Edisi 2
DIII Keperawatan
POLTEKKES KEMENKES PALANGKARAYA
Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani., M.Sc.,Apt
KATA PENGANTAR
Penjaminan terapi pengobatan yang tepat memerlukan kajian dan pembuktian ilmiah.
Salah satu ilmu yang berperan penting dalam perkembangan dunia pengobatan adalah
farmakologi. Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi obat dengan sistem
biologis. Dengan perkembangan ilmu farmakologi, prinsip kerja dan nasib obat didalam tubuh
dapat di jelaskan secara ilmiah. Selain itu, dengan berkembangan jenis dan jumlah obat yang ada
dipasaran, menuntut para tenaga kesehatan untuk lebih memahami prinsip masing-masing kerja
obat beserta efek yang dihasilkan.
Pembuatan buku ajar edisi 2 ini bertujuan untuk membantu mahasiswa untuk
mempelajari mata kuliah farmakologi. Adapun materi yang disajikan dalam buku ini telah
disesuaikan dan disempurnakan dari edisi 1 yang meliputi konsep obat dan pengobatan,
biofarmasetika, farmakokinetika, farmakodinamika, interaksi obat, konsep penggunaan obat bagi
ibu hamil dan menyusui, perhitungan dosis, ilmu resep, obat- obat sistem saraf pusat dan
otonom, obat kegawatdaruratan, obat-obat NSAID dan obat-obat pada sistem pernapasan. Buku
ajar ini juga disertai tes formatif sebagai salah satu bentuk bantuan untuk mengukur tingkat
kepahaman mahasiswa.
Keinginan penyusun masih banyak yang belum tersalurkan dalam buku ajar ini, Tetapi
semua kekurangan tersebut, Insya Allah akan disempurnakan lagi pada edisiyang akan datang.
Akhir kata, buku ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa. Kritik dan saran
membangun senantiasa penyusun nantikan guna penyempurnaan buku ini.
Mahasiswa mampu untuk memahami adverse drug event, adverse drug reaction dan proses interaksi obat dengan
obat, obat dengan makanan, obat dengan penyakit dan obat dengan obat herbal
URAIAN MATERI |
Adverse drug event adalah kejadian medis temporal dikaitkan dengan penggunaan produk obat, namun belum
tentu berhubungan kausal seperti hasil laboratorium yang abnormal atau gejala, penyakit yang bersifat sementara.
Adverse drug reaction (ADR) adalah respon terhadap obat yang berbahaya dan tidak disengaja, dan yang
terjadi pada dosis yang biasa digunakan untuk tujuan profilaksis, diagnosis, atau terapi penyakit atau modifikasi
fungsi fisiologis.
ADR merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas perawatan kesehatan. Dilaporkan oleh Institute of
Medicine sejak januari 2000 dari 44 ribu hingga 98 ribu kematian diakibatkan oleh medication error. Medication
error adalah Kegagalan dalam proses perawatan yang yang berpotensi membahayakan pasien. Hal ini dapat terjadi
akibat dalam kesalahan order obat, menyalin, mengeluarkan, atau mengelola obat, sehingga dapat mencederai atau
berpotensi cederai.
Dari total tersebut sebanyak 7000 kematian disebabkan oleh ADR. Terdapat beberapa alasan mengapa ADR
dapat terjadi yaitu Pertama, lebih banyak obat-obatan dan lebih banyak kombinasi obat yang digunakan untuk
mengobati pasien daripada sebelumnya. Sebagai contoh, 64% dari semua kunjungan pasien ke dokter menghasilkan
resep. Kedua, sebanyak 2,8 miliar resep sepanjang tahun 2000 sehingga jika dihitung setiap setiap orang di Amerika
Serikat mendapatkan 10 resep. Hal ini tentunya akan memacu terjadinya polifarmasi dan interaksi obat.
