Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu Ibu Zaitun APP, MPH

Kelompok 1 :

Arinda yulia Laksmi (P20620220043)

Elsa Dwi Liana Utami (P20620220051)

Novita Sari (P20620220061)

Putri Ramadhani (P20620220065)

POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA KEPERAWATAN CIREBON

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


Jl. Pemuda No. 38 Kota Cirebon

2022

A. Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolodasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
dan benda-benda asing.
Pneumonia adalah infeksi di daerah paru-paru yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Pneumonia didefinisikan sebagai penyakit infeksi saluran pernapasan bawah, yang melibatkan
parenkim paru-paru, termasuk alveoli dan struktur pendukungnya.

B. Etiologi
Pneumonia disebabkan oleh virus pathogen yang masuk ke dalam tubuh melalui aspirasi,
inhalasi, atau penyebaran sirkulasi. Pneumonia terutama disebabkan oleh bakteri. Pneumonia
inhalasi disebarkan melalui droplet batuk dan bersin. Agen penyebabnya biasanya adalah virus.
Pneumonia bisa disebabkan oleh penyebaran hematogenous dalam diri pasien yang mengidap
septisemia. Infeksi ini biasanya disebabkan oleh agen bacterial atau agen fungal. Pasien yang
berusia lanjut dan sakit kronis, pasien dengan terapi steroid jangka Panjang; pasien yang
mengidap AIDS, kekurangan gizi, atau masalah penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan
terlarang dan pasien penderita immonusupressi, mereka itu lebih rentan terhadap penyakit
pneumonia.
C. Klasifikasi Pneumonia

1. Klasifikasi berdasarkan anatomi


a) Pneumonia Lobaris, melibatkan saluran atau satu bagian besar dari satu atau lobus
paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
b) Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis
c) Pneumonia interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi dalam dinding
alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobural

2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan


a) Pneumonia Komunitas, Dijumpai pada H. Influenza pada pasien perokok, patogen
atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya
PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi antibiotiaka
spectrum luas.
b) Pneumonia Nosokomial, Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit, adanya
resiko untuk jenis patogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia
c) Pneumonia Aspirasi, Disebabkan oleh infeksi kuman, penumunitas kimia akibat
aspirasi bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat
d) Pneumonia pada gangguan imun, Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat
terapi. Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme
yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing.
(Nurarif & Kusuma, 2015)

3. Pneumonia diklasifikasin berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis sebagai


berikut:
a) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus
atau lobularis.
b) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan
gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
c) Pneumonia aspirasi, sering pada bayi dan anak (Wulandari & Erawati, 2016)
4. Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab adalah sebagai berikut:
a) Pneumonia bakteralis/topikal, dapat terjadi pada semua usia, beberapa kuman tendensi
menyerang semua orang yang peka, missal :
 Klebsiela pada orang alkoholik
 Stapilokokus pada influenza
b) Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda disebabkan oleh
mycoplasma dan clamidia
c) Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak
d) Pneumonia karena jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama pada orang dengan
daya tahan lemah dan pengobatannya lebih sulit (Wulandari dan erawati 2016).
D. Patofisiologi

