Ekonomi Politik
Ekonomi Politik
PENGANTAR EKONOMI-POLITIK
I. Produksi Barang-Barang Kebutuhan Adalah Basis Dari Kehidupan Sosial
Kita harus memulainya dari pemahaman yang sangat mendasar. Bahwa untuk
mempertahankan dan melanjutkan hidupnya, manusia harus dapat mencukupi kebutuhan
utamanya yaitu: makanan, pakaian dan tempat tinggal. Oleh karena itu manusia harus
memproduksi semua kebutuhan-kebutuhannya.[1] Dalam proses produksi inilah, manusia
menggunakan dan mengembangkan alat-alat produksi (alat alat kerja dan obyek kerja)
disamping tenaga kerjanya sendiri. Dari mulai tangan, kapak, palu, lembing, palu,
cangkul hingga komputer serta mesin-mesin modern seperti sekarang ini. Alat-alat
produksi (ada teknologi didalamnya) dan tenaga kerja manusia (ada pengalaman, ilmu
pengetahuan didalamnya) tidak pernah bersifat surut melainkan terus maju disebut
sebagai Tenaga produktif masyarakat yaitu kekuatan yang mendorong perkembangan
masyarakat.
Hubungan sosial produksi dan tenaga produktif (alat-alat produksi dan tenaga kerja)
inilah kemudian membentuk suatu cara produksi dalam suatu masyarakat. Misalnya cara
produksi komunal primitif, perbudakan, feodalisme, kapitalisme dan sosialisme.
Perubahan yang terjadi dari suatu cara produksi tertentu ke cara produksi yang lain terjadi
akibat berkembangnya tenaga produktif dalam suatu masyarakat yang akhirnya
mendorong hubungan produksi lama tidak dapat dipertahankan lagi dan menuntut adanya
hubungan produksi baru. Inilah hukum dasar sejarah masyarakat dan merupakan sumber
utama dari semua perubahan sosial yang ada.
Lain halnya dalam cara produksi setelah komunal primitif yaitu perbudakan, yang
menghasilkan dua kelas utama yaitu budak dan pemilik budak. Dalam masa perbudakan
alat-alat produksi beserta budaknya sekaligus dikuasai oleh pemilik budak. Budaklah
yang bekerja menghasilkan produksi. Hasil produksi seluruhnya dikuasai oleh pemilik
budak. Budak sama artinya dengan sapi, kerbau atau kuda. Pemilik budak cukup hanya
memberi makan budaknya.
Sementara dalam masa feodalisme (berasal dari kata feodum yang berarti tanah) dimana
terdapat dua kelas utama yaitu tuan feodal (bangsawan pemilik tanah) dengan kaum tani
hamba atau petani yang pembayar upeti. Produksi utama yang dihasilkan didapatkan dari
mengolah tanah. Tanah beserta alat-alat kerjanya dikuasai oleh tuan feodal atau
bangsawan pemilik tanah. Kaum Tani hambalah yang mengerjakan proses produksi. Ia
harus menyerahkan (memberikan upeti) sebagian besar dari hasil produksinya kepada
tuan feodal atau para bangsawan pemilik tanah.
Begitu pula halnya dalam sistem kapitalisme yang menghasilkan dua kelas utama
yaitu kelas kapitalis dan kelas buruh. Proses kegiatan produksi utamanya adalah
ditujukan bukan untuk sesuai dengan kebutuhan manusia, melainkan untuk menghasilkan
barang–barang dagangan untuk dijual ke pasar, untuk mendapatkan keuntungan yang
menjadi milik kapitalis. Keuntungan yang didapat ini kemudian dipergunakan untuk
melipatgandakan modalnya. Keuntungan yang didapatkan dari hasil kerja buruh ini,
dirampas dan menjadi milik kapitalis. Buruh berbeda dengan budak atau tani hamba.
Buruh, adalah manusia bebas. Ia bukan miliknya kapitalis. Tetapi 7 jam kerja sehari atau
lebih dalam hidupnya menjadi milik kapitalis yang membeli tenaga kerjanya. Buruh juga
bebas menjual tenaga kerjanya kepada kapitalis manapun dan kapanpun ia mau. Ia dapat
keluar dari kapitalis yang satu ke kapitalis yang lain. Tetapi akibat sumber satu-satunya
agar ia dapat hidup hanya menjual tenaga kerjanya untuk upah, maka ia tidak dapat pergi
meninggalkan seluruh kelas kapitalis. Artinya buruh diikat, dibelenggu, diperbudak
oleh seluruh kapitalis, oleh sistem kekuasaan modal, oleh sistem kapitalisme. Kita
akan membahas persoalan lebih detail lagi.
