masukkan barang-barang yang terlepas dari tubuh
korban ke dalam kantong plastik sesuai
peruntukannya dan diberi label nomor properti ;
k) evakuasi jenazah dan barang kepemilikan ke
tempat pemeriksaan dan penyimpanan jenazah
kemudian dibuatkan berita acara penyerahan
kolektif.
e. Proses Debriefing
Proses Debriefing sebelum berlakunya Interpol DVI Guide
2014 berdiri sendiri yang disebut Fase 5 dan setelah
berlakunya Interpol DVI Guide 2014, maka Fase
Debriefing melebur ke dalam masing-masing fase dalam
pelaksanaan Operasi DVI.
lebih baik ;
2) mencari hal yang positif selama pelaksanaan setiap
fase dalam proses identifikasi, sehingga tetap
dapat dipertahankan dan ditingkatkan pada
operasi DVI mendatang;
3) menerbitkan rekomendasi, usul dan saran dalam
rangkuman hasil dari debriefing agar dapat
memberikan masukan dan konsep pelaksanaan
bagi operasi DVI selanjutnya untuk menjadi lebih
baik, efisien dan efektif.
KELUARGA
UNIT UNIT
JENAZAH
TKP AM
UNIT
OLAH TKP DVI
PM
FP D DNA
M P
UNIT
REKONSILIASI
RAPAT
DEBRIEFING
a. Struktur Operasional
1) struktur operasional organisasi bencana (Disaster
Organization) menurut Interpol adalah sebagai berikut:
Kepolisian sebagai penanggung jawab secara umum
(Investigator in charge), yang dibawahnya mempunyai
tiga direktur masing-masing Direktur Komunikasi,
Direktur Operasi Penyelamatan dan Direktur DVI ;
Rangkuman
2. Definisi DVI
DVI atau Disaster Victim Identification adalah suatu prosedur
untuk mengidentifikasikan korban mati akibat bencana massal
secara ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu
kepada standar baku Interpol.
6. Proses DVI
Adapun proses DVI meliputi 5 (lima) fase, dimana setiap fasenya
mempunyai keterkaitan satu dengan yang lainnya, yang terdiri
dari :
8. Pelaksanaan DVI
a. Fase 1: Fase TKP / The Scene
b. Fase 2 : Fase Post Mortem / Mortuary/ (Post: Sesudah
Mortem : meninggal)
c. Fase 3: Fase Ante Mortem (ante: Sebelum, mortem
:meninggal)
d. Fase 4: Fase Rekonsiliasi
e. Proses Debriefing
b. Prinsip Kerja
1) unit-unit yang terdapat di dalam suatu kegiatan Operasi
DVI harus bekerja sebagai suatu kesatuan yang kompak
dan terkoordinir ;
2) Tim DVI bekerja setelah daerah TKP dinyatakan aman
oleh penguasa TKP/Penyidik dan setelah Tim Medis
melakukan pertolongan dan evakuasi korban hidup,
dengan catatan bahwa korban mati dan benda-benda
yang ada di TKP harus tetap dipertahankan seperti apa
adanya (status quo) ;
3) prinsip identifikasi dalam DVI adalah membandingkan
data Ante Mortem dan Post Mortem, semakin banyak
yang cocok maka semakin baik. Ketentuan tentang
pinsip identifikasi ini lebih detail akan dibahas dalam bab
selanjutnya ;
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 82
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Latihan
Pengantar
Kompetensi Dasar
Memahami tentang Odontologi Forensik
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Forensik klinik dan pusat pelayanan terpadu.
Subpokok Bahasan:
a. Definisi Odontologi Forensik
b. Ruang lingkup kegiatan Odontologi Forensik
c. Identifikasi dengan sarana gigi dan mulut
d. Peranan Odontologi Forensik dalam proses Identifikasi
e. Peran odontologi Forensik pada olah TKP
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 84
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
Odontologi Forensik secara umum.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
b. Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 85
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
ODONTOLOGI FORENSIK
b. Pengadilan
1) Identifikasi dengan sarana gigi geligi di dalam
menentukan korban atau pelaku tindak pidana pada
orang yang hidup/mati ;
2) Identifikasi bekas gigitan pada benda mati (makanan
tersangka, pensil, dll) atau kulit korban /tersangka
(Analisa bekas gigitan).
3) Identifikasi korban melalui photo-graphic/video
superimposition
4) Analisa trauma orofacial
c. Penelitian
1) Menentukan golongan darah korban.
2) Profiling:
a) Ras korban/tersangka ;
b) Jenis kelamin
c) Asal perawatan gigi
d) Pekerjaan atau kebiasaantertentu
e) Diet/ pola makan seseorang
f) Pengambilan sumber DNA dari gigi
Bagi calon anggota Polri dan anggota Polri yang baru berdinas
atau telah lama berdinas selalu dibuatkan data gigi lengkap
(odontogram) yang diwajibkan bagi seluruh personil anggota Polri
tanpa terkecuali dan datanya disimpan secara terpadu pada
pusat data gigi di Pusdokkes Polri dalam hal ini Bidang
Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Samapta Pusdokkes Polri.
b) Karakteristik individu:
(1) Bentuk lengkung gigi depan ;
(2) Lebar rahang;
(3) Letak/posisi gigi depan ;
(4) Bentuk gigi.
c. Penemuan jenazah/kerangka
Biasanya pada penemuan jenazah / kerangka sifat gigi
geligi yang dapat tahan lama menyebabkan gigi dapat
memberikan bantuan guna keperluan identifikasi. Dengan
melakukan pemeriksaan keadaan gigi geligi dalam rongga
mulut jenazah/kerangka dapat diperoleh informasi antara
lain:
1) Umur ;
2) Kebiasaan/profesi ;
3) Ras ;
4) Golongan darah ;
5) Ciri-ciri khas (terutama pada gigi depan) ;
6) Perkiraan raut muka.
Data-data gigi akan jauh lebih bermanfaat apabila
korban pernah berobat/mendapatkan perawatan dari
dokter gigi, sehingga dapat dilakukan perbandingan data
jenazah dengan data yang ada pada dokter gigi.
