Oleh:
Dicky Wirianto1
Abstrak
1
Penulis adalah mahasiswa Program Pascasarjana UIN Ar-Raniry
Dicky Wirianto
I. Pendahuluan
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan
atau pelatihan, oleh karenanya pengembangan kurikulum melibatkan pemikiran-
pemikiran secara filsafati, psikologi, ilmu pengetahuan teknologi dan budaya. Landasan
filsafat pendidikan akan menelaah fungsi sebuah kurikulum secara mendalam sehingga
dapat menemukan substansi dari sebuah kurikulum pendidikan. 2
Kurikulum menurut Ronald C. Doll, merupakan perencanaan yang ditawarkan
bukan yang diberikan, oleh karenanya pengalaman yang diberikan guru belum tentu
ditawarkan. Dengan demikian seluruh konsep pendidikan di sekolah dapat dan harus
ideal. Kurikulum harus membicarakan tentang keharusan dan bukan kemungkinan.
Kemudian bimbingan dan arahan tidak saja tugas dan kewajiban guru tetapi menjadi
kewajiban sekolah yang komponennya tidak hanya sekedar guru, tetapi juga kepala
sekolah, karyawan dan unsur lain yang terkait dengan pendidikan.3
Selain itu Kurikulum diartikan dengan suatu program pendidikan yang
berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan,
direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku
yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan
peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. 4
Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum pendidikan nasional
telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984,
1994, 2004, dan kurikulum 2006. Transformasi ini merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam
masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana
pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan
yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan
yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari
tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum
2
Tedjo Narsoyo Reksoatmadjo. 2010. Paradigma Pendidikan Demokratis (Bandung:
Refika Aditama), hal. 3
3
Dede Rosyada. 2003. Paradigma Pendidikan Demokratis (Jakarta: Kencana), hal. 26
4
Dakir. 2004. Perencanaan Dan Pengembangan Kurikulum, cet I (Jakarta: Rineka
Cipta), hal. 2-3
tersebut tentu disertai dengan tujuan pendidikan yang berbeda-beda, karena dalam
setiap perubahan tersebut ada suatu tujuan tertentu yang ingin dicapai untuk memajukan
pendidikan nasional kita.5
5
Dwigatama, Dedi. Tentang Kurikulum Indonesia. http://dedidwigatama.
wordpress.com/. 2008. Diakses Desember 2013.
6
Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan Di Indonesia, (Jakarta: Bina
Aksara), hal. 4
7
Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan…, hal. 4
secara damai dan tenang. Sistem pendidikan dan pengajaran pada masa itu berpola pada
sistem pendidikan Langgar, Pesantren dan Madrasah.8
Pada zaman dahulu setidaknya terdapat 3 sistem pendidikan yaitu sistem
pendidikan langgar, sistem pendidikan pesantren dan sistem pendidikan madrasah.
Pertama sistem pendidikan langgar yaitu di mana pelajaran diberikan yang diawali
dengan membaca al-Qur‟an, pelajaran yang diberikan secara individual, meskipun
beberapa murid bersama-sama bersila menghadap guru. Pelajaran diberikan antara 1
sampai 2 jam sehari pada pagi atau petang hari. Biaya sekolah tidak dipungut tetapi
hanya kerelaan orang tua mereka masing-masing yang diserahkan berupa uang atau pun
barang, bahkan bagi yang miskin yang tak mampu untuk membayar tidak perlu
membayarnya. Kedua sistem pendidikan pesantren. Sistem pendidikan pesantren dapat
dikatakan lanjutan daripada sistem pendidikan langgar, di mana setelah mendapatkan
pelajaran elementer keagamaan di langgar-langgar, pelajaran dilanjutkan sebagai
santri/murid pada pondok pesantren. Pelajaran dilakukan secara individual dalam bilik-
bilik yang terpisah dengan pengawasan guru-guru mereka. Sebagai pelajaran utama
adalah tentang dogma keagamaan (ushuluddin) yaitu dasar kepercayaan dan keyakinan
Islam, kemudian fikih. Ketiga, sistem pendidikan madrasah mulai mempelajari ilmu-
ilmu tentang keduniawian seperti astronomi dan ilmu obat-obatan. Tingkat pendidikan
madrasah adalah setingkat dengan pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah
atas yang dikenal dengan Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah. 9
8
Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan…, hal. 6
9
Ary H. Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan…, hal. 7
10
Dede Rosyada. 2007. Paradigma Pendidikan Demokratis, (Jakarta: Kencana Prenada
Media Group) hal. 25-26
11
M. Ngalim Purwanto. 2003. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya), hal. 27
12
M. Ngalim Purwanto. 2003. Ilmu Pendidikan…, hal. 27
13
Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum…, hal. 24
V. Organisasi Kurikulum
Beberapa studi tentang kurikulum, dikenal beberapa model atau pun bentuk
organisasi kurikulum. Bentuk organisasi kurikulum tersebut memiliki karakteristik
tersendiri, dan nampaknya mengalami proses pengembangan secara berurutan sejalan
