Anda di halaman 1dari 6

JURNAL TAMBORA

JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X


Vol. 3 No. 1 Februari 2019
KOLOM ILMIAH
Science and Technology

PENGGUNAAN BAHASA DALAM PERSPEKTIF TINDAK TUTUR DAN


IMPLIKASINYA BAGI PENDIDIKAN LITERASI
Eka Haryanti
Fakultas Teknik, Universitas Teknologi Sumbawa
Email: ekaharyanti.uts@gmail.com

ABSTRAK
Penggunaan bahasa merupakan realita komunikasi yang berlangsung dalam
Diterima: interaksi sosial, karena pada prinsipnya, percakapan tersebut menggunakan
Januari 2019 bahasa sebagai alat komunikasi dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu, bahasa
tidak lepas dari pengaruh sosial budaya. Bahasa menjadi bagian penting yang
Diterbitkan: dipakai dalam berkomunikasi dan mengembangkan kebudayaan dari satu
Februari 2019 generasi dan kegenerasi berikutnya.Bahasa dikaji pula dalam berbagai perspektif,
seperti telaah linguistik fungsional yang mengkaji penggunaan bahasa sebagai
sarana komunikasi, telaah sosiolinguistik yang mengkaji bahasa dalam
masyarakat sebagai kelompok sosial dengan berbagai variabel sosialnya, telaah
psikolinguistik yang mengkaji penggunaan bahasa dan proses perkembangan
bahasa, telaah linguistik terapan yang dimanfaatkan untuk kepentingan
terjemahan dan pengajaran bahasa, kemudian berbagai telaah tekstual dan
kewacanaan.
Tindak tutur atau dalam bahasa Inggris disebut speech act merupakan aktivitas
mengujarkan atau menuturkan tuturan dengan maksud tertentu. Austin dan Searle
dalam Schiffrin (1994:63) mengatakan bahwa tindak tutur digunakan untuk
melakukan tindakan sehingga bahasa dihubungkan dengan makna dan tindakan.
Rasionalitas munculnya istilah tindak tutur adalah penutur tidak semata-mata
mengatakan sesuatu dengan mengucapkan ekspresi saja. Dalam pengucapan
ekspresi itu penutur juga melakukan tindakan sesuatu.Literasi memerlukan
Kata kunci: setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan-hubungan antara
Bahasa, Tindak konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya
Tutur, Pendidikan kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu.
Literasi Karena peka dengan maksud dan tujuan, literasi itu bersifat dinamis, tidak statis,
dan dapat bervariasi di antara komunitas dan kultur wacana.

PENDAHULUAN Barat. Karena berbagai faktor, dalam


perkembangannya bahasa Melayu menjelma
Bahasa Indonesia hanya satu dari sekitar 6.700
menjadi bahasa Nasional Republik Indonesia,
buah bahasa di dunia. Bahasa-bahasa di dunia
Malaysia, dan Brunei Darussalam
berkembang dari satu bahasa yang dibawa oleh
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang
nabi Adam A.S. dan Siti Hawa sebagai sepasang
merdeka, telah memperjuangkan kemerdekaannya
manusia pertama. Sebagaimana disebutkan Al
sendiri, diperjuangkan oleh seluruh rakyat
Quran bahwa setiap nabi diutus oleh Allah SWT
Indonesia. Dengan semangat cinta tanah air,
membawa ajaran Tuhan ke bumi. Ajaran untuk
seluruh elemen rakyat Indonesia telah merebut
menyampaikan misi Tuhan dalam memakmurkan
kemerdekaannya dari cengkraman bangsa penjajah.
bumi. Pada konteks ini, bahasa menjadi bagian
Bahasa Indonesia adalah salah satu bukti yang
penting yang dipakai dalam berkomunikasi dan
menunjukkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
mengembangkan kebudayaan dari satu generasi
merdeka, yang menciptakan bahasanya sendiri
dan kegenerasi berikutnya. Menurut Ambri (dalam
berdasarkan kesepakatan seluruh lapisan
Zahari, 2011) menyebutkan bahwa asal usul bahasa
masyarakat melalui momentum Sumpah Pemuda
di dunia ini terdiri atas empat rumpun. Salah satu
tahun 1928. Bahasa itulah yang digunakan sebagai
dari rumpun itu adalah rumpun Asutria yang
alat komunikasi yang dipakai oleh seluruh orang
kemudian digolongkan menjadi dua bagian, yakni:
yang menempati wilayah Negara kesatuan
bahasa Austronesia (Austronesia sebelah Barat dan
Republik Indonesia.
sebelah Timur). Dan bahasa Melayu menjadi
Dasar hukum dalam membina dan
bagian dari rumpun bahasa Austronesia sebelah
pengembangan bahasa Indonesia adalah Undang-

