Pada bagian ini akan diuraikan karakter sistem pada penelitian ini. Kasus
yang diambil pada penelitian ini adalah sistem persediaan botol minuman soft
drink pada PT Coca Cola Bottling Indonesia, Padang. PT Coca Cola Bottling
Indonesia memproduksi minuman soft drink berkarbonasi dengan kemasan kaca
(glass bottling). PT CCBI menerapkan sistem closed loop supply chain
management pada perusahaan, sehingga memudahkan dalam mengendalikan
persediaan botol minuman. Walaupun demikian, sistem persediaan botol
minuman PT CCBI masih mengalami kekurangan, seperti tidak tercapainya
kebutuhan botol minuman untuk produksi. Kekurangan botol minuman untuk
produksi menyebabkan perusahaan memproduksi produk.
40
Gambar 4.1 Proses Pengiriman Produk Dan Penarikan Botol Kosong PT CCBI
41
di Jl. Raya Padang Pariaman KM 22 desa Duku, Padang Pariaman, Sumatera
Barat. PT CCBI melakukan kegiatan produksi dan distribusi minuman. Kegiatan
produksi minuman dilakukan terhadap minuman berkemasan kaca (glass bottles).
Minuman yang di produksi perusahaan berupa frestea, fanta, sprite dan coke
dengan ukuran yang bervariasi. Minuman hasil produksi akan didistribusikan oleh
perusahaan. Kegiatan distribusi dilakukan PT CCBI terhadap minuman botol
berbahan kaca dan minuman kaleng. Minuman kaleng diproduksi oleh perusahaan
Coca-Cola pusat dan dikirimkan ke PT CCBI untuk di distribusikan. Minuman
yang diproduksi PT CCBI adalah:
1. Frestea (220 ml)
2. Fanta small (200 ml)
3. Fanta medium (295 ml)
4. Sprite small (200 ml)
5. Sprite medium (295 ml)
6. Coke small (193 ml)
7. Coke medium (295 ml)
42
Pembuatan sirup akhir merupakan kegiatan pencampuran sirup sederhana
dengan konsentrat. Konsentrat terdiri dari pengawet, flavor, rasa dan warna.
Masing –masing produk memiliki flavor, rasa, warna yang berbeda-beda.
4. Pencucian botol kosong.
Pencucian botol kosong dilakukan dengan bantuan mesin dengan kapasitas
terpasang 340 BPM (Botol Per Menit). Pencucian botol dilakukan dengan
beberapa tahap, agar mendapatkan tingkat kebersihan sesuai standar yang
ditetapkan perusahaan.
5. Pencampuran sirup akhir dengan CO2.
Pencampuran sirup akhir dengan CO2 merupakan tahapan produksi untuk
mendapatkan tingkat kemanisan dan rasa yang khas untuk masing-masing
produk.
6. Pengisian minuman ke dalam botol.
Pengisian minuman ke dalam botol dilakukan terhadap minuman yang telah
diolah dengan botol minuman berbahan kaca. Proses pengisian minuman
menggunakan mesin pengisi (mixer) dengan kapasitas terpasang 300 BPM
(Botol Per Menit).
43
Produk yang telah lolos pemeriksaan akan diposisikan kedalam crate. Setiap
crate memuat sebanyak 24 unit botol minuman. Crate yang telah berisi
produk akan ditempatkan pada pallet dan di bawa ke gudang. Produk
menunggu selama 3 hari di gudang sebelum dilakukan pengiriman, untuk
lebih memastikan kualitas produk.
Tabel 4.1 Daftar DC, MTP dan SL PT Coca Cola Bottling Indonesia
44
PT Coca Cola Bottling Indonesia memiliki daerah pemasaran yang cukup
luas, dalam dan luar Sumatera Barat. Perusahaan menjual produk ke konsumen
melalui DC, MTP/SL, retailer serta menggunakan kembali kemasan produk dari
konsumen. Aliran distribusi PT CCBI dapat dilihat pada Gambar 1.1 yang
memperlihatkan aliran distribusi secara sederhana. Proses pengiriman produk dan
penarikan botol kosong (kemasan) PT CCBI dalam closed loop supply chain
management diperlihatkan secara jelas pada Gambar 4.1 berikut.
