Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

OLEH :
KELOMPOK 4 A14-
A

1. Ni Luh Ade Dwi Antari (203213214)


2. Putu Intan Satwica Devi (203213215)
3. Ni Made Elia Santi (203213217)
4. I Wayan Dedy Gunawan (203213233)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI


2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya.Adapun tujuan dari penyusunan makalah dengan judul “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS” untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah tentang Keperawatan HIV/AIDS
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar makalah
ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat dibutuhkan. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak.

Denpasar, 25 April 2019

Penulis

DAFTAR ISI

ii
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan...................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar HIV/AIDS........................................................................................
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan HIV/AIDS..............................
BAB III KASUS ASUHAN KEPEAWATAN HIV/AIDS
3.1 Pengkajian...............................................................................................................
3.2 Analisa Data..............................................................................................................
3.3 Diagnosa..................................................................................................................
3.4 Intervensi Keperawatan...........................................................................................
3.5 Implementasi Keperawatan......................................................................................
3.6 Evaluasi Keperawatan..............................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................
4.2 Penutup.....................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orang yang terkena virus HIV/AIDS ini akan menjadi rentan terhadap infeksi
oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai
negara di dunia. Bahkan menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat
AIDS sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru
saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik
AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005
dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4
dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang
terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan
dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan 31
Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal 29 Februari
2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000. Jumlah kasus
yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS dengan
5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an kalangan
ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar
antara 80.000 – 130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah
Cina dan India, yang percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
TB ( Tubrkulosis ) merupakan salah satu infeksi oportunistik tersering menyerang
pada orang dengan HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS memudahkan terjadinya
infeksi mycobacterium tuberculosis. Penderita HIV/AIDS mempunyai resiko lebih besar
menderita TB di bandingkan dengan non-HIV/AIDS. Resiko HIV/AIDS untuk menderita
TB adalah 10% per tahun, sedangkan yang non-HIV/AIDS resiko menderita TB hanya
10% seumur hidup. Di Amerika Serikat di laporkan angka kejadian TB dengan infeksi
menurun, 4,4 kasus baru per 100.000 populasi ( total 13,299 kasus ) pada tahun 2007. Di
RSU Dr.Soetomo dilaporkan sebanyak 25-83 %. Sementara Raviglione, dkk menyebutkan
bahwa TB merupakan penyebab kematian tersering pada orang penderita HIV/AIDS. Di
mana WHO memperkirakan TB sebagai penyebab kematian 13% dari penderita AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana konsep dasar penyakit HIV/AIDS?
1.2.2 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS?
1.2.3 Bagaimana contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Untuk mengetahui konsep dasar penyakit HIV/AIDS.
1.3.2 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS
1.3.3 Untuk mengetahui contoh asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Manfaat teoritis dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa memperoleh
pengetahuan tambahan dan dapat mengembangkan wawasan mengenai laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS
1.4.2 Manfaat praktis dari penyusunan makalah ini agar para pembaca mengetahui
bagaimana cara untuk menyusun sebuah laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan HIV/AIDS dan dapat menerapkannya dalam
melakukan tindakan keperawatan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Pengertian
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang melemahkan
sistem kekebalan tubuh atau perlindungan tubuh manusia. Virus inilah yang menyebabkan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Brooks, 2004).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus HIV
ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan vagina dan air
susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam,
2007).
AIDS singkatan dari Acquired Immuno Defeciency Syndrome. Acquired berarti
diperoleh karena orang hanya menderita bila terinfeksi HIV dari orang lain yang sudah
terinfeksi. Immuno berarti sistem kekebalan tubuh, Defeciency berarti kekurangan yang
menyebabkan rusaknya sistem kekebalan tubuh dan Syndrome berarti kumpulan gejala
atau tanda yang sering muncul bersama tetapi mungkin disebabkan oleh satu penyakit atau
mungkin juga tidak yang sebelum penyebabnya infeksi HIV ditemukan. Jadi AIDS adalah
kumpulan gejala akibat kekurangan atau kelemahan system kekebalan tubuh yang
disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Gallant. J 2010).
Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit,
karena sistem kekebalan di dalam tubuhnya telah menurun. Sampai sekarang belum ada
obat yang dapat menyembuhkan AIDS, agar kita dapat terhindar dari HIV/AIDS maka kita
harus tahu bagaimana cara penularan dan pencegahannya (Ridha, 2014).
2.1.2 Etiologi
Penyebabnya adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency
virus (HIV).HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut
HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2.
HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.
AIDS disebabkan agent virus HIV yang masuk melalui darah dan semua cairan
tubuh (semen, ludah, sekret vagina, urine, ASI dan air mata). Virus ini masuk kedalam
pembuluh darah kemudian menyerang sel darah putih jenis Lymphosit tepatnya sel T
helper CD 4. penularan HIV / AIDS dapat terjadi melalui cara sebagai berikut :
1. Hubungan seksual (homoseksual, biseksual dan hetero-seksual) yang tidak aman
2. Partner seks dari penderita HIV/AIDS.
3. Penerima darah atau produk darah (transfusi) yang tercemar HIV.
4. Penggunaan jarum suntik, tindik, tattoo, pisau cukur, dll yang dapat menimbulkan
luka yang tidak disterilkan secara bersama-sama dipergunakan dan sebelumnya
telah dipakai orang yang terinfeksi HIV. Cara-cara tersebut dapat menularkan HIV
karena terjadi kontak darah.
5. Ibu positif HIV kepada bayi yang dikandungnya. Cara penularan ini dapat terjadi
saat:
a. Antenatal, yaitu melalui plasenta selama bayi dalam kandungan.
b. Intranatal, yaitu saat proses persalinan, dimana bayi terpapar oleh darah ibu atau
cairan vagina
c. Postnatal, yaitu melalui air susu ibu.
2.1.3 Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah, semen dan
secret Vagina. Sebagaian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual.
HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi genetic RNA. Bilaman virus masuk
kedalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA virus diubah menjadi
oleh ensim reverse transcryptase yang dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut
kemudian diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
Setelah virus memasuki tubuh, virus akan menginfeksi sel yang mempunyai
molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang
mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag,
sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli
paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak Virus yang masuk kedalam
limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang
baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus.
Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk
virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti
biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara
klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi
diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin
(TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus
Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang
terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan
dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan
menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4
mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya
neoplasma dan infeksi opportunistik.
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi
oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV;
tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan
dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak
sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun,
reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi
lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten
yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang
yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10
tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom retroviral akut atau
Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh penurunan CD4 (Cluster Differential
Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan
menurun dalam beberapa tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 –
2,5 tahun sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam
darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada suatu level titik
tertentu maka viral load secara perlahan meningkat. Pada fase akhir penyakit akan
ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat
badan turun secara cepat dan muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan
ARV rata – rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun.
(DEPKES RI,2003)