21
JURNAL TAMBORA
JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X
Vol. 3 No. 1 Februari 2019
undang Dasar Negara Tahun 1945. Undang-undang Penggunaan bahasa pada percakapan dalam
nomor 25 tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan pembelajaran di kelas menarik untuk dipahami.
lambing Negara, serta lagu kebangsaan. Terdapat Sesuai dengan pandangan fungsional terhadap
pada pasal 29, ayat (1) “Bahasa Indonesia wajib bahasa, untuk memahami penggunaan bahasa dapat
digunakan sebagai bahasa pengantar dalam dilakukan dengan memandang percakapan sebagai
pendidikan”. Terdapat pula pada pasal 33 ayat (1) peristiwa komunikasi atau peristiwa tutur
“Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam bersemuka. Peristiwa komunikasi itu ditandai oleh
komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah percakapan antara penutur dan mitra tutur yang
dan swasta”. Bahasa menjadi alat utama untuk bersifat resiprokal bersemuka yang bentuknya
menjadikan manusia sebagai makhluk sosial yang ditentukan oleh tujuan sosial (Richard, 1995:5).
dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dalam mengkaji pemakaian bahasa penutur dan
Penggunaan bahasa merupakan realita mitra tutur pada percakapan dalam sebuah situasi,
komunikasi yang berlangsung dalam interaksi tuturan dapat dipandang sebagai tindak tutur dan
sosial, karena pada prinsipnya, percakapan tersebut harus ditempatkan dalam keseluruhan konteks
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi peristiwa tutur sesuai dengan konteks sosial
dalam interaksi sosial. Oleh sebab itu, bahasa tidak budaya.
lepas dari pengaruh sosial budaya. Hal ini sesuai
PEMBAHASAN
dengan pandangan fungsional terhadap bahasa
sebagai sistem tanda tidak terlepas dari faktor Konsep Dasar Penggunaan Bahasa
eksternal, yaitu ciri sosial, ciri demografi, dan Bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang
sebagainya dan fungsi bahasa tidak saja untuk dihasilkan oleh alat ucap manusia adalah fenomena
komunikasi, tetapi juga menunjukkan identitas alamiah, tetapi bahasa sebagai alat interaksi sosial
sosial bahkan budaya pemakainya (Brown dan di dalam masyarakat manusia adalah merupakan
Yule, 1996:1-4). Berdasarkan pandangan tersebut, fenomena sosial. Hal ini sesuai dengan gagasan de
penggunaan bahasa merupakan fenomena sosial Saussure yang mengacu pada konsep Durheim
dan budaya yang tidak terlepas dari tradisi bahwa fakta sosial dapat dipandang sebagai obyek
berbahasa penuturnya. Hal itu dibenarkan oleh kajian (Dineen, 1967: 193-195). Gagasan de
Brown (2007:6) karena dalam berbahasa tiap Saussure menjadi dasar acuan bagi kajian sistem
pelaku tutur senantiasa dilatari oleh faktor sosial internal bahasa secara sinkronis yang dilakukan