Rangkuman
2) Kebiasaan/profesi ;
3) Ras ;
4) Golongan darah ;
5) Ciri-ciri khas (terutama pada gigi depan) ;
6) Perkiraan raut muka.
d. Seringkali barang bukti dalam bidang kedokteran gigi
forensik agak sulit dikenali oleh petugas yang awam,
maka bila dimungkinkan pada kasus yang memerlukan
identifikasi dengan sarana gigi dan mulut diupayakan agar
petugas/dokter gigi forensik dapat dihadirkan di TKP.
Namun apabila petugas/dokter gigi forensik tidak mungkin
dihadirkan di TKP, maka penanganan pertama di TKP
dapat dilakukan secara terbatas oleh petugas penyidik di
bawah pengawasan perwira penyidik di TKP tersebut.
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menyelamatkan
bukti-bukti kedokteran gigi forensik sejauh mungkin agar
tidak hilang/rusak/berubah yang dapat mempersulit
pemeriksaan lebih lanjut di laboratorium/tempat
pemeriksaan jenazah.
e. Prosedur penemuan jenazah, tindakan yang dilakukan
secara umum oleh petugas penyidik adalah :
1) Melakukan pemotretan
2) Buat sketsa TKP ;
3) Setelah sketsa dan pemotretan selesai baru korban
dapat diangkat untuk dibawa ke tempat
pemeriksaan jenazah ;
4) Setelah korban diangkat, dilakukan inspeksi kembali
di TKP apakah terdapat bagian-bagian tubuh / gigi
yang tertinggal di TKP.
5) Semua barang bukti dikirimkan bersama jenazah ke
tempat pemeriksaan jenazah
6) Bila terdapat bekas gigitan, buatlah
usapan/hapusan disekitar luka dengan kapas
bersih/baru yang telah dibasahi larutan saline untuk
kemudian dilakukan pemeriksaan serologis.
f. Guna keperluan pemeriksaan yang teliti, tindakan yang
dilakukan adalah :
1) Buat foto close up
2) Masukkan sisa makanan tersebut ke dalam kantung
plastik yang bersih dan kering,
3) Kirimkan segera untuk dilakukan pemeriksaan
kedokteran gigi forensik.
g. Kondisi korban/jenazah di (TKP) perlu menjadi perhatian
perwira/petugas penyidik dalam mengamankan barang
bukti kedokteran gigi.
Latihan
Pengantar
Kompetensi Dasar
1. Memahami tentang Perlukaan.
Materi Pelajaran
1. Pokok Bahasan:
Perlukaan
Subpokok Bahasan:
a. Pengertian perlukaan
b. Ruang lingkup perlukaan
c. Jenis kekerasan
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 101
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
2. Pokok Bahasan:
kejahatan kesusilaan, Abortus dan Infaticide
Subpokok Bahasan:
a. Kejahatan kesusilaan
b. Abortus/keguguran
c. Infaticide/pembunuhan anak
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
perlukaan, kejahatan kesusilaan, Abortus dan Infaticide.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)pasal 284-288,
299, 341-343, 346-349
b. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP pasal
1,7,133-135,183-184,186,187,222
c. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia pasal 14,16.
d. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 28,48,55,117-125
e. PeraturanKapolri No12 Tahun 2011 tentang Kedokteran
Kepolisian pasal pasal 75-77, 194
f. Atlas Kedokteran Forensik tentang Perlukaan Bagi Personil
Polri, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri, Jakarta,
Agusutus 2003.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
POKOK BAHASAN I
PERLUKAAN
1. Pengertian Perlukaan
a. Jenis kekerasan
Wujud luka menggambarkan persesuaian antara alat
dengan penyebabnya, misalnya benda tajam, runcing,
permukaan kasar.
b. Arah kekerasan
Lokasi dan distribusi perlukaan di bagian belakang tubuh
menunjukkan bahwa arah kekerasan lebih mungkin dari
belakang. Bentuk luka dan saluran luka terutama pada
luka tembak menunjukkan arah kekerasan yang telah
terjadi.
c. Jarak
Pada luka tembak, luka kelim yang terdapat pada tubuh
korban menunjukkan perkiraan dekat atau jauhnya jarak
tembak.
d. Kebiasaan pelaku
Distribusi perlukaan yang lebih banyak didapatkan pada
bagian kanan korban dapat dicurigai bahwa pelakunya
kidal.
e. Profesi/pekerjaan
Korban kekerasan asam keras dapat diduga bahwa pelaku
mungkin pekerjaannya adalah pedagang aki mobil.
f. Keadaan kejiwaan
Pelaku pada kasus dimana tubuh korban terpotong-potong
mencerminkan keadaan kejiwaan pelakunya, contoh kasus
mayat terpotong menjadi 13 menunjukkan bermacam-
macam kekerasan sering merupakan perwujudan dendam,
kejiwaan yang sadis pada pelaku.
g. Cara kematian
Pembunuhan, kecelakaan dan bunuh diri kadang-kadang
dapat diperkirakan dari pola perlukaan tubuh, mialnya luka
iris pada pergelangan tangan atau leher yang sejajar lebih
berorientasi pada suatu bunuh diri. Adanya beberapa luka
sejajar dengan sebuah luka yang fatal disebut luka
percobaan (Tentative wounds). Dari informasi tersebut
diatas dapat dilakukan rekonstruksi yang mendekati
kejadian sesungguhnya.
3. Jenis Kekerasan
a) Luka Memar :
Pada tempat luka terlihat pembengkakan
berwarna kebiru-biruan, hal ini disebabkan
karena pengumpulan darah di bawah kulit
akibat pecahnya pembuluh darah halus.
b) Luka Lecet :
Hilangnya sebagian atau seluruh lapisan kulit
ari yang disebabkan karena terjadinya
pergeseran dengan benda tumpul pada
permukaan tubuh, banyak pada kasus lalu
lintas.
c) Luka Robek :
Robekan pada kulit meliputi seluruh lapisan
kulit, dapat sampai ke otot bahkan sampai
tulang, Merupakan luka terbuka dengan tepi
tidak rata, dinding dalam yang tidak teratur
dan kadang-kadang dijumpai jembatan
jaringan yaitu serat-serat jaringan yang masih
utuh.
