Anda di halaman 1dari 5

Implikasi pendidikan

1. Perkembangan fisik
a)      Menyediakan sarana dan prasarana

Faktor sarana dan prasarana ini jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan pada
anak. Misalnya ruangan kelas, tempat duduk dan meja, dan sebagainya.
b)      Waktu istirahat
Istirahat sangat dibutuhkan untuk menghilangkan rasa lelah dan mengumpulkan tenaga
baru, istirahat yang cukup sangat diperlukan.
c)      Diadakannya jam olahraga bagi siswa
Pelajaran olahraga sangat penting bagi pertumbuhan fisik anak karena dengan olahraga
yang dijadwalkan secara teratur oleh sekolah berarti pertumbuhan fisik anak akan
memperoleh stimulasi secara teratur pula.
Permasalahan dalam pertumbuhan fisik sering disebabkan karena perasaan dan pikiran
mengenai fisiknya. Remaja yang banyak perhatiannya terhadap kehidupan kolektif,
perilakunya akan banyak dipengaruhi oleh perilaku kelompoknya. Kelompok remaja dapat
terbentuk di sekolah seperti kelompok tim olahraga, tim kesenian, pramuka, dan
sebagainya. Kegiatan tersebut dapat memupuk pertumbuhan fisik remaja. Namun kadang
kala remaja juga dapat terjerumus dalam suatu kelompok yang membuat mereka menjadi
remaja yang tidak baik menurut pandangan keluarga maupun masyarakat, biasanya
kegiatan yang bernilai negatif tersebut seperti ngebut, begadang, miras, dan semacamnya
yang mengganggu kesehatannya. Oleh karena itu, pengembangan program kelompok
remaja ke arah kegiatan yang bernilai positif oleh para guru di sekolah merupakan upaya
positif untuk membantu para remaja dalam pertumbuhan fisik mereka.
Pengembangan kegiatan pramuka, penyelenggaraan senam kesegaran jasmani, dan
pembiasaan hidup bersih perlu diprogram sebagai kegiatan ko-kurikuler dan
ekstrakurikuler di sekolah menengah. Pembentukan kelompok atas bimbingan guru
merupakan kegiatan yang dapat membentuk mereka untuk belajar secara bertanggung
jawab. Maka pada saat pembentukan kelompok belajar atas bimbingan guru dan atau
orang tua, sesungguhnya mereka telah membentuk remaja untuk belajar teratur dan
bertanggung jawab. Di samping itu, baik guru maupun orang tua perlu membantu remaja
agar memahami keadaan fisik dan perubahan-perubahan yang dialami remaja, seperti
memberikan pengarahan kepada mereka berkaitan dengan pertumbuhan yang dialaminya.
2. Intelektual
Piaget menyebutkan bahwa sebagian besar remaja mampu memahami dan mengkaji
konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Menurut Bruner, siswa usia remaja ini
dapat menggunakan bentuk-bentuk simbol dengan cara yang canggih. Guru dapat
membantu mereka dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses (discover
approach) dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep abstrak.
Karena siswa pada usia remaja ini masih dalam proses penyempurnaan penalaran, guru
hendaknya tidak menganggap bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan guru.
Untuk itu, guru perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi
secara baik serta memberikab tugas-tugas penulisan makalah. Dalam hal ini, guru
hendaknya mengamati kecenderungan-kecenderungan remaja untuk melibatkan diri dalam
hal-hal yang tidak tergali. Cara yang baik dalam mengatasi bentuk-bentuk pemikiran yang
belum matang ialah membantu siswa menyadari bahwa mereka telah melupakan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Namun, bila permasalahan tersebut merupakan
masalah kompleks dengan bobot emosi yang cukup dalam, hal itu bukan tugas yang
mudah.
3. Sosial dan moral
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua
dan orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan suatu sistem nilai
yang akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Untuk remaja, moral
merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju
kepribadian yang matang dan menghindarkan diri dari konflik yang sering terjadi. Nilai
agama juga perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah laku
yang baik dan buruk.
Apa  yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara
mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tresebut atau membandingkannya
dengan gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua individu mencapai tingkat
perkembangan moral seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a. Menciptakan komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan
moral.
·   Merangsanganak agar lebih aktif dalam tanggung jawab dan penentuan
keputusan kelompok.
·   Mengikutsertakan
remaja dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan
keputusan keluarga maupun kelompok sebaya.
·   Memberi kesempatan remaja berpartisipasi untuk mengembangkan aspek
moral.