Pneumonia bisa timbul melalui aspirasi kuman atau penyebaran langsung kuman dari
saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan akibat sekundar dari viremia atau
bakterimia. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari sublaring hingga
unit terminal adalah steril. Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme
termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem pertahanan tubuh lokal maupun
sistemik. Barier anatomi dan mekanik diantaranya adalah filtrasi partikel dihidung,
pencegahan aspirasi dengan reflek epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk dan
upaya menjaga kebersihan jalan napas oleh lapisan mukosiliar.
Sistem pertahanan tubuh yang terlibat yaitu sekresi lokal oleh imunoglobulin A, resons
inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, alveolar dan cell
mediated immunity. Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas mengalami
gangguan yang menjadikan kuman patogen bias mencapai saluran napas bagian bawah.
Inokulasi patogen penyebab di saluran napas akan menimbulkan respons inflamasi akut
yang berbeda sesuai patogen penyebabnya.
Virus akan menginvasi saluran napas kecil dan alveoli, umumnya mengenai banyak
lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa kerusakan silia epitel dengan akumulasi
debris ke dalam lumen. Respons inflamasi awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke
dalam submukosa dan perivaskuler. Sebagian sel polymorponukleus (PMN) akan didapatkan
dalam saluran napas kecil. Bila proses inflamasi meluas maka sel debris, mukus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran napas kecil akan menyebabkan obstruksi baik
parsial maupun total. Respons inflamasi didalam alveoli sama seperti yang terjadi dalam
ruang interstisial yang terdiri dari sel-sel monokuklear. Proses infeksi yang berat akan
mengakibatkan terjadinya pengelupasan epitel dan akan terbentuk aksudat hemoragik.
Inflamasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis.
Pneumonia bakterial terjadi dikarenakan akibat inhalasi atau aspirasi patogen, kadang
terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses pneumonia bergantung pada
interaksi antara bakteri dan sistem imunitas tubuh. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli,
beberapa mekanisme pertahanan tubuh akan ditangkap oleh lapisan cairan epitel yang
mengandung opsonin dan akan terbentuk antibodi imunoglobulin G spesifik. Selanjutnya
terjadi fagositosis oleh makrofag alveolar (alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan
dilisis melalui perantara komplemen. Mekanisme tersebut sangat penting terutama pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus
pneumoniae. Ketika mekanisme ini gagal merusak bakteri dalam alveolar, leukosit PMN
dengan aktivitas fagositosis akan dibawa oleh sitokin sehingga muncul respons inflamasi.
E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Mutaqin (2008), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada orang
dengan masalah pneumonia adalah:

a) Sinar X: Untuk mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial),


dapat juga menyatakan abses.
b) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
c) Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
d) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru,menetapkan luas berat penyakit
dan membantu diagnosis keadaan.
e) Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis
f) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g) Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan dilakukan dengan cara pengumpulan data secara subjektif


(data yang didapatkan dari pasien/keluarga) melalui metode anamnesa dan data objektif
(data hasil pengukuran atau observasi).Menurut Nurarif (2015), pengkajian yang harus
dilakukan adalah :

a. Indentitas klien : Nama, usia, jenis kelamin, Agama, pendidkian, suku bangsa,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medis, dan
identitas penanggung jawab.

b. Riwayat sakit dan kesehatan

 Keluhan utama: pasien dengan Pneumonia biasanya mengeluh batuk dan


sesak napas dan peningkatan suhu tubuh/demam

 Riwayat penyakit sekarang: Biasanya keluhan utama klien pneumonia


adalah batuk, namun biasanya timbul secara mendadak dan tidak
berkurang setelah meminum obat batuk yg dipasaran. Pada awalnya
keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi
batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-
hiajuan, kecokelatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien
juga biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset
mungkin tiba-tiba dan berbahaya). Adanya keluhan nyeri dada pleuritits,
sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan nyeri kepala.

 Riwayat penyakit dahulu: dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit


seperti ISPA,dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti nasasl, bersin,
dan demm ringan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya faktor predisposisi.

 Riwayat penyakit keluarga: dikaji apakah ada anggota keluarga yang


menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab pneumoni
seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.

 Pengkajian Psikososial-Spiritual: Pengkajian psikossosial klien meliputi


status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pada kondosi klinis klien dengan
pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan
keluhan yg dialaminya.

c. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum: Keadaan umum klien dengan pneumonia dapat dilakuakn


secara selintas pandang, biasanya akan tampak lemas, sesak napas

 Kesadaran: Kesadaran klien tergantung tingkat keprahan penyakit, bisa


somnolen,compos mentis, apatis, spoor, spoor koma, ataui koma

 Tanda-tand vital pada klien dengan pneumonia biasanya:

TD: biasanya normal

Nadi: meningkat seirama den gan suhu tubuh

RR: biasanya meningkat dari frekuensi normal

Suhu: Meningkat lebih dari 40℃

 Kepala: BIasanya tidak ada kelainan

 Mata: konjungtiva bisa anemis

 Hidung: jika sesak, ada pernapasan cuping hidung

 Paru:

Inspeksi: pengembangan paru berat dan tidak simetris, ada penggunaan


otot bantu napas
Palpasi: adanya nyeri tekan, peningkatan vocal fremitus pada daerah yang
terkena.