2.1.4 Tahap Perjalanan HIV


Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis
melalui 3 fase.
1. Fase infeksi akut (Acute Retroviral Syndrome)
Setelah HIV menginfeksi sel target, terjadi proses replikasi yang menghasilkan
virus-virus baru (virion) jumlah berjuta-juta virion. Begitu banyaknya virion tersebut
memicu munculnya sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip sindrom
semacam flu. Diperkirakan bahwa sekitar 50 sampai 70% orang yang terinfeksi HIV
mengalami sindrom infeksi akut(ARS) selama 3 sampai 8 minggu setelah terinfeksi
virus dengan gejala umum yaitu demam, faringitis, limfadenopati, mialgia, malaise,
nyeri kepala diare dengan penurunan berat badan. HIV juga sering menimbulkan
kelainan pada sistem saraf. Pada fase akut terjadi penurunan limfosit T (CD4) yang
dramatis yang kemudian terjadi kenaikan limfosit T karena mulai terjadi respon
imun. Jumlah limfosit T-CD4 pada fase ini di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan
mengalami penurunan setelah 8 minggu terinfeksi HIV.
2. Fase infeksi laten
Pembentukan respon imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel
Dendritik Folikuler (SDF) dipusat perminativum kelenjar limfe menyebabkan virion
dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten (tersembunyi). Pada
fase ini jarang ditemukan virion di plasma sehingga jumlah virion di plasma
menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi
replikasi di kelenjar limfe sehingga penurunan limfosit T terus terjadi walaupun
virion di plasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun
hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3. Meskipun telah terjadi sero positif individu
umumnya belum menunjukan gejala klinis (asintomatis) fase ini berlangsung sekitar
rata-rata 8-10 tahun (dapat juga 5-10 tahun).
3. Fase infeksi kronis
Selama berlangsungnya fase ini, didalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi
virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Fungsi
kelenjar limfe sebagai perangkap virus menurun atau bahkan hilang dan virus
dicurahkan kedalam darah. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara
berlebihan didalam sirkulasi sitemik respon imun tidak mampu meredam jumlah
virion yang berkebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV
yang semakin banyak. Terjadi penurunan limfosit T ini mengakibatkan sistem imun
menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi
sekunder. Perjalanan penyakit semakin progesif yang mendorong ke arah AIDS,
infeksi sekunder yang sering menyertai adalah penomonia, TBC, sepsi, diare, infeksi
virus herpes, infeksi jamur kadang-kadang juga ditemukan beberapa jenis kanker
yaitu kanker kelenjar getah bening. (Nasruddin, 2007)
2.1.5 Pathway