dan nilai budaya dan tradisi di sekitarnya. oleh para linguistik strukturalis. Dalam waktu yang
Kebiasaan dapat bervariasi pada satu tempat relatif singkat, ilmu bahasa sebagai suatu disiplin
dengan tempat lain, antara satu bangsa dengan sendiri berkembang dengan pesat, dan kajian pada
bangsa lain. sistem internal bahasa dilakukan pada tataran
Penggunaan bahasa ditandai oleh adanya fonologi (bunyi), morfologi (kata), sintaksis (frasa
hubungan antara penutur dan mitra tutur bahwa dan kalimat), dan semantik (makna). Kajian seperti
berkomunikasi itu merupakan hubungan antara yang dilakukan Bloomfield di tahun 1930-an dan
penutur sebagai pemberi pesan dan mitra tutur Chomsky pada tahun 1957 berikut pengikut mereka
sebagai penerima pesan. Sebagai alat komunikasi menelaah kaidah kebahasaan dengan
dalam interaksi sosial, bahasa mempunyai berbagai mendekonstruksi bahasa lepas dari konteks
fungsi. Brown dan Yule (1996:1-4) mengemukakan situasinya.
bahwa secara umum fungsi bahasa itu dapat dilihat Sementara itu bahasa dikaji pula dalam
dari dua pandangan, yakni (1) pandangan berbagai perspektif, seperti telaah linguistik
transaksional, (2) pandangan interaksional. Kedua fungsional yang mengkaji penggunaan bahasa
fungsi ini sangat penting karena berhubungan sebagai sarana komunikasi, telaah sosiolinguistik
dengan penggunaan bahasa dalam proses sosial di yang mengkaji bahasa dalam masyarakat sebagai
dalam masyarakat. kelompok sosial dengan berbagai variabel
Sesuai dengan pandangan Brown dan Yule sosialnya, telaah psikolinguistik yang mengkaji
tersebut, pemakaian bahasa dalam interaksi tidak penggunaan bahasa dan proses perkembangan
dapat dilepaskan dari fungsi bahasa dan komponen- bahasa, telaah linguistik terapan yang dimanfaatkan
komponen interaksional yang lain. Keberhasilan untuk kepentingan terjemahan dan pengajaran
penggunaan bahasa sebagai sarana interaksi dengan bahasa, kemudian berbagai telaah tekstual dan
fungsi tersebut dipengaruhi oleh faktor pelaku tutur kewacanaan.
dan konteks yang mendasarinya. Oleh sebab itu, Manusia merupakan makhluk sosial dan perlu
pemakaian bahasa dapat dipandang sebagai sistem berinteraksi dengan sesamanya. Sarana utama
yang di dalamnya melibatkan komponen dalam berinteraksi itu adalah melalui bahasa.
kebahasaan, pelaku tutur, dan kebudayaan. Dengan Bahasa itu hidup selagi masih ada penuturnya,
kata lain, penggunaan berbahasa senantiasa karena bahasa dipergunakan untuk
dipengaruhi oleh komponen kebahasaan, hal-hal mengkomunikasikan berbagai gagasan, perasaan
yang berkaitan dengan pelaku tutur, dan faktor dan keinginan. Dengan kata lain, ketika
sosial budaya. berkomunikasi manusia menggunakan bahasanya