Menurut WHO, Polifarmasi merupakan salah satu bentuk Penggunaan Obat Irasional, yakni pemberian lebih
dari lima macam obat untuk satu pasien dalam satu resep. Beberapa ciri Penggunaan Obat Irasional antara lain,
Peresepan Berlebih (Overprescribing), Peresepan Kurang (Underprescribing), Peresepan Majemuk (Multiple
Prescribing) dan Peresepan Salah (Incorrect Prescribing).
41
Overprescribing adalah jumlah obat lebih dari lima jenis dengan total jumlah zat aktif sepuluh (Tremenza
mengandung Pseudoephedrine & Triprolidine; sedangkan Alpara mengandung Paracetamol, Phenylpropanolamine
Chlorpheniramine Maleat/CTM, dan Dextromethorphan). Dikatakan multiple Prescribing jika resep tersebut
mengandung tiga jenis obat dengan fungsi yang sama sebagai antihistamin (anti-alergi) yaitu Triprolidine, CTM dan
Dexamethason.
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain (interaksi obat-obat) atau oleh makanan,
obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat secara klinis penting apabila mengakibatkan peningkatan
toksisitas dan/atau pengurangan efektivitas obat. Interaksi menjadi perhatian khusus pada obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan dan obat-obat
sitostatik. Selain itu juga perlu diperhatikan obat- obat yang biasa digunakan bersama-sama
Mekanisme interaksi obat dapat melalui beberapa cara, yaitu :
1. Interaksi Farmasetik
2. Interaksi Farmakokinetik
3. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi Farmasetik
Interaksi farmasetik atau disebut juga inkompatibilitas farmasetik bersifat langsung dan dapat secara fisik atau
kimiawi, misalnya terjadinya presipitasi, perubahan warna, tidak terdeteksi (invisible), yang selanjutnya
menyebabkan obat menjadi tidak aktif. Contoh: interaksi karbenisilin dengan gentamisin terjadi inaktivasi; fenitoin
dengan larutan dextrosa 5% terjadi presipitasi; amfoterisin B dengan larutan NaCl fisiologik, terjadi presipitasi.
Interaksi Farmakokinetik
Mekanisme interaksi obat terjadi pada empat fase dalam farmakokinetik yaitu fase absorbsi, distribusi, metabolisme dan
ekskresi.
1. Absorbsi
Mekanisme interaksi yang melibatkan absorpsi gastrointestinal dapat terjadi melalui beberapa cara:
a. Secara langsung, sebelum absorpsi
Digoksin, siklosporin, asam valproat menjadi inaktif jika diberikan bersama adsorben (kaolin, charcoal)
atau anionic exchange resins (kolestiramin, kolestipol)
b. Terjadi perubahan pH cairan gastrointestinal;
Peningkatan pH karena penggunaan obat tukak lambung seperti antasida, penghambat-H2, ataupun
penghambat pompa-proton akan menurunkan absorpsi basa-basa lemah (misal, ketokonazol, itrakonazol)
dan akan meningkatkan absorpsi obat-obat asam lemah (misal, glibenklamid, glipizid, tolbutamid).
Peningkatan pH cairan gastrointestinal akan menurunkan absorpsi antibiotika golongan selafosporin
seperti sefuroksim aksetil dan sefpodoksim proksetil
c. Perubahan fungsi saluran cerna (percepatan atau lambatnya pengosongan lambung
Absorbsi obat diperlambat oleh obat yang menghambat gerakan gastrointestinal (atropin & opiad) atau
dipercepat oleh obat yang mempercepat gerakan lambung usus (metoklorpropamid)
d. Pembentukan senyawa kompleks tak larut atau khelat, dan adsorsi
Calsium dan besi (Fe)membentuk komplek tidak larut air dengan tetrasiklin hingga menghambat.