Transmisi HIV ke dalam tubuh melalui


darah, cairan vagina/sperma ASI /
cairan tubuh ibu yg infeksius
Terbentuk virus - virus HIV yang
baru dalam tubuh
Pengikatan gp120 HIV dengan reseptor
Defisiensi Kurangny membran T Helper + CD4
pengetahuan a pajanan
informasi Replikasi perkembangan HIV dalam Reaksi antigen
antibodi
Fusi / peleburancamireamn
tburbaunhvirus dengan
Ggn proses
membran sel T Helper + CD
4

keluarg Perubahan status


Imunosupresi Gangguan konsep diri Pelepasan
a kesehatan Enzim reverse mediator kimiawi
transcriptase (pirogen)
RNA HIV  cDNA
Ansietas Cemas Hambatan interaksi sosial
Organ target

Enzim integrase
cDNA masuk ke inti sel T Helper Hipotalamus
Gastrointestinal Dermatologi Neurologi Respiratori
Transkripsi mRNA dan translasi
menghasilkan protein struktural virus Peningkatan suhu
Infeksi jamur Ggn Terdapat ruam, Menyerang Infeksi paru thermostat
citra vesikula, kulit SSP, perifer, (TBC,
tubuh kering dan Epenczaihm- autonom pneumonia)
protease Demam
Mpeeracnahgkai RNA virus
dengan
Kerusakan Candida protein-protein yang baru dibentuk
membrane pada organ Neuropati Menghasilk
mukosa oral pencernaan perifer an mukus Hipertermia
Kerusakan
Kerusakan
Integritas
barier tubuh
Kulit
Penurunan intake cairan
Lesi pada mulut, esophagus dan lambung Diare terus menerus Invasif Kelemahan, Penumpukan
Bakteri mati rasa sekret di jalan
pada napas
ekstremitas,
hipotensi
Risiko Infeksi ortostatik Tidak dapat
mengeluarkan
Kekurangan Volume Cairan sekret
Penurunan nafsu
Mengenai
makan ujung saraf nyeri Kehilangan keseimbangan saat bangun
Obstruksi jalan napas

Penurunan intake nutrisi


Saraf aferen Kornu dorsalis Otak Risiko Jatuh

Penurunan O 2 Ke
Paru-paru Peningkatan RR
Saraf eferen
Mudah lelah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Penuru
Penurunan BB otot da
nan massa Kompensasi t ubuh
n energi Persepsi Dispnea
Keletihan nyeri
Penurunan suplai O Ketidakefek tifan
2
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
Nyeri Akut ke tubuh PoPlaenNianpgkaastan
ventilasi

