Kumpulan LP
Kumpulan LP
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
Isolasi sosial
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
Isolasi sosial
E. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan:
1) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
2) Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
3) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
4) Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
b. Tindakan Keperawatan
1) Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat
melakukan tahapan tindakan yang meliputi:
a) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
b) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
c) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
d) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri.
2) Melatih pasien berdandan/berhias
Perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus
dibedakan dengan wanita.
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
a) Berpakaian
b) Menyisir rambut
c) Berhias
3) Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan sebagai
berikut:
a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
b) Menjelaskan cara makan yang tertib
c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
4) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan
berikut:
a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri juga ditujukan untuk
keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan pasien dalam melakukan
perawatan diri.
a. Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang
perawatan diri.
b. Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang
baik maka perawat harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga
dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien
dalam perawatan dirinya meningkat.
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri
sendiri yaitu :
1. Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
c. Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2. Membimbing dan menolong klien merawat diri :
a. Bantu klien merawat diri
b. Ajarkan keterampilan secara bertahap
c. Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3. Ciptakan lingkungan yang mendukung
a. Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi
b. Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien
c. Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu mandi, tidak bisa melakukan apa-apa
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih kurang memperhatikan kebersihan, halitosis, badan bau, kulit
kotor
2. Isolasi Sosial
a. Data subyektif
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup, Apatis, Ekspresi sedih, Komunikasi
verbal kurang, Aktivitas menurun, Posisi janin pada saat tidur, Menolak
berhubungan, Kurang memperhatikan kebersihan
3. Defisit Perawatan Diri
a. Data subyektif
1) Pasien merasa lemah
2) Malas untuk beraktivitas
3) Merasa tidak berdaya.
b. Data obyektif
1) Rambut kotor, acak – acakan
2) Badan dan pakaian kotor dan bau
3) Mulut dan gigi bau.
4) Kulit kusam dan kotor
5) Kuku panjang dan tidak terawat
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
2. Defisit perawatan diri
3. Isolasi sosial
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa : Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk
memperhatikan kebersihan diri
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat.
Intervensi :
1. Berikan salam setiap berinteraksi.
2. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
3. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
4. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
5. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
6. Buat kontrak interaksi yang jelas.
7. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
8. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
2. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
3. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
4. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap
hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
5. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara
kebersihan diri.
6. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan
diri.
7. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan
sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas
dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Intervensi :
1. Motivasi klien untuk mandi.
2. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan
cara memelihara kebersihan diri yang benar.
3. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
4. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
5. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan
kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
6. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti
odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Intervensi :
1. Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk
mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Intervensi :
1. Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Intervensi
1. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga
kebersihan diri.
2. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama
di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
3. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang
telah dialami di RS.
4. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga
kebersihan diri klien.
5. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
6. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan
diri.
7. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya:
mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
2. Diagnosa 2 : Isolasi sosial
Tujuan Umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi
Tujuan Khusus :
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan dengan jelas
tentang topik, tempat dan waktu.
2. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.
3. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,
tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.
TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Intervensi
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik
diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Intervensi
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan
orang lain
- Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain
2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
4. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang
lain
b. Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
TUK IV : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial
Intervensi
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
TUK IV : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan
orang lain
Intervensi
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang
lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan orang
lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan oranglain
3. Diagnosa 3 : Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan,
BAB/BAK
Tujuan Umum : Pasien tidak mengalami defisit perawatan diri
Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b. Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secara baik
c. Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d. Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
Intervensi :
a. Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
1) Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
2) Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
3) Menjelaskan cara-cara melakukan kebersihan diri
4) Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
b. Melatih pasien berdandan/berhias
Untuk pasien laki-laki latihan meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
1) Berpakaian
2) Menyisir rambut
3) Berhias
c. Melatih pasien makan secara mandiri
1) Menjelaskan cara mempersiapkan makan
2) Menjelaskan cara makan yang tertib
3) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan
4) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
d. Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
1) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
2) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
3) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
I. DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC.
2. Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
3. Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
4. Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
5. Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
6. Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa.
Yogyakarta : Momedia
7. Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
8. Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah
Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
9. Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
10. Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta :
Prima Medika.
11. Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
12. Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
13. Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan
Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
2. Faktor presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
B. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
4. Menggerakkan bibir tanpa suara.
5. Pergerakan mata yang cepat
6. Respon verbal yang lambat
7. Menarik diri dari orang lain.
8. Berusaha untuk menghindari orang lain.\
9. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
12. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
13. Sulit berhubungan dengan orang lain.
14. Ekspresi muka tegang.
15. Mudah tersinggung, jengkel dan marah
16. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
17. Tampak tremor dan berkeringat.
18. Perilaku panik.
19. Agitasi dan kataton.
20. Curiga dan bermusuhan.
21. Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
22. Ketakutan.
23. Tidak dapat mengurus diri.
24. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
Tingkatan halusinasi, menurut Stuart (2007), terdiri dari 4 fase :
Fase I :
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan
takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
Fase III :
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat,
tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi
yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV :
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di
sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap
perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien
sangat membahayakan
C. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH
D. PENATALAKSANAAN
1. Psikofarmako
Psikofarmako adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
mengurangi/menghilangkan gejala gangguan jiwa. Berdasarkan khasiat obat yang
tergolong dalam pengobatan psikofarmako antara lain:
a. Clorpromazine (CPZ)
1) Aturan pakai : 3 x 25 mg/hari, kemudian dinaikan sampai dosis optimal.