42
2. Distribusi
Mekanisme interaksi yang terjadi pada fase distribusi terjadi akibat pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi
terjadi terutama pada obat-obat yang berkompetisi untuk berikatan dengan protein plasma. Displacing agent
seperti fenilbutazon, aspirin, sulfonamid yang dengan dosis tinggi dapat mengusir obat lain dari ikatannya
dengan protein plasma seperti warfarin(anti koagulan oral), tolbutamid (antidiabetik oral) dan metotreksat (anti
kanker).
3. Metabolisme
Mekanisme interaksi dapat berupa induksi metabolisme dan penghambatan (inhibisi) metabolisme. Konsentrasi
obat dalam darah dapat dipengaruhi oleh obat lain yang mampu menginduksi dan menginhibisi enzim
pemetabolisme.
Obat seperti barbiturat, rifampisin, etanol, griseofulvin, fenitoin, fenibutazon, karbamazepin dapat
menginduksi aktivitas enzim konjugasi sehingga mempercepat proses metabolisme obat seperti warfarin,
kontrasepsi oral, digitoksin.
Inhibisi enzim hepar dilakukan oleh ketokonazol, eritromisin, disulfiram, alopurinol, simetidin dan
kloramfenikol.
Alopurinol menghambat enzim xantin oksidase sehingga metabolisme merkaptopurin dan azatioprin
terhambat sehingga memperpanjang dan memperkuat efek obat sitostatik.
Eritromisin bersama-sama dengan teofilin berbahaya karena menghambat metabolisme teofilin sehingga
kadar teofilin meningkat dan memudahkan terjadinya toksisitas teofilin seperti stimulsi jantung dan kejang-
kejang.
4. Ekskresi
Interaksi obat pada fase ekskresi bekerja dengan cara:
1. Mengubah ikatan protein sehingga mengubah kecepatan filtrasi glomeruli
2. Menghambat sekresi tubuli
3. Mengubah aliran urin dan/atau pH
Contoh kasus :
Probenesid menghambat sekresi penisilin sehingga memperpanjang kerja antibakteri penisilin.
Pemberian furosemida (anti diuretik) pada kasus keracunan bertujuan untuk meningkatkan aliran urine dan
mempercepat sekresi obat.
Interaksi Farmakodinamika
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja
atau sistem fisiologik yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada
perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi farmakodinamik umumnya dapat
diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah
berdasarkan efek farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat diramalkan
sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat.
Antagonis reseptor beta (contoh: propanolol) mengurangi efektivitas agonis beta (contoh salbutamol)
Diuretika tiazid (HCT) dapat menimbulkan hipokalemia sehingga menguatkan efek glikosid jantung
(digoksin).
43
Sulfonamid mencegah sintesis dihidrofolat oleh bakteri, trimetroprim menghambat reduksi dihidrofolat
menjadi tetrahidrofolat sehingga kombinasi akan memberikan efek sinergistik yang kuat sebagai obat anti
bakteri.
Kloramfenikol bersifat bakteristatik (mencegah pembelahan sel-sel bakteri) . Penisilin bersifat bakterisid
(membunuh bakteri dalam proses membelah diri) , pemberian secara bersamaan akan menjadi tidak efektif.
Contoh :
Antibiotika tetrasiklin. Tetrasiklin dapat berikatan dengan senyawa kalsium membentuk senyawa yang tidak
dapat diserap oleh tubuh, sehingga mengurangi efek tetrasiklin. Jadi jika tetrasiklin diminum bersama susu,
atau suplemen vitamin-mineral yang mengandung kalsium, efek tetrasiklin bisa jadi berkurang.
Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika
sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu
mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan risiko trombosis (pembekuan darah).
Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas
dan asam di perut.
Meminum segelas jus jeruk bersamaan dengan suplemen yang mengandung zat besi akan sangat bermanfaat
karena vitamin C yang ada dalam jus akan meningkatkan penyerapan zat besi.
44
konsentrasi obat pada plasma darah sedangkan interaksi digoxin terkait dengan p glikoprotein yaitu suatu
sistem pompa transport obat melalui membran.