Kelemahan umum

Intoleransi
Aktivitas
2.1.6 Manifestasi Klinis
1. Stadium 1 : Periode Jendela
Sejak HIV masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan gejala yang sangat sulit dikenal
karena menyerupai gejala influenza saja, berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi,
nyeri telan. Rentang waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai tes antibody
terhadap HIV menjadi positif disebut periode jendela, lama periode jendela antara 3-8
minggu bahkan ada yang berlangsung sampai 6 bulan.
a. Asimtomatis
b. Limfadenopati Meluas Persistent
c. Skala Aktivitas I: asimtomatis, aktivitas normal
d. Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa sehat
e. Test HIV belum dapat mendeteksi keberadaan virus ini
2. Stadium 2 : HIV Positif (tanpa gejala)
Asimptomatik berarti bahwa di dalam organ tubuh terdapat HIV tetapi tubuh tidak
menunjukan gejala – gejala. Penderita tampak sehat tetapi jika diperiksa darahnya akan
menunjukan sero positif kelompok ini sangat berbahaya karena dapat menularkan HIV
ke orang lain.
a. Berat badan menurun <10% dari BB semula
b. Kelainan kulit dan mukosa ringan seperti dermatitis seboroik, infeksi jamur kuku,
ulkus oral yang rekuren, Cheilitis angularis
c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Infeksi saluran napas bagian atas seperti sinusitis bakterial
e. Skala Aktivitas 2: simtomatis, aktivitas normal
f. Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah terbentuk
antibodi terhadap HIV
g. Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya tahan tubuhnya
(rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih pendek).
3. Stadium 3 : HIV Positif (muncul gejala)
Pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata (Persistent Generalized
Lymphadenopathy) tidak hanya muncul pada satu tempat saja dan berlangsung lebih 1
bulan biasanya disertai demam, diare, berkeringat pada malam hari, lesu dan berat
badan menurun pada kelompok ini sering disertai infeksi jamur kandida sekitar mulut
dan herpes zoster.
a. Berat badan menurun >10% dari BB semula
b. Diare kronis yang berulang
c. Demam tanpa sebab yang jelas yang (intermiten atau konstan) > 1 bulan
d. Kandidiasis Oral (thrush)
e. Hairy leukoplakia oral
f. TB paru, dalam 1 tahun terakir
g. Infeksi bakteri berat (pnemonia, pyomiositis)
h. Sistem kekebalan tubuh semakin turun
i. Skala Aktivitas 3: selama 1 bulan terakir tinggal di tempat tidur <50%
4. Stadium 4 : AIDS
Keadaan ini disertai adanya bermacam-macam penyakit antara penyakit saraf dan
penyakit infeksi sekunder. Gejala klinis pada satdium AIDS dibagi antara lain :
a. Gejala utama atau mayor
1) Diare kronis lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus.
2) HIV wasting syndrome (BB turun 10% ditambah diare kronik > 1 bln atau demam
>1 bln yg tidak disebabkan penyakit lain)
3) Penurunan kesadaran dan gangguan neorologis.
4) Ensepalopati HIV.
b. Gejala tambahan atau minor
1) Batuk kronis selama lebih dari 1 bulan.
2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur kandida albicans.
3) Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
4) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap diseluruh tubuh.
5) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
(Nursalam, 2007).
Manifestasi klinik AIDS berdasarkan sistem organ yang terinfeksi:
Manifestasi-manifestasi klinik AIDS
No Kemungkinan penyebab Kemungkinan efek
1. Manifestasi oral
Lesi-lesi karena: candida, herpes simpleks, Nyeri oral mengarah pada kesulitan
sarcoma kaposi’s; kutil papilomavirus oral, mengunyah dan menelan, penurunan
ginginitis peridontitis masukan cairan dan nutrisi,
HIV; leukoplakia oral dehidrasi, penurunan berat badan dan
keletihan, cacat.
2 Manifestasi neurologic
a. Kompleks dimensia AIDS karena:  Perubahan kepribadian, kerusakan
serangan langsung HIV pada sel-sel syaraf kognitif, konsentrasi dan penilaian
 Kerusakan kemampuan motorik
 Kelemahan; perlu bantuan dengan
ADL atau tidak mampu
melakukan ADL
 Tidak mampu untuk berbicara atau
mengerti
 Paresis/plegia
 Inkontinensia urin
 Ketidak mapuan untuk mematuhi
regimen medis
 Ketidakmampuan untuk bekerja
 Isolasi sosial
b. Enselofati akut karena  Sakit kepala
 Reaksi obat-obat terapeutik,  Malaise
 Takar lajak obat  Demam
 Hipoksia  Paralysis total atau parsial;
 Hipoglikemi karena pankreatitis kehilangan kemampuan kognisi,
akibat obat ingatan, penilaian, orientasi atau
 Ketidakseimbangan elektrolit afek yang sesuai, penyimpangan
 Meningitis atau ensefalitis yang sensorik; kejang, koma dan
diakibatkan oleh cryptococus, virus kematian
herpes simpleks, sitomegalovirus,
mycobacterium tuberculosis, sifilis,
candida, toxoplasma gondii
 Limfoma
 Infark serebral akibat vaskulitis,
sifilis meningovaskuler, hipotensi
sistemik, maranik endokarditis
c. Neuropati karena inflamasi demielinasi Kehilangan kontrol motorik; ataksia,
diakibatkan serangan HIV langsung, reaksi kebas bagian perifer, kesemutan, rasa
obat, lesi sarcoma kaposi’s terbakar, depresi refleks,
ketidakmampuan untuk bekerja,
isolasi sosial

