PROFESIBK
PROFESIBK
1.1 Pengantar
Awalnya gerakan bimbingan dan konseling (BK) digiatkan oleh tokoh-tokoh
yang peduli terhadap pengembangan pelayanan BK, khususnya dalam bidang pendidikan.
Gerakan BK ini terus berkembang menjadi gerakan yang semakin jelas corak dan isinya,
yang kegiatannya terintegrasi dengan program sekolah. Dewasa ini sudah mulai jelas
substansi profesi BK yang mampu berkiprah dalam latar persekolahan maupun di luar
persekolahan. Perkembangan BK tampaknya lamban namun terarah dan pasti, serta
secara bertahap mendapatkan dukungan fasilitas dan peraturan-peraturan atau regulasi
berupa perundang-undangan dari pemerintah yang semuanya mempermantap keberadaan
profesi BK yang menitikberatkan pada pengoptimalan perkembangan individu,
kebahagiaan serta kemandirian individu, terutama kemaslahatan kehidupan kemanusiaan
itu berkembang menjadi profesi yang bermartabat (Pyayitno, 2008).
1
masalah yang lebih luas lagi, yaitu mencakup masalah-masalah yang terkait dengan
bimbingan dan pembinaan akhlak dan moral.
Tokoh lainnya yang dianggap sebagai pelopor dan penggagas kegiatan bimbingan
dan konseling adalah Eli Weaver di mana pada tahun 1906 ia mempublikasikan sebuah
pamflet yang diberi judul Choosing a Career, serta Frank Parson yang memprakarsai
berdirinya Biro Konsultasi Pekerjaan atau yang dikenal sebagai Vocational Bureau di
Boston. Biro ini didirikan untuk membantu para remaja dalam merencanakan,
mempersiapkan serta memasuki dunia kerja. Atas jasanya ini, Parson disebut sebagai
inovator konsep dan teknik konseling vokasional atau konseling jabatan.
Selanjutnya, didirikan pula National Vocational Guidance Association (NVGA) di
Amerika pada tahun 1913, sesudah itu didirikan American Psychologist Association
(APA), American School Counselor Association (ASCA), dan Association for Education
and Counselor Trainers (ACECT).
Ditinjau secara teoritis perkembangan profesi bimbingan dan konseling seiring
dengan perkembangan bidang psikologi dan psikiatri. Konsep-konsep teori psikologi dan
psikiatri telah memberi kontribusi yang sangat berarti terhadap perkembangan profesi
bimbingan dan konseling. Sigmund Freud sebagai tokoh psikoanalitis telah memberikan
sumbangan dalam bentuk pemikiran tentang psikologi konseling bawah sadar. Demikian
pula tokoh lain, seperti E. Williamson telah mengembangkan konseling sifat dan faktor
dan Carl Rogers memelopori konseling terpusat pada pribadi. Kedua tokoh yang
disebutkan terakhir ini dianggap sebagai peletak dasar gerakan konseling modern
(Pitrofesa, 1978).
2
konseling modern. Frank Parson yang disebut sebagai bapak bimbingan
vokasional mengamati bahwa para siswa setelah lulus sekolah menengah sangat
memerlukan bantuan pemilihan pekerjaan.
c. Pengaruh gerakan studi kanak-kanak
Adanya gerakan studi kanak-kanak yang dilakukan sejak tahun 1920 sampai
dengan tahun 1930 sangat berpengaruh terhadap perkembangan bimbingan dan
konseling. Hal ini bisa dilihat dari empat segi, yaitu: (1) studi terfokus pada
kepentingan individual, (2) menekankan pada kepentingan tahun-tahun awal
perkembangan anak, sebagai dasar untuk kematangan perkembangan kepribadian,
(3) menekankan pada kebutuhan pengetahuan faktual untuk anak-anak, dan (4)
menekankan pada pentingnya cara yang lebih analitis dan akurat dalam studi
kanak-kanak.
d. Pengaruh gerakan psikometrik
Gerakan psikometrik atau gerakan pengukuran psikologis, seperti pengukuran
melalui tes kecerdasan umum oleh Binet dan Theopile Simon telah berdampak
terhadap perkembangan bimbingan dan konseling. Hal ini terlihat pada: (1) studi
individual yang cermat dan objektif, (2) teori dan konsep tentang faktor
perkembangan sikap, sifat, dan kepribadian, (3) kesempatan mengadakan
penelitian ilmiah tentang masalah pertumbuhan dan perkembangan inteligensi
yang standar dan menetapkan IQ (Inleligence Quotien) dalam periode waktu
tertentu, (4) menitikberatkan perhatian terhadap diagnosis dan evaluasi terhadap
tingkah laku malasuai, (5) mempermudah untuk melakukan prediksi, klasifikasi,
dan penempatan individu, (6) merumuskan, publikasi kode etik, serta
tanggungjawab dalam pengadministrasian dan penggunaan tes.
e. Pengaruh gerakan kesehatan mental
Adanya gerakan kesehatan mental yang memberikan perhatian kepada studi
rehabilitasi terhadap orang-orang yang mengalami gangguan jiwa yang ringan.
Kondisi ini telah mendorong upaya memasukkan program bimbingan dan
konseling di sekolah-sekolah dan klinik-klinik umum. Pelayanan bimbingan dan
konseling yang demikian itu diharapkan dapat memberikan tindakan preventif
atau pencegahan agar individu terhindar dari gangguan-gangguan kejiwaan.
f. Pengaruh gerakan psikoanalitik
Pendekatan psikoanalitik yang dicetuskan oleh Sigmund Freud telah memberikan
dukungan yang berarti bagi perkembangan bimbingan dan konseling terutama
dalam hal formulasi kepribadian yang berfokus pada karakter yang bermotif
tingkah laku.
g. Pengaruh kewajiban belajar
Gerakan wajib belajar yang digalakkan oleh pemerintah Amerika Serikat telah
menyebabkan meningkatnya jumlah siswa dan konsekuensinya meningkat pula
3
lembaga-lembaga pendidikan sekaligus menuntut terjadinya perubahan
kurikulum. Peninjauan kembali kurikulum yang diberlakukan di sekolah-sekolah
agar sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan tingkat perkembangan masyarakat.
Kondisi seperti ini menuntut perhatian yang serius terhadap peserta didik secara
individual untuk membantu mereka menemukan jalan keluar yang terbaik
mengatasi kesulitan pendidikan yang dihadapi. Proses memberikan layanan
bantuan tersebut itulah yang pada akhirnya disebut pelayanan bimbingan dan
konseling.
h. Pengaruh gerakan Client Centered Therapy
Client Centered Therapy atau yang dikenal dengan Person Centered Therapy
yaitu terapi yang terpusat pada konseli (konseli) atau pribadi telah memberikan
pengaruh yang besar terhadap perkembangan layanan bimbingan dan konseling.
Hal ini ditandai dengan terbitnya bukuyang berjudul: “Counseling and
Psychotherapy” pada tahun 1942 oleh Carl Rogers. Konseling Terpusat pada
Pribadi ini lebih menitiberatkan pada kualitas hubungan yang bersifat
interpersonal.
i. Pengaruh depresi dan perang
Depresi karena adanya perang berpotensi hancurnya perekonomian masyarakat.
Konsekuensinya keadaan moral masyarakat semakin buruk, tidak adanya keahlian
dan keterampilan kerja, dan sebagainya. Kondisi seperti ini menimbulkan adanya
usaha-usaha kemanusiaan, seperti mendirikan lembaga United State Employment
Service, yang melakukan kegiatan dalam bidang testing psikologis, bimbingan dan
konseling serta layanan penempatan kepada para pekerja. Pada waktu menghadapi
perang dunia kedua pihak militer lebih memerlukan prosedur seleksi, latihan dan
penempatan yang lebih baik dan teliti dalam mengerahkan tenaga serta
meningkatkan diri untuk menghadapi perang sehingga kondisi seperti
membutuhkan banyak tenaga konselor.
j. Pengaruh bantuan Pemerintah Federal
Adanya bantuan Pemerintah Federal Amerika dalam memfasilitasi terbitnya
berbagai peraturan dan perundang-undangan yang memberi dukungan terhadap
pendidikan vokasional serta memberi jalan untuk menetapkan pelayanan
bimbingan dan konseling sebagai bagian dari Departemen Pendidikan, juga telah
memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan profesi bimbingan
dan konseling. Akhirnya, kegiatan bimbingan dan konseling telah dilaksanakan
pada panti-panti jompo, di pusat-pusat rehabilitasi, pusat-pusat kesehatan mental,
para veteran, sekolah-sekolah, bahkan di perguruan tinggi yang didukung oleh
peraturan dan perundang-undangan Pemerintah Federal.
4
1.4 Perkembangan Profesi Bimbingan dan Konseling di Indonesia
Profesi bimbingan dan konseling di negri ini masih relatif baru. Profesi BK baru
muncul sekitar awal tahun 1960-an. Kegiatannya pun baru dilaksanakan di sekolah
menengah. Kementerian Pendidikan di Indonesia waktu itu sedang merencanakan
peningkatan mutu Pendidikan Menengah Atas, yang diarahkan untuk
penyelenggaraan SMA Gaya Baru. Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan untuk
SMA Gaya Baru tersebut diadakan pertemuan nasional yang membahas arah dan
kelengkapan program pendidikannya. Dalam pertemuan nasional yang diprakarsai oleh
Departemen Pendidian dan Kebudayaan pada saat itu melibatkan Lembaga-Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan (seperti FKIP UNPAD Bandung, sebagai cikal-bakal
dari IKIP Bandung, yang akhirnya menjadi UPI Bandung). Salah satu yang
dicanangkan dalam pertemuan tersebut adalah dilaksanakannya
perkuliahan/pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan, disingkat BP, di perguruan
tinggi yang akan menghasilkan petugas terdidik sebagai calon pelaksana pelayanan
BP di sekolah. Kesepakatan tersebut akhirnya direalisasikan oleh FKIP UNPAD
Bandung sejak tahun 1963 dalam bentuk jurusan Bimbingan dan Penyuluhan (BP)
sesudah program Sarjana Muda pendidikan pada waktu itu. Pada tahun 1965 jurusan BP
yang baru tersebut sudah menghasilkan lulusan pertamanya menjadi sarjana di bidang
bimbingan dan penyuluhan dengan sebutan gelar doktorandus (Drs).
Pada tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan yang disingkat
PPSP di delapan IKIP di Indonesia. Delapan IKIP tersebut yaitu IKIP Padang, IKIP
Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Malang , IKIP Surabaya,
dan terakhir IKIP Manado. Melalui proyek tersebut dikembangkan bimbingan dan
penyuluhan, juga berhasil dilakukan penyusunan “Pola Dasar Rencana dan
Pengembangan bimbingan dan penyuluhan” pada PPSP. Di tahun 1975 lahir pula
Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas. Kurikulum 1975 memuat pedoman
pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Untuk mengisi jabatan Guru
bimbingan dan penyuluhan diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bidang
bimbingan dan penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) pada tahun 1978. Kebijakan
ini ditempuh dengan tujuan mengisi jabatan Guru bimbingan dan penyuluhan di sekolah
yang sampai saat itu belum ada pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan petugas atau Guru Bimbingan dan Penyuluhan
di sekolah diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan sudah mulai meluluskan.
Tahun 1982 sebutan bimbingan dan penyuluhan sudah mulai jarang digunakan,
dan mulai diperkenalkan sebutan bimbingan dan konseling. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kesalahpahaman masyarakat tentang istilah penyuluhan itu sendiri. Pada
waktu itu istilah penyuluhan disamakan dengan istilah penyuluhan pada bidang lain,
seperti penyuluhan pertanian, penyuluhan kesehatan, penyuluhan hukum, dan lain-lain.
5
Untuk menghindari kesaalahpahaman tersebut, mulai saat itu istilah bimbingan dan
konseling sudah digunakan secara meluas, termasuk memberi nama jurusan BP
(Bimbingan Penyuluhan) menjadi jurusan BK (Bimbingan dan Konseling).
Di tahun 1984 sekolah-sekolah menengah memberlakukan kurikulum 1984.
Dalam Kurikulum tersebut eksistensi pelayanan BK terus dikembangkan. Dalam
pelaksanaannya diberi ciri khas, yaitu lebih ditekankan pada pelayanan bimbingan karir
agar lebih menggencarkan pengembangan karir siswa. Secara resmi terbitnya SK Menpan
No 026/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru kemudian diperbaharui oleh SK
Menpan No 84/1993 tentang hal yang sama, telah mengubah nama Bimbingan dan
Penyuluhan menjadi Bimbingan dan Konseling (di singkat BK). SK Menpan yang baru
itu diikuti oleh SKB Mendikbud dan Kepala BAKN No 0433/P/1993, SK Mendikbud No
025-6-1993, dan SK Menpan No 118/1996 yang semuanya mencantumkan butir tentang
BK di sekolah. Dengan demikian semuanya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No
28/1990, No 29/1990, No 72/1991 dan No 38/1992 yang di dalamnya termuat diktum
tentang pelayanan BK di sekolah serta Guru Pembimbing sebagai pelaksananya.
Sehubungan dengan pemberlakuan ketentuan formal di atas, jabatan fungsional
Guru Pembimbing (nama resmi untuk pelaksana BK di sekolah) semakin jelas. Demikian
pula panduan pelaksanaan BK lebih terarah, serta formasi pengangkatan Guru
Pembimbing yang berkualifikasi pendidikan BK semakin meningkat. Sejak tahun 1993
upaya peningkatan profesionalisme Guru Pembimbing dalam bentuk penataran dan
pelatihan bagi Guru-guru Pembimbing baik di tingkat nasional maupun di tingkat wilayah
(provinsi) mulai dilaksanakan setiap tahun. Pusat penataran dan pelatihan bagi Guru-guru
Pembimbing adalah Lembaga P3G-Keguruan yang sekarang menjadi P4TK, Penjas-BK
di Parung/Bogor. Demikian pula organisasi profesi di bidang BK, dalam hal ini, Ikatan
Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) cukup aktif mendorong dan mengarahkan
pelaksanaan BK di sekolah-sekolah berdasarkan peraturan yang ada.