2) Indikasi : Untuk pengobatan psikosa untuk mengurangi gejala anemis
3) Efek samping : Hipotensi, aritmis kordis, takikardi, penglihatan kabur.
b. Tritopirazine (Stelazine)
1) Aturan pakai : 3 x 1 samapi 5 mg dosis tertinggi 50 mg/hari.
2) Indikasi : Diberikan pada pasien gangguan mental organic dan gejala spikotik
yang menarik.
3) Efek samping : Gejala extrapiramidal.
c. Diazepam
1) Indikasi : Psikoneuronesis anxietas
2) Efek samping : Mengantuk, mual, kadang-kadang konstipasi.
d. Triheksifenidil HCL (Arxne)
1) Indikasi : Berbagai bentuk parkinsonisme
2) Aturan pakai : Hari pertama diberikan 1 mg, hari ke 1 diberikan 2 mg/hari
sehingga mencapai 6-10 mg/hari yang diberikan 3-4 kali pada waktu makan.
e. Amitripilin (Laxori)
1) Indikasi : Dosis awal 75-100 mg/hari, pemulihan 25-75 mg/hari.
2) Aturan pakai : Diberikan pada klien dengan gejala depresi akibat keluhan
somatic.
2. Psikoterapi
Psikoterapi membutuhkan waktu yang relatif lama dan merupakan bagian
penting dalam proses terapeutik. Upaya dalam psikoterapi ini meliputi ;
memberikan rasa nyaman dan tenang, menciptakan lingkungan yang tenang, bersikap
empati, menerima klien apa adanya, motivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaan secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur.
3. Terapi Okupasi
Terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi
seseorang dalam melakukan aktivitas/tugas yang sengaja dipilih dengan maksud
untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Terapi
okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagi media. Pelaksanaan terapi
okupasi sesuai dengan keadaan klien dan jenis kegiatan atau pekerjaan disesuaikan
minat klien.
E. PENGKAJIAN FOKUS
1. Risiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subjektif :
1) Klien mengatakan saya suka marah-marah kesal, tidak mau diganggu dan
pergi tanpa tujuan jika suara-suara itu muncul.
2) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Data Objektif :
1) Klien tampak suka tiduran, gelisah, mondar-mandir, melamun ditempat tidur
dan menyendiri.
2) Klien sering marah-marah tanpa sebab.
2. Perubahan persepsi sensori ; halusinasi dengar
a. Data Subjektif :
1) Klien mengatakan saya sering mendengar suara-suara yang mengejek saya.
2) Klien mengatakan suara itu muncul ketika saya merasa bingung dan sendirian.
b. Data Objektif :
1) Klien tampak berbicara sendiri.
2) Pandangan klien tampak terfokus satu arah.
3) Klien tampak tertawa sendiri.
4) Klien tampak mengarahkan telingan pada sumber suara.
3. Isolasi sosial
a. Data Subjektif
1) Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
2) Klien merasa ditolak oleh orang lain.
3) Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
b. Data Objektif
1) Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
2) Kontak mata klien kurang.
3) Klien tampak sedih, dan leih senang bicara sendiri.
4. Harga Diri Rendah Kronis
a. Data Subjektif
1) Klien mengatakan rasa bersalah terhadap dirinya.
2) Klien mengatakan sulit untuk bergaul dengan orang lain.
3) Klien mengatakan kurang selera makan.
b. Data Objektif
1) Klien tampak merusak/melukai diri sendiri.
2) Klien tampak menghindari kesenangan yang memberi rasa kepuasan.
3) Klien tampak tidak bisa menerima pujian.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Klasifikasi halusinasi Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
b. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi
c. Isolasi sosial : menarik diri.
G. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berhubungan dengan
halusinasi
Tujuan : Tidak terjadi perilaku kekerasan pada diri sendiri dan orang lain.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat mengungkapkan perasaannya dalam keadaan saat ini secara verbal.
b. Pasien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan saat halusinasi, cara
memutuskan halusinasi dan melaksanakan cara yang efektif bagi pasien untuk
digunakan
c. Pasien dapat menggunakan keluarga pasien untuk mengontrol halusinasi dengan
cara sering berinteraksi dengan keluarga.
Intervensi :
a. Bina Hubungan saling percaya
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati
d. Adakan kontak secara singkat tetapi sering secara bertahap (waktu disesuaikan
dengan kondisi klien).
e. Observasi tingkah laku : verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
f. Jelaskan pada klien tanda-tanda halusinasi dengan menggambarkan tingkah laku
halusinasi.
g. Identifikasi bersama klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi, isi, waktu, frekuensi.
h. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya saat alami halusinasi.
i. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan bila sedang mengalami
halusinasi.
j. Diskusikan cara-cara memutuskan halusinasi
k. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan cara memutuskan halusinasi
yang sesuai dengan klien.
l. Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
m. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami halusinasi
n. Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol halusinasi.
o. Bantu klien menggunakan obat secara benar.