3 Manifestasi gastrointestinal
a. Diare  Penurunan berat badan, anoreksia,
cryptosporidium, isopora belli,  Demam; dehidrasi, malabsorpsi
microsporidum, sitomegalovirus, virus (malaise, kelemahan dan
herpes simpleks, mycobacterium avium keletihan)
intacelulare, strongiloides stercoides,  Kehilangan kemampuan utuk
enterovirus, adenovirus, salmonella, melakukan funsi sosial karena
shigella, campylobacter, vibrio ketidakmampuan meninggalkan
parahaemiliticus, candida, histoplasma rumah
capsulatum, giardia, entamoba
histolytica, pertumbuhan cepat flora
normal, limfoma dan sarcoma kaposi’s
b. Hepatitis Anoreksia, mual, muntah, nyeri
mycobacterium avium intacelulare, abdomen, ikterik, demam, malaise,
cryptococus, sitomegalovirus, kemerahan, nyeri persendia,
histoplasma, coccidiomycosis, keletihan(hepatomegali, gagal
microsporidum, virus epsten-barr, virus- hepatic,kematian)
virus hepatitis(A, B, C, D) dan E,
limfoma, sarcoma kaposi’s, penggunaan
obat illegal, penggunaan alcohol,
penggunaan obat golongan sulfa
c. disfungsi biliari Nyeri abdomen, anoreksia, mual dan
kolangitis akibat sitimegalovirus dan muntah ikterik
cryptosporidium: limfoma dan sarcoma
kaposi’s
d. penyakit anorectal Eliminasi yang sulit dan sakit, nyeri
karena abses dan fistula, ulkus dan rectal, gatal-gatal, diare
inflamasi perianal yang diakibatkan dari
infeksi oleh chlamydia,
lymphogranulum venereum, gonore,
sifilis, shigella, campylobacter, M
tuberculosis, herpes simpleks, candida,
herpes simpleks, sitomegalovirus,
obstruksi candida albicans karena
limfoma sarcoma kaposi’s; kutil
papilomavirus
4 Manifestasi respiratori
Infeksi Napas pendek, batuk, nyeri (hipoksia,
Pneumocytis carinii, mycobacterium intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
avium intacelulare, M tuberculosis, respiratori, kematian)
candida , Chlamydia, histoplasma
capsulatum, toxoplasma gondii,
coccidiodes immitis, Cryptococcus
neoforms, sitomegalovirus, virus-virus
influenza, pneumococcus,
strongyloides
Limfoma dan sarcoma kaposi’s Napas pendek, batuk, nyeri(hipoksia,
intoleransi aktifitas, keletihan; gagal
respiratori, kematian)
5 Manifestasi dermatologic
 Lesi-lesi kulit stafilokokus Nyeri, gatal-gatal, rasa terbakar, infeksi
(bullous impetigo, etkima, sekunder dan sepsis, cacat dan
folikulitis), perubahan citra diri
 Lesi-lesi virus herpes simpleks
(oral, fasial, anal dan
vulvovaginal)
 Herpes zoster
 Lesi-lesi miobakteri kronik
timbul diatas nodus-noduls limfe
atau sebagai ulserasi atau
macula hemoragik
 Lesi lain berhubungan dengan
infeksi pseudomonas
aeruginosa, molluscum
contangiosum, candida albicans,
cacing gelang, Cryptococcus,
sporoticosis(dermatitis yang
disebabkan oleh xerosis reaksi
obat trutama sulfa
 Lesi dari parasit seperti scabies
atau tuma ; sarcoma kaposi’s,
dekubitus, dan kerusakan
integritas kulit akibat lamanya
tekanan dan inkontinens
6 Manifestasi sensorik
a. Pandangan Kebutaan
Sarcoma kaposi’s pada konjugtiva atau
kelopak mata, retinis sitomegalovirus
b. Pendengaran Nyeri dan kehilangan pendengaran
Otitis eksternal akut dan otitis media;
kehilangan pendengaran yang
dberhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-
reaksi obat