2) Kekerasan tajam
a) Luka Tusuk :
Luka ini disebabkan benda tajam atau benda
runcing, yang mengenai tubuh dengan arah
tegak lurus atau kurang lebih tegak lurus.
Luka tusuk merupakan luka terbuka dengan
dalam luka yang lebih besar daripada lebar
luka, tepi luka biasanya rata dengan sudut
luka yang runcing pada sisi tajam benda
penyebab luka tusuk.
b) Luka Iris :
Diakibatkan benda tajam yang mengenai
tubuh dengan arah kurang lebih sejajarj
dengan permukaan tubuh. Panjang luka
biasanya lebih besar daripada dalamnya
luka. Akar rambut pada tepi luka biasanya
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 106
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
c) Luka Bacok :
Semacam luka iris yang terjadi akibat benda
tajam yang lebih besar dengan mengerahkan
tenaga yang lebih besar pula.
POKOK BAHASAN II
2. Abortus/Keguguran
b. Dasar-dasar Hukum
1) KUHP Pasal 346
Perempuan dengan sengaja menyebabkan gugur
atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain
menyebabkan itu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya 4 tahun.
2) KUHP Pasal 347
a) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
gugur atau mati kandungan orang
perempuan tidak dengan ijin perempuan itu,
dihukum dengan hukuman penjara selama-
lamanya 12 tahun.
b) Jika perbuatan itu berakibat perempuan itu
mati, ia dihumkum penjara selama-
lamanya15 tahun
3) KUHP Pasal 348
a) Barang siapa dengan sengaja menyebabkan
gugur atau mati kandungan orang
perempuan dengan seijin perempuan itu,
dihukum dengan hukuma penjara selama-
lamanya 5 tahun 6 bulan.
b) Jika perbuatannya itu berakibat perempuan
itu mati, ia dihukum dengan hukuman selam-
lamanya 7 tahun.
4) KUHP Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau tukang obat
membantu kejahatan tersebut dalam pasal 346 atau
bersalah melakukan atau membantu salah satunya
kejahatan diterangkan dalam pasal 347 dan 348,
maka hukuman yang ditentukan dalam pasal itu
oleh ditambah sepertiga-nya dan boleh dicabut
haknya menjalankan pekerjaannya yang dalamnya
melakukan kejahatan itu.
5) KUHP Pasal 299
a) Barang siapa dengan sengaja mengobati
seorang perempuan atau menyuruh seorang
perempuan supaya diobati dengan
2) Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75
hanya dapat dilakukan:
a) Sebelum kehamilan berumur 6 (enam)
minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan
medis;
a. Pengertian
Adalah suatu tindak pidana pembunuhan anak dengan
ketentuan :
1) Si pelaku harus ibu kandung anak tersebut
2) Alasan Psikologis (perbuatan yang tercela takut
diketahui orang lain)
3) Anak tersebut dibunuh sesaat setelah dilahirkan
(belum di rawat / disusukan)
b. Dasar-dasar Hukum
1) KUHP Pasal 341
Seorang ibu yang karena takut diketahui bahwa ia
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKPOL DAN LABFOR) 113
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Rangkuman
1. Pengertian Perlukaan
Perlukaan pada jaringan tubuh dapat terjadi karena kekerasan
mekanis, fisik dan kimiawi atau bentuk gabungan. Luka terjadi
bila kekuatan kekerasan yang sampai pada tubuh melampaui
batas ambang ketahanan jaringan tubuh.
b. Arah kekerasan
c. Jarak
d. Kebiasaan pelaku
e. Profesi/pekerjaan
f. Keadaan kejiwaan
g. Cara kematian
3. Jenis Kekerasan
Sesuai dengan jenis kekerasan penyebabnya perlukaan dapat
dibagi menjadi luka akibat :
a. Kekerasan mekanis
b. Kekerasan fisis / fisik.
c. Kekerasan kimiawi
3. Abortus/Keguguran
Adalah keadaan dimana terjadi pengakhiran atau ancaman
pengakhiran kehamilan tanpa melihat umur/waktu kehamilan.
Latihan
Pengantar
.
Kompetensi Dasar
Memahami Laboratorium Forensik Polri dalam mendukung penyidikan
tindak pidana secara ilmiah (Scientific crime investigation).
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Laboratorium Forensik Polri dalam mendukung penyidikan
tindak pidana secara ilmiah (Scientific crime investigation).
Subpokok Bahasan:
1. Tugas, fungsi dan peranan laboratorium forensik.
2. Peran laboratorium forensik dalam penegakan hukum secara
ilmiah (scientific crime investigation).
3. Jenis pelayanan laboratorium forensik Polri.
4. Wilayah Pelayanan (service area) Laboratorium Forensik
Polri.
5. Produk hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri.
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang tugas,
fungsi, peranan laboratorium forensik Polri, dan peran
laboratorium forensik dalam penegakan hukum secara ilmiah
(Scientific crime investigation), jenis pelayanan laboratorium
forensik Polri, Wilayah Pelayanan (service area) Laboratorium
Forensik Polri serta Produk hasil pemeriksaan Laboratorium
Forensik Polri
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No.8 tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 184
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pasal 14 ayat 1 huruf h
c. Peraturan Kapolri 10 tahun 2009 tentang tata cara dan syarat
pemeriksaan barang bukti di labfor
d. Peraturan Kapolri 21 tahun 2010 tentang SOTK
e. Peraturan Kapolri Nomor. 10 Tahun 2009 Tanggal 14
September 2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis
Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris
Kriminalistik Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik
Polri.
f. Peraturan Kapolri Nomor. 14 tahun 2012 tentang manajemen
peyidikan tindak pidana
g. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/ 1176/X/1999
tanggal 14 Oktober 1999 tentang wilayah pelayanan (Areal
Service) Laboratorium Forensik Polri
h. Peraturan Kabareskrim Nomor 3 tahun 2014 tentang
pelaksanaan penyidikan tindak pidana
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
a. Tahap Penyelidikan
Pada proses penyelidikan, penyelidik mempunyai
wewenang untuk mencari keterangan dan barang bukti.