Kapitalisme
Kapitalisme, adalah sebuah nama yang diberikan terhadap sistem sosial dimana alat-
alat produksi, tanah, pabrik-pabrik dan lain-lain dikuasai oleh segelintir orang yaitu kelas
kapitalis (pemilik modal). Jadi kelas ini hidup dari kepemilikannya atas alat-alat
produksi. Sementara kelas lain (buruh) yang tidak menguasai alat produksi, hidup dengan
bekerja (menjual tenaga kerjanya) kepada kelas kapitalis untuk mendapatkan upah.
Kepemilikan alat-alat produksi kemudian dipergunakan untuk menghasilkan barang-
barang untuk dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian
dipergunakan kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali,
jual kepasar, dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan
bahwa tujuan dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara
terus menerus. Pengusaha yang pandai adalah seorang yang membayar sekecil mungkin
terhadap apa yang dibelinya dan menerima sebanyak mungkin terhadap apa yang
dijualnya. Tahap awal menuju keuntungan yang tinggi adalah menurunkan biaya-biaya
produksi. Salah satu biaya produksi adalah upah buruh. Oleh karena itulah kepentingan
pengusaha untuk membayar upah serendah mungkin. Selain itu pengusaha juga
berkepentingan untuk mendapatkan hasil kerja buruhnya sebanyak mungkin.
Kepentingan dari para pemilik modal ini bertentangan dengan kepentingan orang-
orang yang bekerja (buruh) kepada mereka. Kelas buruh berkepentingan terhadap
meningkatnya upah, meningkatnya kesejahteraannya. Kedua kelas ini bertindak
sebagaimana kepentingan (keharusan) yang ada pada mereka. Masing-masing hanya
dapat berhasil dengan mengorbankan yang lain. Itulah mengapa, dalam masyarakat
kapitalis, selalu ada pertentangan antara dua kelas tersebut.
I. NILAI LEBIH
Kelas buruh yang tidak memiliki alat produksi harus menjual tenaga
kerjanya untuk mendapatkan upah untuk membeli sejumlah barang
untuk kebutuhan hidupnya. Tetapi apakah upah itu? Bagaimana upah itu
ditentukan?
Upah adalah jumlah uang yang dibayar oleh kapitalis untuk waktu kerja tertentu.
Yang dibeli kapitalis dari buruh adalah bukan kerjanya melainkan tenaga kerjanya.
Setelah ia membeli tenaga kerja buruh, ia kemudian menyuruh kaum buruh untuk selama
waktu yang ditentukan, misalnya untuk kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu atau 26 hari
dalam sebulan (bagi buruh bulanan).
Jadi upah yang dibayarkan oleh kapitalis bukanlah berdasarkan berapa besar jumlah
barang dan keuntungan yang diperoleh kapitalis. Misalnya saja sebuah perusahan besar
(yang telah memperdagangkan sahamnya di pasar saham) sering mengumumkan
keuntungan perusahaan selama setahun untung berapa ratus milyar. Tetapi dari manakah
keuntungan ini di dapat?
Jelas keuntungan yang didapat dari hasil kegiatan produksinya. Tetapi yang
mengerjakan produksi bukanlah pemilik modal melainkan para buruh yang bekerja di
perusahaannya lah yang menghasilkan produksi ini. Yang merubah kapas menjadi
banang, merubah benang menjadi kain, merubah kain menjadi pakaian dan semua contoh
kegiatan produksi atau jasa lainnya. Kerja kaum buruh lah yang menciptakan nilai baru
dari barang-barang sebelumnya.
Contoh sederhana misalnya. Seorang buruh di pabrik garmen dibayar 20.000 untuk
kerja selama 8 jam sehari. Dalam 8 jam kerja ia bisa menghasilkan 10 potong pakaian
dari kain 30 meter. Harga kain sebelum menjadi pakaian permeternya adalah 5000 atau
150.000 untuk 30 meter kain. Sementara untuk biaya benang dan biaya-biaya produksi
lainnya (misalnya listrik, keausan mesin dan alat-alat kerja lain) dihitung oleh pengusaha
sebesar 50.000 seharinya. Total biaya produksi adalah 20.000 (untuk upah buruh) +
150.000 (untuk kain) + 50.000 (biaya produksi lainnya) sebesar 220.000. Tetapi
pengusaha dapat menjual harga satu kainnya sebesar 50.000 untuk satu potong pakian
atau 500.000 untuk 10 potong pakaian di pasaran. Oleh karena itu kemudian ia
mendapatkan keuntungan sebesar 500.000 – 220.000 = 280.000.