Data interaksi obat dan obat herbal masih sedikit karena minimnya informasi berkaitan dengan obat herbal
dan penggunaan obat herbal yang digunakan tanpa resep.
TES FORMATIF
Isilah kotak nama obat yang berinteraksi sesuai dengan jenis interaksi farmasetika yang terjadi beserta efek interaksi
obat!!
Interaksi obat Nama Obat Vs Abso Distri Metab Eksk Efek dari interaksi obat
Obat rbsi busi olisme resi
Farmakokinetik √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Isilah nama obat yang berinteraksi secara farmakodinamik serta efek dari interaksi obat tersebut !!!
Berilah tanda √ pada mekanisme interaksi pada masing-masing obat dan makanan yang berinteraksi dan tuliskan
efek dari interaksi tersebut !!!
45
Tetrasiklin Susu
Bayam Warfarin
Jeruk Aspirin
Jeruk Suplemen Fe
46
Perubahan
Farmakokin Ibu Ibu
etika Hamil Menyusui
Mahasisiwa memahami konsep penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui
URAIAN MATERI
Perkembangan Janin
• Periode perkembangan janin manusia 38 minggu, terbagi menjadi 3 trimester (masing-masing 3 bulan)
• Tahap perkembangan janin terbagi 3, yaitu
• Pra-embrionik
Pra-embrionik mulai konsepsi smp akhir minggu ke-2; sel masih totipotensial (bila rusak oleh
obatdiganti)
• Embrionik
Embrionik mulai dari awal minggu ke-3 hingga akhir minggu ke-8 setelah konsepsi, pembentukan
organ utama (organogenesis)
• Janin (fetus)
Janin mulai awal minggu ke-9 hingga minggu 38, penyempurnaan organ & perkembangan otak
47
Perubahan Farmakokinetik Obat Pada Kehamilan
Distribusi
o kadar air dan lemak total meningkat
o volume distribusi obat meningkat
o penurunan drastis pada albumin plasmakadar obat bebas meningkat
Metabolisme
o peningkatan hormon progesteron
endogen
o hormon berpengaruh sebagai induktor enzim
o perubahan metabolisme beberapa obat (Efek sulit diramalkan)
Ekskresi
o GFR meningkat 50% pada minggu-minggu awal kehamilan hingga kelahiran
o Pembersihan obat yang diekskresi melalui ginjal naik
o Obat-obat β-laktam dan lithium terpengaruh
48
Mekanisme Penyebab Efek Teratogen
1. Obat dapat bekerja langsung pada jaringan juga secara tidak langsung mempengaruhi jaringan
2. Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi
jaringan janin.
3. Obat juga dapat bekerja langsung pada proses perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A
(retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan normal. Derivat vitamin A (isotretinoin, etretinat)
adalah teratogenik yang potensial.
4. Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga akan berperan pada abnormalitas.
Misalnya pemberian asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden kerusakan pada selubung
saraf , yang menyebabkan timbulnya spina bifida.
49
2. Kategori B : Studi pada sistem reproduksi binatang percobaan tidak memperlihatkan adanya resiko
terhadap janin, tetapi studi terkontrol terhadap wanita hamil belum pernah dilakukan. Atau studi terhadap
reproduksi binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping obat (selain penurunan fertilitas)
yang tidak diperlihatkan pada studi terkontrol pada wanita hamil trimester I (dan tidak ada bukti mengenai
resiko pada trimester berikutnya).
3. Kategori C : Studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping pada janin (teratogenik
atau embriosidal atau efek samping lainnya) dan belum ada studi terkontrol pada wanita, atau studi
terhadap wanita dan binatang percobaan tidak dapat dilakukan. Obat hanya dapat diberikan jika manfaat
yang diperoleh melebihi besarnya resiko yang mungkin timbul pada janin.