2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik


1. Tes Serologis
a. Rapid test dengan menggunakan reagen SD HIV, Determent, dan Oncoprobe.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan pengamatan visual. Klien dinyatakan positif
HIV apabila hasil dari ketiga tes tersebut reaktif. Tes ini paling sering digunakan
karena paling efektif dan efisien waktu.
b. ELISA
The Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) mengidentifikasi antibodi yang
secara spesifik ditunjukkan kepada virus HIV.Tes ELISA tidak menegakkan
diagnosis penyakit AIDS tetapi lebih menunjukkan seseorang pernah terinfeksi oleh
HIV.Orang yang darahnya mengandung antibodi untuk HIV disebut dengan orang
yang seropositif.
c. Western blot
Digunakan untuk memastikan seropositivitas seperti yang teridentifikasi lewat
ELISA.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
e. P24 ( Protein Pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi.
2. Selain ada pemeriksaan diagnostik yang dilakukan secara cepat untuk mengetahui
apakah klien tersebut mengidap HIV atau tidak, masih ada cara pemeriksaan lain untuk
menunjang diagnosa nantinya yaitu dengan tes gangguan system imun yang mana dapat
dilakukan dengan cara :
a. Limfosit
Penurunan limfosit plasma <1200.
b. Leukosit
Hasil yang didapatkan bisa normal atau menurun.
- CD4 menurun <200
- Rasio CD4/CD8
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( CD8
ke CD4 ) mengindikasikan supresi imun.
- Albumin
- Serum mikroglobulin B2
- Hemoglobulin
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau pengobatan untuk pasien dengan HIV AIDS tidak hanya
mencakup pada pemberian terapi obat, tetapi juga termasuk dalam pencegahan, terapi fisik,
dan psikologis.
1. Non Farmakologi
a. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( klien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan kebutuhan fisik
sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik meliputi :
1) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua klien setiap saat, pada
semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan
klien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk mencegah terjadinya
penularan virus HIV. Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
a) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai cairan tubuh
klien menggunakan alat pelindung, seperti sarung tangan, masker, kacamata
pelindung, penutup kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk setelah
melepas sarung tangan.
c) Dekontaminasi cairan tubuh klien.
d) Memakai alat medis sekali pakai atau mensterilisasi semua alat medis yang
dipakai (tercemar).
e) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan
aman.
2) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral dalam
jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari-
hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami defisiensi vitamin sehingga
memerlukan makanan tambahan.
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan
nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya cadangan
vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA
dimulai sejak masih dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA
sudah cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi
vitamin dan mineral.

3) Aktivitas dan istirahat


a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hampir semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan akut, olah raga
akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang dilakukan secara teratur
menimbulkan adaptasi organ tubuh yang berefek menyehatkan
b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
 Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi 20 1/menit
pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan peningkatan darah ke otot
skelet dan jantung.
 Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan pertukaran gas serta
pengangkutan oksigen, dan penggunaan oksigen oleh otot.
 Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada olah raga
intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan trigliserida dan jaringa
adiposa menjadi glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga intensitas
tinggi kebutuhan energy meningkat, otot makin tergantung glikogen
sehingga metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi anaerob
b. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang dimaksud
adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh internal dan eksterna
c. Sosial
Dukungan sosial sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat parah.
Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social meliputi pasangan
(suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan
konselor.
2. Farmakologis
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari dalam
tubuh individu. Ada beberapa kasus yang menyatakan bahwa HIV/AIDS dapat
disembuhkan. Setelah diteliti lebih lanjut, pengobatannya tidak dilakukan dengan
standar medis, tetapi dengan pengobatan alternatif atau pengobatan lainnya. Obat-obat
yang digunakan adalah untuk menahan penyebaran HIV dalam tubuh tetapi tidak
menghilangkan HIV dari dalam tubuh.
Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada adalah
antiretroviral dan infeksi oportunistik.
Waktu memulai terapi ARV harus dipertimbangkan dengan seksama karena obat
ARV akan diberikan dalam jangka panjang. Berikut ketentuannya:
a. ARV dimulai pada semua pasien yang telah menunjukkan gejala yang termasuk
dalam kriteria diagnosis AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa
melihat jumlah limfosit CD4+.
b. ARV dimulai pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari 350 sel /
mm3.
c. ARV dimuali pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ 200 – 350 sel / mm3.
d. ARV dapat dimulai atau ditunda pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+
lebih dari 350 sel / mm3 dan viral load lebih dari 100.000 kopi/ml.
e. ARV tidak dianjurkan dimulai pada pasien dengan limfosit CD4+ lebih dari 350
sel/mm3 dan viral load kurang dari 100.000 kopi/ml.
Kombinasi Obat ARV untuk Terapi Inisial (Djourban, 2007)
Kolom A Kolom B
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + didanosin Evafirenz *
Lamivudin + stavudin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nevirapin
Lamivudin + didanosin
Lamivudin + zidovudin
Lamivudin + stavudin Nelvinafir
Lamivudin + didanosin
*tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester pertama atau wanita yang
berpotensi tinggi untuk hamil.