2. Perubahan persepsi sensorik : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
Tujuan : Klien mampu mengontrol halusinasinya
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat dan mau berjabat tangan.
b. Pasien mau menyebutkan nama, mau memanggil nama perawat dan mau duduk
bersama.
c. Pasien dapat menyebutkan penyebab klien menarik diri.
d. Pasien mau berhubungan dengan orang lain.
e. Setelah dilakukan kunjungan rumah klien dapat berhubungan secara bertahap
dengan keluarga
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Buat kontrak dengan klien.
c. Lakukan perkenalan.
d. Panggil nama kesukaan.
e. Ajak pasien bercakap-cakap dengan ramah.
f. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya serta
beri kesempatan pada klien mengungkapkan perasaan penyebab pasien tidak mau
bergaul/menarik diri.
g. Jelaskan pada klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta yang
mungkin jadi penyebab.
h. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
i. Diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan.
j. Perlahan-lahan serta pasien dalam kegiatan ruangan dengan melalui tahap-tahap
yang ditentukan.
k. Beri pujian atas keberhasilan yang telah dicapai.
l. Anjurkan pasien mengevaluasi secara mandiri manfaat dari berhubungan
m. Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan pasien mengisi waktunya.
n. Motivasi pasien dalam mengikuti aktivitas ruangan.
o. Beri pujian atas keikutsertaan dalam kegiatan ruangan.
p. Lakukan kungjungan rumah, bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
q. Diskusikan dengan keluarga tentang perilaku menarik diri, penyebab dan cara
keluarga menghadapi.
r. Dorong anggota keluarga untuk berkomunikasi.
s. Anjurkan anggota keluarga pasien secara rutin menengok pasien minimal sekali
seminggu.
3. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
Tujuan : Pasien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Hasil :
a. Pasien dapat menyebutkan koping yang dapat digunakan
b. Pasien dapat menyebutkan efektifitas koping yang dipergunakan
c. Pasien mampu memulai mengevaluasi diri pasien mampu membuat perencanaan
yang realistik sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya
d. Pasien bertanggung jawab dalam setiap tindakan yang dilakukan sesuai dengan
rencanan
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk menyebutkan aspek positip yang ada pada dirinya dari segi
fisik.
b. Diskusikan dengan pasien tentang harapan-harapannya.
c. Diskusikan dengan pasien keterampilannya yang menonjol selama di rumah dan
di rumah sakit.
d. Berikan pujian.
e. Identifikasi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pasien
f. Diskusikan koping yang biasa digunakan oleh pasien.
g. Diskusikan strategi koping yang efektif bagi pasien.
h. Bersama pasien identifikasi stressor dan bagaimana penialian pasien terhadap
stressor.
i. Jelaskan bahwa keyakinan pasien terhadap stressor mempengaruhi pikiran dan
perilakunya.
j. Bersama pasien identifikasi keyakinan ilustrasikan tujuan yang tidak realistic.
k. Bersama pasien identifikasi kekuatan dan sumber koping yang dimiliki
l. Tunjukkan konsep sukses dan gagal dengan persepsi yang cocok.
m. Diskusikan koping adaptif dan maladaptif.
n. Diskusikan kerugian dan akibat respon koping yang maladaptive.
o. Bantu pasien untuk mengerti bahwa hanya pasien yang dapat merubah dirinya
bukan orang lain
p. Dorong pasien untuk merumuskan perencanaan/tujuannya sendiri (bukan
perawat).
q. Diskusikan konsekuensi dan realitas dari perencanaan / tujuannya.
r. Bantu pasien untuk menetpkan secara jelas perubahan yang diharapkan.
s. Dorong pasien untuk memulai pengalaman baru untuk berkembang sesuai potensi
yang ada pada dirinya.
H. DAFTAR PUSTAKA
1. Keliat, Budi Anna dll. (2001). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.. EGC: Jakarta.
2. Rasmun, 2000, Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga, Jakarta, CV. Agung Seto.
3. Stuart, Gail W. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
4. Hawari, Dadang. 2001. Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
5. Setiono, Wiwing. 2013. Laporan Pendahuluan gangguan persepsi. Diunduh dari
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-gangguan-
persepsi.html pada hari sabtu 27 September 2014.
6. Nasution, S. S. (2003). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Perubahan
sensoro Persepsi : Halusinasi. Dibuka pada website
http://www.nersgun.multiply.multiply content.com /27 September 2014.
7. Izzudin. (2006). Analisis Pengaruh Faktor Personality terhadap Asuhan
Keperawatan pada Perawat Rawat Inap RSJ dr. Amino Gondohutomo Semarang.
Diambil pada tanggal 27 September 2014 dari http://eprints.undip.ac.id/
8. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press;
2005. p. 63-9.