45
+ permasalahan
+ rencana perbaikan
46
Tabel 4.2 Elemen-Elemen Sistem Persediaan di PT CCBI
No Elemen Identifikasi
1 Biaya produksi per unit Input (Unctrollable )
2 Waktu siklus produksi Input (Controllable )
3 Laju permintaan Input (Unctrollable )
4 Total biaya produksi Komponen
5 Biaya setup produksi Input (Unctrollable )
6 Rata-rata persediaan Komponen
7 Harga simpan botol per unit Input (Unctrollable )
8 Biaya simpan produksi Komponen
9 Laju produksi Input (Unctrollable )
10 Total biaya persediaan produksi Komponen
11 Biaya simpan produk jadi per unit Input (Unctrollable )
12 Biaya simpan produk jadi Komponen
13 Lama produk jadi disimpan Input (Unctrollable )
14 Total biaya persediaan produk jadi Komponen
15 Biaya pemesanan botol kosong Input (Unctrollable )
16 Jumlah siklus persediaan botol kosong Input (Controllable )
17 Laju permintaan botol kosong Input (Unctrollable )
18 Biaya simpan per unit botol kosong Input (Unctrollable )
19 Biaya simpan botol kosong Komponen
20 Total biaya persediaan botol kosong di gudang Komponen
21 Persentase produk rusak Input (Unctrollable )
22 Jumlah siklus persediaan botol baru Input (Controllable )
23 Laju permintaan botol baru Input (Unctrollable )
24 Harga beli botol baru per unit Input (Unctrollable )
25 Total biaya pembelian botol baru Komponen
26 Biaya pemesanan botol baru Input (Unctrollable )
27 Biaya simpan botol baru per unit Input (Unctrollable )
28 Biaya simpan botol baru Komponen
29 Total biaya persediaan botol baru Komponen
30 Jumlah siklus persediaan botol kosong di DC/MTP/SL Input (Controllable )
31 Laju permintaan botol di DC/MTP/SL Input (Unctrollable )
32 Harga beli botol usang per unit Input (Unctrollable )
33 Total biaya beli botol usang Komponen
34 Biaya pemesanan botol usang Input (Unctrollable )
35 Biaya simpan per unit botol yang dikembalikan Input (Unctrollable )
36 Biaya simpan botol kosong di DC/MTP/SL Komponen
37 Laju pengembalian botol Input (Unctrollable )
38 Total biaya persediaan botol di DC/MTP/SL Komponen
39 Biaya disposal per unit Input (Unctrollable )
40 Total biaya disposal Komponen
41 Persentase botol kotor Input (Unctrollable )
42 Biaya pencucian botol kotor per unit Input (Unctrollable )
43 Total biaya pencucian botol kotor Komponen
44 Kapasitas gudang Diabaikan
45 biaya setup pengumpulan botol usang Diabaikan
46 Total biaya persediaan perusahaan Output
47
Influence diagram berdasarkan Tabel 4.2 adalah sebagai berikut:
48
waktu siklus produksi. Gambar 4.3 berikut memperlihat level persediaan pada
sistem persediaan botol minuman PT Coca Cola Bottling Indonesia.
49
dengan α g , α n , α r=1
( p)
Biaya produksi i=T . Di × Pi ...(4.1)
Dimana:
i Indeks untuk jenis produki=1,2,3 … , z(i) , dimana z(i) merupakan
jumlah jenis produk.