Upaya memprofesionalkan pelayanan BK oleh IPBI semakin digencarkan. Mulai
tahun 1995 IPBI mengusulkan kepada Pemerintah agar nama Guru Pembimbing di ubah
menjadi Konselor. Pemerintah bukannya menolak usulan tersebut, namun belum bisa
merealisasikannya karena dasar legal untuk pemberian nama Konselor belum ada.
Meskipun demikian, upaya memprofesionalkan petugas pelayanan BK terus berlangsung.
Tahun 1996 IPBI membuat suatu rencana yang berisi arahan dan materi tentang
perlunya pembukaan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) di perguruan tinggi
yang menangani pendidikan (LPTK). Rencana tersebut dalam bentuk memorandum, yang
disebarluaskan secara nasional yang pada akhirnya menjadi kesepakatan yang diputuskan
pada kongres IPBI di Mataram tahun 1998. Berdasarkan memorandum tersebut IPBI
berupaya mendorong LPTK yang memenuhi persyaratan untuk membuka program
Pendidikan Profesi Konselor (PPK). LPTK yang mengawali kegiatan pembukaan PPK di
Indonesia adalah IKIP Padang pada tahun 1999. Program PPK di UNP dibuka secara
6
resmi oleh pimpinan LPTK dengan persetujuan dari Kementerian Pendidikan.
Selanjutnya program PPK yang sudah resmi dibuka tersebut diberi tugas oleh Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi untuk menjadikan para dosen BK seluruh Indonesia sebagai
konselor dengan diberi bantuan beasiswa dari Pemerintah. Program beasiswa untuk
dosen-dosen BK di LPTK untuk mengikuti PPK di UNP akhirnya terwud. Namun
program tersebut hanya berlangsung selama lima tahun (2005-2010). Selama lima tahun
tersebut PPK-UNP alhamdulillah dapat menghasilkan 85 orang Konselor dari 37
perguruan tinggi (LPTK) di Indonesia.
Terkait dengan hal tersebut, IPBI tetap berusaha melakukan kegiatan peningkatan
profesionalitas para anggotanya. Kegiatan tersebut antara lain dengan menerbitkan
Newsletter sebagai sarana komunikasi profesional meskipun pada akhirnya tidak mampu
terbit secara teratur di samping mengadakan pertemuan secara berkala melalui kegiatan
organisasi seperti konvensi dan kongres. Pada tahun 2001 pada saat kongres IPBI di
Lampung IPBI (Ikatan Pertugas Bimbingan Indonesia ) disepakati berganti nama menjadi
ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia ). Pada tahun 2003 sejak
diberlakukan UU nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional penyebutan
profesi “konselor” secara eksplisit telah dicantukan dalam pasal 1 ayat (6), namun tidak
lagi ditemukan kelanjutannya pada pasal-pasal berikutnya. Pada pasal 39 ayat (2) dalam
UU nomor 20 tahun 2003 tersebut dinyatakan bahwa “Pendidik merupakan tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai
hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian
dan pengabdian kepada masyarakat, terutama pendidik pada perguruan tinggi”, walaupun
tugas “melakukan pembimbingan” yang tercantum merupakan salah satu unsur dari tugas
pendidik itu, jelas hal ini merujuk kepada tugas guru, sehingga tidak dapat ditafsirkan
secara sepihak mengindikasikan tugas konselor.
Seperti telah dikemukakan dalam Telaah Yuridis, sampai dengan pemberlakuan
PP nomor 19 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Undang-Undang tentang Guru dan
Dosen (UU nomor 14 tahun 2005) pun, juga belum ditemukan perumusan tentang
Konteks Tugas dan Ekspektasi Kinerja Konselor. Oleh sebab itu, tiba saatnya sekarang
bagi ABKIN sebagai organisasi profesi bimbingan dan konseling untuk berjuang mengisi
kevakuman legal ini, dengan merumuskan dan menyusun Rujukan Dasar untuk berbagai
aspek penyelenggaraan layanan profesional ahli bimbingan dan konseling yang
memandirikan khususnya pada jalur pendidikan formal di Indonesia. Tentu hal ini diawali
dengan penyusunan naskah akademik yang dinamakan Naskah Akademik Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Usaha ini telah terealisasi dengan diterbitkannya buku: “Penataan
Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal”. Buku ini terbit tahun 2007 oleh Departemen Pendidikan Nasional.
7
Upaya pengembangan pelayanan Bimbingan dan Konseling ke arah
keprofesionalannya terus dilakukan. Meskipun peraturan yang secara resmi sudah
diterbitkan dan telah dianggap cukup memberikan arah penyelenggaraan, namun
pelaksanaan layanan BK di sekolah-sekolah masih belum menggembirakan. Para
pemangku jabatan di bidang pendidikan, sampai dengan para penyelenggara
pelayanannya di sekolah, dalam hal ini Kepala Sekolah dan para Guru BK dikhawatirkan
tidak/belum membaca, mempelajari serta mencermati dengan baik peraturan-peraturan
yang suda ada, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah-
sekolah terkesan belum optimal.
Di tahun 2008 keluar Permen Diknas No 27 Tahun 2008 tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor (SKAKK), sebagai pedoman
pelaksanan ketentuan Pasal 28 PP No 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas tentang SKAKK itu berisi hal-hal berikut:
8
Konselor atau Guru BK melakukan proses pembelajaran dan proses
bimbingan dengan obyek praktik spesifik berupa pengembangan perilaku
efektif sehari-hari (KES) dan penanganan perilaku efektif sehari-hari yang
terganggu (KES-T).
Lebih rancu lagi BK melakukan pembelajaran perbaikan, yang seharusnya
menjadi tugas Guru Kelas/Guru Mata Pelajaran (Prayitno, 2008).
Pada pasal 171 Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan pendidikan, tentang Pendidik: menyebutkan bahwa tenaga Konselor,
mempunyai tugas dan tanggungjawab : sebagai pendidik professional memberikan
pelayanan Konseling kepada peserta didik di satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
PP No 17 Tahun 2010 tersebut sudah diubah menjadi PP No 66 Tahun 2010 di
mana isi Pasal 171 tersebut di atas masih tetap ada tidak di ubah. Kedua Peraturan
Pemerintah tersebut (No 171/2010 dan No 66/2010) sudah memberikan sinyal lampu
hijau tentang keberadaan dan pelaksanaan pelayanan BK di sekolah.
9
BAB II
KEPROFESIONALAN BIMBINGAN DAN KONSELING
2.1 Pengantar
Abad ke-21 disebut juga abad milenilal ditandai dengan perubahan-perubahan
yang sangat besar dan cepat disebabkan oleh arus globalisasi. Hampir-hampir tidak ada
aspek kehidupan dewasa ini yang tidak dilanda oleh arus globalisasi. Disadari bahwa di
era globalisasi ini ada kekuatan besar yang sedang mengubah pola kehidupan manusia,
yakni perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang luar biasa. Bahkan akhir-
akhir ini muncul lagi istilah baru yang menandai era milinial ini yakni disrupsi. Istilah ini
jika diartikan menurut kamus adalah “tercabut dari akarnya”. Namun dalam kehidupan
sehari-hari, disrupsi dimaknai sedang terjadi perubahan fundamental atau mendasar.
Dengan demikian era disrupsi merupakan suatu fenomena di mana dalam kehidupan
masyarakat telah terjadi pergeseran aktivitas yang awalnya dilakukan di dunia nyata,
kemudian bergeser ke dunia maya. Seperti munculnya transportasi daring, surat-menyurat
sudah lebih banyak secara daring, bisnis pun sudah mulai bergeser ke cara daring.
Mengapa hal ini terjadi? Adanya revolusi industri 4.0 tampaknya menjadi pemicu
terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi
masyarakat terutama generasi milenial.
Fenomena yang digambarkan ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan, dalam
hal ini mempersiapkan generasi milenial sekarang untuk hidup di masa yang akan datang
yang penuh dengan perubahan-perubahan yang sangat dahsyat. Disrupsi tersebut bukan
hanya berkenaan dengan dunia masa kini tetapi juga dunia masa yang akan
datang. Dikhawatirkan generasi milenial akan kehilangan jati diri dan karakter bangsa.
Keluarga, sekolah dan masyarakat sebagai tripusat pendidikan harus melakukan sinergi
dengan baik untuk memberikan kontribusi terhadap pembentukan karakter anak-anak
bangsa yang sedang berkembang (Wibowo, 2019).
Kondisi seperti ini menjadikan pelayanan bimbingan dan konseling sangat
diperlukan. Dengan pelayanan bimbingan dan konseling generasi muda Indonesia akan
terbantu menjadi generasi yang berdaya dan berbudaya dalam menghadapi masa kini dan
masa depan yang penuh tantangan. Pelayanan bimbingan dan konseling yang profesional
benar-benar bermanfaat bagi geberasi milenial. Seorang konselor yang profesional adalah
seorang konselor yang kompeten mendengarkan konseli dan mau bekerja sama dengan
konseli untuk menemukan cara atatu solusi yang terbaik dalam memahami dan
menyelesaikan masalah konseli. Profesi konselor/guru BK adalah profesi bantuan
(helping relationship). Profesi bantuan adalah profesi yang anggota-anggotanya dilatih
10
secara khusus dan memiliki lisensi (sertifikat) untuk melaksanakan suatu layanan
(Wibowo, 2019).
12
saling mengaku tentang objek praktik spesifiknya sama dengan objek praktik
spesifik profesi yang berbeda.
d. Komunikasi
Semua aspek pelayanan profesional, yang meliputi objek praktik spesifik
profesinya, kompetensi dari dinamika operasionalnya, keilmuan dan
tekhnologinya, aspek sosial dan hukumnya, termasuk di dalamnya kode etik dan
kredensialisasi, bahkan imbalan yang diperoleh terkait dengan pelaksaan
pelayanannya, semua itu dapat dikomunikasikan kepada pihak manapun yang
berkepentingan, kecuali materi yang terkait dengan asas kerahasaiaan yang
menurut kode etik profesi tersebut perlu dijaga kerahasiaannya. Komunikasi
tersebut dilakukan untuk memungkinkan dipelajari dan dikembangkannya profesi
dimaksud, dilaksanakan dan diawasi sesuai dengan kode etik, serta dilakukan
perlindungan hukum terhadap profesi tersebut.
e. Motivasi altruistik
Suatu profesi yang dilaksanakan oleh seorang profesional pada hakikatnya
bukanlah berorientasi kepada keuntungan pribadi, namun untuk kepentingan,
kesuksesan dan kebahagiaan sasaran layanan, bahkan kemaslahatan kehidupan
masyarakat secara umum. Motivasi altruistik atau motivasi kerja tanpa pamrih
diwujudkan dalam pelayanan berdasarkan keintelektualan, kompetensi dan
komunikasi dalam melaksanakan objek praktik spesifik dari profesi tersebut.
Motivasi altruistik tersebut menjauhkan tenaga profesional dari mementingkan
keuntungan pribadi, dan sebaliknya, mengutamakan kepentingan sasaran
pelayanan. Bahkan, tenaga profesional dalam saat-saat tertentu tidak segan-segan
mengorbankan kepentingan sendiri demi tercapainya keberhasilan dan pemenuhan
kebutuhan sasaran layanan yang benar-benar mendesak. Misalnya seorang dokter
profesional dalam menangani pasiennya yang sudah dalam keadaan kritis, dia
tidak lagi berpikir apakah pasien ini sanggup membiayai atau tidak.
f. Organisasi profesi
Setiap anggota suatu profesi yang sama perlu membentuk suatu organisasi
profesi untuk mengawal dan mengontrol pelaksanaan tugas-tugas profesional
anggota. Organisasi profesi yang dibentuk tersebut hendaknya melaksanakan
tridharma organisasi profesi, yakni: (1) ikut serta mengembangkan ilmu dan
teknologi profesi, (2) meningkatkan mutu praktik pelayanan profesi, dan (3)
menjaga kode etik profesi (Prayitno, 2010). Organisasi profesi tersebut secara
langsung hendaknya peduli terhadap realisasi aspek-aspek objek praktik spesifik
profesi, seperti keintelektualan, komunikasi, kompetensi dan praktik pelayanan,
kode etik profesi serta perlindungan hukum atas seluruh anggotanya. Organisasi
13
profesi perlu senantiasa membina anggotanya agar memiliki kualitas tinggi dalam
memberikan pelayanan serta mengembangkan dan mempertahankan kemartabatan
profesi. Organisasi profesi tersebut di samping dituntut mengembangkan profesi
agar menjadi besar, juga sangat diharapkan untuk ikut serta memenuhi kebutuhan
dan kepentingan masyarakat secara luas.
14
Membantu siswa mencapai pemahaman tentang dirinya dan lingkungannya, serta
membantu mereka mampu membuat keputusan. (2) Membantu siswa dalam kegiatan
orientasi, registrasi, penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing, penjurusan, pemberian
beasiswa dan sebagainya di samping sedikit kegiatan dalam konseling. (3) Membantu
siswa melalui kegiatan konseling daripada untuk kegiatan lainnya. (4) Sebagai agen
pembaharuan sebab ia ahli dalam masalah belajar, dan sekaligus mampu
mengkomunikasikan ilmunya kepada orang lain. Konselor memahami perubahan sosial,
oleh karenanya mampu menjadi inovator di tempat konselor bekerja. (5) Memberikan
layanan konsultasi secara individual maupu kelompok , serta menyelenggarakan
konsultasi dengan para guru, administrator, dan orang tua siswa. (6) Membantu siswa
dalam memfasilitasi pencapaian perkembangan optimal, kemandirian dan kebahagiaan
dalam kehidupan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Dalam hubungan ini pula Shertzer & Stone (dalam Wibowo, 2019)
mengidentifikasi beberapa peran konselor/guru BK di sekolah terkait dengan kewajiban
dan tanggung jawabnya yaitu antara lain: (1) Konselor/guru BK dapat bertindak sebagai
administrator saat kepala sekolah berada di luar gedung, mengambil tindakan disipliner
dan bertanggung jawab untuk kegiatan ekstra kurikuler, mensponsori dewan siswa,
menugaskan guru dan siswa ke kelas, memberikan tes prestasi dan kemampuan di sekolah
dan mendaftarkan siswa baru, ketika siswa diwawancarai secara terpisah. (2) Konselor
sebagai generalis bertindak membantu siswa dalam kegiatan orientasi, registrasi,
penjadwalan perubahan jam pelajaran, testing dan sebagainya. (3) Konselor sebagai
spesialis bertindak membantu siswa melalui kegiatan konseling. (4) Konselor sebagai
pendidik psikologis akan bertanggung jawab dalam mengembangkan dan menerapkan
program kurikulum secara sistematis yang dirancang untuk memfasilitasi Pengembangan
disi. (5) Konselor sebagai psikolog komunitas dan terlibat dalam praktik pencegahan serta
mengembangkan kekuatan konseli dan mengajarkan keterampilan hidup kepada konseli
yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah.