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
A. PENGERTIAN
1. Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
2. Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari
interaksi dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
3. Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).
4. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Twondsend, 2011).
5. Suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ).
6. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip Budi Kelliat, 2009).
7. Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor predisposisi terjadinya
perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2009).
B. PENYEBAB/ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
Ada berbagai faktor yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi
sosial, antara lain :
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseorang sehingga mempunyai masalah
respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja sama
dengan tenaga profesional untuk mengembangkan gambaran yng lebih tepat
tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan kolaboratif
dapat mengurangi masalah respon sosial menarik diri.
b. Faktor biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif. Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainan struktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang
cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat dapat terjadi karena mengadopsi
norma, perilaku dan sitem nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya mayoritas.
Harapan yang tidak realistis terhadap hubungn merupakan faktor lain yang
berkaitan dengan gangguan ini (Stuart dan Sudden, 2006)
2. Faktor Presipitasi
Ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik
diri. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dario berbagai stressor antara lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gaangguan dalam membina
hubungan dengan orang lain, misalnya menurunnya stabilitas unit keluarga,
berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupannya, misalnya karena dirawat di
rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan kemampuan
untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya hal ini dapat menimbulkan
ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang mengalami gangguan
hubungan (menarik diri) (Stuart and Sundeen, 2006)
c. Stressor intelektual
1) Kurangnya pemahaman diri dalam ketidakmampuan untuk berbagai pikiran
dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan orang lain.
2) Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan dalam
menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan orang lain.
3) Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain akan
persepsi yang menyimpang dan akan berakibat pada gangguan berhubungan
dengan orang lain.
d. Stressor fisik
1) Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorang menarik diri
dari orang lain
2) Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain.
C. MANIFESTASI KLINIS
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Tidak merawat diri dan tidak memperlihatkan kebersihan
5. Tidak ada dan tidak memperhatikan kebersihan
6. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
7. Mengisolasi diri
8. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
9. Asupan makanan dan minuman terganggu
10. Retensi urin dan feses
11. Aktivitas menurun
12. Kurang energi (tenaga)
13. Rendah diri
14. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga
timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan
intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi
dan risiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan
orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh
terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.
Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh
ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut
berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar
dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem
pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung
seseorang memiliki harga diri rendah.
D. PSIKOPATOLOGI/POHON MASALAH
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada klien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Medis (Dalami, dkk, 2009)
Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka
jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
1) Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon
bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia
dalam otak.
Indikasi :
a) Depresi mayor
(1) Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian
lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan
dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
(2) Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon
membaik pada ECT.
(3) Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan
atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
b) Maniak
Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi
lain berbahaya bagi klien.
c) Skizofrenia
Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada
skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
2) Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan
perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
3) Terapi Okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang (Dalami, dkk.,
2009).
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
1) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
a) Pengertian
TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama (Keliat,
2004)
b) Tujuan
Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah
perilaku yang destruktif dan maladaptif. (Keliat, 2004)
c) Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial
adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi
dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan
secara bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa (Keliat, 2004).
c. Prinsip Perawatan Isolasi Sosial
1) Psikoterapeutik
a) Bina hubungan saling percaya :
(1) Buat kontrak dengan pasien memperkenalkan nama perawat pada waktu
interaksi dan tujuan.
(2) Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk
menunjukan penghargaan yang tulus.
(3) Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan
diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
b) Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka
(1) Bicarakan dengan pasien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah
yang sederhana.
(2) Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraan dengan perawat.
(3) Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
(4) Tunjukan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya.
c) Kenal dan dukung kelebihan klien
Tunjukkan dan cari penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien,
cara menceritakan perasaannya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
(1) Bahas dengan klien tentang koping yang konstruktif.
(2) Dukung koping klien yang konstruktif.
(3) Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
d) Bantu klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal
(1) Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
(2) Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
(3) Temani klien beberapa saat dengan duduk di sampingnya.
(4) Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
(5) Libatkan klien dalam aktifitas kelompok.
2) Pendidikan kesehatan
a) Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan klien selain kata-kata
seperti menulis, menangis, menggambar, berolahraga atau bermain musik.
b) Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
c) Jelaskan dan anjurkan pada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan
dengan klien.
d) Anjurkan kepada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam kegiatan di
masyarakat.
3) Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
a) Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakan
secara mandiri.
b) Bimbing klien berpakaian yang rapi.
c) Batasi kesempatan untuk tidur, sediakan sarana informasi dan hiburan seperti
majalah, surat kabar, radio dan televisi.
d) Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
4) Lingkungan terapeutik
a) Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain
di lingkungan.
b) Cegah agar klien tidak berada di dalam ruang sendiri dalam jangka waktu
yang lama.
c) Beri rangsangan sensorik seperti suara musik, gambar hiasan di ruangan
(Nursing Poltekes, 2012).