22
JURNAL TAMBORA
JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X
Vol. 3 No. 1 Februari 2019
untuk berbagai fungsi, seperti untuk menyampaikan analisis kode penggunaan
informasi, bertanya, menyuruh, memberi apresiasi, lebih diutamakan men yingkap
menyatakan kekecewaan, dan sebagainya. daripada analisis hubungan dan
Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan, penggunaan. cirri tamb ahan;
menjelaskan kode
sebab hubungan antara keduanya sangat erat.
dan penggunaan
Bahasa menyatu dengan orang yang dalam hubungan
menggunakannya dan memilikinya. Karena bahasa integral
berkembang sesuai dengan kebutuhan dan (dialektik).
karakteristik kebudayaan, maka setiap bahasa 3. Fungsi 3. Keseluruhann ya
merefleksikan kebudayaan masyarakat referen sial; merupakan fun gsi
pemakainya. Bahasa merupakan bagian dari sistem sepenuhn ya sosial d an gaya
nilai, kebiasaan, dan keyakinan yang kompleks men ggunakan bahasa.
yang membentuk suatu kebudayaan. Bahasa semantik sebagai
merupakan salah satu bentuk perilaku kebudayaan, norma.
4. Elemen-elemen 4. Elemen-elemen
oleh sebab itu bahasa mudah dipahami dan
dan struktur dan struktur-
digunakan sesuai dengan standar yang disepakati analitis bersifat struktur bahasa
dan diikuti oleh kelompok masyarakat tertentu. arbitrer (menurut dianggap seb agai
Salah satu konsep dasar penggunaan bahasa pandangan kecoco kan
adalah wacana dalam komunikasi baik lisan histories atau etnografi (dari
maupun tulisan. Penggunaan bahasa dapat berupa lintas budaya) segi psikiatris
percakapan, diskusi, tanya jawab, dan sebagainya. atau bersifat dalam pen gertian
Penggunaan bahasa yang demikian itu ada dalam semesta (menurut Sapir).
situasi komunikasi. Situasi komunikasi melibatkan pandangan
teoretis).
beberapa komponen berupa penyampaian pesan
5. Kesamaan 5. Perbedaan
yang dapat berupa pembicara atau penulis, fungsional fungsional
penerima pesan berupa pendengar atau pembaca. (adaptif) dari (adaptif) dari
Makna pesan atau kode merupakan lambang- bahasa-bahasa; bahasa-bahasa,
lambang kebahasaan, sedangkan saluran berupa semu a bahasa varietas, gaya
sarana, dan konteks mencakup segala hal yang ada pada dasarn ya bahasa, dan pada
dalam peristiwa komunikasi. Penggunaan bahasa sama. dasarn ya belu m
dalam komunikasi pasti disertai dengan konteks. tentu sama.
Karena itu, salah satu titik perhatian analisis 6. Satu ko munitas 6. Masyarakat tutur
wacana adalah teks dan konteks (Sobur, 2002:56). dan kode sebagai matriks
homo gen y reperto ar-kode,
Konteks dapat disebut sebagai sesuatu yang
(replikasi atau gaya tutur
mengelilingi atau meliputi penggunaan bahasa. keseragaman). yan g berbeda
Analisis wacana melakukan suatu penyelidikan (organisasi
untuk apa bahasa itu digunakan (Brown dan Yule, keragaman).
1983:1). Hal ini menunjukkan adanya arah kajian 7. Konsep-konsep 7. Konsep-konsep
pada penggunaan bahasa atau realitas bagaimana dasar seperti dasar dianggap
bahasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. masyarakat tutur, sebagai
Paradigma terhadap wacana, berpijak pada tindak tutur, problematik dan
pendekatan struktural (formalis) dan fungsionalis. penutur yang harus diteliti.
lancer, fungsi
Kedua pendekatan ini tentu memiliki pandangan
ujaran dan bahasa
sendiri yang memiliki dasar pijakan yang kuat diterima apa
dalam memandang dan menyikapi bahasa, adan ya atau
termasuk dalam lingkup wacana. Hal ini dapat kita dipostulatkan apa
cermati seperti yang dikemukakan oleh Hymes adan ya.
(1974b dalam Schiffrin, 1994:25) sebagai berikut:
STRUKTURAL FUNGSIONAL Mengkaji wacana secara sungguh-sungguh
1. Struktur bahasa 1. Struktur dapat mengungkapkan tingkat pemerolehan
(kode) sebagai merupakan kompetensi komunikatif. Selain itu, bahasa
tata b ahasa. (tindak, peristiwa) digunakan dalam percakapan, salah satunya adalah
tuturann ya, yaitu
cara bertutur.
wacana alamiah, yang merupakan data bahasa yang
2 Penggunaan 2. An alisis sangat penting. Fillmore dalam Tannen (1986:6)
bahasa han ya penggunaan menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam
sebagai alat, bahasa lebih percakapan tatap muka termasuk penggunaan
mun gkin diutamakan bahasa yang mendasar dan utama sehingga dapat
memb atasi, hal daripada analisis digunakan untuk mendeskripsikan penyimpangan
yan g dianalisis kode-kode; kaidah penggunaan aturan bahasa. Oleh sebab itu,
adalah kode; organisasi analisis wacana percakapan dapat dikatakan