dengan berbegai inovasi dalam kurikulum. Beberapa bentuk organisasi kurikulum
tersebut di antaranya adalah; kurikulum mata pelajaran, kurikulum dengan mata
pelajaran berkorelasi, kurikulum bidang studi, kurikulum terintegrasi, dan kurikulum
inti.14
1. Kurikulum Mata Pelajaran
Kurikulum mata pelajaran (isolated subjects atau subject-matter curriculum)
dikategorikan sebagai bentuk kurikulum yang masih tradisional. Kurikulum ini sejak
lama diterapkan pada sekolah-sekolah di Indonesia, sampai dengan munculnya
kurikulum tahun 1968 dan kurikulum tahun 1975.15
14
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja
Rosdakarya), hal. 155
15
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 155
16
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 156-157
4. Kurikulum Terintegrasi
Dalam kurikulum terintegrasi atau terpadu (integrated curriculum), batas-batas
di antara semua mata pelajaran sudah tidak terlihat sama sekali, karena semua mata
pelajaran sudah dirumuskan dalam bentuk masalah atau unit, sehingga semua mata
pelajaran sudah terpadu (terintegrasi) sebagai satu kesatuan yang bulat. 18
5. Kurikulum Inti
Penjelasan tentang pengertian kurikulum inti sangatlah beragam namun dalam
penjelasan ini hanya mengambil satu pendapat saja mengingat lebih komprehensif.
Menurut Romine bahwa kurikulum inti (core curriculum) yaitu:
“The core curriculum, core program, or core course may be defined as the part
of total curriculum objectives, which is schedule for proportionally longer blocks of
time”.
Dalam rumusan yang dibuat oleh Romine ini kira-kira mengandung sejumlah
hal yang menjadi perhatian penting, yaitu:
- Kurikulum merupakan bagian dari keseluruhan kurikulum yang diperuntukkan
terhadap subjek didik.
- Kurikulum inti bermaksud untuk mencapai tujuan pendidikan umum.
- Kurikulum inti disusun dari garis-garis pelajaran bamun tidak secara ketat.
- Kurikulum inti disusun untuk jangka panjang.19
17
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 157-158
18
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 158
19
Oemar Hamalik. 2008. Dasar-Dasar…, hal. 160
a. Kurikulum 1947
Kurikulum yang pertama kali diberlakukan di sekolah Indonesia pada
awal kemerdekaan ialah kurikulum 1947 yang dimaksudkan untuk melayani
kepentingan bangsa Indonesia. Penerbitan UU No. 4 tahun 1950 merumuskan
pula tujuan kurikulum menurut jenjang pendidikan. Sekolah mengharuskan
menyempurnakan kurikulum 1947 agar lebih disesuaikan dengan kebutuhan dan
kepentingan bangsa Indonesia. Berikut ini ciri-ciri Kurikulum 1947:
1. Sifat kurikulum Separated Subject Curriculum (1946-1947),
2. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah,
3. Jumlah mata pelajaran: Sekolah Rakyat (SR) –16 bidang studi, SMP-17
bidang studi dan SMA jurusan B-19 bidang studi.20
b. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 ditandai dengan pendekatan peng-organisasian materi
pelajaran dengan pengelompokan suatu pelajaran yang berbeda, yang dilakukan
secara korelasional (correlated subject curriculum), yaitu mata pelajaran yang
satu dikorelasikan dengan mata pelajaran yang lain, walaupun batas demokrasi
antar mata pelajaran masih terlihat jelas. Muatan materi masing-masing mata
pelajaran masih bersifat teoritis dan belum terikat erat dengan keadaan nyata
dalam lingkungan sekitar. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional
itu berangsur-angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah
terpisah-pisah berdasarkan disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
Berikut ciri-ciri kurikulum 1968:
20
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
c. Kurikulum 1968
Di dalam kurikulum 1975, pada setiap bidang studi dicantumkan tujuan
kurikulum, sedangkan pada setiap pokok bahasan diberikan tujuan instruksional
umum yang dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai satuan bahasan yang
memiliki tujuan instruksional khusus. Dalam proses pembelajaran, guru harus
berusaha agar tujuan instruksional khusus dapat dicapai oleh peserta didik,
setelah mata pelajaran atau pokok bahasan tertentu disajikan oleh guru. Metode
penyampaian satun bahasa ini disebut prosedur Pengembangan Sistem
Instruksional (PPSI). Melalui PPSI ini dibuat satuan pelajaran yang berupa
rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Ciri-ciri kurikulum 1975:
1. Berorientasi pada tujuan
2. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-
tujuan yang lebih integratif. 22
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang
21
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
22
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
d. Kurikulum 1968
Kurikulum 1984 pada hakikatnya merupakan penyempurnaan dari
kurikulum 1975. Asumsi yang mendasari penyempurnaan kurikulum 1975 ini
adalah bahwa kurikulum merupakan wadah atau tempat proses belajar mengajar
berlangsung yang secara dinamis, perlu senantiasa dinilai dan dikembangkan
secara terus menerus sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat.