F. PENGKAJIAN FOKUS
Menurut Towsend.M.C dan Carpenito L.J Isolasi sosial: menarik diri sering
ditemukan adanya tanda dan gejala sebagai berikut: kurang spontan, apatis, ekspresi
wajah tidak berseri, tidak memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal kurang,
menyendiri, tidak peduli lingkungan, asupan makanan terganggu, retensi uriendan feses,
aktivitas menurun, posisi baring seperti feses, menolak berhubungan dengan orang lain.
1. Data Subyektif
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subyektif
adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak”, “iya”, “tidak
tahu”.
2. Data obyektif
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan:
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Menghindar dari orang lain (menyindir), klien tampak dari orang lain, misalnya
pada saat makan.
c. Komunikasi kurang/ tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/ perawat
d. Tidak ada kontk mata, klien lebih sering menunduk.
e. Berdiam diri di kamar/ tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
f. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
g. Tidak melakukan kegatan sehari-hari. Artinya perawatn diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan.
h. Posisi janin pada saat tidur.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial
2. Kerusakan komunikasi verbal
3. Sindroma kurang perawatan diri
H. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Isolasi sosial
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
b. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
h) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
i) Perkenalkan diri dengan sopan
j) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
k) Jelaskan tujuan pertemuan
l) Jujur dan menepati janji
m) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
n) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan:
e) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya
f) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab
menarik diri atau mau bergaul
g) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
h) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
Tindakan :
j) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
k) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
l) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain
m) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
n) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
o) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
p) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan
orang lain
q) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
r) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan sosial\
Tindakan:
h) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
i) Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
Klien – Perawat
Klien – Perawat – Perawat lain
Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
Klien – Keluarga atau kelompok masyarakat
j) Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
k) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
l) Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
m) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
n) Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
Tindakan:
d) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
e) Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan
orang lain.
f) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan:
c) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
d) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk
klien minimal satu kali seminggu
Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
2. Diagnosa 2 : Kerusakan komunikasi verbal
Tujuan jangka pendek :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan untuk bertahan pada 1 topik, menggunakan
ketepatan kata, melakukan kontak mata intermiten selama 5 menit dengan perawat
selama 1 minggu.
Tujuan jangka panjang :
Pasien dapat menunjukkan kemampuan dalam melakukan komunikasi verbal dengan
perawat dan sesama pasien dalam suatu lingkungan sosial dengan cara yang sesuai /
dapat diterima.
Kriteria hasil yang diharapkan :
a. Pasien dapat berkomunikasi dengan cara yang dapat dimengerti dan diterima
orang lain.
b. Pesan non verbal pasien sesuai dengan verbalnya.
c. Pasien dapat mengakui bahwa disorganisasi pikiran dan kelainan komunikasi
verbal terjadi pada saat adanya peningkatan anxietas.
Intervensi Keperawatan :
a. Gunakan teknik validasi dan klarifikasi untuk mengerti pola komunikasi pasien..
Rasional : Teknik ini menyatakan kepada pasien bagaimana ia dimengerti oleh
orang lain, sedangkan tanggung jawab untuk mengerti ada pada perawat.
b. Pertahankan konsistensi perawat yang bertugas
Rasional : Memudahkan rasa percaya dan kemampuan untuk mengerti tindakan
dan komunikasi pasien.
c. Jelaskan kepada pasien dengan cara yang tidak mengancam bagamana perilaku
dan pembicaraannya diterima dan mungkin juga dihindari oleh orang lain.
d. Jika pasien tidak mampu atau tidak ingin bicara (autisme), gunakan teknik
mengatakan secara tidak langsung.
Rasional : Hal ini menyampaikan rasa empati, mengembangkan rasa percaya dan
mendorong pasien mendiskusikan hal-hal yang menyakitkan dirinya.
e. Antisipasi dan penuhi kebutuhan pasien sampai pola komunikasi yang
memuaskan kembali.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas keperawatan.
3. Diagnosa 3 : Sindroma kurang perawatan diri
Tujuan jangka pendek :
Pasien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari
dalam 1 minggu.
Tujuan jangka panjang :
Pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan
mendemonstrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
Kriteria hasil yang diharapkan :
a. Pasien makan sendiri tanpa bantuan.
b. Pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya tanpa bantuan.
c. Pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
Intervensi keperawatan :
a. Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan pasien.
Rasional : Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan aktifitas
akan meningkatkan harga diri.
b. Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak dapat
melakukan beberapa kegiatan.
Rasional : Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam
keperawatan.
c. Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya mandiri.
Rasional : Penguatan positif akan meningkatkan harga diri dan mendukung
pengulangan perilaku yang diharapkan.
d. Perlihatkan secara konkret, bagaimana melakukakn kegiatan yang menurut pasien
sulit melakukannya.
Rasional : Penjelasan harus sesuai dengan tingkat pengertian yang nyata.
e. Buat catatan secara terinci tentang makanan dan cairan.
Rasional : Informasi yang penting untuk mendapatkan gambaran nutrisi yang
adekuat.
f. Berikan makanan kudapan dan cairan diantara waktu makan.