Selain itu, penyelidik bersama-sama penyidik yang telah
menerima laporan segera datang ke TKP dan melarang
setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selama
pemeriksaan belum selesai untuk menjaga status quo.
Dalam rangka penanganan TKP ini, penyelidik maupun
penyidik berusaha mencari barang bukti yang nantinya
akan dilakukan pemeriksaan di Laboratorium.
Untuk mengenali, mencari, mengambil dan
mengumpulkan barang bukti tersebut diperlukan ketelitian,
kecermatan dan pengetahuan atau keahlian mengenai
bahan atau barang bukti tersebut. Oleh karena itu, tahap
ini perlu melibatkan Laboratorium Forensik.
Sebagai contoh kasus narkotika, pemalsuan produk
industri, kebakaran, pembunuhan, peledakan,
pencemaran lingkungan hidup/ limbah dimana barang
buktinya sering bersifat mikro yang keberhasilan
penemuan dan pemeriksaan sangat tergantung terhadap
teknologi yang dipergunakan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium tersebut nantinya
dapat dijadikan petunjuk dalam proses penyelidikan/
penyidikan lebih lanjut.
b. Tahap Penindakan
Salah satu kegiatan penindakan adalah melakukan
penyitaan terhadap barang atau benda yang ada
hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi.
Dalam hal melakukan penyitaan terhadap benda atau
barang yang berbahaya atau mudah terkontaminasi, cara
pengambilannya memerlukan peralatan atau penanganan
khusus, maka diperlukan dukungan teknis dari
Laboratorium Forensik untuk menangani barang bukti
tersebut. Sebagai contoh kasus pencemaran lingkungan,
keracunan, kebakaran dan sebagainya.
Dengan demikian, diharapkan bahwa barang bukti yang
kemudian hari akan dilakukan pemeriksaan di
Laboratorium tidak mengalami perubahan atau
terkontaminasi, sehingga hasil pemeriksaan yang
dilakukan akan sesuai dengan sifat asli barang bukti
tersebut. Peran Laboratorium Forensik pada tahap
penindakan sangat diperlukan yaitu pada pengambilan
barang bukti atau sampling serta pengamanan atau
pengawetan barang bukti yang akan diperiksa di
Laboratorium.
c. Tahap Pemeriksaan
Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan
keterangan, kejelasan dan keidentikkan tersangka dan
LABFORCAB MEDAN
Jl. Sisingamangaraja Km 10,5 - LABFORCAB MAKASSAR
MEDAN Telp. 031-8280550 Jl. St. Alaudin Pa’Baeng-Baeng
MAKASSAR Telp 0411-8720222
LABFORCAB PALEMBANG
Jl. Jend. SudirmanKm 4,5 LABFORCAB DENPASAR
PALEMBANG Telp. 0711-318084 Jl. Gunung Sangiang No. 108 B
DENPASAR Telp. 0361-419256
Rangkuman
1. Tugas, Fungsi Dan Peranan Laboratorium Forensik
Berdasarkan Peraturan Kapolri nomor 21 tahun 2010 tentang
OTK tingkat Mabes Polri, maka tugas, fungsi dan peranan
Laboratorum Forensik Polri adalah :
Latihan
Pengantar
Dalam modul ini membahas materi tentang prinsip permintaan
pemeriksaan ke Laboratorium Forensik, tata cara permintaan ke
Laboratorium Forensik Polri, jenis barang bukti yang dapat dilakukan
pemeriksaan oleh Laboratorium Forensik, persyaratan teknis dan
formal pemeriksaan oleh Laboratorium Forensik Polri
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik dapat memahami tata
cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan kepada Laboratorium
Forensik Polri.
.
Kompetensi Dasar
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan ke
Laboratorium Forensik Polri dalam mendukung penyidikan
tindak pidana secara ilmiah.
Subpokok Bahasan:
1. Prinsip permintaan pemeriksaan ke Laboratorium Forensik.
2. Tata cara permintaan ke Laboratorium Forensik Polri.
3. Jenis barang bukti yang dapat dilakukan pemeriksaan oleh
Laboratorium Forensik.
4. Persyaratan teknis dan formal pemeriksaan oleh
Laboratorium Forensik Polri
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang Tata cara
dan persyaratan permintaan pemeriksaan ke Laboratorium
Forensik Polri dalam mendukung penyidikan tindak pidana secara
ilmiah.
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pasal 14 ayat 1 huruf h
b. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
TATA CARA DAN PERSYARATAN PERMINTAAN
PEMERIKSAAN KEPADA LABORATORIUM FORENSIK
POLRI
1. Prinsip Permintaan Pemeriksaan Ke Laboratorium Forensik
a. Prinsip Kecepatan,
Yaitu permintaan kepada Laboratorium Forensik Polri
diajukan segera setelah kejadian diketahui.
b. Prinsip Prosedural,
Yaitu dalam mengajukan permintaan Pemeriksaan kepada
Laboratorium Forensik Polri selalu memperhatikan syarat-
syarat formal dan teknis yang telah ditentukan.
c. Prinsip Keaslian,
Yaitu barang bukti harus dijaga/dijamin keasliannya mulai
dari TKP sampai diterima di Laboratorium Forensik Polri.
d. Prinsip Pro-aktif,
Yaitu penyidik selalu mengikuti perkembangan
pemeriksaan di Laboratorium Forensik Polri.
d) Penembakan
e) Kebakaran/pembakaran
f) Kejahatan komputer
g) Kecelakaan
h) Kecelakaan kerja
i) Sabotase
j) Peledakan
k) Terorisme
l) Keracunan
m) Laboratorium ilegal (clandestine Laboratory)
n) Pencemaran lingkungan/limbah berbahaya
o) Kasus-kasus lain yang menurut
pertimbangan penyidik memerlukan
dukungan Labfor Polri.