Jadi kerja 8 jam kerja seorang buruh garmen tadi telah menciptakan nilai baru sebesar
sebesar 240.000. Tetapi ia hanya dibayar sebesar 20.000. Sementara 220.000 menjadi
milik pengusaha. Inilah yang disebut nilai lebih. Padahal bila ia dibayar 20.000, ia
seharusnya cukup bekerja selama kurang dari 1 jam dan dapat pulang ke kontrakannya.
Tetapi tidak, ia tetap harus bekerja selama 8 jam karena ia telah disewa oleh pengusaha
untuk bekerja selama 8 jam. Jadi buruh pabrik garmen tadi bekerja kurang dari satu jam
untuk dirinya (untuk menghasilkan nilai 20.000 yang ia dapatkan) dan selebihnya ia
bekerja selama 7 jam lebih untuk pengusaha (220.000).
Seperti yang di jelaskan sebelumnya bahwa kapitalisme hidup pertama dari kepemilikan
mereka atas alat-alat produksi yang seharusnya menjadi milik sosial (lihat sejarah
masyarakat bahwa pada awalnya alat-alat produksi ini adalah milik bersama/sosial).
Kepemilikan alat-alat produksi ini dipergunakan untuk menghasilkan barang-barang yang
dijual ke pasaran untuk mendapatkan untung. Keuntungan ini kemudian dipergunakan
kembali untuk menambah modal mereka untuk produksi barang kembali, jual kepasar,
dapat untung. Begitu seterusnya. Inilah yang kemudian sering dikatakan bahwa tujuan
dari kapitalis adalah untuk mengakumulasi kapital (modal) secara terus menerus.
Sederhananya, kapital menuntut kapitalis untuk terus mengakumulasi modal, untuk
menjadi kaya, kaya sekaya-kayanya untuk semakin kaya lagi, dan tidak ada kata cukup
untuk menambah kekayaan. Ini semua bukanlah persoalan kapitalisnya serakah atau
rakus atau karena kapitalisnya adalah orang yang tidak taat agama, orang Cina,
Amerika, Jepang, Korea, Arab dll. Semua kapitalis adalah sama. Karena memang
tuntutan ini bukan karena ada watak-watak serakah dari individu-individu kapitalis.
Melainkan tuntutan dari cara kerja sistem kapitalisme menuntut setiap kapitalis untuk
menjadi demikian. Penjelasannya seperti di bawah ini.
Misal bahwa harga ditentukan oleh komposisi permintaan dan penawaran. Adanya
permintaan yang besar terhadap suatu barang, sementara penawaran (persedian) yang ada
lebih kecil dari permintaan pasar menyebabkan harga suatu barang dagangan meningkat.
Kejadian ini menyebabkan kapital akan bergerak ke keadaan dimana permintaan
meningkat, yang menyebabkan kapital berkembang.
Ketika harga suatu barang dagangan tinggi akibat permintaan lebih besar daripada barang
yang tersedia di pasar, maka untuk memperbesar keuntungan maka si kapitalis
meningkatkan jumlah barang dagangannya. Ini dilakukan dengan cara
meningkatkan/menambah jumlah mesin yang ia miliki, menambah jumlah buruh,
melakukan pembagian tugas/kerja yang lebih canggih (lebih kecil), melakukan
percepatan, dan meningkatkan efisiensi dalam pabrik.
Penambahan mesin-mesin baru yang lebih modern/canggih (ingat sifat dari teknologi
yang terus berkembang) memungkinkan seorang buruh dapat memproduksi sebanyak tiga
kali lipat, sepuluh kali lipat, tujuh belas, atau puluhan kali lipat dari sebelumnya. Dengan
cara ini, maka hasil produksi dapat jauh lebih besar. Harga biaya produksi bisa lebih
diperkecil.
Tetapi semua tindakan kapitalis diatas tidak saja dilakukan oleh satu kapitalis saja
melainkan kapitalis yang lain juga melakukan tindakan yang sama. Masing-masing
berlomba untuk dapat menguasai pasar, bahkan dengan menurunkan harga barang
dagangan tadi (walaupun harganya tetap diatas biaya produksi). Persaingan ini terus
terjadi. Dimana disatu titik akan menyebabkan beberapa kapitalis yang kalah dalam
persaiangan ini terpaksa kalah, bangkrut atau pindah ke usaha lain yang berkembang.
Kapitalis-kapitalis yang modalnya lebih besar memenangkan pertarungan ini.