Rasional : Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah
besar pada saat makan dan membutuhkan penambahan diluar waktu makan.
g. Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni, berikan makanan
kaleng dan biarkan pasien sendiri yang membukanya, atau disajikan dalam
kekeluargaan.
Rasional : Pasien dapat melihat setiap orang makan dari hidangan yang sama.
h. Tetapkan jadwal defekasi dan berkemih, bantu pasien ke kamar mandi sesuai
jadwal, sampai pasien mampu melakukan tanpa bantuan orang lain.Dukung
kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak mampu melakukan
beberapa kegiatan.
I. DAFTAR PUSTAKA
1. Townsend M. C, (2011). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri,
Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan , Edisi V. Jakarta : EGC.
2. Anna Budi Keliat, S.Kp. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial
Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
3. Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API).
Jakarta : fajar Interpratama.
4. Stuart and Sundeen (2006), ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa
Hapid AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Carpenito, Lynda Juall (2009) Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada Praktis Klinis
Edisi 9. Jakarta : EGC.
6. Direja, Ade Herman Surya (2011) Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
7. Keliat, Budi Anna (2005) Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 3. Jakarta : EGC.
8. Stuart, Gail W. (2007) Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC
9. Nursing Poltekes. (2012) “Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial”. (Online), (http://
keperawatanpoltekkes26.blogspot.com/2012/01/asuhan-keperawatan-isolasi-
sosial.html, diakses pada 27 September 2014).
10. Setiono, Wiwing (2013) Laporan Pendahuluan Isolasi sosial. Diunduh dari
http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-isolasi-sosial.html
pada hari sabtu, 27 September 2014
LAPORAN PENDAHULUAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
U. MANIFESTASI KLINIS
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
a. Fisik
i. Muka merah dan tegang
ii. Mata melotot/ pandangan tajam
iii. Tangan mengepal
iv. Rahang mengatup
v. Postur tubuh kaku
vi. Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung
perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
V. POHON MASALAH
W. PENATALAKSANAAN
1. Psikoterapi
a. Psikoterapeutik
b. Lingkungan terapieutik
c. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
d. Pendidikan kesehatan
2. Psikofarmaka
a. Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.
b. Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.
c. Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan
hiperaktivitas.
d. ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.
3. Psikosomatik
a. Terapi konvulsi kardiasol, dengan menyuntikkan larutan kardiazol 10% sehingga timbul
konvulsi
b. Terapi koma insulin, dengan menyuntikkan insulin sehingga pasien menjadi koma,
kemusian dibiarkan 1-2 jam, kemudian dibangunkan dengan suntikan gluk
X. PENGKAJIAN FOKUS
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
a. Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif :
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri
sendiri/orang lain.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan
a. Data Subyektif :
a. Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
b. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah.
c. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif ;
a. Mata merah, wajah agak merah.
b. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c. Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
d. Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data Subyektif:
a. Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.
b. Data Obyektif:
a. Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan,
ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.
Y. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Z. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum : Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
a. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat dan
jelaskan tujuan interaksi.
b. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
c. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
a. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/kesal.
b. Observasi tanda perilaku kekerasan.
c. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
a. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
b. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
c. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang kesal, berolah
raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal / tersinggung
d. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
a. Bantu memilih cara yang paling tepat.
b. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
e. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping).
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat, dosis, cara dan
waktu).
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Diagnosa II Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Tujuan umum: Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Bina hubungan saling percaya dengan menerapkan prinsip komunikasi terapeutik:
a) Sapa klien dengan ramah secara verbal dan nonverbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien.
c) Utamakan memberi pujian yang realistik.
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilakukan.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4) Klien dapat merencanakn kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang dapat klien lakukan.
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kemampuannya.
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b) Diskusikan pelaksanaan kegiatan dirumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara mearwat klien dengan
harag diri rendah.
b) Bantu keluarga memberiakn dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Diagnosa III : Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan umum : Pasien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Tujuan khusus :
1. Pasien mendapatkan perlindungan dari lingkungannya
2. Pasien mampu mengungkapkan perasaannya
3. Pasien mampu meningkatkan harga dirinya
4. Pasien mampu menggunakan cara penyelesaiaan masalah yang baik
Tindakan :
a. Mendikusikan cara mengatasi keinginan mencederai diri sendiri, orang laain dan lingkungan
b. Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
1) Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya
2) Memberikan pujian jika pasien dapat mengatakan perasaan yang positif
3) Meyakinkan pasien bahawa dirinya penting
4) Mendiskusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
5) Merencanakan yang dapat pasien lakukan
c. Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
2) Mendiskusikan dengan pasien efektfitas masing-masing cara penyelesian masalah
3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
AA. DAFTAR PUSTAKA
1. Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2. Keliat, B. A. (2009). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
3. Stuart and Sundeen (2006), ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa Hapid
AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Townsend C. Mary , 2011, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, Edisi V, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC ; Jakarta.