3) Tata cara permintaan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP.
a) Kewilayahan atau kepala/ pimpinan instansi
mengajukan Kepala Kesatuan kewilayahan
atau kepala pimpinan instansi mengajukan
permintaan pemeriksaan secara tertulis
kepada Kalabfor Polri segera setelah kejadian
diketahui dengan menjelaskan maksud dan
tujuan pemeriksaan, dengan dilengkapi
persyaratan formal dan teknis sesuai dengan
jenis pemeriksaan.
b) Dalam hal tertentu dan keadaan mendesak
prmintaan dapat diajukan secara lisan atau
melalui telepon, dan permintaan tertulis harus
sudah disusulkan paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah pemeriksaan TKP dilaksanakan.
c) Apabila terdapat kekurangan persyaratan,
Kalabfor Polri meminta kekurangan
persyaratan tersebut secara tertulis kepada
kepala kesatuan kewilayahan atau
kepala/pimpinan instasi yang mengajukan
permintaan pemeriksaan untuk dipenuhi dalam
batas waktu 14 (empat belas) hari kerja.
d) Setelah 2 (dua) kali permintaan kekurangan
persyaratan tidak dapat dipenuhi, Labfor Polri
akan mengembalikan berkas permintaan
pemeriksaan TKP tanpa memberikan hasil
pemeriksaan TKP.
e) Permintaan pemeriksaan dapat diajukan
kembali dengan permintaan baru setelah
memenuhi persyaratan formal dan teknis.
f) Sebelum Kepala kesatuan permintaan
pemeriksaan, harus menjamin bahwa TKP
masih terjaga keaslian (status quo)nya, karena
b) Korban mati/meninggal :
1) Organ/jaringan tubuh :
(1) lambung beserta isi (100 gr),
(2) hati (100 gr),
(3) ginjal (100 gr),
(4) jantung (100 gr),
(5) tissue adipose (jaringan lemak
bawah perut (100 gr),
(6) otak (100 gr).
2) Cairan tubuh :
(1) urine (25 ml),
(2) darah (10 ml).
3) Air mani/sperma,
4) Saliva/air liur,
5) Tumbuh-tumbuhan,
6) Polen,
7) Mikro organisme dalam tanah,
8) Daging hewan.
Darah kering :
1) Gunakan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi.
2) Kerik darah kering dengan menggunakan alat kerik
yang tajam dan bersih.
3) Kerikan darah ditampung pada sehelai kertas putih
bersih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam
amplop yang diberi label.
4) Dalam hal ditemukan lebih dari satu lokasi darah
kering, setiap lokasi menggunakan alat kerik yang
berbeda, tidak menggunakan yang bekas.
5) Hasil kerikan dari setiap lokasi yang berbeda
ditampung secara terpisah.
6) Dalam hal bercak darah kering yang tipis dan sulit
untuk dikerik, dilakukan langkah-langkah sebagai
berikut :
a) Mengambil sepotong kain katun putih dan
membasahi kain tersebut dengan air
suling/aquadest sampai lembab,
b) Kain basah tersebut disapukan pada
permukaan bercak darah, sehingga bercak
darah terserap,
c) Serapan darah dikeringkan di ruang terbuka
dangan diangin-anginkan tanpa
menggunakan alat pengering dan tidak boleh
diberi label.
(7) Segera dikirim ke Labfor Polri.
g. Persyaratan Pemeriksaan Bidang Balistik dan Metalurgi
Forensik
1) Pemeriksaan Barang Bukti Senjata Api.
Pemeriksaan barang bukti Senjata Api
dilaksanakan di Labfor Polri dan atau di TKP, dan
wajib memenuhi persyaratan formal dan
persyaratan teknis.
a) Persyaratan formal pemeriksaan barang
bukti Senjata Api :
(1) Permintaan tertulis dari kepala
kesatuan kewilayahan atau kepala /
pimpinan instansi.
(2) Laporan Polisi.
(3) Berita Acara Pemeriksaan (BAP) saksi
/ tersangka atau laporan kemajuan.
(4) Berita Acara pemeriksaan TKP.
(5) Berita Acara pengambilan, penyitaan,
penyisihan dan pembungkusan barang
bukti.
(6) Visum et Repertum atau surat
pengantar dokter forensik bila korban
meninggal atau riwayat kesehatan
(medical record) bila korban masih
hidup.
b) Persyaratan teknis pemeriksaan barang bukti
Senjata Api :
(1) Barang bukti diambil dan diamankan
sesuai dengan tata cara pengambilan
barang bukti senjata api.
(2) Barang bukti dibungkus, diikat, dilak,
disegel dan diberi label.
(3) Pengiriman barang bukti ke Labfor
Polri dibawa oleh penyidik.
2) Pemeriksaan Barang Bukti Bahan Peledak.
Pemeriksaan barang bukti Bahan Peledak
dilaksanakan di Labfor Polri dan atau di TKP, dan
wajib memenuhi persyaratan formal dan
persyaratan teknis.
a) Persyaratan formal pemeriksaan barang
bukti Bahan Peledak
(1) Permintaan tertulis dari kepala
kesatuan kewilayahan atau
kepala/pimpinan instansi.
(2) Laporan Polisi.
Rangkuman
Latihan
Pengantar
Tujuan diberikan materi ini agar peserta didik dapat memahami tindak
pidana pemalsuan dokumen.
. Kompetensi Dasar
Memahami tentang tindak pidana pemalsuan dokumen.
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Tindak Pidana Pemalsuan Dokumen
Subpokok Bahasan:
1. Pengertian dokumen yang berkaitan dengan masalah tindak
pidana pemalsuan dokumen.
2. Tindak pidana pemalsuan dokumen dan modus operandi.
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 158
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang
pengertian dokumen yang berkaitan dengan masalah tindak
pidana pemalsuan dokumen, tindak pidana pemalsuan dokumen
dan modus operandi, penyidikan terhadap tindak pidana
pemalsuan dokumen dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
penyidikan tindak pidana pemalsuan dokumen
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana. pasal 253, 257, 260, 263s.d
pasal 276
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2000 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pasal 14
c. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
a. Dokumen
1) Pengertian dokumen menurut SK Menhankam
Pangab No. : Kep/482/IX/1970 tanggal 22
September 1970, Dokumen adalah segala bahan
tulisan atau gambar yang mempunyai nilai penting
sebagai bahan bukti, bahan laporan, bahan
pertimbangan dan atau penelaahan yang dapat
berlangsung sampai jauh ke waktu-waktu
kemudian.