23
JURNAL TAMBORA
JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X
Vol. 3 No. 1 Februari 2019
sebagai usaha untuk memahami bahasa dan dilayani, atau diutarakan dalam berbagai bentuk
pemakainya. tuturan. Misalnya “permintaan”, dapat diungkapkan
dengan menggunakan bentuk ujaran yang berlainan
Penggunaan Bahasa Dalam Perspektif Tindak seperti berikut ini. 1) Tuturan bermodus imperatif,
Tutur tuturan ini misalnya: “Kerjakan tugas ini Ina!” 2)
Tindak tutur atau dalam bahasa Inggris disebut Tuturan bermodus eksplisit, tuturan ini misalnya:
speech act merupakan aktivitas mengujarkan atau “Ibu minta mengerjakan tugas ini.” 3) Tuturan
menuturkan tuturan dengan maksud tertentu. bermodus performatif berpagar, tuturan ini
Austin dan Searle dalam Schiffrin (1994:63) misalnya: “Ibu sebenarnya mau minta Ina
mengatakan bahwa tindak tutur digunakan untuk mengerjakan tugas ini.” 4) Tuturan bermodus
melakukan tindakan sehingga bahasa dihubungkan pernyataan keharusan, tuturan ini misalnya: “Kamu
dengan makna dan tindakan. Rasionalitas harus mengerjakan tugas ini.” 5) Tuturan bermodus
munculnya istilah tindak tutur adalah penutur tidak pernyataan keinginan, tuturan ini misalnya: “Ibu
semata-mata mengatakan sesuatu dengan ingin tugas ini dikerjakan.” 6) Tuturan bermodus
mengucapkan ekspresi saja. Dalam pengucapan rumusan saran, tuturan ini misalnya: “Bagaimana
ekspresi itu penutur juga melakukan tindakan kalau tugas ini dikerjakan.” 7) Tuturan bermodus
sesuatu. Dengan mengacu pendapat para ahli, persiapan pertanyaan, tuturan ini misalnya: “Kamu
Gunarwan (1994:43) menyatakan bahwa dapat mengerjakan tugas ini?” 8) Tuturan
mengujarkan sebuah tuturan dapat dilihat sebagai bermodus isyarat kuat, tuturan ini misalnya:
hal melakukan tindakan, di samping memang “Dengan tugas ini selesai, menurut Ibu kamu bisa
mengucapkan tuturan itu. segera pulang.” 9) Tuturan bermodus isyarat halus,
Demikianlah aktivitas mengujarkan atau tuturan ini misalnya: “Pertanyan di buku ini belum
menuturkan tuturan dengan maksud tertentu itu terjawab.” Contoh dari kasus diatas merupakan
merupakan tindak tutur atau tindak ujar. jenis tindakan direktif yang merupakan tindak tutur
Sehubungan dengan pengertian tindak tutur, Searle yang mendorong mitra tutur melakukan sesuatu.
dalam Schiffrin (1994:75) berpendapat bahwa Hal ini sering dijumpai dalam lingkungan sosial
taksonomi Austin tidak berdasar pada prinsip seperti di sekolah, di rumah, dan sebagainya.
taksonomi. Searle mengelompokkan tindak tutur
menjadi lima jenis yang dirinci sebagai berikut. Implikasi Bagi Pendidikan Literasi
1) Representatif adalah tindak tutur yang Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya Literacy
mengikat penuturnya kepada kebenaran atas berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang
apa yang dikatakannya (misalnya: pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-
menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang
menyebutkan). menyertainya. Kendatipun demikian, literasi
2) Direktif adalah tindak ujar yang dilakukan utamanya berhubungan dengan bahasa dan
penuturnya dengan maksud agar si pendengar bagaimana bahasa itu digunakan. Adapun sistem
melakukan tindakan yang disebutkan dalam bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala
ujaran itu (misalnya: menyuruh, memohon, berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas
menuntut, menyarankan, dan menantang). dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa
3) Ekspresif adalah tindak ujar yang dilakukan itu sendiri merupakan bagian dari budaya.
dengan maksud agar ujarannya diartikan Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya
sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu
di dalam ujaran itu (misalnya: memuji, sendiri, yakni situasi sosial budayanya.
mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan Menurut Kern (2000) Literasi adalah
mengeluh). penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan
4) Komisif adalah tindak ujaran yang mengikat historis, serta kultural dalam menciptakan dan
penuturnya untuk melaksanakan apa yang menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi
disebutkan di dalam ujarannya (misalnya: memerlukan setidaknya sebuah kepekaan tentang
berjanji, bersumpah, dan mengancam). hubungan-hubungan antara konvensi-konvensi
5) Deklarasi adalah tindak ujar yang dilakukan si tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya
penutur dengan maksud untuk menciptakan kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang
hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan
baru (misalnya: memutuskan, membatalkan, maksud dan tujuan, literasi itu bersifat dinamis,
melarang, mengizinkan, dan memberi maaf). tidak statis, dan dapat bervariasi di antara
Teori tindak tutur tersebut merupakan satu komunitas dan kultur wacana. Literasi memerlukan
bentuk ujaran yang dapat mempunyai lebih dari serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan
satu fungsi. Kebalikan dari kenyataan bahwa satu bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre,
bentuk ujaran dapat mempunyai lebih dari satu dan pengetahuan kultural.
fungsi adalah kenyataan di dalam komunikasi yang Terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi yang
sebenarnya bahwa satu fungsi dapat dinyatakan, diambil dari definisi Kern (2000) di atas, yaitu:

24
JURNAL TAMBORA
JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X
Vol. 3 No. 1 Februari 2019
a. Literasi melibatkan interpretasi memikirkan apa yang telah mereka
Penulis atau pembicara dan pembaca atau katakan, bagaimana mengatakannya, dan
pendengar berpartisipasi dalam tindak mengapa mengatakan hal tersebut.
interpretasi, yakni: penulis/pembicara g. Literasi melibatkan penggunaan bahasa
menginterpretasikan dunia (peristiwa, Literasi tidaklah sebatas pada sistem-
pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain- sistem bahasa lisan ataupun tulisan,
lain), dan pembaca atau pendengar melainkan mensyaratkan pengetahuan
kemudian mengiterpretasikan interpretasi tentang bagaimana bahasa itu digunakan
penulis/pembicara dalam bentuk baik dalam konteks lisan maupun tertulis
konsepsinya sendiri tentang dunia. untuk menciptakan sebuah wacana.
b. Literasi melibatkan kolaborasi Literasi tidaklah seragam karena literasi
Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni memiliki tingkatan-tingkatan yang menanjak. Jika
penulis/pembicara dan seseorang sudah menguasai satu tahapan literasi
pembaca/pendengar. Kerjasama yang maka ia memiliki pijakan untuk naik ke tingkatan
dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu literasi berikutnya. Wells (1987) menyebutkan
pemahaman bersama. Penulis atau bahwa terdapat empat tingkatan literasi, yaitu:
pembicara memutuskan apa yang harus performative, functional, informational, dan
ditulis/dikatakan atau yang tidak perlu epistemic. Orang yang tingkat literasinya berada
ditulis atau dikatakan berdasarkan pada tingkat performative, ia mampu membaca dan
pemahaman mereka terhadap menulis, serta berbicara dengan simbol-simbol
pembaca/pendengarnya. Sementara yang digunakan bahasa. Pada tingkat functional
pembaca/pendengar mencurahkan orang diharapkan dapat menggunakan bahasa untuk
motivasi, pengetahuan, dan pengalaman memenuhi kehidupan sehari-hari seperti membaca
mereka agar dapat membuat teks penulis buku manual. Pada tingkat informational orang
bermakna. diharapkan dapat mengakses pengetahuan dengan
c. Literasi melibatkan konvensi bahasa. Sementara pada tingkat epistemic orang
Orang-orang membaca dan menulis atau dapat mentransformasikan pengetahuan dalam
menyimak dan berbicara itu ditentukan bahasa.
oleh konvensi/kesepakatan kultural (tidak Kern (2000) memberikan ciri-ciri pembelajaran
universal) yang berkembang melalui dengan kombinasi “tiga R”, yakni Responding,