5. Nita, Fitria. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Penerbit Buku : Salemba Medika. Jakarta.
6. Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
7. Berkowitz, Leonard. (2003). Emotional Behavior. Buku Kesatu Terj. Hartatni WoroSusiatni.
Jakarta: Penerbit PPM
LAPORAN PENDAHULUAN WAHAM
Oleh :
ZAENAL ABIDIN
NIM. 10/1797/PR/0151
FF. PENATALAKSANAAN
Menurut Harnawati (2008) penanganan pasien dengan gangguan jiwa waham antara lain :
1. Psikofarmalogi
a. Litium Karbonat
a. Farmakologi
Litium Karbonat adalah jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi
gangguan bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Sejak disahkan oleh “Food and
Drug Administration” (FDA). Pada 1970 untuk mengatasi mania akut litium masih
efektif dalam menstabilkan mood pasien dengan gangguan bipolar. Meski demikian,
efek samping yang dilaporkan pada gangguan litium cukup serius. Efek yang
ditimbulkan hampir serupa dengan efek mengkonsumsi banyak garam, yakni
tekanan darah tinggi, retensi air, dan konstipasi. Oleh karena itu, selama
penggunaan obat ini harus dilakukan tes darah secara teratur untuk menentukan
kadar litium.
b. Indikasi
Mengatasi episode waham dari gangguan bipolar. Gejala hilang dalam jangka waktu
1-3 minggu setelah minum obat litium juga digunakan untuk mencegah atau
mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan riwayat mania.
c. Dosis
Untuk tablet atau kapsul immendiate rease biasanya diberikan 3 dan 4 kali sehari,
sedangkan tablet controlled release diberikan 2 kali sehari interval 12 jam.
Pemberian dosis litium harus dilakukan hati-hati dan individual, yakni berdasarkan
kadar dalam serum dan respon klinis. Untuk menukar bentuk tablet dari immediate
release maka diusahakan agar dosis total harian keduanya tetap sama.
Control jangka panjang : kadar serum litium yang diinginkan adalah 0,6-1,2 mEq/L.
dosis bervariasi per individu,tapi biasanya berkisar 900mg-1200mg per hari dalam
dosis berbagi. Monitor dilakukan setiap bulan, pasien yang supersensitive biasanya
memperlihatkan tanda toksik pada kadar serum dibawah 10mEq/L.
d. Efek Samping
Insiden dan keparahan efek samping tergantung pada kadar litium dalam serum.
Adapun efek yang mungkin dijumpai pada awal terapi. Misalnya tremor ringan pada
tangan, poliuria nausea, dan rasa haus. Efek ini mungkin saja menetap selama
pengobatan.
e. Contoh obat
Berbentuk tablet ataupun kapsul immediate release dan tablet controlled release.
f. Mekanisme kerja
Menghambat pelepasan serotonin dan mengurangi sensitivitas dari reseptor
dopamine.
b. Haloperidol
a. Farmakologi : Haloperidol merupakan obat antipsikotik (mayor tranquiliner)
pertama dari turunan butirofenon. Mekanisme kerjanya yang pasti tidak diketahui.
b. Indikasi : Haloperidol efektif untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada
anak-anak yang sering membangkang an eksplosif. Haloperidol juga efektif untuk
pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif juga melibatkan aktivitas
motorik berlebih disertai kelainan tingkah laku seperti : impulsive, sulit memusatkan
perhatian, agresif, suasana hati yang labil dan tidak tahan frustasi.
c. Dosis
i. Dewasa
Gejala sedang : 0,5-2mg, 2 atau 3 kali sehari
Gejala berat : 3-5mg, 2 atau 3 kali sehari
Untuk mencapai diperlukan dosis control yang cepat, kadang-kadang diperlukan
dosis yang lebih tinggi. Pasien usia lanjut atau labil :1/2-2 mg, 2 atau 3 kali
sehari. Pasien yang tetap menunjukkan gejala yang berat atau adekuat perlu
disesuaikan dosisnya. Dosis harian sampai 100mg mungkin diperlukan pada
kasus-kasus tertentu untuk mencapai respon optimal. Jarang sekali haloperidol
diberikan dengan dosis diatas 100mg untuk pasien berat yang resisten.
ii. Anak-anak
Haloperidol tidak boleh diberikan pada anak-anak usia kurang dari 3tahun. Pada
anak-anak dengan usia 3-12 tahun (berat badan 15-40kg). obat mulai diberikan
dengan dosis terkecil (0,5mg sehari). Jika perlu dosis dapat ditingkatkan sebesar
5-7 hari sampai tercapai efek terapi yang diinginkan. Dosis total dapat dibagi
yaitu 2 atau 3 kali sehari.