2) Dokumen dalam arti kriminalistik adalah segala
bentuk macam tulisan, dengan tanpa pengecualian,
dimana tulisan itu terdapat serta dengan alat apa
tulisan itu dibuat atau ditulis dan siapa penulisnya.
3) Dokumen dalam arti penyidik adalah semua bentuk
tulisan yang terdapat pada kertas atau alas tempat
tertentu yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
4) Kertas berharga adalah sesuatu berupa
surat/cetakan diluar uang yang memiliki nilai materi
maupun kepercayaan, sesuai fungsi yang tercantum
didalamnya serta memerlukan segi-segi
pengamanan yang berlaku dalam suatu negara.
b. Dokumen Asli
Dokumen asli adalah apabila teks atau tulisan, tanda
tangan, medium (kertas) tidak berubah atau dirubah
secara melawan hukum atau dengan kata lain manakala
teks, tanda tangan, medium tidak terkontaminasi.
c. Dokumen Palsu
1) Apabila salah satu komponen (tes tanda tangan,
medium) dirubah secara melawan hukum sehingga
berbeda atau menyerupai yang aslinya.
2) Dokumen yang telah dirubah sehingga tidak asli
lagi, ataupun membuat sesuatu yang baru yang
bukan oleh orang yang berwenang, dengan kata
lain bahwa salah satu komponen dokumen (tes
tanda tangan, medium) dirubah secara paksa.
a. Tren Perkembangan
Secara kualitas, kasus pemalsuan dokumen menunjukkan
peningkatan, dimana modus operandi sudah mengarah
pada pemanfataan Iptek baik secara objek maupun
sebagai sarana dalam melakukan kejahatan. Tindak
pidana dalam bidang dokumen palsu secara kualitatif
dapat diuraikan bahwa pelaku tindak pidana ber ”dimensi
baru” dalam melaksanakan aksi kejahatan pada umumnya
menggunakan dokumen palsu sebagai alat kejahatannya.
1) Di Bidang Ekonomi
Akibat yang ditimbulkan dari pemalsuan dokumen di
bidang ekonomi dapat menimbulkan gangguan atau
kerugian di bidang perekonomian, contoh :
pemalsuan surat transaksi jual beli, surat perjanjian,
surat ekspor-impor dan lain-lain.
2) Di Bidang Politik
Akibat yang ditimbulkan dari kejahatan dokumen di
bidang politik adalah gangguan situasi politik dalam
maupun luar negeri dan dapat menimbulkan
gangguan kamtibmas.
b) Pemerasan
Tujuan dari perbuatan adalah untuk
melakukan pemerasan terhadap seseorang
ataupun kelompok.
c) Penghinaan
Tujuan dari pembuatan dokumen untuk
melakukan penghinaan atau mencemarkan
nama baik seseorang atau golongan, contoh
: surat anonim, berita koran/majalah,
selebaran dan lain-lain.
a) Bukti Pemilikan
(1) Obligasi yang dikeluarkan oleh negara
cq Bank Indonesia
(2) Obligasi yang dikeluarkan oleh
BAPEPAM
(3) Sertifikat PT.DANAREKSA
(4) Sertifikat Eksport (SE)
(5) Sertifikat Tanah
(6) Tanda Sumbangan Berhadiah
(7) BPKB
b) Bukti Pencapaian Prestasi
(1) Ijazah Negara (Sekolah dan
Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta
yang disamakan)
(2) Piagam Penghargaan
Negara/Pemerintah.
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 164
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
a) Bukti Pemilikan
(1) Obligasi yang dikeluarkan oleh swasta
cq Bank Swasta
(2) Akte Notaris
(3) Polis Asuransi
(4) Kupon Undian
c) Bukti Pelunasan/Pungutan
(1) Karcis/kupon Retribusi
(2) Karcis angkutan umum, kecuali
pesawat terbang dan angkutan laut
(3) Karcis tontonan umum
(4) Tanda pembayaran/kuitansi
d) Bukti Diri
(1) Kartu Pelajar
(2) Kartu Pegawai Swasta
(3) Kartu Identitas lainnya
c) Pembuatan baru
(1) Dengan penyisipan kata-kata/kalimat
(2) Mengisi ruang kosong
(3) Mencetak blanko dokumen
menyerupai aslinya
(4) Pemalsuan tanda tangan di atas
blanko segel.
2) Modus Operandi Pemalsuan Sertifikat dan Surat
Tanah
a) Membuat tanda tangan palsu/ memalsukan
tanda tangan pada dokumen yang berkaitan
dengan tanah (akte jual beli, memalsukan
akte warisan, hibah dan sebagainya).
b) Membuat surat balik nama palsu
c) Didahului dengan menggelapkan surat-surat
tanah atau menipu pemilik
d) Merubah girik/sertifikat
3) Modus Operandi Pemalsuan Paspor
a) Melalui perantara calo
b) Kerjasama dengan jaringan yang dibacking
oleh oknum
c) Mengelupas photo yang ada pada paspor
dan diganti dengan photo dirinya/pengguna
d) Memalsukan jati diri/KTP untuk digunakan
sebagai persyaratan pembuatan paspor
e) Merubah status kewarganegaraan/fiktif
f) Membuat syarat-syarat keterampilan fiktif
4) Modus Operandi Pemalsuan Surat/dokumen
a) Memalsukan tanda pengenal/Jati diri (KTP,
paspor)
b) Membuat keterangan gaji, SIUP fiktif
c) Memalsukan tanda tangan dalam
permohonan aplikasi.
5) Modus Operandi Pemalsuan DANEM
a) Menghapus kemudian diketik sesuai dengan
nilai yang dikehendaki, baru diphotcopy dan
dilaminating
b) Menggunakan blanko DANEM palsu
c) Memalsukan tanda tangan kepada sub-rayon
Memalsukan cap dan stempel panitia
Ebtanas/UASBN, UAN, dan lain sebagainya.
d) atau pejabat yang berhak menandatangani.
f. Jenis-jenis Pemalsuan Dokumen dan Kertas Berharga
yang Menonjol
1) Pemalsuan surat-surat dokumen bank
2) Pemalsuan serttifikat dan surat-surat tanah
3) Pemalsuan paspor atau visa
4) Pemalsuan materai
2) Pemalsuan paspor
Koordinasi dengan Direktorat jenderal Imigrasi,
Departemen Agama (Paspor Haji), Departemen
Luar negeri, Perum Peruri dan Laboratorium
Forensik Polri.