15
pelayanan profesi setelah kedua komponen profesi (dasar keilmuan dan subtansi profesi)
dikuasai (Prayitno, 2008).
Memperhatikan ketiga aspek atau komponen tritologi profesi yang disebutkan di
atas, dapat dikatakan bahwa suatu “profesi” tanpa penguasaan dasar keilmuan yang tepat
akan menjadikan kegiatan profesi tersebut tanpa arah bahkan bisa jadi akan melakukan
malpraktik. Jika suatu profesi tidak memiliki substansi profesi, maka profesi tersebut
menjadi kerdil dan dipertanyakan manfaatnya. Jika suatu profesi tanpa ada praktik
profesi, maka profesi tersebut menjadi tidak berwujud, dan dipertanyakan eksistensinya.
16
untuk dikembangkan, dan (2) kondisi kehidupan efektif sehari-hari yang
terganggu (KES-T) (Prayitno, 2008).
Kondisi kehidupan efektif sehari-hari (KES) dapat diwujudkan oleh setiap
individu di mana saja ia berada. Dalam hal ini, di lingkungan keluarganya, di
lingkungan pendidikannya, di lingkungan masyarakatnya. Kondisi kehidupan
efektif sehari-hari tersebut digambarkan oleh Prayitno (2018) sebagai suatu
kondisi kehidupan individu yang memiliki ciri-ciri: (1) sehat jasmani dan rohani,
(2) bersemangat, (3) bersahabat, (4) bermanfaat, (5) beribadat, (6) memiliki rasa
aman yang tinggi, (7) memiliki kompetensi yang memadai, (8) memiliki aspirasi
terjangkau, (9) memiliki semangat yang menyala, dan (10) dapat meraih
kesempatan dengan segera. Apabila kondisi-kondisi tersebut ingin dikembangkan
pada diri individu ataupun kondisi-kondisi tersebut terganggu, maka individu yang
bersangkutan perlu diberi layanan bimbingan dan konseling.
17
c. Sikap terhadap teman sejawat
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling perlu memelihara hubungan dan
semangat kekeluargaan dengan sesama teman sejawat dalam lingkungan kerjanya
maupun di luar lingkungan kerjanya.
d. Sikap terhadap peserta layanan (konseli)
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dalam memberikan pelayanan BK
perlu memperhatikan seluruh pribadi konseli, baik jasmani, rohani, sosial maupun
yang lainnya yang sesuai dengan hakikat bimbingan dan konseling. Konseli tidak
dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh kepada kehendak
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling, namn mereka tetap dipandang
sebagai subjek yang mampu mengembangkan potensi dirinya.
e. Sikap terhadap tempat kerja
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling berkewajiban menciptakan suasana
dan lingkungan kerja yang sejuk yang menjunjung berhasilnya proses layanan
BK. Oleh karena itu, Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling harus aktif
mengusahakan suasana yang baik itu dengan berbagai cara, baik dengan
penggunaan metode dan teknik membimbing yang sesuai, maupun dengan
penyediaan fasilitas bimbingan yang cukup.
f. Sikap terhadap terhadap pimpinan
Sikap Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling terhadap pimpinan harus
positif, dalam arti harus bekerja sama dalam menyukseskan program yang sudah
disepakati di sekolah maupun di luar sekolah.
g. Sikap terhadap pekerjaan
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya melaksanakan tugas
profesinya dengan sebaik-baiknya, dalam arti selalu menyesuaikan kemampuan
dan pengetahuannya dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini
konseli dan orang tua konseli.
h. Sikap terhadap pengembangan profesi
Pengembangan kompetensi profesional Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling dapat dilakukan baik dalam pendidian prajabatan maupun dalam
jabatan.
18
dimaksud, dalam hal ini kemartabatan profesi bimbingan dan konseling, meliputi tiga
kondisi sebagai berikut (Prayitno, 2009):
a. Pelayanan Bermanfaat
Pelayanan profesional yang diselenggarakan haruslah benar-benar
bermanfaat bagi kemaslahatan kehidupan secara luas. Hal tersebut terkait dengan
upaya pendidikan yang merupakan hajat hidup manusia dalam kadar yang sangat
mendasar dan penting, dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, kegiatan
pelayanan, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling, apalagi yang
bersifat formal dan diselenggarakan berdasarkan aturan dan perundang-undangan,
tidak boleh sia-sia atau terselenggara dengan cara-cara yang salah (malpraktik),
melainkan terlaksana dengan memberi manfaat yang setinggi-tingginya bagi
sasaran layanan dan pihak-pihak lain yang terkait.
b. Pelaksana Bermandat
Pelayanan bimbingan dan konseling profesional diselenggarakan oleh
petugas atau pelaksana yang bermandat. Sesuai dengan sifat profesional itu,
maka pelayanan dimaksud, dalam hal ini pelayanan bimbingan dan konseling,
haruslah dilaksanakan oleh tenaga yang benar-benar dipercaya untuk mencapai
hasil pelayanan dalam mutu yang tinggi. Program pendidikan sarjana dan
pendidikan profesi yang terpadu dan sinambung dalam rangka trilogi profesi
merupakan sarana dasar dan esensial untuk menyiapkan pelaksana bermandat
tersebut. Lulusan program pendidikan profesi konselor (PPK), diharapkan benar-
benar menjadi tenaga profesional handal yang layak memperoleh kualifikasi
bermandat, baik dalam arti akademik, kompetensi, maupun posisi pekerjaannya.
19
yang tinggi atas profesi pendidik, dalam hal ini Konselor atau Guru Bimbingan
dan Konseling tersebut.
Bab III
STANDARISASI PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING
3.1 Pengantar
Pendidikan tinggi diberi peran untuk membangun masyarakat Indonesia melalui
pengembangan sumber daya manusia yang memiliki karakter yang kuat dan menghargai
keragaman sebagai perekat integrasi bangsa. Di samping itu, pendidikan tinggi
diharapkan mampu menciptakan lulusan yang memiliki daya saing tinggi baik di tingkat
regional, nasional, maupun di tingkat internasional (Depdiknas, 2017). Untuk mencapai
tujuan ini, salah satu yang harus dilakukan adalah meningkatkan mutu konselor/guru BK
di sekolah-sekolah di semua jenjang, mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan
jenjang perguruan tinggi.
Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6 sudah dinyatakan dengan jelas
bahwa Konselor termasuk dalam kualifikasi pendidik. Sebagai tenaga pendidik setara
dengan guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaiswara, fasilitator dan instruktur
konselor/guru BK memiliki tugas tersendiri yang tidak sama dengan kelompok pendidik
lainnya. Konselor/guru BK ditugasi untuk memberikan pelayanan guna memandirikan
serta membahagiakan individu dalam kehidupannya. Inilah tugas yang membedakan
profesi bimbingan dan konseling dengan profesi lainnya.
21
(10) Advokasi, yaitu membantu peserta didik/konseli berupa pembelaan terhadap
hak-hak konseli yang mengalami perlakuan diskriminatif.
22
untuk kepentingan dua arah, yaitu untuk kepentingan dirinya sebagai tenaga
profesi, dan untuk bersama-sama anggota lainnya mengembangan profesi
bimbingan dan konseling. Lebih jauh, tenaga profesi bimbingan dan konseling
terikat secara keilmuan dan moral dengan organisasi profesi melalui
diaplikasikannya kode etik bimbingan dan konseling yang harus dipatuhi oleh
seluruh anggota organisasi profesi.
(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling pribadi dimaksudkan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) memahami potensi diri dan memahami kelebihan
dan kelemahannya, baik kondisi fisik maupun psikis, (2) mengembangkan potensi
untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupannya, (3) menerima kelemahan
kondisi diri dan mengatasinya secara baik, (4) mencapai keselarasan
perkembangan antara cipta-rasa-karsa, (5) mencapai kematangan/kedewasaan
cipta-rasa-karsa secara tepat dalam kehidupanya sesuai nilai-nilai luhur, dan (6)
mengakualisasikan dirinya sesuai dengan potensi diri secara optimal berdasarkan
nilai-nilai luhur budaya dan agama.
23
konseling pribadi tersebut dapat dirumuskan berdasarkan analisis kebutuhan
pengembangan diri peserta didik, kebijakan pendidikan yang diberlakukan, dan
kajian pustaka.
(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling sosial bertujuan untuk membantu peserta
didik/konseli agar mampu (1) berempati terhadap kondisi orang lain, (2)
memahami keragaman latar sosial budaya, (3) menghormati dan menghargai
orang lain, (4) menyesuaikan dengan nilai dan norma yang berlaku, (5)
berinteraksi sosial yang efektif, (6) bekerjasama dengan orang lain secara
bertanggung jawab, dan (8) mengatasi konflik dengan orang lain berdasarkan
prinsip yang saling menguntungkan.
24
(2) Tujuan
Bimbingan dan konseling belajar bertujuan membantu peserta didik untuk
(1) menyadari potensi diri dalam aspek belajar dan memahami berbagai hambatan
belajar; (2) memiliki sikap dan kebiasaan belajar yang positif; (3) memiliki motif
yang tinggi untuk belajar sepanjang hayat; (4) memiliki keterampilan belajar yang
efektif; (5) memiliki keterampilan perencanaan dan penetapan pendidikan
selanjutnya; dan (6) memiliki kesiapan menghadapi ujian.
25
pola-pola karir; mengenal keterampilan, kemampuan dan minat; memiliki
kemampuan atau kematangan untuk mengambil keputusan karir.
a. Layanan Dasar
(1) Pengertian
Layanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada seluruh
konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara klasikal atau
kelompok yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan kemampuan penyesuaian diri yang efektif sesuai dengan tahap
dan tugas-tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi
kemandirian).
(2) Tujuan
Layanan dasar bertujuan membantu semua konseli agar memperoleh
perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan hidup, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka dapat
mencapai tugas-tugas perkembangannya secara optimal. Secara rinci tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar (1)
memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, sosial budaya dan agama), (2) mampu mengembangkan keterampilan
26
untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak
bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya, (3) mampu memenuhi kebutuhan
dirinya dan mampu mengatasi masalahnya sendiri, dan (4) mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Konselor atau Guru
Bimbingan dan Konseling dalam komponen layanan dasar antara lain; asesmen
kebutuhan, bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, pengelolaan media
informasi, dan layanan bimbingan dan konseling lainnya.
27
amat diperlukan sehingga peserta didik/konseli mampu memilih dan mengambil
keputusan yang tepat di dalam mengembangkan potensinya secara optimal,
termasuk keberbakatan dan kebutuhan khusus peserta didik/konseli.
(2) Tujuan
Peminatan dan perencanaan individual secara umum bertujuan untuk
membantu konseli agar (1) memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya,
(2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap
perkembangan dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun
karir, dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan
rencana yang telah dirumuskannya. Tujuan peminatan dan perencanaan individual
ini dapat juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi peserta didik/konseli untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan pribadi-sosial oleh dirinya sendiri.
Isi layanan perencanaan individual meliputi memahami secara khusus
tentang potensi dan keunikan perkembangan dirinya sendiri. Dengan demikian
meskipun peminatan dan perencanaan individual ditujukan untuk seluruh peserta
didik/konseli, layanan yang diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan
atas perencanaan, tujuan dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing
peserta didik/konseli.
Layanan peminatan peserta didik secara khusus ditujukan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kompetensi sikap,
kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan peserta didik sesuai
dengan minat, bakat dan/atau kemampuan akademik dalam sekelompok mata
pelajaran keilmuan, maupun kemampuan dalam bidang keahlian, program
keahlian, dan paket keahlian.
(3) Fokus Pengembangan
Fokus pengembangan layanan peminatan peserta didik diarahkan pada
kegiatan meliputi; (1) pemberian informasi program peminatan; (2)melakukan
pemetaan dan penetapan peminatan peserta didik (pengumpulan data, analisis
data, interpretasi hasil analisis data dan penetapan peminatan peserta didik); (3)
layanan lintas minat; (4) layanan pendalaman minat; (5) layanan pindah minat; (6)
pendampingan dilakukan melalui bimbingan klasikal, bimbingan kelompok,
konseling individual, konseling kelompok, dan konsultasi, (7) pengembangan dan
penyaluran; (8) evaluasi dan tindak lanjut. Konselor atau guru bimbingan dan
konseling berperan penting dalam layanan peminatan peserta didik dalam
implementasi kurikulum 2013 dengan cara merealisasikan 8 (delapan) kegiatan
tersebut. Dalam penetapan peminatan peserta didik/konseli SMTA memperhatikan
data tentang nilai rapor SMP/MTs atau yang sederajat, nilai Ujian Nasional
28
SMP/MTs atau yang sederajat, minat peserta didik dengan persetujuan orang
tua/wali, dan rekomendasi guru Bimbingan dan Konseling/Konselor SMP/MTs
atau yang sederajat. Untuk menuju peminatan peserta didik/konseli yang tepat
memerlukan arahan semenjak usia dini, dan secara sistematis dapat dimulai
semenjak menempuh pendidikan formal.
Fokus perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
pribadi, sosial, belajar dan karir. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara lain
mencakup pengembangan aspek:(1) pribadi yaitu tercapainya pemahaman diri dan
pengembangan konsep diri yang positif, (2) sosial yaitu tercapainya pemahaman
lingkungan dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif, (3) belajar yaitu
tercapainya efisiensi dan efektivitas belajar, keterampilan belajar, dan peminatan
peserta didik/konseli secara tepat, dan (4) karir yaitu tercapainya kemampuan
mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan pekerjaan,
memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif.
c. Layanan Responsif
(1) Pengertian
Layanan responsif adalah pemberian bantuan kepada peserta didik/konseli
yang menghadapi masalah dan memerlukan pertolongan dengan segera, agar
peserta didik/konseli tidak mengalami hambatan dalam proses pencapaian tugas-
tugas perkembangannya. Strategi layanan responsif diantaranya konseling
individual, konseling kelompok, konsultasi, kolaborasi, kunjungan rumah, dan alih
tangan kasus (referral).