Kelainan psikotik : 0,05-0,15mg/kg/hari.
d. Efek samping
i. Susunan saraf pusat
Gejala ekstrapiramidal, diskinesia Tardif, distonia tardif, gelisah, cemas,
perubahan pengaturan temperature tubuh, agitasi, pusing. Depresi, lelah, sakit
kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang.
ii. Kardivaskuler
Takikardi, hipertensi/hipotensi, kelainan EKG (gelombang T abnormal dengan
perpanjangan repolarisasi ventrikel), aritmia.
iii. Hematologik : Timbul leucopenia dan leukositosis ringan.
iv. Hati : Gangguan fungsi hati
v. Kulit
Makulopapular dan akneiform, dermatitis kontak, hiperpigmentasi alopesia.
vi. Endokrin dan metabolic
Laktasi, pembesaran payudara, martalgia, gangguan haid, amenore, gangguan
seksual, nyeri payudara, hiponatremia.
vii. Saluran cerna : Anoreksia, konstipasi, diare dan mual muntah.
viii. Mata : Penglihatan kabur
ix. Pernapasan : Spasme laring dan bronkus.
x. Saluran genitourinaria : Retensi urin.
e. Kontraindikasi
Hipersensitifitas terhadap haloperidol atau komponen lain formulasi, penyakit
Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang, penyakit jantung atau
penyakit hati berat, koma.
f. Mekanisme kerja
Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik mesolimbik otak.
Menekan pelepasan hormon hipotalamus dan hipofisa, menekan Reticular
Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi metabolism basal. Temperature
tubuh, tonus vasomotor dan emesis.
c. Karbamazepin
a. Farmakologi
Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor, serta
neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan dengan obat
antikonvulsan lain maupun obat-obat lain yang digunakan untuk mengobati nyeri
pada neuralgia trigeminal.
b. Indikasi
Karbamazepin diindikasikan sebagai obat antikonvulsan yaitu jenis :
i. Kejang parsial dengan symptom atologi komplek (psikomotor, lobus temporalis)
pasien dengan jenis kejang ini menunjukkan perbaikan yang lebih besar
dibandingkan jenis yang lain.
ii. Pola kejang campuran termasuk jenis diatas dan kejang parsial maupun kejang
umum yang lain. Kejang jenis petitmal tampaknya tidak efektif diobati dengan
karbamazepin.
iii. Neuralgia trigeminal
Karbamazepin diindikasikan untuk pengobatan nyeri akibat neuralgia trigeminal
murni. Obat ini bukan merupakan analgesic dan tidak boleh diberikan untuk
mengobati sakit/nyeri.
c. Dosis
i. Dewasa dan anak-anak : diatas 12tahun
Dosis awal : 200mg 2x sehari untuk tablet/ 1 sendok teh 4x1 hari suspense
(400mg sehari). Umumnya dosisnya tidak melebihi 1000mg sehari pada anak
usia 12-15 tahun dan 1200mg sehari pada diatas 15tahun.
ii. Anak usia 6-12tahun
Dosis awal : 100mg 2 kali sehari, untuk tablet atau ½ sendok teh 4x1 hari.
Untuk suspense (200mg sehari), umumnya dosis tidak melebihi 1000mg
sehari.
iii. Neuorologi trigeminal
Dosis awal pada hari pertama diberikan 100mg 2x1 hari untuk tablet atau ½
sendok teh 4x1 hari untuk suspense dengan dosis total 200mg x 1 hari. Dosis
ini dapat ditingkatkan sampai 200mg sehari dengan peningkatan sebesar
100mg tiap 12jam untuk tablet /50mg (setengah sendok teh) 4x 1 hari untuk
suspense, hanya jika diperlukan untuk obat nyeri. Jangan melebihi dosis
1200mgx 1 hari.
d. Efek samping
Efek samping paling berat terjadi pada system liemopoetik, kulit dan kardivaskular.
Efek samping yang paling sering timbul yang terutama terjadi pada awal terapi
adalah pusing, ngantuk, mual, dan muntah.
Contoh obat:
a) Tegritol (ciba)
b) Temporal (orion)
c) Karbamazepin (generic)
e. Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap karbamazepin, antidepresan trisiklik, atau komponen
sediaan, depresi sumsum tulang belakang.
f. Mekanisme kerja
Selain sebagai antikonvulsan, karbamazepin mempunyai efek sebagai
antikolinergik, antineuralgik, antideuritik, pelemas otot, antimanik, antidepresif
dan antiariunia. Menekan aktifitas senralis nucleus pada thalamus/menurunkan
jumlah stimulasi temporal yang menyebabkan neural discharge dengan cara
membatasi influks ion natrium yang menembus membran sel atau mekanisme lain
yang belum diketahui, menstimulasi pelepasan ADH untuk mereabsorbsi air, secara
kimiawi terkait dengan antidepresan trisiklik.
2. Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik low potensial
Penatalaksanaan ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan
pasien. Hal ini berkaitan dengan penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham.
Dimana pedoman penggunaan antipsikotik adalah:
a. Tentukan target symptom
b. Antipsikosis yang telah berhasil masa lalu sebaiknya tetap digunakan
c. Penggantian antipsikosis baru dilakukan setelah penggunaan antipsikosis yang lama 4-6
minggu
d. Hindari polifarmasi
e. Dosis maintenans adalah dosis efektif terendah.
Contoh obat antipsikotik adalah:
a. Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone).
a. Pilihan awal Risperidone tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg,
100mg.
b. Keuntungan : angka keberhasilan tinggi, ekstra pyramidal symptom minimal.
c. Kerugian : harganya mahal