Rangkuman
Latihan
Pengantar
.
Kompetensi Dasar
Memahami tentang penyidikan kasus bom secara kriminalistik.
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Penyidikan kasus bom secara kriminalistik.
Subpokok Bahasan:
1. Bahan peledak.
2. rangkaian bom.
3. penanganan dan pengolahan TKP ledakan bom.
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORENSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 174
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang bahan
peledak, rangkaian bom, penanganan dan pengolahan TKP
ledakan bom, macam-macam serpihan ledakan bom, pemeriksaan
bom di TKP secara kriminalistik, Identifikasi Bahan peledak dan
rangkaian bom dan Standar Operasional Prosedure.
4. Metode Penugasan
Metode ini digunakan untuk memberikan penugasan peserta didik
tentang materi yang disampaikan
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana. pasal 253, 257, 260, 263s.d
pasal 276
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pasal 14
c. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
a. Rangkaian Bom.
Suatu rangkaian bom adalah rangkaian yang terdiri dari
Primer, Detonator, Booster dan Bursting Charge. Susunan
ini umumnya yang digunakan dalam rangkaian bom.
1) Primer : Bagian I, yaitu untuk bahan peledak yang
merupakan bagian pertama dari explosive taine
terdiri dari bahan penyala yang amat peka tetapi
daya ledaknya tidak begitu kuat.
2) Detonator : Bagian II, unsur bahan peledak dari
explosive traine yang terdiri dari bahan-bahan yang
kurang peka tetapi mempunyai tenaga ledakan yang
lebih kuat.
3) Booster : Bagian III, unsur bahan peledak terdiri dari
bahan yang kurang peka dari detonator dalam
jumlah yang sama sedangkan daya kekuatannya
sama.
4) Bursting : Bagian IV, merupakan bagian yang tidak
peka dalam jumlah yang besar tetapi tenaga amat
kuat untuk peledakan sehingga digunakan sebagai
bahan pengisi dari proyektil dan atau bom.
5) Charge : sumber energi (sumbu api, batu batere,
dan accu) merupakan sumber tenaga untuk memicu
detonator.
Tiap-tiap rangkaian dan susunan di atas dapat dinyalakan
oleh bagian depannya, seperti oleh pemukul, oleh listrik,
oleh sumbu api atau oleh gesekan.
b. Alat peledak buatan sendiri (IED) Improsive Explosive
Devices.
Pengeboman merupakan suatu metode serangan yang
paling banyak digunakan oleh teroris, karena pengaruh
atau dampaknya sangat dasyat dan menciptakan
ketakutan, menghancurkan personil atau target-target
tertentu.
Peledak buatan sendiri adalah sebuah bom yang dibuat
dari barang-barang yang tidak semestinya hasil pabrik.
Sistem kerja bom dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Sistem mekanis, komponen salah satu bom untuk
meledakkan dengan cara mekanis, seperti :
a) Alat pewaktu mekanis
b) Penundaan berdasarkan pada es yang
mencair
c) Pengembangan uap
d) Stres fisik atau faktor-faktor kelesuan bahan
e) Tindakan mendorong/menarik
f) Pembebasan tekanan/tegangan
g) Vibrasi/tegangan
b. Bom rakitan
Bom yang dibuat atau dirakit oleh seseorang atau
kelompok secara illegal digunakan untuk kepentingan
teror, sabotase atau membuat kekacauan. Untuk
mengetahui bom rakitan hasil yang didapat dalam kasus
peledakan bom selalu berbeda bentuk maupun jenis
bahan peledak yang digunakan.
c. Bom waktu
Bom waktu dirancang menggunakan waktu (timer) dan
pembuatannya tidak terlepas dari alat/jam yang banya
dijual di pasaran. Rangkaian bom akan selalu terpasang
timer yang melekat pada rangkaian bom. Sebagai penyidik
atau pemeriksa harus mencari timer, biasanya timer akan
hancur dan sisa-sisa akan masih didapat dekat TKP.
Dalam pencarian timer perlu ketelitian dan keuletan,
walaupun hanya sisa-sisa timer, harus dibawa ke Labfor
Polri untuk dilakukan penelitian guna pemeriksaan lebih
lanjut.
3) Serpihan detonator
Penggunaan detonator pada bom akan dapat
dipastikan bahwa bom tersebut daya ledaknya
tinggi, karena detonator berfungsi sebagai pemicu
dari jenis bahan peledak yang tinggi. Penyidik di
lapangan bersama dengan tim Gegana, Identifikasi,
Labfor saling membantu dalam olah TKP mencari
serpihan detonator. Pencarian perlu ketelitian yang
sangat mendalam agar mempercepat proses
kriminalistik.
5) Serpihan switching
Terjadinya ledakan tidak terlepas dari alat yang
menggerakkan sehingga rangkaian bom yang dirakit
akan selalu menggunakan switching (saklar). Dalam
hal ini yang sering digunakan adalah saklar mekanis
dan listrik. Serpihan-serpihan perlu dicari dari
ledakan di TKP agar dapat diketahui dan
diidentifikasi secara forensik.
Rangkuman
1. Pengenalan Tentang Bahan Peledak
a. Bahan peledak (explosive)
Bahan peledak (explosive) adalah suatu zat atau subsitusi
yang dengan cepat berubah bentuk aslinya menjadi gas
yang stabil, dengan mempergunakan panas, gesekan,
ledakan ataupun cara lain, sedangkan perubahan itu
disertai oleh perkembangan panas.
b. Penggolongan Bahan Peledak
Penggolongan menurut komposisi kimia, yaitu :
1) Komponen tunggal atau murni, contoh : Timbal
azida, Mercury fuliminate, PETN
2) Komponen campuran adalah bahan peledak murni
yang bercampur dengan bahan peledak lainnya
atau bukan bahan peledak, contoh : C-1, C-2, C-3,
dan Semtex.