(2) Tujuan
Layanan responsif bertujuan untuk membantu peserta didik/konseli yang
sedang mengalami masalah tertentu menyangkut perkembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Bantuan yang diberikan bersifat segera, karena dikhawatirkan
dapat menghambat perkembangan dirinya dan berlanjut ke tingkat yang lebih
serius. Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling hendaknya membantu
peserta didik/konseli untuk memahami hakikat dan ruang lingkup masalah,
mengeksplorasi dan menentukan alternatif pemecahan masalah yang terbaik
melalui proses interaksi yang unik. Hasil dari layanan ini, peserta didik/konseli
diharapkan dapat mengalami perubahan pikiran, perasaa, kehendak, atau perilaku
yang terkait dengan perkembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
29
perkembangan diri dan secara potensial menghadapi masalah tertentu namun dia
tidak menyadari bahwa dirinya memiliki masalah. Masalah yang dihadapi dapat
menyangkut ranah pribadi, sosial, belajar, atau karir. Jika tidak mendapatkan
layanan segera dari Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling maka dapat
menyebabkan peserta didik/konseli mengalami penderitaan, kegagalan, bahkan
mengalami gangguan yang lebih serius atau lebih kompleks. Masalah peserta
didik/konseli dapat berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan mengganggu
kenyamanan hidup atau menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak
terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembangan.
Untuk memahami kebutuhan dan masalah peserta didik/konseli dapat
diperoleh melalui asesmen kebutuhan dan analisis perkembangan peserta
didik/konseli, dengan menggunakan berbagai instrumen, misalnya angket konseli,
pedoman wawancara, pedoman observasi, angket sosiometri, daftar hadir peserta
didik/konseli, leger, inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), psikotes dan alat
ungkap masalah (AUM).
d. Dukungan Sistem
(1) Pengertian
Ketiga komponen program (layanan dasar, layanan peminatan dan
perencanan individual, dan responsif) sebagaimana telah disebutkan sebelumnya
merupakan pemberian layanan bimbingan dan konseling kepada peserta
didik/konseli secara langsung. Sedangkan dukungan sistem merupakan komponen
pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja, infrastruktur (misalnya Teknologi
Informasi dan Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor
atau guru bimbingan dan konseling secara berkelanjutan, yang secara tidak
langsung memberikan bantuan kepada peserta didik/konseli atau memfasilitasi
kelancaran perkembangan peserta didik/konseli dan mendukung efektivitas dan
efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
(2) Tujuan
Komponen program dukungan sistem bertujuan memberikan dukungan
kepada konselor atau guru bimbingan dan konseling dalam memperlancar
penyelenggaraan komponen-komponen layanan sebelumnya dan mendukung
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan pada satuan pendidikan.
Dukungan sistem meliputi kegiatan pengembangan jejaring, kegiatan
manajemen, pengembangan keprofesian secara berkelanjutan.
30
(3) Fokus Pengembangan
Pengembangan jejaring menyangkut kegiatan konselor atau guru
bimbingan dan konseling yang meliputi (1) konsultasi, (2) menyelenggarakan
program kerjasama, (3) berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan satuan pendidikan, (4) melakukan penelitian dan pengembangan. Suatu
program layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan
tujuannya tercapai bila tidak memiliki suatu sistem pengelolaan yang bermutu,
dalam arti dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Pengembangan keprofesian berkelanjutan sebagai bagian integral dari
sistem pendidikan secara utuh diarahkan untuk memberikan kesempatan kepada
Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling untuk meningkatkan kapasitas dan
kompetensi melalui serangkaian pendidikan dan pelatihan dalam jabatan maupun
kegiatan-kegiatan pengembangan dalam organisasi profesi Bimbingan dan
Konseling, baik di tingkat pusat, daerah, dan kelompok musyawarah Guru
Bimbingan dan Konseling. Melalui kegiatan tersebut, peningkatan kapasitas dan
kompetensi Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling dapat mendorong
meningkatnya kualitas layanan bimbingan dan konseling.
31
BAB IV
STANDAR KOMPETENSI KONSELOR/
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING
4.1 Pengantar
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh konselor/guru BK di sekolah dewasa ini
adalah perkembangan dan perubahan zaman yang begitu luar biasa, yang dikenal dengan
era industri 4.0, atau era digitalisasi. Kondisi kehidupan seperti ini mempersyaratkan
kepada konselor/guru BK untuk mampu memberikan layanan profesional sesuai dengan
bidangnya kepada peserta didik agar mampu hidup dalam dunia yang serba canggih.
Dengan demikian konselor/guru BK layak mendapat penghargaan yang tinggi dari
masyarakat dan pemerintah. Untuk menyediakan konselor/guru BK yang profesional
yang memenuhi standar dari segi kualitas serta dalam jumlah yang memadai, sangat perlu
diselenggarakan program Pendidikan Profesi Konselor (PPK) atau Pendidikan Profesi
Guru Bimbingan dan Konseling (PPGBK).
Keberadaan Konselor/Guru Bimbingan dan Konseling dalam sistem pendidikan
nasional dinyatakan sebagai salah satu yang berkualifikasi pendidik, sejajar dengan
kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaisara, fasilitator dan instruktur (UU
No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 6). Sejajarnya posisi konselor/guru BK dengan profesi
pendidik lainnya ini tidaklah berarti bahwa semua tenaga pendidik itu tanpa keunikan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja. Demikian pula Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling memiliki keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja yang tidak persis sama
dengan guru mata elajaran. Hal ini berimplikasi bahwa untuk masing-masing kualifikasi
pendidik, termasuk Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling, perlu menyusun
standar kualifikasi akademik dan kompetensi berdasar pada konteks tugas dan ekspektasi
kinerja masing-masing.
Atas dasar berbagai pertimbangan kenyataan serta pemikiran yang telah dikaji,
dapat ditegaskan bahwa pelayanan profesional bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan oleh Konselor/Guru BK berada dalam konteks tugas “kawasan
pelayanan yang bertujuan memandirikan individu dalam melayari perjalanan hidupnya
melalui pengambilan keputusan tentang pendidikan termasuk yang terkait dengan
keperluan untuk memilih, meraih serta mempertahankan karir untuk mewujudkan
kehidupan yang produktif dan sejahtera, serta untuk menjadi warga masyarakat yang
peduli kemaslahatan umum melalui pendidikan” (Depdiknas, 2007).
Sedangkan ekspektasi kinerja Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling yang
menyelengarakan pelayanan bimbingan dan konseling selalu disemangati oleh motif
32
altruistik dalam arti selalu bersikap empatik, menghargai keragaman, serta
memprioritaskan kemasalahatan sasaran layanannya. Selanjutnya melakukan kajian yang
cermat tentang kemungkinan dampak yang ditimbulkan baik jangka pendek, jangka
menengah, maupun jangka panjang dari segala tindakan layanan tersebut terhadap
sasaran layanan.
Seperti lazimnya dalam suatu profesi, sosok utuh kompetensi konselor atau guru
bimbingan dan konseling terdiri atas dua komponen yang berbeda namun terintegrasi
dalam praksis sehingga tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya. Dua komponen tersebut
yaitu kompetensi akademik dan kompetensi profesional.
a. Mengenal secara cermat dan mendalam tentang konseli yang hendak dilayani.
Sosok kepribadian serta dunia konseli yang perlu didalami oleh Konselor atau
Guru Bimbingan dan Konseling meliputi bukan saja kemampuan akademik yang
selama ini diketahui seperti inteligensi, bakat skolastik, minat serta bakat lainnya,
melainkan juga meliputi kecerdasan ganda atau intelegensi multipel (Gardner,
1993). Di samping itu, mengenali kemampuan berpikir sintetik dan kemampuan
berpikir praktikal di samping kemampuan berpikir analitik, juga motivasi dan
keuletannya dalam belajar dan/atau bekerja, dan kemampuan lainnya.
b. Menguasai khasanah konsep-konsep teoretik dan prosedural termasuk teknologi
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, yang mencakup: (1) Penguasaan
secara akademik konsep-konsep teori, prinsip, teknik dan prosedur dan sarana
yang digunakan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling. (2)
Mengemas konsep-konsep teori, prinsip dan prosedur serta sarana bimbingan dan
konseling yang digunakan sebagai pendekatan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling. (3) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan. Untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan
dan konseling yang memandirikan seorang Konselor atau Guru Bimbingan dan
Konseling harus mampu: (a) Merancang kegiatan pelayanan bimbingan dan
33
konseling. (b) Mengimplementasikan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. (c) Menilai proses dan hasil kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling. (d) Mengembangkan profesionalitas sebagai konselor secara
berkelanjutan (Depdiknas, 2007).
Kompetensi akademik sebagaimana dikemukakan di atas tentu dapat
dikuasai melalui pendidikan akadmik yang mencakup kajian tentang Pedagogi,
Psikologi Belajar, Psikologi Perkembangan, serta beberapa bidang penunjang
seperti Filsafat Pendidikan, Antropologi Budaya, Soiologi. Dinamika Kelompok,
Budaya Organisasi Kelas dan Sekolah. Di samping itu, kajian tentang program
pendidikan dalam sistem pendidikan formal, strategi bimbingan dan konseling,
strategi pembelajaran asesmen bakat dan minat konseling di samping asesmen
proses dan hasil pembelajaran, pengelolaan kelas dan sebagainya dengan beban
studi kurang lebih 144 SKS.
Penguasaan kompetensi akademik dalam bidang bimbingan dan konseling
sebagaimana dipaparkan di atas dapat dinilai baik melalui ujian tertulis terhadap
sekelompok calon konselor maupun melalui berbagai asesmen individual untuk
mengakses kemampuan dan minat serta permasalahan yang dihadapi oleh calon
konselor secara perorangan. Mahasiswa yang berhasil menguasai dengan baik
kompetensi akademik yang dipersyaratkan bagi calon konselor atau guru
bimbingan dan konseling dianugerahi ijazah S-1 Bimbingan dan Konseling. Ijazah
ini merpakan prasyarat untuk diperkenankan mengikuti Pendidikan Profesi
Konselor berupa Program Pengalaman Lapangan selama dua semester.
36
2. Mengaplikasikan perkem- 2.1 Mengaplikasikan kaidah-kaidah perilaku
bangan fisiologis dan manusia, perkembangan fisik dan psikologis
psikologis serta perilaku individu terhadap sasaran layanan bimbingan
konseli. dan konseling dalam upaya pendidikan;
2.2 Mengaplikasikan kaidah-kaidah kepribadian,
individualitas dan perbedaan konseli terhadap
sasaran layanan bimbingan dan konseling dalam
upaya pendidikan;
2.3 Mengaplikasikan kaidah-kaidah belajar
terhadap sasaran layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan;
2.4 Mengaplikasikan kaidah-kaidah keberbakatan
terhadap sasaran layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan;
2.5 Mengaplikasian kaidah-kaidah kesehatan
mental terhadap sasaran layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya pendidikan.
37
4. Menguasai kerangka teoretik 4.1 Mengaplikasikan hakikat pelayanan bimbingan
dan praksis bimbingan dan dan konseling;
konseling 4.2 Mengaplikasikan arah profesi bimbingan dan
konseling;
4.3 Mengaplikasikan dasar-dasar pelayanan
bimbingan dan konseling;
4.4 Mengaplikasikan pelayanan bimbingan dan
konseling sesuai kondisi dan tuntutan wilayah
kerja;
4.5 Mengaplikasikan pendekatan/model/jenis
layanan dan kegiatan pendukung bimbingan
dan konseling;
4.6 Mengaplikasikan dalam praktik format
pelayanan bimbingan dan konseling.
39
3. Memiliki kesadaran dan 3.1 Memahami dan mengelola kekuatan dan
komitmen terhadap etika keterbatasan pribadi dan profesional;
profesional 3.2 Menyelenggarakan layanan sesuai dengan
kewenangan dan kode etik profesional konselor;
3.3 Mempertahankan objektivitas dan menjaga agar
tidak larut dengan masalah konseli;
3.4 Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan;
3.5 Peduli terhadap identitas profesional dan
pengembangan profesi;
3.6 Mendahulikan kepentingan konseli daripada
kepentingan pribadi konselor.
4. Mengimplementasikan 4.1 Memahami dasar, tujuan, organisasi, dan peran
kolaborasi internal di pihak-pihak lain (guru, wali kelas, pimpinan
tempat bekerja sekolah/madrasah, komite sekolah/madrasah) di
tempat bekerja;
4.2 Mengkomuniasikan dasar, tujuan,dan kegiatan
pelayanan bimbingan dan konseling kepada
pihak-pihak lain di tempat bekerja;
4.3 Bekerja sama dengan pihak-pihak terkait di
tempat bekerja (seperti guru, orang tua, tenaga
administarasi).
5. Berperan dalam organisasi 5.1 Memahami dasar, tujuan, dan AD/ART
dan kegiatan profesi organisasi profesi bimbingan dan konseling
bimbingan dan konseling untuk pengembangan diri dan profesi;
5.2 Menaati kode etik profesi bimbingan dan
konseling;
5.3 Aktif dalam organisasi profesi bimbingan dan
konseling untuk prngembangan diri dan profesi.
6 Mengimplementasikan 6.1 Mengkomunikasikan aspek-aspek profesional
kolaborasi antarprofesi bimbingan dan konseling kepada organisasi
profesi lain;
6.2 Memahami peran organisasi profesi lain dan
memanfaatkannya untuk suksesnya pelayanan
bimbingan dan konseling;
6.3 Bekerja dalam tim bersama tenaga
paraprofesional dan profesional profesi lain.
40
BAB V
1.1 Pengantar
Dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling unsur konselor/guru
bimbingan dan konseling memegang peranan penting. Oleh karena itu, konselor atau guru
bimbingan dan konseling perlu memahami dan memiliki karakteristik tertentu yang
diharapkan. Karakteristik kepribadian konselor atau guru bimbingan dan konseling
sangat menentukan berhasil tidaknya proses konseling, di samping pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan profesional yang telah dijelaskan sebelumnya. Bahkan sifat
41
dan karakteristik khusus konselor/guru BK dapat menciptakan aliansi terapeutik dengan
konseli (Wibowo, 2019).