Pi Biaya produksi per unit untuk setiap produk i
T Waktu siklus produksi
D (p
i
)
Laju permintaan selama waktu siklus untuk setiap produk i
b. Biaya setup
Formulasi biaya setup juga didasarakan kepada model persediaan EPQ
dasar. Biaya setup merupakan hasil kali frekuensi melakukan setup
selama waktu siklus produksi (1 kali setup) dengan biaya setup untuk satu
50
kali kegiatan setup, Si (Tersine, 1994). Sehingga, formulasi biaya setup
menjadi:
Dimana:
Si Biaya setup untuk masing-masing produk i
c. Biaya Simpan
Biaya simpan pada persediaan produksi didasarkan kepada model
persediaan EPQ dasar seperti biaya beli dan biaya setup. Berdasarkan
model persediaan EPQ dasar, biaya simpan merupakan hasil perkalian
jumlah rata-rata produk yang disimpan selama siklus produksi, D (p )
i .T ×T
(p) ( p) ( p)
Di . T × H i ×T Di
Biaya simpan i= × ...(4.3)
2 pi
Dimana:
H (ip ) Biaya simpan untuk masing-masing produk i
pi Laju produksi selama waktu siklus produksi untuk setiap produk i
51
( )
( p) (p ) ( p)
D .T × H i ×T Di
Total biaya persediaan i=( T . D × Pi ) + Si + i
( p)
i ×
2 pi
...(4.4)
Formulasi total biaya persediaan yang telah didapatkan adalah total biaya
untuk satu siklus produksi. Karena satu siklus produksi sama dengan T ,
maka total biaya persediaan per unit waktu adalah total biaya dibagi
dengan T sebagai berikut:
(
D(p
)
) ( p)
i . T × H i ×T D(p)
( T . D × Pi ) + S i +
(p)
i
2
× i
pi
PTC i=
T
( )
(p ) ( p) ( p)
S D . T × Hi D
PTC i=( D × Pi ) + i + i
(p)
i × i ...(4.5)
T 2 pi
( p) (h)
Biaya simpan i= Di .T × H i ×T h ...(4.6)
Dimana
(h )
Hi Biaya simpan untuk masing-masing produk i di Gudang
Th Lama produk jadi disimpan di Gudang selama siklus produksi
52
Disebabkan biaya yang dipertimbangkan pada persediaan produk jadi hanya
biaya simpan, maka total biaya persediaan produk jadi sama dengan biaya
simpan.
(p ) (h)
D i . T × H i ×T h
H TC i=
T
( p) (h )
H TC i=D i × H i × T h ...(4.8)
(g)
Biaya pesan i= jumlah pemesanan(1)× Ai ...(4.9)
Dimana:
(g)
Ai Biaya pemesanan untuk setiap produk i di Gudang
b. Biaya simpan
53
Sama dengan biaya pesan, biaya simpan di gudang juga didasarkan
kepada model persediaan dasar EOQ. Sehingga didapatkan formula biaya
simpan seperti persamaan 4.10.
(g) (g)
Biaya simpan i= α g . Di . T × H i ×T ...(4.10)
Dimana:
αg Integer multiplier untuk persediaan botol kosong di Gudang
D (g)
i Laju permintaan untuk setiap produk i di Gudang
(g)
Hi Biaya simpan untuk setiap produk i di Gudang
( )
(g ) (g )
(g) α g . Di . T × H i
Ai + ×T
2
GTCi =
T
A(g)
(
α g . D(g)
)
(g)
i i . T × Hi
GTCi = +
T 2
...(4.12)
54
Persediaan botol baru di gudang disebabkan karena rentannya botol untuk
pecah pada saat produksi maupun saat transportasi. Botol pecah akan
mengakibatkan berkurang jumlah botol yang tersedia untuk produksi.
Sehingga dibutuhkan botol baru untuk menggantikan botol yang pecah, agar
produksi dapat dilaksanakan sesuai permintaan. Biaya yang dipertimbangkan
pada persediaan botol baru di gudang adalah biaya beli, biaya pesan dan biaya
simpan.
a. Biaya beli
Biaya beli untuk pengadaan botol baru merujuk kepada model persediaan
EOQ dasar. Model EOQ dasar memperlihatkan bahwa biaya beli
merupakan hasil perkalian jumlah unit yang dibeli, α n .T . D(n)
i dengan
biaya beli per unit, B(ni )(Tersine, 1994). Sehingga, biaya beli botol baru
adalah:
Dimana:
αn Integer multiplier untuk persediaan botol baru di Gudang
(n )
Di Laju permintaan botol baru untuk masing-masing produk i.
B(ni ) Harga beli botol baru untuk masing-masing produk i.
b. Biaya pesan
Formulasi biaya pesan juga mengacu kepada model persediaan EOQ
dasar (Tersine, 1994). Dengan didasarkan kepada model persediaan EOQ
dasar, didapatkan formula biaya pesan berikut ini.