Manfaat SOP
SOP sangat besar manfaatnya karena tindakan dan tanggung
jawab dalam keadaan tertentu secara spesifik, sehingga dapat
menghindarkan tata kerja yang acak-acakan atau keragu-raguan
yang menimbulkan tumpang tindah pelaksanaan tugas dalam
suatu kejadian perkara.
SOP berguna untuk :
1) Memperdalam saling pengertian dan mengukuhkan kerja
sesama tim
2) Merupakan cara yang tepat untuk koordinasi dalam fungsi
serta operasi penyelidikan
3) Membantu dalam pekerjaan atas suatu kejadian kasus
yang memerlukan tata kerja yang penuh disiplin.
Latihan
Pengantar
. Kompetensi Dasar
Memahami tentang pemeriksaan TKP kebakaran ditinjau dari sudut
ilmu forensik.
Materi Pelajaran
Pokok Bahasan:
Pemeriksaan TKP kebakaran ditinjau dari sudut ilmu forensik
Subpokok Bahasan:
1. Data teknis kasus kebakaran
2. Saksi pertama melihat kejadian kebakaran
3. Olah TKP kebakaran
4. Aspek kriminalistik dan hasil pemeriksaan TKP kebakaran.
Metode Pembelajaran
1. Metode Ceramah.
Metode ini digunakan untuk menjelaskan materi tentang data
teknis kasus kebakaran, saksi pertama melihat kejadian
kebakaran, olah TKP kebakaran, aspek kriminalistik dan hasil
pemeriksaan TKP kebakaran.
1. Alat/Media
a. Whiteboard.
b. Flipchart.
c. Komputer/laptop.
d. LCD dan screen.
e. Laser.
f. Pointer.
2. Bahan
a. Kertas.
b. Alat tulis.
3. Sumber Belajar
a. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana. pasal 187, 188, 189 dan pasal
382
b. Undang-undang No. 2 Tahun 2000 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Pasal 14
c. Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2009 Tanggal 14 September
2009, Tentang Tata Cara Pemeriksaan Teknis Kriminalistik
Tempat Kejadian Perkara dan Laboratoris Kriminalistik
Barang Bukti kepada Laboratorium Forensik Polri.
Kegiatan Pembelajaran
Tagihan / Tugas
Lembar Kegiatan
Bahan Bacaan
a. Bangunan
Untuk memeriksa pasca kebakaran di suatu tempat
sebelum melaksanakan olah TKP perlu bagi pemeriksa
meminta kepada instansi yang berwenang karena setiap
bangunan yang resmi ada file yang disimpan pada waktu
gedung yang diajukan dalam hal pengurusan ijin
bangunan atau arsip yang disimpan pemiliknya. Hal ini
digunakan untuk mengetahui struktur dan tata letak
kondisi bangunan sebelum terbakar. Pemeriksa TKP akan
mudah dalam presentasi di dalam menyusun hasil olah
TKP yang dilakukan dan akan membantu penyelesaian
pembuatan Berita Acara Hasil TKP Kebakaran
b. Instalasi Listrik
Data teknis instalasi listrik biasanya tersimpan pada file
PLN ataupun pada instalator yang memasang instalasi
listrik yang dibangun. Penyidik Polri harus tahu bahwa
setaip bangunan dan rumah yang ber-IMB pasti ada blue-
print yang perlu diamankan di instalasi PLN, karena
sangat membantu dalam pemeriksaan olah TKP
kebakaran.
b. Observasi TKP
Sebelum pelaksanaan tugas olah TKP kebakaran, tim
labfor Polri dan atau penyidik harus mengobservasi lokasi
TKP. Pengamatan ini penting untuk melihat langsung di
objek TKP, untuk memperkirakan alternatif-alternatif
bagaimana terjadi kebakaran, rambatan api sampai ke
awal titik api. Semua yang diamati dicatat sebelum olah
TKP dilakukan.
a. Aspek kriminalistik
1) Ada kesengajaan
Contohnya adalah dengan motif untuk
mendapatkan klaim asuransi.
2) Tidak ada kesengajaan
Faktor penyebab terjadinya kebakaran biasanya
adalah karena lalai, ceroboh, fisik suatu benda yang
sudah tua/kadaluarsa. Dengan faktor tersebut
biasanya kebakaran dapat terlihat adanya
kewajaran baik secara teknis maupun barang bukti
di lapangan.
3) Kesalahan manusia
Kebakaran tidak akan terjadi jika memperhatikan
kondisi peralatan, instalasi, struktur bangunan
maupun komponen-komponen yang digunakan
kurang dipahami. Biasanya terjadi pada bangunan
mall, hotel, fasilitas umum, dll.
4) Di luar kemampuan manusia
Sehebat apapun pemikiran manusia, tidak terlepas
keterbatasan dinding-dinding pemikiran, manusia
merencanakan sebaik mungkin tapi apa yang
direncanakan dengan matang di luar dugaan bisa
terjadi.
KEDOKTERAN FORENSIK DAN LABORATORIUM FORNSIK (DOKFOR DAN LABFOR) 198
SEKOLAH PEMBENTUKAN PERWIRA
LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN POLRI
2) Analisa mekanik.
Di tempat api pertama kebakaran yang menjadi
penyebab kebakaran adalah barang bukti (mekanik)
yang merupakan bagian dari suatu sistem. Bukti
mekanik dapat terlihat dengan kasat mata atau
kaca pembesar tempat yang menjadi gesekan-
gesekan sebagai sumber api.
3) Analisa kimia
Suatu zat atau bahan kimia dapat menyala sendiri
(self combustable) yang terjadi secara perlahan
namun pasti. Biasanya bahan kimia bereaksi
karena faktor cuaca, temperatur dalam ruangan
atau reaksi dari zat lain.
4) Analisa instrumen
Penggunaan alat-alat untuk memeriksa kebakaran,
apakah ada unsur-unsur kandungnan bahan
hidrokarbon ataupun kemungkinan bahan kimia
lainnya, antara lain :
Rangkuman
Latihan