42
(7) Polos : artinya tanpa prasangka, kalau sudah ada prasangka terhadap konseli,
misalnya memberikan “cap” atau label kepada konseli, ini berarti sudah ada
prasangka, dan berarti tidak polos lagi. Dalam konseling Terpusat pada Pribadi
diperlukan konselor yang polos, menghindari adanya diagnosis. Mendiagnosis
berarti sudah memberikan “merk” kepada konseli, berarti ada prasangka, dan tidak
polos lagi.
(8) Hormat : memberikan penghargaan kepada konseli, memberikan kebebasan,
konseli dibiarkan tumbuh berkembang, dan mengembangkan potensinya. Konseli
dihargai sebagai manusia yang memiliki harga diri, dan memiliki potensi. Konseli
dihormati sebagaimana adanya.
(9) Positive Regard : penghargaan terhadap Konseli secara positip. Konselor yakin
bahwa Konseli mempunyai kemampuan menyelesaikan masalahnya sendiri. Tidak
ada dugaan terhadap konseli secara negatip, misalnya bahwa konseli adalah orang
yang lemah, yang tidak mempunyai kemampuan untuk menolong dirinya, orang
yang sangat tergantung, dsb.
Untuk melengkapi karakteristik kepribadian yang diharapkan dari seorang
konselor atau guru bimbingan dan konseling yang profesional di bawah ini dikutipkan
matriks kualitas konselor dari Belkin (dalam Pujosuwarno, 1992), untuk diketahui oleh
para konselor atau guru bimbingan dan konseling maupun calon konselor/guru bimbingan
dan konseling.
Kualitas
Open Mindedness
Self Knowledge
Communication
Non dominance
Positive regard
Genuineness
Objektivity
sensitivity
Category
Respect
Skill
Flexibility √ √ √ √ √
Warmth √ √ √ √ √
43
Acceptance √ √ √ √ √ √
Empathy √ √
Congruence √ √ √ √
Honesly √ √
Ability to artic √ √
Inteligence √ √ √
Interest √ √ √ √
Caring √ √ √ √
Sincerity √ √ √ √
Security √ √
Courage √ √
Trust √ √ √
Concreteness √ √ √
Responsibility √
Dedication √ √
Commitment √ √
Profesionalism √ √ √ √ √ √ √ √
Cognitivelex √ √ √
Perceptiveness √ √
Nonpossessive √ √ √
Self disclosing √ √ √
Nonjudgemental √ √ √ √ √
Awareness of √ √
tim
Penjelasan Matriks
Butir-butir menurun sebagai kualitas yang perlu dimiliki oleh Konselor/Guru BK,
sedang butir ke samping menggambarkan kategori yang biasanya dimiliki oleh butir
kualitas tersebut. Seperti terlihat dalam matriks, seorang konselor yang memiliki kualitas
flexibility (flexibel) dia termasuk seorang Konselor/Guru BK yang open mindedness,
objectivity, nonominace, communication skills dan self knowledge. Seorang
Konselor/Guru BK yang memiliki kualitas warmth dia termasuk kategori seorang
konselor yang sensitivity, genuineness, nondominance, positive regard dan respect.
Begitu seterusnya silahkan membaca pada matriks.
KUALITAS
44
1. Flexibility, atau fleksibel, seorang Konselor/Guru BK memiliki kualitas fleksibel
berarti mudah menyesuaikan diri, tidak kaku,memilii kelenturan, luwes, tidak
canggung.
2. Warmth, atau hangat dalam arti akrab dengan rasa kasih sayang. Hubungan yang
“warmth” atau hangat berarti berhubungan itu cukup dekat dan bersahabat.
3. Acceptance, adalah penerimaan terhadap orang lain secara apa adanya, yaitu
meliputi kelebihan maupun kekurangannya. Biasanya orang yang diterima orang
lain atau lingkungan sekitarnya, penerimaan itu akan mendorong dan tidak
menjadi penghalang dirinya untuk mengembangkan dan meningkatkan “self
actualization” seoptimal mungkin, karena orang lain diterima akan merasa aman
dan terjamin.
4. Empathy, memahami pikiran dan perasaan orang lain.
5. Congruence, atau kecocokan kesesuain, harmoni, seorang Konselor/Guru BK
perlu memiliki kualitas congruence, dalam dirinya ada keharmonisan hubungan
dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain.
6. Honesty, berarti kejujuran, kelurusan hati, seorang Konselor/Guru BK harus jujur,
tidak suka bohong dan suka berterus terang.
7. Ability to Artic, kemampuan untuk berseni termasuk seni membantu orang lain,
seni memberikan konseling kepada konseli.
8. Intelegence, berarti memiliki inteligensi, yaitu kecerdasannya rata-rata atau di
atas rata-rata, bahkan lebih tinggi lagi. Konselor/Guru BK tidak mungkin
memiliki kecerdasan di bawah rata-rata (below everage), bila demikian akan
mendapatkan kesulitan dalam menangkap keluhan-keluhan konseli dan
menyarankan alternatif pemecahan.
9. Interest, artinya seorang Konselor/Guru BK perlu memiliki minat yang cukup
tinggi dalam memberikan bantuan kepada konseli. Seseorang yang memiliki minat
akan menaruh perhatian terhadap sesuatu yang diminati.
10. Caring, berarti perhatian, seseorang yang menaruh perhatian akan melihat dengan
cermat dan mendengarkan dengan baik dan teliti. Kegiatan akan terpusat pada
sesuatu yang diperhatikan .
11. Sincerity, yaitu kesungguhan hati disertai keikhlasan. Konselor/Guru BK yang
memiliki karakteristik ini akan secara tulus dan sungguh-sungguh serta ikhlas
dalam memberikan layanan bantuan kepada konseli.
12. Security, artinya jaminan keamanan dan perlindungan. Seorang Konselor/Guru
BK harus melindungi dan menjamin kerahasiaan konselinya sehingga membuat
konselinya aman. Rahasia konseli dapat dibuka hanya atas izin konselinya dan
semata-mata untuk kepentingan konseli.
45
13. Courage, keberanian, keteguhan hati. Sifat ini perlu dimiliki oleh Konselor/Guru
BK karena Konselor/Guru BK sering menghadapi konseli dengan permasalahan
yang menantang dan menuntut keberanian untuk melakukan sesuatu.
14. Trust, artinya pengakuan, atau kepercayaan, dalam hal ini dapat berarti nahwa
Konselor/Guru BK perlu mendapatkan pengakuan atau kepercayaan dari
konselinya. Dengan demikian, konseli akan mau membuka dirinya secara jujur,
mengutarakan apa yang ada dalam hatinya.
15. Concreteness, atau kekongkritan, kejelasan. Dalam hal ini, Konselor/Guru BK
dalam memberikan bantuan perlu secara kongkrit, jelas dapat ditangkap oleh
konseli, mudah dipahami dan dimengerti oleh konseli.
16. Responsibility, atau tanggung jawab. Dalam hal ini, Konselor/Guru BK harus
bertanggung jawab atas tugasnya serta mentaati kode etik profesi. Tanggung
jawab ini meliputi tanggung jawab terhadap diri sendiri, orang lain, lembaga di
mana ia bertugas, dan terlebih tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.
17. Dedication, dedikasi atau loyalitas, artinya Konselor/Guru BK dalam menunaikan
tugasnya dengan penuh pengabdian, loyalitas serta menjauhkan diri dari
kepentingan pribadinya.
18. Commitment, artinya memenuhi janji. Karakteristik ini sangat perlu dimiliki oleh
Konselor/Guru BK, khususnya dalam berhubungan dengan konseli.
19. Profesionalism, artinya segala tugas Konselr/Guru BK erlu dilakukan secara
profesional, yaitu sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperileh
selama pendidikan dan latihan yang relatif cukup lama.
20. Cognitiveflex, yakni Konselor/Guru BK perlu berorientasi pada ranah (domain)
kognitif yang sering disamaartikan dengan aspek penalaran. Jika dijabarkan
meliputi: mengetahui, mengerti, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis dan
mengevaluasi. Keterampilan-keterampilan ini perlu dilakukan oleh
Konselor/Guru BK manakala mengahadapi konseli.
21. Perceptiveness, artinya kemampuan mempersepsi atau menangkap stimlus dari
luar dirinya. Konselor/Guru BK perlu memahami dan mampu menanggapi segala
pernyataan konseli secara benar.
22. Nonpossessive, artinya tidak suka memiliki, dalam hal ini Konselr/Guru BK tidak
kikir, suka memberi (bukan berarti memberi dalam kaitannya dengan materi),
tetapi memberi pertolongan dengan ilmu yang dimilikinya. Ilmunya itu tidak
dimiliki sendiri, tetapi perlu dibagikan ke orang lain yang memerlukannya.
23. Self disclosing, artinya terbuka, tidak menutup diri terhadap konseli.
Konselor/Guru BK yang terbuka berarti mau mengakui kelemahan atau
keterbatasan dirinya. Dengan demikian Konselor/Guru BK bersedia menerima
kritik atau pendapat dari orang lain.
46
24. Nonjudgemental, artinya tidak suka menilai, atau tidak suka mengadili orang.
Menilai berarti memberi vonis. Jika penilaian itu negatif, maka vonis negatif
dijatuhkan pada seseorang dan kalau tidak benar, putusan itu akan sangat
merugikan seseorang, dalam hal ini konseli.
25. Awareness of team, yang berarti kesadaran diri sebagai anggota kelompok.
Konselor/Guru BK tidak dapat bekerja sendiri dalam menangani masalah konseli.
Oleh karena itu, Konselor/Guru BK perlu bekerja sama dengan profesional lain,
seperti guru mata pelajaran, psikolog, petugas kesehatan (dokter), psikiater, dan
pihak lain yang terkait dengan penyelesaian masalah konseli.
KATEGORI
1. Open Mindedness, istilah ini memiliki arti yang sama dengan keterbukaan, berarti
Konselor/Guru BK perlu membuka pikirannya untuk dimasuki ide/pendapat dari
orang lain. Konselor/Guru BK tidak menutup diri, dan tidak puas dengan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Ia ingin selalu mengembangkan dirinya demi
keberhasilan dalam menunaian tugasnya.
2. Sensitivity, artinya peka. Konselor/Guru BK seyogyanya peka dalam menghadapi
suasana lingkungan sekitar. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi konseli
menjadi kepeduliannya.
3. Objectivity, artinya objektif, dalam hal ini, melihat sesuatu tidak berorientasi pada
dirinya, melainkan pada fakta sebenarnya. Sikap objektivitas ini mengurangi
seseorang untuk bertindak egois.
4. Genuineness, artinya menunjukkan keaslian, murni, sejati, tidak dibuat-buat,
polos. Konselor/Guru BK yang genuine tidak banyak dipengaruhi oleh hal-hal dari
luar. Orang yang demikian akan melakukan tugasnya dengan kesungguhan
hatinya.
5. Non dominance, artinya tidak mendominasi atau menguasai, tidak ingin menang
sendiri. Konselor/Guru BK dalam proses konseling tidak ingin mendominasi
konseli, tidak memaksakan kehendak kepada konseli. Dalam proses konseling
Konselor/Guru BK lebih banyak mendengarkan dan menahan diri untuk berbicara
lebih banyak. Dalam hal memeahkan masalah Konselor/Guru BK hanya berusaha
untuk memberikan rangsangan kepada konseli, agar konseli dapat menemukan
emecahan yang terbaik.
6. Positive regard, artinya penghargaan secara positif. Konselor/Guru BK tidak
semestinya memiliki prasangka negatif terhadap konseli yang datang meminta
bantuan. Dengan sikap Konselor/Guru BK yang memberikan penghargaan secara
positif kepada konseli berdampak terhadap konseli untuk menjadi aktif, terbuka
dan jujur. Dengan demikian permasalahan konseli akan terungkap secara lengkap.
47
7. Communication skill, artinya keterampilan berkomunikasi. Konselor/Guru BK
perlu mengembangkan dirinya agar terampil dalam berkomunikasi dengan orang
lain, mengingat tugas-tugas konseling memerlukan komunikasi dengan pihak-
pihak lain, terutama dengan konseli sendiri.
8. Self knowledge, artinya pengetahuan tentang diri. Konselor/Guru BK perlu
memahami dirinya, memahami kelebihannya dan kekurangannya. Oleh karena itu,
Konselor/Guru BK perlu senantiasa mengembangkan dirinya sesuai dengan
tuntutan perkembangan zaman.
9. Respect, artinya hormat. Konselor/Guru BK perlu selalu bersikap hormat kepada
siapapun, jga kepada konselinya. Orang yang dihormati juga akan menghormati.
Seseorang yang bersedia menghormati orang lain akan mengurangi sifat sombong.
Konseli perlu dihormati, dihargai oleh Konselor/Guru BK agar mereka menjadi
terbuka dan bersikap jujur mengutarakan segala permasalahannya apa adanya.
1. Memiliki identitas. Mereka tahu siapa diri mereka dan apa yang dapat mereka
capai, apa yang mereka inginkan dari kehidupan ini, serta apa yang penting bagi
mereka.
2. Menghormati dan menghargai diri mereka sendiri. Mereka dapat memberi dan
menerima bantuan, mencintai dan menghargai dirinya.
3. Terbuka untuk perubahan. Mereka menunjukkan kemauan dan keberanian untuk
menghadapi perubahan. Mereka membuat keputusan tentang bagaimana mereka
ingin berubah, dan mereka berusaha untuk mencapai kondisi yang mereka
inginkan.
4. Membuat pilihan yang berorientasi pada kehidupan. Mereka sadar akan
keputusan awal yang mereka buat tentang diri mereka sendiri, orang lain dan
dunia sekelilingnya. Merka bukan korban dari keputusan awal ini, dan mereka
bersedia mengubahnya nkembali jika perlu.
5. Otentik, tulus dan jujur. Mereka menampilkan diri dengan tulus tanpa menutupi
kekurangan-kekurangannya. Mereka tidak berpura-pura dalam kehidupan ini,
namun tampil apa adanya dengan jujur.