penggunaan dan dimodifikasi untuk Revising, dan Reflecting. Pada Responding
tujuan-tujuan individual. Konvensi disini melibatkan kedua belah pihak, baik guru maupun
mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan siswa. Para siswa memberi respon pada tugas-tugas
maupun tertulis. yang diberikan guru atau pada teks-teks yang
d. Literasi melibatkan pengetahuan kultural mereka baca. Demikian pula guru memberi respon
Membaca dan menulis atau menyimak dan pada jawaban-jawaban siswa agar mereka dapat
berbicara berfungsi dalam system sistem mencapai tingkat ’kebenaran’ yang diharapkan.
sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan Pemberian respon atas hasil pekerjaan siswa juga
nilai tertentu. Sehingga orang orang yang cukup penting agar mereka tahu apakah mereka
berada di luar suatu sistem budaya itu sudah mencapai hal yang dirahapkan atau belum.
beresiko salah dipahami oleh orang-orang Revision yang dimaksud disini mencakup
yang berada dalam sistem budaya tersebut. berbagai aktivitas berbahasa. Misalnya, dalam
e. Literasi melibatkan pemecahan masalah menyusun sebuah laporan kegiatan, revisi dapat
Karena kata-kata selalu melekat pada dilaksanakan pada tataran perumusan gagasan,
konteks linguistik dan situasi yang proses penyusunan, dan laporan yang tersusun.
melingkupinya, maka tindak menyimak, Reflecting berkenaan dengan evaluasi terhadap apa
berbicara, membaca, dan menulis itu yang sudah dilakukan, apa yang dilihat, dan apa
melibatkan upaya membayangkan yang dirasakan ketika pembelajaran dilaksanakan.
hubungan-hubungan di antara kata-kata, Secara spesifik lagi, refleksi dapat dibagi ke dalam
frase-frase, kalimat-kalimat, unit-unit dua, yaitu: dari sudut pandang bahasa reseptif
makna, teks-teks, dan dunia-dunia. (mendengarkan dan membaca) dan sudut pandang
Sebagai upaya memikirkan suatu bentuk bahasa ekspresif (berbicara dan menulis). Dari
pemecahan masalah. sudut pandang bahasa reseptif beberapa pertanyaan
f. Literasi melibatkan refleksi dan refleksi dapat diajukan, yaitu: apa tujuan atau maksud
diri penutur atau penulis ini? Apakah hal-hal tertentu
Pembaca atau pendengar dan penulis atau yang menyiratkan keyakinan dan sikap pembicara
pembicara memikirkan bahasa dan atau penulis mengenai topik pembicaraan? dan
hubungan hubungannya dengan dunia dan lain-lain. Dari sudut pandang bahasa ekspresif,
diri mereka sendiri. Setelah mereka berada pertanyaan pertanyaan berikut ini cukup
dalam situasi komunikasi mereka bermanfaat, yaitu: bagaimana orang lain