Saat ini regimen pengobatan ARV yang dianjurkan WHO adalah kombinasi dari 3
obat ARV.Terdapat beberapa regimen yang dapat dipergunakan, dengan keunggulan dan
kerugianya masing – masing.Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya
digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (ZDV) / lamivudin (3TC), dengan
nevirapin (NVP).
Pada pasien ini diberikan antibiotik Cotrimoxazole 2x960 mg dan Ceftriaxone 2 x 1
gram iv untuk terapi infeksi oportunistik. Juga diberikan Nystatin drop 4x3cc untuk
mengatasi oral trush. Terapi simptomatis diberikan oksigen 2-4 liter per menit melalui
nasal canule karena pasien mengeluh sesak dan ambroxol 3 x 30 mg po untuk keluhan
batuknya.Terapi suportif diberikan dengan pemberian diet tinggi kalori dan tinggi
protein 2100 kkal/hari. ARV tidak langsung diberikan pada pasien ini, namun ARV
diberikan setelah 25 hari yaitu Stavudin 2 x 1 tablet, Lamivudin 2 x 1 tablet, dan
Efavirenx 2 x 1 tab, yang berupa kombinasi NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase
Inhibitor) dan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor).
a. Obat antiretroviral adalah obat yang dipergunakan untuk retrovirus seperti HIV
guna menghambat perkembang-biakan virus. Obat-obat antiretrovirus yang diunakan
adalah:
1) Golongan obat anti-HIV pertama adalah nucleoside reverse transcriptase inhibitor
atau NRTI, juga disebut analog nukleosida. Obat golongan ini menghambat bahan
genetik HIV dipakai untuk membuat DNA dari RNA. Obat dalam golongan ini
yang disetujui di AS dan masih dibuat adalah:
a) 3TC (lamivudine) e) ddI (didanosine)
b) Abacavir (ABC) f) Emtricitabine (FTC)
c) AZT (ZDV, g) Tenofovir (TDF; analog
zidovudine)
d) d4T (stavudine) nukleotida)
2) Golongan obat lain menghambat langkah yang sama dalam siklus hidup HIV,
tetapi dengan cara lain. Obat ini disebut non-nucleoside reverse transcriptase
inhibitor atau NNRTI. Empat NNRTI disetujui di AS:
h) Delavirdine (DLV)
i) Efavirenz (EFV)
j) Etravirine (ETV)
k) Nevirapine (NVP)
3) Golongan ketiga ARV adalah protease inhibitor (PI). Obat golongan ini
menghambat langkah kesepuluh, yaitu virus baru dipotong menjadi
potongan khusus. Sembilan PI disetujui dan masih dibuat di AS:
a) Atazanavir (ATV)
b) Darunavir (DRV)
c) Fosamprenavir (FPV)
d) Indinavir (IDV)
e) Lopinavir (LPV)
f) Nelfinavir (NFV)
g) Ritonavir (RTV)
h) Saquinavir (SQV)
4) Golongan ARV keempat adalah entry inhibitor. Obat golongan ini
mencegah pemasukan HIV ke dalam sel dengan menghambat langkah
kedua dari siklus hidupnya. Dua obat golongan ini sudah disetujui di AS:
a) Enfuvirtide (T-20)
b) Maraviroc (MVC)
5) Golongan ARV terbaru adalah integrase inhibitor (INI). Obat golongan
ini mencegah pemaduan kode genetik HIV dengan kode genetik sel
dengan menghambat langkah kelima dari siklus hidupnya. Obat INI
pertama adalah:
a) Raltegravir (RGV)
6) Obat infeksi oportunistik adalah obat yang digunakan untuk penyakit
yang mungkin didapat karena sistem kekebalan tubuh sudah rusak atau
lemah. Sedangkan obat yang bersifat infeksi oportunistik adalah Aerosol
Pentamidine, Ganciclovir, Foscamet.

2.1.9 Komplikasi
1. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
b. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit
kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
c. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
d. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV).
3. Gastrointestinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan sarcoma kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia,
demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
c. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
a. Pneumonia Pneumocystis (PCP)
Pada umumnya 85% infeksi opportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru-
paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan
demam.
b. Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi
dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian
pada 30% penderita AIDS.
c. Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit
disembuhkan.
d. Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat
menyebar ke organ lain diluar paru.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies, dan dekubitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
2.1.10 Pencegahan
1. Upaya Promotif
Program pencegahan HIV/AIDS harus difokuskan pada pembentukan perilaku
individu untuk tidak terpapar pada rantai penularan HIV/AIDS, antara lain
melalui kontak seksual dan kontak jarum suntik. Bentuk kegiatannya akan
banyak berupa pendidikan pekerja (Workers Education) untuk meningkatkan
kesadaran akan risiko HIV/AIDS dan adopsi perilaku aman untuk mencegah
kontak dengan rantai penularan HIV/AIDS. Upaya promotif yang bisa
dilakukan antara lain:
a. Pelayanan promotif: meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi (KIE)
tentang HIV/AIDS.
b. Promosi perilaku seksual aman (Promoting Safer Sexual Behavior)
c. Promosi dan distribusi kondom (Promoting and Distributing Condom)
d. Norma sehat di tempat kerja: tidak merokok, tidak mengkonsumsi NAPZA
e. Penggunaan alat suntik yang aman (Promoting and Safer Drug Injection
Behavior)