6. Memiliki rasa humor. Mereka tidak selamanya bekerja selalu serius, namun saat-
saat tertentu mereka menikmati kehidupan ini dengan tertawa dan humor.
7. Mau mengakui kesalahan yang diperbuat. Mereka tidak segan-segan mengakui
kesalahannya kalau memang hal itu terjadi.
48
8. Hidup di masa sekarang. Mereka tidak terpaku ke masa lalu, dan juga mereka
tidak menunggu masa depan. Mereka justru mengalami dan hadir dengan orang
lain sekarang.
9. Menghargai pengaruh budaya. Mereka menyadari cara-scara di mana budaya
mereka mempengaruhi mereka, dan mereka menghargai keragaman nilai yang
dianut oleh budaya lain.
10. Memiliki minat yang tulus terhadap kesejahteraan orang lain. Perhatian ini
didasarkan pada rasa hormat, perhatian dan kepercayaan dan penilaian yang
nyata kepada orang lain.
11. Memiliki kemampuan interpersonal yang efektif. Mereka mampu memasuki
dunia orang lain. Mereka pun selalu berusaha untuk menciptakan hubungan
kolaboratif dengan orang lain.
12. Menjadi sangat terlibat dalam pekerjaan mereka dan mendapatkan makna
darinya. Mereka bisa menerima ganjaran dari pekerjaan mereka, namun mereka
bukan budak pekerjaan mereka.
13. Bergairah. Mereka memiliki keberanian untuk mengejar impian mereka, dan
mereka bekerja dengan penuh energi.
14. Mampu menjaga batas kesehatan. Meskipun mereka berusaha untuk sepenuhnya
hadir untuk konseli yang mereka layani, namun mereka tidak membawa masalah
konseli mereka selama waktu senggang.
49
BAB VI
6.1 Pengantar
50
penyuluhan (sekarang disebut Konselor/Guru BK). Jurusan BP ini diselenggarakan pada
dua jenjang, yaitu jenjang Sarjana Muda dengan masa belajar 3 tahun, dan jenjang
Sarjana dengan masa belajar 2 tahun setelah Sarjana Muda. Program studi jenjang Sarjana
Muda dan Sarjana dengan masa belajar 5 tahun inilah yang kemudian dilebur menjadi
program S-1 dengan masa studi 4 tahun, yang pada tahun 1979 dibuka angkatan pertama.
Pada awal tahun 1980-an mulai ada lulusan program Sarjana di bidang Bimbingan dan
Konseling.
Perubahan-perubahan orientasi pendidikan yang tercermin pada perubahan
kurikulum pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah
dari waktu ke waktu, membawa dampak pada tuntutan kompetensi bagi pemangku
jabatan pendidik, termasuk Konselor/Guru BK. Penataan yang bersifat sistematik
dilakukan melalui UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
namun konteks tugas dan ekspektasi kinerja Konselor/Guru BK yang berbeda dari
konteks tugas dan ekspektasi kinerja guru tersebut, ternyata belum diatur secara tegas
dalam undang-undang tersebut, maupun dalam peraturan pemerintah dan peraturan-
peraturan lain yang diterbitkan berikutnya. Hal ini menjadi pendorong Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) untuk mengambil inisiatif menegaskan
konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor/guru BK yang tidak menggunakan materi
pembelajaran sebagai konteks pelayanan. Situasi seperti ini menuntut penataan secara
menyeluruh kerangka pikir pelayanan ahli bimbingan dan konseling dalam jalur
pendidikan formal di Indonesia. Untuk melakukan penataan kerangka pikir yang
dimaksud, ABKIN melakukan kajian akademik yang menyeluruh termasuk terhadap
ketentuan perundang-undangan di tanah air yang hasilnya dituangkan dalam bentuk
Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor, yang pengembangannya
didukung oleh Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan Nasional.
Berdasarkan naskah akademik tersebut di atas , dikembangkan sejumlah rambu-
rambu terkait dengan penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK,
Pendidikan Profesional Pendidik Konselor/Guru BK, serta penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal. Terkait dengan pendidikan
profesional Konselor/Guru BK, penataan dilakukan sesuai dengan amanat UU RI Nomor
14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Itulah sebabnya, sebagai pendidik, Konselor/Guru BK
dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimum S-1 di bidang Bimbingan dan
Konseling. Untuk kepentingan ini diselenggarakan program S-1 Bimbingan dan
Konseling dengan tujuan memfasilitasi pemebentukan kompetensi akademik calon
Konselor/Guru BK, yang direpresentasikan dengan ijazah sarjana pendidikan dengan
kekhususan dalam bidang bimbingan dan konseling. Selanjutnya, sesuai dengan
ketentuan undang-undang, pembentukan penguasaan kemampuan profesional yang utuh
51
sebagai penyelenggaraan pelayanan ahli bimbingan dan konseling yang memandirikan
dalam jalur pendidikan formal, juga diselenggarakan pendidikan profesi berupa latihan
menerapkan kompetensi akademik dalam bimbingan dan konseling, dalam konteks
otentik khususnya dalam jalur pendidikan formal (Depdiknas, 2007).
53
Konselor dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons., atau Sertifikat Guru BK dengan
gelar profesi Guru BK profesional, disingkat Gr. Kedua kemampuan ini, yaitu
kemampuan akademik dan kemampuan profesional ibarat dua sisi yang dapat dibedakan
namun tidak dapat dipisahkan. Secara grafis, sosok utuh kompetensi konselor/guru BK
dapat ditampilkan dalam gambar sebagai berikut (Depdiknas, 2007).
Unjuk Kerja
Bimbingan dan Konseling
Yang Memandirikan
55
ditetapkan, sehingga merupakan langkah awal penetapan mata kuliah, yang secara
keseluruhannya membangun kurikulum utuh Program Studi S-1 Bimbingan dan
Konseling di perguruan tinggi yang bersangkutan.
f. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pemenuhan persyaratan akademik program
S-1 pendidikan profesional konselor, yang digunakan sebagai dasar untuk
penganugerahan ijazah Sarjana Pendidikan dalam bidang Bimbingan dan
Konseling, ditetapkan beban studi yang terentang antara 144-160 SKS, dan untuk
program Pendidikan Profesi Konselor/Pendidikan Profesi Guru Bimbingan dan
Konseling ditempuh selama 2 semester dengan beban studi antara 36-40 SKS.
6.7 Evaluasi
6.8 Mahasiswa
6.9 Ketenagaan
a. Dosen
1) Untuk menyelenggarakan program pendidikan profesional konselor,
lembaga penyelenggara dipersyaratkan memiliki tenaga dosen yang merujuk
kepada jumlah dan kualifiasi sebagaimana tercantum dalam keputusan
Dirijen Dikti No. 108/Dikti/Kep/2001 tanggal 30 april 2001, yang sudah
disesuaikan dengan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, dan sekurang-kurangnya 6 (enam) orang dosen tetap lulusan S-
2 (Magister Pendidikan) dalam bidang Bimbingan dan Konseling.
2) Setiap dosen program S-1 Bimibingan dan Konseling wajib memiliki
wawasan Bimibingan dan Konseling, baik yang diperoleh melalui
pendidikan formal di perguruan tinggi atau pelatihan-pelatihan, maupun
dengan cara lain seperti penugasan khusus yang insentif terutama terkait
dengan pengembangan profesionalitas sebagai pemangku jabatan yang
mampu melaksanakan tugas sebagai penyelia program Pendidikan
Profesional Konselor/Guru BK. Kualifikasi dosen sebagai penyelia dalam
penyelenggaraan Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK adalah lulusan
minimal Program S-2 Bimbingan dan Konseling yang disusun sesuai dengan
arahan dalam Naskah Akademik Penataan Pendidikan Profesional Konselor.
Persyaratan dan prosedur yang perlu dipenuhi oleh lembaga yang bermaksud untuk
menyelenggarakan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor/Guru BK terdiri atas
(1) Persyaratan Lembaga Penyelenggara, dan (2) Mekanisme Perizinan.
59
mempunyai status yang sama dan mendapatkan kepedulian pimpinan yang
sama dengan program S-1 lainnya, termasuk dari segi pembinaan sumber daya
di samping biaya operasional.
4) Sesuai dengan butir c), sumber-sumber pendanaan S-1 Pendidikan Profesional
Konselor pada jenjang fakultas dan universitas harus jelas dan berimbang
dengan program S-1 lainnya, di samping sumber-sumber dana yang
diupayakan sendiri oleh jurusan/program studi.
5) Bagi lembaga yang pernah menyelenggarakan program Pendidikan
Profesional Konselor (program studi Bimbingan dan Konseling) yang di-
phasing out, dengan memperhatikan kebutuhan akan lulusan, diizinkan
menyelenggarakan program S-1 Pendidikan Profesional Konselor kembali,
jika berdasarkan laporan studi kelayakan dinilai memiliki kapasitas, terutama
Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menyelenggrakan program S-1
Pendidikan Profesioanal Konselor.
b. Mekanisme Perizinan
Izin bagi penelenggaraan Program S-1 Pendidikan Profesional Konselor diberikan
atas dilaksanakannya mekanisme sebagai berikut (Depdiknas, 2007):
1) Rekrutmen calon mahasiswa program S-1 Pendidikan Profesional Konselor
wajib mengindahkan ketentuan-ketentuan mengenai kerjasama dengan
pengguna lulusan.
2) Lembaga penyelenggaraan yang sekarang tengah aktif menyelenggarakan
program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib memperbaharui izin
penyelenggaraan secara periodik setiap 5 (lima) tahun dan apabila tidak
memperbaharui ijin maka dinyatakan ditutup.
3) Lembaga yang mengajukan permohonan pembukaan kembali, atau yang baru
untuk pertama kalinya mengajukan permohonan izin penyelenggaraan
program S-1 Pendidikan Profesional Konselor wajib untuk melengkapi
usulnya dengan studi kelayakan untuk meyelenggarakan program S-1
Pendidikan Profesional Konselor.
4) Data pendukung bagi usulan terdiri dari (1) hasil studi kelayakan, (2) adanya
wadah kelembagaan bagi pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya
termasuk SDM bidang Bimbingan dan Konseling, (3) sarana-prasarana dan
SDM dengan keahlian pendukung sesuai dengan jelas dan jumlah yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan program, (4) kesepahaman formal dengan
pengguna lulusan termasuk proyeksi kebutuhan ketenangaan kabupaten/kota
setempat minimal untuk kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan, dan (5)
mendapatkan rekomendasi dari Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN).
60
5) Demi peningkatan akses terhadap pelayanan pendidikan yang bermutu, izin
penyelenggaraan program S-1 Pendidikan Profeional Konselor diberikan
dengan memperhatikan butir (a) s.d. (d) dan mempertimbangkan sebaran
lokasi geografis serta kebutuhan lulusan dan pertumbuhan regional tanpa
mengabaikan persyaratan kelayakan akademik termasuk kesediaan membina
kapasitas secara melembaga jika diberi izin penyelenggaraan.
(Dirangkum dari Depdiknas, 2007)
BAB VII
LAPANGAN PRAKTIK PELAYANAN PROFESIONAL KONSELOR/
GURU BIMBINGAN DAN KONSELING
1.1 Pengantar
Konselor/Guru BK yang sudah bergelar profesi Konselor (Kons), atau bergelar
Guru Profesional di bidang bimbingan dan konseling (Gr) memiliki kewenangan untuk
berpraktek menyelenggarakan proses pembelajaran dengan menggunakan modus
pelayanan konseling terhadap sasaran layanan, baik pada setting persekolahan maupun di
luar persekolahan (Prayitno, 2008). Dengan demikian dapat dipahami bahwa seorang
pemegang gelar profesi di bidang bimbingan dan konseling memiliki “perluasan
kewenangan” tidak hanya untuk bekerja pada setting pendidikan formal saja, melainkan
juga pada seting lainnya di luar persekolahan. Kewenangan yang lebih luas ini membuat
61
profesi konseling memiliki tanggung jawab yang lebih besar dalam menampilkan dan
menjaga kemartabatannya.
62
Dalam Permen tersebut juga dinyatakan bahwa bimbingan dan konseling
sebagai bagian integral dari pendidikan adalah upaya memfasilitasi dan memandirikan
peserta didik dalam rangka tercapainya perkembangan yang utuh dan optimal.
Layanan bimbingan dan konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan
berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru BK untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik/konseli untuk mencapai kemandirian,
dalam wujud kemampuan memahami, menerima, mengarahkan, mengambil
keputusan, dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai
kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupannya.
Pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling menurut K-13 adalah
dilaksanakan secara langsung (tatap muka) antara konselor atau guru bimbingan dan
konseling dengan konseli dan tidak langsung (menggunakan media tertentu). Layanan
ini dilaksanakan secara individual, kelompok, klasikal. dan kelas besar (terdiri atas
beberapa kelas). Adapun tugas konselor atau guru BK di satuan pendidikan adalah
merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi dan melakukan tindak lanjut layanan
bimbingan dan konseling.
Layanan bimbingan dan konseling di sekolah menengah memiliki fungsi: (1)
pemahaman, (2) fasilitasi, (3) penyesuaian, (4) penyaluran. (5) adaptasi, (6)
pencegahan, (7) perbaikan dan Penyembuhan, (8) pemeliharaan, (9) pengembangan,
dan (10) fungsi advokasi. Sedangkan tujuan layanan bimbingan dan konseling
berdasarkan K-13 secara umum adalah membantu peserta didik/konseli agar dapat
mencapai kematangan dan kemandirian dalam kehidupannya serta menjalankan tugas-
tugas perkembangannya yang mencakup aspek pribadi, sosial, belajar, karir secara
utuh dan optimal. Tujuan khusus layanan bimbingan dan konseling adalah membantu
konseli agar mampu: (1) memahami dan menerima diri dan lingkungannya; (2)
merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir dan kehidupannya di
masa yang akan datang; (3) mengembangkan potensinya seoptimal mungkin; (4)
menyesuaikan diri dengan lingkungannya; (5) mengatasi hambatan atau kesulitan
yang dihadapi dalam kehidupannya dan (6) mengaktualiasikan dirinya secara
bertanggung jawab.