Perkusi: pekak bila ada cairan, normalnya timpani

Auskultasi: bisa terdengar ronchi.

 Jantung: jika tidak ada kelainan, maka tidak ada gangguan

 Ekstremitas: sianosis, turgor berkurang jika dehidrasi, kelemahan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Gangguan pertukaran gas berhuungan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi,
perubahan membrane alveolus kapiler
3. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen

C. Intervensi keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Bersihan jalan nafas
meningkat dengan Kriteria hasil:
a) Produksi sputum menurun
b) Mengi menurun
c) Wheezing menurun
d) Frekuensi napas membaik
e) Pola napas membaik
Intevensi : latihan batuk efektif

 Observasi
a) Identifikasi kemampuan batuk
b) Monitor adanya retensi sputum
c) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
d) Monitor inut dan out put cairan
 Terapeutik
a) Atur posisi semi fowler atau fowler
b) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
c) Buang secret pada tempat sputum
 Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2
detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selama 8
detik
c) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
d) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak seimbangan ventilasi-perfusi,


perubahan membrane alveolus kapiler
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pertukaran gas meningkat
dengan kriteria hasil :
a) Tingkat kesadaran meningkat
b) Dyspnea menurun
c) Bunyi napas tambahan menurun
d) PCO2 membaik
e) Pola napas membaik

Intervensi : terapi oksigen


 Observasi
a) Monitor kecepatan aliran oksigen
b) Monitor posisi alat terapi oksigen
c) Monitor aliran oksigen secara periodic dan pastikan fraksi yang diberikan cukup
d) Monitor efektifitas terapi oksigen
e) Monitor tanda – tandahioventilasi
f) Monitor kemampuan oksigen saat makan
 Terapeutik
a) Bersihkan secret pada mulut,hidung, trakea jika perlu
b) Pertahankan kepatenan jalan napas
c) Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
d) Berikan oksigen tambahan jika perlu
e) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien
 Edukasi
a) Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah

3. Deficit nutrisi berhubungan dengan ketidak mampuan mencerna makanan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi membaik
dengan kriteria hasil :
a) Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b) Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
c) Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat memingkat
d) Frekunsi makan membaik
Intevensi : manajemen nutrisi
 Observasi
a) Identifikasi status nutrisi
b) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
c) Identifikasi makanan yang disukai
d) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
e) Monitor asupan makan
f) Monitor berat badan
g) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Terapeutik
a) Lakukan oral hygyen jika diperlukan
b) Fasilitasi menentukan pedoman diet
c) Sajikan makanan secara menarik dan suhu sesuai
d) Berikan makanan tinggi protein dan tinggi kalori
e) Berikan suplemen makan jika perlu
 Edukasi
a) Anjurkan posisi duduk jika mampu
b) Ajarkan diet yang diprogramkan

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status toleransi aktivitas
meningkat dengan kriteria hasil :
a) Saturasi oksigen meningkat
b) Frekuensi nadi meningkat
c) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
d) Dyspnea saat aktivitas menurun
e) Dyspnea setelah aktivitas menurun
f) Perasaan lelah menurun
g) Frekuensi nafas membaik
Intevensi : terapi akrivitas
 Observasi
a) Identifikasi deficit tingkat aktivitas
b) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
c) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
d) Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.bekerja) dan waktu luang
e) Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
 Terapeutik
a) Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
b) Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang aktivitas
c) Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
d) Fasilitasi makna aktivitas yang diilih
e) Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
f) Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
 Edukasi
a) Jelaskan metoda aktivitas fisik sehari-hari jika perlu
b) Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
c) Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif dalam
menjaga fungsi dan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA
Edward, Martin. (2000). Penyakit anak sehari-hari dan tindakan darurat. PT Elex Media
Komputindo: Jakarta

Muttaqin, Arif.(2008). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan. Salemba
Medika: Jakarta

Nurarif A.H & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan Nanda Nic-Noc ed 1. Jogjakarta : Penerbit Mediaction

http://eprints.umpo.ac.id/5023/3/BAB%202.pdf

PPNI. (2018).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI-SLKI-SIKI).jakarta

Anda mungkin juga menyukai