2. Upaya Preventif
Upaya pencegahan penyakit ini merupakan cara yang terbaik untuk
menekan terus meningkatnya kejadian penyakit dan kematian akibat AIDS.
Untuk pencegahan HIV/AIDS, konseling merupakan satu-satunya cara untuk
mempromosikan berbagai perubahan perilaku masyarakat. Untuk jangka
panjang diharapkan masyarakat diharapkan akan mau mengadopsi perubahan
perilaku yang berisiko.
Konseling sangat mutlak diperlukan pada saat seseorang mulai diketahui
mengidap HIV. Penderita akan merasa kehilangan harapan hidup dan tidak
mampu mengambil keputusan yang bertanggungjawab tentang hidupnya. Bagi
individu atau kelompok yang berperilaku risiko tinggi, mereka tidak mampu
mengambil keputusan apakah akan melakukan test HIV atau tidak. Isu penting
lainnya dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah tentang menjaga rahasia
penderita baik untuk keluarga atau partner seksnya.Dengan kondisi seperti itu,
konseling sangat membantu penderita untuk lebih berani menerima kenyataan
hidupnya setelah HIV masuk ke dalam tubuhnya.Mereka dibantu agar mampu
berbuat sesuatu secara berimbang. Upaya preventif dapat dilakukan dengan
beberapa cara berikut:
a. Peningkatan gaya hidup sehat
b. Memahami penyakit HIV/AIDS, bahaya dan pencegahannya
c. Memahami penyakit IMS, bahaya dan cara pencegahannya
d. Diadakannya konseling tentang HIV/AIDS pada pekerja secara sukarela dan
tidak dipaksa
Secara mudah, pencegahan HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE
yaitu:
A : Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak melakukan
hubungan seksual sebelum menikah
B : Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-
ganti pasangan seksual
C : Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan kondom
secara benar selama berhubungan seksual
D : Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik dengan
jarum tidak steril atau digunakan secara bergantian
E : Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal yang
berkaitan dengan HIV/AIDS
3. Upaya Kuratif
Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati ODHA (orang
dengan HIV/AIDS).Pada saat ini terapi AIDS/HIV yang dilakukan adalah
secara kimia (Chemotherapy) yang menggunakan obat Anti Retroviral Virus
(ARV) yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Dalam terapi
dengan menggunakan ARV ini umumnya dilakukan dengan cara kombinasi
dengan beberapa jenis obat yang lain. Upaya kuratif dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut:

a. Pencegahan dan pengobatan IMS (Infeksi Menular Seksual)


b. Penyediaan dan transfusi darah yang aman
c. Mencegah komplikasi dan penularan terhadap keluarga dan teman
sekerjanya
d. Dukungan sosial ekonomi ODH

4. Upaya Rehabilitatif
Upaya pemulihan/rehabilisasi terhadap ODHA sangatlah penting demi
kelangsungan hidup penderita tersebut. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Yayasan Spiritia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa masih banyak terjadi
stigma (cap/pandangan buruk) dan diskriminasi di sector perawatan kesehatan
termasuk di dalamnya konseling dan test HIV. Sebanyak 30% responden yang
diwawancarai pernah mengalami penolakan oleh petugas pelayanan kesehatan
dan bahkan 15% diantaranya mengalami penundaan pelayanan karena HIV.
Dengan demikian ke depan kasus-kasus diskriminasi seperti ini tidak terjadi
kembali. Adapun usaha yang perlu dilakukan adalah:
a. Latihan dan pendidikan pekerja untuk dapat menggunakan kemampuan
yang masih ada secara maksimal
b. Penempatan pekerja sesuai kemampuannya
c. Penyuluhan kepada pekerja dan pengusaha untuk menerima penderita
ODHA untuk bekerja seperti pekerja lain.
d. Menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap pekerja ODHA oleh rekan
kerja dan pengusaha.
(Ridha, 2014)

Anda mungkin juga menyukai