Dimana:
(n)
Ai Biaya pemesanan botol baru untuk setiap produk i di Gudang
55
c. Biaya simpan
Formulasi biaya simpan untuk botol baru sama dengan formulasi biaya
simpan sebelumnya. Dengan tetap mengacu kepada model persediaan
EOQ dasar (Tersine, 1994), maka didapatkan biaya simpan untuk botol
baru sebagai berikut:
α n . D(n) (n )
i .T × H i
Biaya simpan i= ×T ...(4.15)
2
Dimana:
(n )
Hi Biaya simpan botol baru untuk setiap produk i di Gudang
+ α n . D(n) (n)
i .T × H i
×T ...(4.16)
2
(n) (n)
α . D .T × H i
( α n .T . D × B ) + A + n i 2
(n)
i
(n)
i
(n )
i ×T
NTC i=
T
A(n) α n . D(n)
( )
(n)
i . T × Hi
N TC i=( α n . D × B ) +
(n ) i (n)
i i+ ...(4.17)
T 2
56
Pada sitem persediaan ini, laju permintaan botol baru didasarkan kepada
jumlah botol yang rusak setiap siklus. Sehingga, total biaya persediaan
botol baru menjadi:
( )
(n) ( p) (n)
Ai α . E . D . T × Hi
N TC i=( α n . Ei . D i × Bi ) +
( p) (n )
+ n i i ...(4.18)
T 2
Dimana:
Ei Persentase botol rusak / pecah setiap produk i
(r ) (r )
Biaya belii= α r . α g . T . Di × Bi ...(4.19)
Dimana:
αr Integer multiplier untuk persediaan botol kosong di DC/MTP/SL
D (ri ) Laju permintaan untuk masing-masing produk i.
(r )
Bi Harga beli botol usang untuk setiap produk i.
b. Biaya pesan
57
Formulasi biaya pesan juga mengacu kepada model EOQ dasar. Biaya
pesan merupakan hasil kali frekuensi pemesanan selama siklus (1 kali)
dengan biaya pemesanan untuk satu kali pemesanan, A(r)
i (Tersine, 1994).
Model matematis untuk biaya pesan untuk setiap siklus adalah sebagai
berikut:
Biaya pesan i= jumlah pemesanan(1)× A(r)
i ...(4.20)
Dimana:
A(r)
i Biaya pemesanan untuk setiap produk i pada DC/MTP/SL.
c. Biaya simpan
Formulasi biaya simpan pada persediaan botol kosong di DC/MTP/SL
didasarkan kepada model persediaan EOQ dasar. Berdasarkan model
persediaan EOQ, biaya simpan adalah hasil kali rata-rata persediaan
selama waktu siklus, α r . α g . T . D(ri ) ×T dengan biaya simpan per unit, H (ri )
(Tersine,1994). Karena persediaan botol kosong di gudang didasarkan
kepada laju pengembalian dari retailer, maka rata-rata persediaan
dipengaruhi oleh laju permintaan dan laju pengembalian D(ri ) / Ri. Laju
pengembalian, Ri adalah jumlah pengembalian dari DC/MTP/SL untuk
setiap retailer.
(r) (r) (r )
α r . α g .T . Di × H i ×T Di
Biaya simpan i= × ...(4.21)
2 Ri
Dimana:
H (ri ) Biaya simpan untuk setiap produk i pada DC/MTP/SL.
Ri Laju pengembalian botol untuk masing-masing produk i.
58
Pada sistem usulan ini, berlaku asumsi bahwa produk yang dijual setiap
siklus akan dikembalikan oleh konsumen semuanya. Sehinggga, laju
permintaan produksi akan sama dengan laju pengembalian botol, D (p )
i =Ri
(r) (r) (r )
α r . α g .T . Di × H i ×T D i
Biaya simpan i= × (p ) ...(4.22)
2 Di
+
(
α r . α . T . D(ri ) × H (ri ) × T D (r)
g
2
i
× ( p)
Di ) ...
(4.23)
( )
(r ) (r ) (r)
(r) α r . α g . T . D i × H i × T Di
(r )
( α r .T . D × B i )+ A +
i i × ( p)
2 Di
DTC i =
T
( )
( ) (r) (r) (r)
(r ) Air α r . α g .T . D i × H i Di
DTC i = ( α r . D × Bi )+
i + × ( p) ...(4.24)
T 2 Di
6. Biaya Disposal
Biaya disposal dipertimbangkan dalam formulasi model karena adanya botol
yang pecah atau rusak saat produksi ataupun saat transportasi. Botol yang
59
telah pecah tidak bisa lagi digunakan, sehingga perusahaan harus membuang
botol tersebut. Pembuangan botol pecah akan menyebabkan perusahaan
mengeluarkan biaya tambahan. Berdasarkan model yang memperhitungan
biaya disposal (Taunter, 2001), biaya disposal merupakan hasil kali jumlah
produk yang akan dibuang, Ei . D(fi ) .T dengan biaya pembuangan per unit, V .