Layanan bimbingan dan konseling sebagai layanan profesional yang
diselenggarakan pada satuan pendidikan mencakup komponen program, bidang
layanan, struktur dan program layanan, kegiatan dan alokasi waktu layanan.
Komponen program meliputi layanan dasar, layanan peminatan dan perencanaan
individual, layanan responsif, dan dukungan sistem, sedangkan bidang layanan terdiri
atas bidang layanan pribadi, sosial, belajar, dan karir. komponen program dan bidang
layanan dituangkan ke dalam program tahunan dan semesteran dengan
mempertimbangkan komposisi, proporsi dan alokasi waktu layanan, baik di dalam
maupun di luar kelas.
63
Program kerja layanan bimbingan dan konseling disusun berdasarkan hasil
analisis kebutuhan peserta didik/konseli dan struktur program dengan menggunakan
sistematika minimal meliputi: rasional, visi dan misi, deskripsi kebutuhan, komponen
program, bidang layanan, rencana operasional, pengembangan tema/topik,
pengembangan RPLBK, evaluasi-pelaporan-tindak lanjut, dan anggaran biaya.
Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan secara keseluruhan
dikemas dalam empat komponen layanan, yaitu komponen: (a) layanan dasar, (b)
layanan peminatan dan perencanaan individual, (c) layanan responsif, dan (d)
dukungan sistem. (secara lengkap penjelasan komponen-komponen ini dapat dilihat
pada lampiran Permen Dikbud nomor 111 terlampir).
Layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan diselenggarakan di
dalam kelas (bimbingan klasikal) dan di luar kelas. Kegiatan bimbingan dan konseling
di dalam kelas dan di luar kelas merupakan satu kesatuan dalam layanan profesional
bidang bimbingan dan konseling. Layanan dirancang dan dilaksanakan dengan
memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan
antarjenjang kelas, serta mensinkronkan dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran
dan kegiatan ekstra kurikuler.
Layanan bimbingan dan konseling diselenggarakan secara terencana dan
terprogram berdasarkan asesmen kebutuhan (need assessment) yang dianggap penting
(skala prioritas) dilaksanakan secara rutin dan berkelanjutan (scaffolding). Semua
peserta didik harus mendapatkan layanan bimbingan dan konseling secara terencana,
teratur dan sistematis serta sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, konselor atau guru
BK dialokasikan jam masuk kelas selama 2 (dua) jam pembelajaran per minggu setiap
kelas secara rutin terjadwal. Layanan bimbingan dan konseling di dalam kelas bukan
merupakan mata pelajaran bidang studi, namun terjadwal secara rutin di kelas
dimaksudkan untuk melakukan asesmen kebutuhan layanan bagi peserta didik/konseli
dan memberikan layanan yang bersifat pencegahan, perbaikan dan penyembuhan,
pemeliharaan, dan atau pengembangan. Pelayanan bimbingan dan konseling
berdasarkan kurikulum 2013 dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas.
64
pencapaian perkembangan optimal peserta didik dan tujuan pendidikan nasional.
Materi layanan bimbingan klasikal disusun dalam bentuk rencana pelaksanaan
layanan bimbingan klasikal (RPLBK).
Layanan bimbingan dan konseling di luar kelas.
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di luar kelas, meliputi konseling
individual, konseling kelompok, bimbingan kelompok, bimbingan kelas besar atau
lintas kelas, konsultasi, konferensi kasus, kunjungan rumah (home visit), advokasi,
alih tangan kasus, pengelolaan media informasi yang meliputi website dan/atau leaflet
dan/atau papan bimbingan dan konseling, pengelolaan kotak masalah, dan kegiatan
lain yang mendukung kualitas layanan bimbingan dan konseling. Kegiatan pendukung
lainnya tersebut meliputi manajemen program berbasis kompetensi, penelitian dan
pengembangan, pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB), serta kegiatan
tambahan yang relevan dengan profesi bimbingan dan konseling atau tugas
kependidikan atau lainnya yang berkaitan dengan tugas profesi bimbingan dan
konseling yang didasarkan atas tugas dari pimpinan satuan pendidikan atau
pemerintah. Berikut ini penjelasan beberapa kegiatan profesi bimbingan dan
konseling yang di luar kelas.
Konseling individual merupakan kegiatan terapeutik yang dilakukan secara
perseorangan untuk membantu peserta didik/konseli yang sedang mengalami masalah
atau kepedulian tertentu yang bersifat pribadi. Dalam pelaksanaannya, peserta
didik/konseli dibantu oleh konselor atau guru BK untuk mengidentifikasi masalah,
penyebab masalah, menemukan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan terbaik untuk mewujudkan keputusannya dengan penuh tanggung jawab
dalam kehidupannya. Konselor/guru BK dalam menghadapi konseli tentu tidak hanya
berbekal satu atau dua pendekatan tetapi kaya dengan teori dan teknik konseling yang
telah dipelajari sebelunya.
Konseling kelompok merupakan kegiatan terapeutik yang dilakukan dalam
situasi kelompok untuk membantu menyelesaikan masalah individu yang bersifat
rahasia. Dalam pelaksanaannya, peserta didik/konseli dibantu oleh konselor atau guru
BK dan anggota kelompok untuk mengidentifikasi masalah, penyebab masalah,
menemukan alternatif pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan terbaik dan
mewujudkan keputusannya dengan penuh tanggung jawab.
Bimbingan kelompok merupakan pemberian bantuan kepada peserta
didik/konseli melalui kelompok-kelompok kecil terdiri atas dua sampai sepuluh orang
untuk maksud pencegahan masalah, pemeliharaan nilai-nilai atau pengembangan
keterampilan-keterampilan hidup yang dibutuhkan. Bimbingan kelompok harus
dirancang sebelumnya dan harus sesuai dengan kebutuhan nyata anggota kelompok.
Topik bahasan dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan angggota kelompok atau
dirumuskan sebelumnya oleh Konselor atau Guru Bimbingan dan Konseling
65
berdasarkan pemahaman atas data tertentu. Topiknya bersifat umum (common
problem) dan tidak rahasia. seperti: cara-cara belajar yang efektif, kiat-kiat
menghadapi ujian, pergaulan sosial, persahabatan, penanganan konflik, mengelola
stress.
Bimbingan kelas besar atau lintas kelas merupakan kegiatan yang bersifat
pencegahan, pengembangan yang bertujuan memberikan pengalaman, wawasan, serta
pemahaman yang menjadi kebutuhan peserta didik, baik dalam bidang pribadi, sosial,
belajar, serta karir. Salah satu contoh kegiatan bimbingan lintas kelas adalah career
day.
Konsultasi merupakan kegiatan berbagi pemahaman dan kepedulian antara
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, orang tua,
pimpinan satuan pendidikan, atau pihak lain yang relevan dalam upaya membangun
kesamaan persepsi dan memperoleh dukungan yang diharapkan dalam memperlancar
pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.
Konferensi kasus (case conference) merupakan kegiatan yang diselenggarakan
oleh konselor atau guru pembimbing dengan maksud membahas permasalahan peserta
didik/konseli. Dalam pelaksanaannya, melibatkan pihak-pihak yang dapat
memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi penyelesaian masalah
peserta didik/konseli.
Kunjungan rumah (home visit) merupakan kegiatan mengunjungi tempat
tinggal orangtua/wali peserta didik/konseli dalam rangka klarifikasi, pengumpulan
data, konsultasi dan kolaborasi untuk penyelesaian masalah peserta didik/konseli.
Alih tangan kasus (referral) adalah pelimpahan penanganan masalah peserta
didik/konseli yang membutuhkan keahlian di luar kewenangan konselor atau guru
bimbingan dan konseling. Alih tangan kasus dilakukan dengan menuliskan masalah
konseli dan intervensi yang telah dilakukan, serta dugaan masalah yang relevan
dengan keahlian profesional yang melakukan alih tangan kasus.
Advokasi adalah layanan bimbingan dan konseling yang dimaksudkan untuk
memberi pendampingan peserta didik/konseli yang mengalami perlakuan tidak
mendidik, diskriminatif, malpraktik, kekerasan, pelecehan, dan tindak kriminal.
Kolaborasi adalah kegiatan fundamental layanan BK dimana konselor atau
guru bimbingan dan konseling bekerja sama dengan berbagai pihak atas dasar prinsip
kesetaraan, saling pengertian, saling menghargai dan saling mendukung. Semua upaya
kolaborasi diarahkan pada suatu kepentingan bersama, yaitu bagaimana agar setiap
peserta didik/konseli mencapai perkembangan yang optimal dalam aspek
perkembangan pribadi, sosial, belajar dan karirnya. Kolaborasi dilakukan antara
konselor atau guru bimbingan dan konseling dengan guru mata pelajaran, wali kelas,
orang tua, atau pihak lain yang relevan untuk membangun pemahaman dan atau upaya
66
bersama dalam membantu memecahkan masalah dan mengembangkan potensi
peserta didik/konseli.
Pengelolaan Media informasi merupakan kegiatan penyampaian informasi
yang ditujukan untuk membuka dan memperluas wawasan peserta didik/konseli
tentang berbagai hal yang bermanfaat dalam pengembangan pribadi, sosial, belajar,
dan karir, yang diberikan secara tidak langsung melalui media cetak atau elektronik
(seperti web site, buku, brosur, leaflet, papan bimbingan).
Pengelolaan kotak masalah merupakan kegiatan penjaringan masalah dan
pemberian umpan balik terhadap peserta didik yang memasukkan surat masalah
kedalam sebuah kotak yang menampung masalah-masalah peserta didik.
67
2) Kinerja Konselor dalam Pengelolaan Satuan Pendidikan
Dalam satuan pendidikan terdiri dari unsur-unsur pengelola yang dapat
digambarkan sebagai berikut.
Pimpinan Sekolah/
Madrasah
POAC
TU
POAC
68
Guru MP Wali Kelas Konselor/Guru BK
SISWA
Keterangan:
: Garis Koordinasi
: Garis Konsultasi
POAC : Planning, Organizing, Actuating, Conrolling
Mekanisme pengelolaan:
1) Semua unsur/pihak dalam organisasi tersebut (kecuali unsur siswa) menyusun
dan menyelenggarakan POAC-nya masing dengan sebaik-baiknya. POAC
konselor/guru BK sebagaimana dikemukakan di atas ditujukan kepada seluruh
siswa yang menjadi tanggung jawabnya (minimum 150 orang siswa) dengan
volume kerja pelayanan minimal 24 jam pelayanan perminggu.
2) Kondisi yang sangat menguntungkan terjadi apabila semua unsur yang ada
(terutama konselor/guru BK, guru MP, wali kelas, dan Tata Usaha (TU)
saling mengharmonisasikan POAC-POAC mereka dalam suasana kerja sama.
3) POAC pimpinan satuan pendidikan (Kepala Sekolah/Madrasah)
mengkoordinasikan POAC-POAC semua unsur bawahannya untuk
menciptakan ketepatgunaan dan keayagunaan yang optimal di seluruh satuan
pendidikan sesuai dengan fungsi dan tugas pokok setiap unsur
sekolah/madrasah secara keseluruhan (Ikatan Konselor Indonesia, 2008).
c. Pengawasan Kegiatan
Kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dipantau,
dievaluasi dan dibina melalui kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan
tersebut dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
1) Pemantauan/pengawasan/pembinaan kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling dilakukan secara:
(a) Internal, oleh pimpinan satuan pendidikan (lembaga kerja);
(b) Eksternal, oleh petugas yang ditunjuk atasan satuan pendidikan (lembaga
kerja);
(c) Ekstra kelembagaan (oleh pengawas, komite sekolah, dan organisasi
profesi).
69
2) Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor/guru BK dan
implementasi kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling, yang menjadi
kewajiban dan tugas konselor/guru BK di satuan-satuan pendidikan (lembaga
kerja).
3) Pengawasan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan secara
berkala, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling di satuan pendidikan
(lembaga kerja).
70
Sedangkan dalam lembaga kemasyarakatan, seperti di panti-panti asuhan, rumah
jompo, sifatnya bisa relatif lebih permanen.
71
BAB VIII
HUBUNGAN PROFESI BK DENGAN PROFESI LAIN
8.1 Pengantar
Konselor/guru BK di sekolah tidak dapat berfungsi sendiri untuk memenuhi
kebutuhan semua siswa. Keberhasilan siswa tergantung pada usaha kolaboratif dengan
pemangku kepentingan lainnya (Griffin & Farris, 2010: 253). Oleh karena itu
konselor/guru BK harus mampu menjalin kerjasama dengan pihak-pihak yang dianggap
dapat menyelesaikan permasalahan konseli.
Salah satu peran penting konselor/guru bimbingan dan konseling adalah menjadi
anggota tim dari suatu kelompok profesi penolong lainnya. Konselor/guru bimbingan dan
konseling dapat memainkan peran di sejumlah tim, dalam hal ini, tim profesi penolong
(Gibson, dan Marianne H. Mitchell, 2011). Tim yang dimaksud meliputi psikolog
sekolah, pekerja sosial, spesialis tuna rungu dan tunawicara, serta personil kesehatan
(dokter, paramedis). Untuk menjamin pekerjaan menjadi efektif antara satu dengan yang
lain, maka anggota harus memahami laporan dan tanggung jawab masing-masing serta
72
bagaimana dapat mendukung satu sama lain. Hal ini tidak selalu mdah karena peran
masing-masing anggota tim sering kali tumpang tindih. Oleh karena itu, menjadi
tanggung jawab konselor/guru bimbingan dan konseling serta anggota profesi penolong
lainnya untuk mengawali dan mengembangkan hubungan kerja kooperatif dan positif
yang konsisten dengan konsep tim.
Beberapa profesi yang sangat erat kaitannya dengan profesi bimbingan dan
konseling adalah antara lain, psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah, pendidik khusus,
personil kesehatan sekolah, dan psikiatrer. Kelima jenis profesi ini dapat dijelaskan secara
singkat sebagai berikut.
a. Psikolog Sekolah
73
Para pekerja sosial dilatih untuk membentu individu, khususnya anak-anak
muda di usia sekolah, agar sanggup menhhadapi dan mengatasi problem pribadi dan
sosial mereka secara efektif. Beberapa di antaranya menyangkut penyesuaian diri
terhadap lingkungan yang baru, hubungan antar pribadi serta masalah keluarga.