25
JURNAL TAMBORA
JURNAL TAMBORA ISSN 2527-970X | e-ISSN 2621-542X
Vol. 3 No. 1 Februari 2019
menginterpretasikan apa yang saya katakan? Dari kontribusi guru, dan guru sebaiknya berupaya
mana saya tahu pendengar atau pembaca menjadi fasilitator yang berkualitas.
memahami atau meyakini apa yang saya Terdapat tujuh unsur yang membentuk
kemukakan? dan sebagainya. pengertian literasi, yaitu: interpretasi, kolaborasi,
Penggunaan bahasa dalam berkomunikasi konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan
tindak tutur di sekolah khususnya dalam masalah, refleksi, dan penggunaan bahasa.
pendidikan literasi sangat erat hubungannya di Terdapat empat tingkatan literasi, yaitu:
dunia pendidikan. Kurikulum 2013 memusatkan performative, functional, informational, dan
pembelajaran yang aktif bagi siswa atau peserta epistemic. Responding, Revising, dan Reflecting
didik, dan kontribusi guru sebagai fasilisator adalah tiga ciri dari pembelajaran literasi. Teori-
menjadikan pembelajaran bisa bermanfaat teori belajar yang mencakup teori belajar kognitif,
sepanjang hayat. teori belajar “Zone of Proximal Development
Vigotsky, dan Scaffolding Talk and Routin Bruner”
PENUTUP
merupakan pegangan yang kokoh bagi para
Kesimpulan pendidik untuk melaksanakan pembelajaran
Ketika seseorang menggunakan bahasanya, literasi.
acapkali orang lain dapat menduga tentang
REFERENSI
kebangsaan atau identitas kelompok dari
masyarakat tuturnya. Telah dikemukakan bahwa Brown, Gillian and Yule, George. 1983. Analisis
hal itu dimungkinkan karena penutur itu Wacana. Terjemahan oleh I. Soetikno,
bertumbuhkembang dan dibentuk oleh bahasa 1996. Jakarta: Gramedia.
sebagai bagian dari budaya masyarakatnya. Brown, H. Douglas. Tanpa Tahun. Prinsip
Berbagai fenomena kebahasaan meliputi unsur Pembelajaran dan Pengajaran
linguistik (yakni bunyi, leksikon dan unsur Bahasa, Edisi Kelima. Terjemahan
gramatikal), unsur paralinguistik (seperti oleh Noor Cholis dan Yusi Avianto
kecepatan, ekspresi wajah dan gerak tangan), unsur Pareanom, 2007. Pearson Education,
non-linguistik (seperti kondisi psikologis atau fisik Inc.
penutur) dan lingkup budayanya akan muncul Dinneen, Francis P., S.J. 1967. An Introduction to
saling berkaitan ketika bahasa dipergunakan dalam General Linguistics. New York: Holt
berkomunikasi. Ketika terjadi realisasi penggunaan Rinehart & Winston, Inc.
bahasa dalam komunikasi tersebut, keterkaitan Gunarwan, Asim. 1994. Pragmatik: Pandangan
antara bahasa, tindakan dan latar pengetahuan Mata Burung. Jakarta: Universitas
penutur tidak dapat dipisahkan. Indonesia.
Literasi tidak terpisahkan dari dunia Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching.
pendidikan. Literasi menjadi sarana peserta didik Oxford: Oxford University Press.
dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu Richard, Jack C. 1995. Tentang Percakapan.
yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi Terjemahan Ismari. Surabaya:
juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik di Airlangga university Press.
rumah maupun di lingkungan sekitarnya. Mengacu Schiffrin, Deborah. 1994. Ancangan Kajian
pada metode pembelajaran Kurikulum 2013 yang Wacana. Terjemahan oleh Unang, dkk,
menempatkan peserta didik sebagai subjek 2007. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
pembelajaran dan guru sebagai fasilitator, kegiatan Tannen, Deborah. 1986. Conversational Style:
literasi tidak lagi berfokus pada peserta didik Analyzing Talk Among Friends. New
semata. Guru, selain sebagai fasilitator, juga Jersey: Ablex Pub. Co.
menjadi subjek pembelajaran. Akses yang luas Wells, B. 1987. Apprenticeship in Literacy .dalam
pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun Interchange 18,1 (2):109-123.
dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih Zahari, Musril. 2011. Menjunjung Bahasa
tahu daripada guru. Oleh sebab itu, kegiatan peserta Persatuan: Sebuah Kumpulan
didik dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari Karangan. Jakarta: Metros Pos.

26

Anda mungkin juga menyukai