Sejak satu abad yang lalu, dengan mesin-mesin baru yang lebih canggih (hasil dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi) kemampuan produksi kapitalisme telah dapat
memenuhi jumlah dari permintaan yang ada, bahkan telah jauh diatasnya. Hingga
akhirnya produksi barang jauh lebih besar dibanding dengan kemampuan pasar untuk
membeli barang-barang ini. Akhirnya si kapitalis kini bukan saja harus memikirkan
bagaimana mendapatkan untung dari penjualan barang produksinya melainkan juga
bagaimana dapat menjual barang dagangannya yang berlimpah (diatas permintaan pasar)
yang juga harus bersaing dengan kapitalis lain, menyebabkan kebangkrutan dari beberapa
kapitalis. Kebangkrutan jelas juga membawa akibat terphknya buruh di perusahaan yang
kalah bersaing ini. Rakyat pekerja dilempar ke jalan-jalan menjadi pengangguran.
Sementara itu, barang-barang produksi melimpah di pasar, sementara masyarakat tidak
memiliki daya beli untuk mengkonsumsi barang—barang ini. Ini juga menyebabkan
kebangkrutan kembali dari perusahaan-perusahaan yang ada. Inilah cara kerja
kapitalisme, dimana didalam keteraturannya (ketertibannya) terkandung
ketidaktertibannya, liar, anarki produksi.
III. NEGARA
Klas kapitalis, melalui penghisapannya terhadap klas pekerja, telah mendapatkan
kenyamanan, kekayaan dan martabat. Sementara klas buruh justru mendapatkan
kemiskinan, dan kesengsaraan. Mengapa kelas yang sebenarnya minoritas dalam jumlah
populasi di bumi ini (kapitalis) justru lebih diuntungkan dibandingkan dengan kelas
mayoritas penduduk dunia (buruh). Kondisi terus bertahan hingga saat ini karena terdapat
sistem kekuasaan sosial ekonomi oleh kelas minoritas yang kaya terhadap mayoritas
kelas buruh. Alat untuk mempertahankan penindasan satu kelas terhadap kelas lain
adalah negara. Dalam pertentangan kelas kapitalis dan kelas buruh kelas kapitalis
menggunakan negara sebagai sebuah senjata yang sangat diperlukan melawan pihak yang
tidak memiliki. Kita sering didengungkan oleh kampanye pemerintahan kapitalis bahwa
mereka mewakili semua orang, yang kaya dan miskin. Tetapi sebenarnya, sejak
masyarakat kapitalis yang didasarkan atas kepemilikan pribadi atas alat produksi
serangan apapun terhadap kepemilikan kapitalis akan dihadapi dengan kekerasan dari
pemeritnahan kapitalis. Melalui kekuatan tentara, UU, hukum, pengadilan dan penjara
negara telah berfungsi menjadi anjing penjaga dari keberlangsungan sistem kepemilikan
pribadi yang menguntungkan kelasminoritas. Klas yang berkuasa secara ekonomi –yang
memiliki alat-alat produksi– juga berkuasa secara politik.
Sejak negara sebagai alat melalui salah satu klas yang menentukan dan mempertahankan
dominasinya/kekuasannya terhadap klas yang lain, kebebasan sejati bagi sebagian besar
yang tertindas tak dapat terwujud.
Negara terwujud untuk menjalankan keputusan-keputusan dari klas yang mengontrol
pemerintah. Dalam masyarakat kapitalis negara menjalankan keputusan-keputusan dari
klas kapitalis. Keputusan-keputusn tersebut dipola untuk mempertahankan sistem
kapitalis dimana klas pekerja harus bekerja melayani pemilik alat-alat produksi.
MONOPOLI
Persaingan, sesuai teori, adalah sesuatu yang baik, Tetapi pemodal menemukan bahwa
praktek tidak sesuai dengan teori. Mereka menemukan bahwa persaingan mengurangi
keuntungan sedangkan penggabungan meningkatkan keuntungan. Bila semua kapitalis
tertarik pada keuntungan jadi mengapa bersaing? Lebih baik bergabung.
Tidak sulit untuk melihat bahwa dengan dominasi yang luas seperti itu, monopoli
kapitalis berada di posisi sebagai penentu harga-harga. Dan mereka memang melakukan
hal itu. Mereka menetapkannya pada titik dimana mereka dapat membuat keuntungan
tertinggi. Mereka menentukannya melalui persetujuan diantara mereka sendiri, atau
melalui pengumuman harga perusahaan terkuat dan perusahaan sisanya memainkan peran
sebagai “pengikut”, atau, seperti seringkali terjadi, mereka mengontrol paten dasar dan
memberikan surat ijin untuk memproduksi hanya sebatas persetujuan yang telah
ditentukan.