4. Kategori D : Terbukti menimbulkan resiko terhadap janin manusia, tetapi besarnya manfaat yang diperoleh
jika digunakan pada wanita hamil dapat dipertimbangkan (misalnya jika obat diperlukan untuk mengatasi
situasi yang mengancam jiwa atau penyakit serius dimana obat yang lebih aman tidak efektif atau tidak
dapat diberikan)
5. Kategori X : Studi pada binatang percobaan atau manusia telah memperlihatkan adanya abnormalitas janin
dan besarnya resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi manfaatnya. Dikontraindikasikan bagi
wanita hamil atau wanita usia subur.
50
• Pilih obat yang sedikit diekskresikan dlm ASI; utk kelas terapi yangsama dapat dipilih yg paling
sedikit melewati ASI.
• Pilih alternatif rute pemberian lainnya; utk kurangikonsentrasi obat dalam darah ibu maka digunakan
sediaan lokal (mis. Kortikosteroid inhalasi, dll)
• Tidak menyusui bayi pada saat konsentrasi obat dalam ASI maksimal; secara umum
konsentrasi obat dalam ASI capai maksimal 1-3 jamsetelah dosis oral sang ibu, menyusui tepat sebelum
minum obat dapat kurangi expos e obat terhadap bayi, hanya untuk obat dengan waktu paruh pendek,
tidak untuk obat slow release. Juga, jadwal bayi minum ASI sulit utk diatur scr tetap.
• Minum obat sebelum bayi tidur lama; berguna utk obatlongacting yg diminum sekali sehari.
• Berhenti menyusui; bila demi kesehatan ibu & utk obat yg sangattoksik (khemoterapi kanker).
• Tidak menyusui bayi untuk sementara waktu; bila digunakanobat jangka pendek setelah prosedur
operasi/perawatan gigi, sebelum tindakan medis-ASI dipompa untuk dapat diberikan pada bayi.
• Memompa ASI (tapi tidak diberikan kepada bayi) selama terapi obattetap dilakukan utk menjaga aliran
ASI.
• ASI dapat diberi kan lagi segera setelah 1-2 x t½ eliminasi obat (50-75% tereliminasi).
• Utk obat yg sangat toksis meski dlm dosis kecil, pemberian kembali ASI setelah 4-5 kali t½ eliminasi obat
(94-97% obat telah tereliminasi
Pertimbangan Pengobatan
1. Mempertimbangkan rasio manfaat/resiko
- Farmakologi Obat rasio yang tidak dikehendaki
- Adanya Metabolit aktif
-Multi obat : adiksi efek samping
Neonatus berisiko lebih besar terhadap paparan obat melalui ASI
2. Rute pemberian dipilih yang memberikan kadar terkecil pada ASI
3. Hindari obat-obat baru
4. Pemantauan bayi secara cermat terhadap kemungkinan efek samping
Sejak tahun 2015, FDA mengganti kategori penggunaan obat pada kehamilan (A,B,C,D dan X) menjadi
Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR). Hal ini dianggap perlu karena sistem yang sebelumnya
dipandang terlalu sederhana dan disalahartikan sebagai tingkatan kelas keamanan obat. Sebagai contoh, obat
dengan informasi data pada hewan sama dengan obat tanpa informasi data informasi pada hewan. Pada kategori C,
terdapat beberapa kemungkinan, seperti :
51
a. Animal reproduction studies have shown an adverse effect on the fetus, there are no AWC studies in
humans, BUT the benefits from the use of the drug in pregnant women may be acceptable despite
its potential risks
b. Studies in pregnant women and animals are not available
Contoh obat yang menggunakan sistem Pregnancy and Lactation Labeling Rule (PLLR) adalah addyi,
descovy, Entresto, Harvoni dan praluent (akses melalui drug.com)
TES FORMATIF
Carilah nama obat pada masing-masing kelas terapi yang aman digunnakan untuk ibu hamil dan menyusui
sesuai dengan kategori yang dibuat oleh FDA
52