Pekerja sosila menyediakan layanan bantuan bagi anak-anak yang tidak
mampu memanfaatkan waktu secara efektif untuk pendidikan mereka. Dalam peran
ini pekerja sosial sebagai rujukan bagi anak yang memiliki masalah emosi dan sosial
serta mereka yang kurang mampu melakukan penyesuaian sosial di sekolah. Pekerja
sosial memiliki keahlian interview dan kasus khusus yang digunakan dalam konteks
sekolah-anak-orang tua. Pekerja sosial berkerja sama dengan lembaga-lembaga
komunitas dan para penolong profesional di luar sekolah, seperti dokter, pengacara
dan para pelayan publik.
Pekerja sosial sekolah merupakan anggota penting dalam tim layanan sekolah.
Konselor dan personil profesional penolong lainnya bergantung kepada pekerja sosial
untuk menyediakan pemahaman lebih baik tentang anak, khususnya yang terkait
dengan lingkungan rumah dan sifat problem siswa.
c. Pendidik Khusus
Pendidik khusus adalah guru yang ditugasi untuk menangani anak-anak yang
memiliki keterbatasan-keterbatasan baik fisik maupun mental, atau anak yang
berkebutuhan khusus yang ditempatkan pada kelas-kelas reguler. Guru kelas reguler
juga bertanggung jawab bagi kemajuan siswa-siswa semacam itu di kelasnya. Secara
hukum, anak-anak yang berkebutuhan khusus harus mendapatkan hak yang sama
dengan anak-anak normal lainnya. Karena itu, bagi anak-anak yang berkebutuhan
khusus perlu ada program individualisasi untuk memaksimalkan potensi diri setiap
siswa. Karena itu pula ada pendidik khusus untuk mereka. Disadari bahwa
konselor/guru bimbingan dan konseling memiliki keahlian khusus dalam asesmen dan
penempatan, konseling individual, keonseling kelompok, bimbingan kelompok,
bimbingan karir yang bisa membantu anak-anak yang berkebutuhan khusus ini.
Berkonsultasi dengan orang tua juga akan banyak membantu. Di semua aspek ini,
konselor/guru bimbingan dan konseling akan bekerja sama dengan pendidik khusus
dan profesional penolong lainnya untuk memaksimalkan peluang pendidikan bagi
sisa-siswa.
74
Kaum profesional ini juga mengidentifikasikan anak-anak yang perlu perawatan
medis tertentu sebagai sumber daya yang perlu diperiksa mengenai ada tidaknya
kelemahan atau gangguan fisik yang dapat menghambat perkembangan atau
penyesuaian diri mereka. Personil-personil ini biasanya bertanggung jawab untuk
beberapa sekolah. Ketika mengunjungi sekolah yang berbeda-beda, mereka cenderung
merawat berbagai gangguan kesehatan. Pada umumnya sekolah juga melakukan
pemeriksaan umum di awal dan akhir semester, tes pendengaran, pemeriksaan gigi
dan pemberian imunisasi. Personil medis biasanya akan menindaklanjuti laporan-
laporan guru tentang kekerasan yang dialami anak, penyalahgunaan obat oleh anak,
dan kehamilan dini.
e. Psikiater
75
BAB IX
9.1 Pengantar
Setiap profesi memiliki materi keilmuan dan arah pelaksanaannya. Demikian pula
halnya dengan profesi bimbingan dan konseling. Dasar keilmuan bimbingan dan
konseling merujuk kepada landasan filosofis dan keilmuan pendidikan. Oleh karena itu,
segenap materi filosofis dan bidang keilmuan pendidikan digunakan sebagai dasar dalam
bidang keilmuan dan pelaksanaan pelayanan BK.
76
menyeluruh) yang digunakan dalam bidang pendidikan. Dalam pelaksanaan pelayanan
BK, pelaksana layanan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dengan
mengaktifkan dinamika BMB3 (berpikir, merasa, bersikap, bertindak, dan bertanggung
jawab) terhadap sasaran layanan dalam rangka mengembangkan potensi mereka secara
optimal. Pelayanan BK terarah pada pengembangan enam fokus pendidikan terhadap
sasaran layanan, yaitu agar mereka memiliki (1) kekuatan spiritual keagamaan, (2)
pengendalian diri, (3) kepribadian, (4) kecerdasan, (5) akhlak mulia, dan (6) keterampilan
yang berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara, untuk menjadi pribadi utuh
yang mandiri dan mampu mengendalikan diri. Keilmuan dan pelaksanaan pendidikan di
Indonesai mengacu pada filsafat dan budaya bangsa Indonesia, yaitu berdasarkan
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD 1945 dan NKRI; demikian pula pelayanan BK.
Prinsip TJS (tiga jadi satu: ilmiah, amaliah dan imaniah) sebagai landasan keilmuan dan
praktik pendidikan juga menjadi landasan yang sama bagi pelayanan BK (Disarikan dari
buku: Landasan Keilmuan dan Keprofesionalan Bimbingan dan Konseling oleh Prayitno
(2018).
Apabila keilmuan dan praktik usaha pendidikan terarah pada semua subjek
kemanusiaan, demikian pulalah pelayanan BK. Tidak seorangpun boleh dikecualikan dari
upaya pendidikan; demikian pulalah pelayanan BK; tidak ada diskriminasi; semuanya
dimuliakan dalam pengembangan dan perwujudan kemanusiaan seutuhnya, menuju
kondisi kehidupan DBMSB-DA (Damai, Berkembang, Maju, Sejahtera, dan Bahagia di
Dunia dan Akhirat) (Prayitno (2018).
77
untuk SMU, dan Buku IV untuk SMK (Prayitno, dkk, 1997). Keempat buku berseri
tersebut telah digunakan sebagai bahan penataran dalam Penataran Guru
Pembimbing, baik tingkat nasional maupun tingkat regional dan provinsi, yang
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah sejak tahun
1993. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar
Biasa, pengertian Bimbingan dirumuskan sebagai berikut:
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta didik dalam
rangka upaya menemukan pribadi, mengatasi masalah yang disebabkan
oleh kelainan yang disandang, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa depan.
Sesuai dengan perkembangan kebutuhan di sekolah, pengertian Bimbingan
dan Konseling selalu mengalami perkembangan. Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan
Konseling pada Pendidikan Dasar dan Menengah dikemukakan bahwa:
Dalam rangka pengembangan kompetensi hidup, peserta didik memerlukan
sistem layanan pendidikan di satuan pendidikan yang tidak hanya
mengandalkan layanan pembelajaran mata pelajaran/bidang studi dan
manajemen, tetapi juga layanan bantuan khusus yang lebih bersifat psiko-
edukatif melalui layanan Bimbingan da Konseling.
Setiap peserta didik satu dengan lainnya berbeda kecerdasan, bakat, minat,
kepribadian, kodisi fisik dan latar belakang keluarga serta pengalaman
belajar yang menggambarkan adanya perbedaan masalah yang dihadapi
peserta didik, sehingga memerlukan layanan Bimbingan dan Konseling.
78
menangani dan membantu peserta didik yang secara individual mengalami
masalah psikologis atau psiko-sosial, seperti sulit berkonsentrasi, rasa
cemas,dan gejala perilaku menyimpang.
b. Arah Pelayanan
Pada tahun 1990-an keilmuan BK diperkembangkan secara intensif. Dalam buku
Seri Pemandu Pelaksanaan BK di Sekolah yang diterbitkan berdasarkan surat
keputusan bersama Mendikbud Nomor 0433/1993 dan Kepala Badan Administrasi
Kepegawaian Negara Nomor 25/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya digaris bawahi pokok-pokok materi tentang arah pelaksanaan BK, yang
mana materi tersebut terus dikembangkan sampai sekarang juga. Materi tersebut antara
lain tentang:
79
5) Asas-asas BK, meliputi :
• Asas kerahasiaan
• Asas Kesukarelaan
• Asas keterbukaan
• Asas kegiatan
• Asas kemandirian
• Asas kekinian
• Asas kedinamisan
• Asas keterpaduan
• Asas kenormatifan
• Asas keahlian
• Asas alih tangan
• Tut Wuri Handayani
81
memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah
peserta didik melalui pertemuan, yang bersifat bebas dan tertutup.
d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan
dengan orang tua dan atau anggota keluarganya.
e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka
yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi,
kemampuan sosial, kegiatan belajar dan karir/ jabatan.
f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah
peserta didik ke phak lain sesuai keahlian dan kewenangan ahli yang
dimaksud.
Penyelenggara Layanan
Sebagai pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling, Guru Bimbingan dan
Konseling atau Konsleor bertugas dan berkewajiban menyelenggarakan layanan yang
mengarah pada (1) pelayanan dasar, (2) pelayanan pengembangan, (3) pelayanan
peminatan studi, 4) pelayanan teraputik, dan (5) pelayanan diperluas.
a. Pelayanan Dasar, yaitu pelayanan mengarah kepada terpenuhinya
kebutuhan siswa yang paling elementer, yaitu kebutuhan makan dan minum,
udara segar, dan kesehatan, serta kebutuhan hubungan sosio-emosional.
Orang tua, guru dan orang-orang yang dekat (significant persons) memiliki
peranan paling dominan dalam pemenuhan kebutuhan dasar siswa. Dalam
hal ini, konselor atau guru bimbingan dan konseling pada umumnya
berperan secara tidak langsung dan mendorong para significant persons
berperan optimal dalam memenuhi kebutuhan paling elementer siswa.
85
Perpostur sebagai hasil layanan konseling terarah pada terpenuhinya lima kebutuhan
dasar manusia, yaitu: rasa aman, kompetensi, aspirasi semangat, dan kesempatan
(Prayitno, 2015).
BAB X
10.1 Pengantar
Layanan bimbingan dan konseling adalah suatu layanan yang diberikan oleh
tenaga yang profesional dalam bidang bimbingan dan konseling kepada peserta didik atau
siswa dan anggota masyarakat lainnya supaya mereka mampu mengembangkan dirinya,
mengenali dirinya sendiri, serta mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapinya
sehingga dapat meningkatkan kemandiriannya dan dapat hidup efektif sehari-hari.
Sebagai layanan profesional tenaga pemberi layanan bimbingan dan konseling
sudah sewajarnya membentuk organisasi profesi. Organisasi profesi bimbingan dan
konseling ini menjadi wadah para konselor/guru BK serta menjadi perekat utama seluruh
anggota yang menjalankan layanan bimbingan dan konseling. Salah satu kewajiban
organisasi profesi bimbingan dan konseling adalah merumuskan kode etik profesi
bimbingan dan konseling itu sendiri.
86
10.2 Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
87
c. Asas dan Tujuan Organisasi Profesi Bimbingan dan Konseling
Berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi
ABKIN bab II pasal 2 dinyatakan bahwa Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia berasaskan Pancasila. Sementara tujuan oraganisasi ABKIN dinyatakan
dalam bab yang sama pasal 3 adalah:
88
dan diamankan oleh setiap anggota Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
(ABKIN). Oleh karena itu, kode etik wajib dipatuhi dan diamalkan oleh seluruh
jajaran pengurus dan anggota organisasi tingkat Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota (PB-ABKIN, 2018).
Dalam kaitan ini kode etik profesi bimbingan dan konseling dinyatakan dalam
bentuk seperangkat standar, aturan, dan atau pedoman yang mengatur dan
mengarahkan ucapan, tindakan, dan/atau perilaku guru bimbingan dan konseling,
konselor, dosen bimbingan dan konseling anggota ABKIN sebagai pemegang kode
etik yang bekerja pada berbagai sektor dan dalam interaksi mereka dengan mitra
kerja serta sasaran layanan atau konseli dan anggota masyarakat pada umumnya (PB-
ABKIN, 2018).
b. Tujuan
Tujuan dirumuskannya kode etik Bimbingan dan Konseling Indonesia adalah
sebagai berikut: (1) Memberikan panduan perilaku yang berkarakter dan profesional
bagi anggota dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling. (2) Membantu
anggota dalam membangun kegiatan pelayanan yang profesional. (3) Mendukung
misi organisasi profesi, yaitu Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN)
dan divisi-divisinya, (4) Menjadi landasan dan arah dalam menghadapi dan
menyelesaikan permasalahan yang datang dari dan mengenai diri anggota asosiasi,
dan (5) Melindungi anggota asosiasi dan sasaran layanan (konseli). Secara lengkap
rumusan kode etik bimbingan dan konseling dapat dilihat dalam lampiran 2.
DAFTAR PUSTAKA
Brammer, L.M. 1998. The Helping Relationship: Process and Skills. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Corey, G. 2013. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy. Belmont, CA:
Brooks/Cole.
Ditjen Dikti, Depdiknas. 2004. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Proyek
Peningkatan Tenaga Akademik.
Faiver, C.S. Eisengart, dan R. Colonna. 2004. The Counselor intern’s handbook. (3rd
Edition). Belmont, CA: Brooks/Cole.
89
Gibson, Robert L & Marianne H. Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling (Alih bahasa
oleh Yudi Santoso). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Griffin, D. & Farris, A. 2010. School Counselor and Collaboration: Finding resources
through commnity asset mapping, Professional School Counseling, 13(5), 248-256.
Ikatan Konselor Indonesia (IKI). 2008. Arah Pemikiran Pengembangan Profesi Konselor.
Padang: Ikatan Konselor Indonesia.
Myrick, R.D. 1997. Developmental Guidance and Counseling: A practical Approach (3rd
ed.). Minneapolis, MN: Educational Media Corporation.
PB-ABKIN (1). 2018. Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia. Yogyakarta: PB-
ABKIN.
PB-ABKIN (2). 2018. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Asosiasi Bimbingan
dan Konseling dan Konseling Indonesia, Yogyakarta: PB-ABKIN.
Pietrofesa, J.J., Leonard, G.L. dan Hoose, W.V. 1978. The authentic Counselor. Chicago:
Rand McNally College Publishing Company.
Prayitno, dkk. 1997. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Gramedia/Grasindo.
Prayitno. 2008. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Padang: Universitas Negeri Padang.
Prayitno. 2009. Arah Kinerja Profesional Konselor Sekolah. Padang: PPK-Jurusan BK-
UNP.
Wibowo, Mungin Eddy. 2019. Konselor Profesional Abad 21. Semarang: UNNES Press.
90
91