( p)
Biaya disposal i=Ei . Di .T ×V ×T ...(4.25)
Ei . D(i p) . T ×V ×T
VTC i=
T
Dimana:
V Biaya disposal / pembuangan per unit produk
(g)
OTC i=W i . α g . Di . T ×O ×T ...(4.27)
W i . α g . D (g)
i .T ×O ×T
OTC i=
T
60
OTC i=W i . α g . D (g)
i . T ×O ...(4.28)
Dimana:
Wi Persentase botol kotor setiap pengembalian produk i
O Biaya pencucian botol kotor per unit
STC i=( D ip × Pi ) +
( )
T
+
( 2
×
pi )
Si D (ip ) . T × H (ip ) Di( p)
+ ( D i × H i × T h) +
( p) (h) A(gi )
T
+ ( 2 )
α g . D(gi ) . T × H(gi )
+( αn . E
...(4.30)
61
STC i=( D i × Pi ) +
T
+
(
Si D i . T × H i D i
2
×
pi ) A(g )
+ ( D i × H i × T h) + i + g
T
α . Di . T × H i
2 ( )
+ ( α n . E i . D i × Bi
(n)
...(4.31)
n
TCM = ∑ STCi ...(4.32)
i=1
( )
(p ) ( p) ( p)
S D . T × Hi D
PTC i=( D × Pi ) + i + i
(p)
i × i
T 2 pi
( )
(p ) ( p) ( p)
d PTC i S D . T × Hi D
=( D(ip ) × Pi ) + i + i × i dT
dT T 2 pi
( )
( p) (p ) ( p)
−S i
D × Hi D
0= 2 + i × i
T 2 pi
Si D(i p) × H (i p) D(p
i
)
= ×
T2 2 pi
62
¿
T i=
√ 2 Si
( p)
D ×H
i
( p)
i
×
√ pi
(p )
Di
T ¿i =
√ 2 Si
Di × H i
×
pi
Di√ ...(4.33)
63
langkah 4 dan 5, karena nilai α r relatif kecil, maka nilai optimal
¿ ¿ ¿ ¿
bisa dicari, α r dengan DTC i ( α r −1 ) > DTC i ( α r ) < DTC i ( α r +1 ).
Kemudian, total biaya persediaan botol kosong di DC/MTP/SL
dapat dihitung.
Langkah 7 : Waktu siklus optimal (Ti*) disubstitusikan ke persamaan (4. 26)
untuk mendapatkan total biaya disposal.
¿
Langkah 8 : Waktu siklus optimal (Ti*) dan α g yang telah didapatkan pada
langkah 4 disubstitusikan ke persamaan (4. 28) untuk mendapatkan
total biaya pencucian botol kosong.
Langkah 9 : Nilai yang didapatkan pada langkah 2 hingga langkah 8
disubsitusikan ke persamaan (4.29) untuk mendapatkan total biaya
persediaan perusahaan.
Langkah 10: Langkah 1 hingga langkah 9 diulang terhadap semua jenis produk,
untuk mendapatkan total biaya perusahaan masing-masing produk.
Langkah 11: Nilai yang didapatkan pada langkah 9 dan langkah 10
disubsitusikan ke persamaan (4.32) untuk mendapatkan total biaya
persediaan perusahaan untuk semua jenis produk.
STC i=( D i × Pi ) +
T
+
(
Si Di . T × H i D i
2
×
pi ) A(g )
+ ( D i × H i × T h) + i + g
T (
α . Di . T × H i
2 )
+ ( α n . Ei . Di × B(n)
i
64
Verifikasi terhadap persamaan total biaya persediaan perusahaan adalah:
( Time Unit ) Time ( Time Unit . Time ( Time Time )) ( Time Unit .Time
Unit Rp Rp Unit Rp Unit Unit Unit Rp
STC i= × + + . Time × / + × ×Ti
Rp Rp
=
Time Time
T ¿i =
√ 2 Si
Di × H i√×
pi
Di
√
Unit
√
Rp Time
T ¿i = ×
Unit Rp Unit
×
Time Unit . Time Time
Time ¿= √ Time 2
65