Kurikulum 1984 memiliki beberapa ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berorientasi kepada tujuan instruksional.
2. Pendekatan pengajarannya berpusat pada anak didik melalui cara belajar
siswa aktif (CBSA). CBSA adalah pendekatan pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik,
mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh
pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral
adalah pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar
berdasarkan kedalaman dan keluasan materi pelajaran. Semakin tinggi
kelas dan jenjang sekolah, semakin dalam dan luas materi pelajaran yang
diberikan.
4. Menanamkan pengertian terlebih dahulu sebelum diberikan latihan.
Konsep-konsep yang dipelajari siswa harus didasarkan kepada
pengertian, baru kemudian diberikan latihan setelah mengerti. Untuk
e. Kurikulum 1994
Pada kurikulum sebelumnya, yaitu kurikulum 1984, proses pembelajaran
menekankan pada pola pengajaran yang berorientasi pada teori belajar mengajar
dengan kurang memperhatikan muatan (isi) pelajaran. Hal ini terjadi karena
berkesesuaian suasan pendidikan di LPTK (lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan) pun lebih mengutamakan teori tentang proses belajar mengajar.
Akibatnya, pada saat itu dibentuklah Tim Basic Science yang salah satu
tugasnya ikut mengembangkan kurikulum di sekolah. Tim ini memandang
bahwa materi (isi) pelajaran harus diberikan cukup banyak kepada siswa,
23
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
24
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
25
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
f. Kurikulum CBSA
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) merupakan suatu pendekatan dalam
pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktifan siswa yang merupakan inti dari
26
longsani.wordpress.com. diakses 23 September 2013
kegiatan belajar. Pada hakikatnya, keaktifan belajar terjadi dan terdapat pada semua
perbuatan belajar, tetapi kadarnya yang berbeda tergantung pada jenis kegiatannya,
materi yang dipelajari dan tujuan yang hendak dicapai. Dalam CBSA, kegiatan belajar
diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti mendengarkan, diskusi, membuat
sesuatu, menulis laporan, memecahkan masalah, memberikan prakarsa/gagasan,
menyusun rencana dan sebagainya.27
27
Oemar Hamalik. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara), hal. 137
28
E. Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya), hal. 39
29
E. Mulyasa. 2006. Kurikulum…, hal. 42
VII. Kesimpulan
Sejarah pendidikan Indonesia selalu naik turun terkadang maju dan pada saat
yang lain menjadi surut. Sejarah pendidikan Indonesia tentu saja memuat kurikulum di
dalamnya di mana dalam perjalanannya selalu terjadi perubahan, di mulai dari
kurikulum 1947, 1968, 1975, 1984, 1994, CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan berbagai kurikulum lainnya
yang lahir dari berbagai kebijakan baik karena politik pendidikan atau pun karena untuk
menyempurnakan sebuah kurikulum yang telah ada agar mencapai tujuan pendidikan
yang lebih baik seperti yang diinginkan.
Perubahan kurikulum yang terjadi bukan hanya terjadi karena terjadinya
perubahan stuktural pemimpin dalam lembaga pendidikan namun juga karena
kebutuhan dunia pendidikan ketika terjadinya perubahan kurikulum. Kalau dilihat lebih
jauh masing-masing kurikulum ini memiliki kelebihan dan kekurangan dari kurikulum
yang satu dengan lainnya oleh karenanya pemahaman dari pendidik dalam memahami
dan menguasai sebuah kurikulum sangatlah dibutuhkan agar antara pendidik dengan
tujuan kurikulum sejalan sehingga dapat tercapai tujuan kurikulum pendidikan saat itu.
30
Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group), hal. 127
31
Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum…, hal. 127-128