b.     Menciptakan iklim lingkungan yang serasi


Usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya mengutamakan
pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga mengutamakan adanya lingkungan
yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan itu merupakan penjelmaan nyata dari
nilai-nilai hidup tersebut.
4. Emosi
Para remaja sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar hidup orang tua dan
orang dewasa lainnya. Akan tetapi mereka tetap menginginkan suatu sistem nilai yang
akan menjadi pegangan dan petunjuk bagi perilaku mereka. Untuk remaja, moral
merupakan suatu kebutuhan untuk menumbuhkan identitas dirinya menuju kepribadian
yang matang dan menghindarkan diri dari konflik yang sering terjadi. Nilai agama juga
perlu mendapat perhatian, karena agama juga mengajarkan tingkah laku yang baik dan
buruk.
Apa  yang terjadi di dalam diri pribadi seseorang hanya dapat diketahui dengan cara
mempelajari gejala dan tingkah laku seseorang tresebut atau membandingkannya dengan
gejala serta tingkah laku orang lain. Tidak semua individu mencapai tingkat perkembangan
moral seperti yang diharapkan. Adapun upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam
mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja adalah :
a.   Menciptakan komunikasi
Dalam komunikasi didahului dengan pemberian informasi tentang nilai-nilai dan moral.
·   Merangsang anak agar lebih aktif dalam tanggung jawab dan penentuan keputusan
kelompok.
·   Mengikutsertakan
remaja dalam beberapa pembicaraan dan pengambilan keputusan
keluarga maupun kelompok sebaya.
·   Memberi kesempatan remaja berpartisipasi untuk mengembangkan aspek moral.

b.     Menciptakan iklim lingkungan yang serasi


Usaha pengembangan tingkah laku nilai hidup hendaknya tidak hanya
mengutamakan pendekatan-pendekatan intelektual semata, tetapi juga
mengutamakan adanya lingkungan yang kondusif di mana faktor-faktor lingkungan
itu merupakan penjelmaan nyata dari nilai-nilai hidup tersebut.

Berdasarkan uraian tentang perkembangan masa remaja, dapat


disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa yang sangat krusial dalam
kehidupannya karena keberhasilan dalam menatapi masa depannya juga
dipengaruhi oleh keberhasilan remaja dalam menjalani perkembangannya. Oleh
karena itu diperlukan perhatian yang lebih dari para pendidik (baik orang tua
maupun guru). Implikasinya dalam pendidikan perlu memperhatikan
perkembangan yang terjadi pada masa remaja tersebut. Misalnya perlu
pendidikan seks yang diintegrasikan dalam proses pembelajaran agar supaya
disaat remaja mengalami perkembangan seksual yang sangat pesat dapat
mengetahui dengan tepat apa yang seharusnya dilakukan oleh remaja. Selain itu
juga agar perkembangan fisiknya dapat optimal, maka pemenuhan gizi harus
mendapat perhatian dari orangtuanya agar tidak menimbulkan efek yang bisa
berakibat kurangnya dalam penerimaan sosial.
Disaat remaja memasuki tahap perkembangan kognitif, yaitu operasional
formal, maka dalam pendidikan sangat dibutuhkan adanya stimulasi dari
lingkungan baik guru maupun orangtua untuk mengembangkan rasa
keingintahuan mereka dengan memberikan kesempatan untuk melakukan eksplorasi.
Isu-isu aktual
Seiring dengan perkembangan fisik yang sangat cepat dapat berakibat
pada masa remaja yang tidak dapat menyesuaikan secara baik, sering
menimbulkan bahaya-bahaya, yang muncul pada masa remaja, Menurut Hurlock
(1991: 236-237), ada 2 bahaya yaitu: a) bahaya–bahaya fisik, yang meliputi
kematian, bunuh diri atau percobaan bunuh diri, cacat fisik, kecanggungan dan
kekakuan serta b) bahaya psikologis, yaitu bersekitar kegagalan menjalankan
peralihan psikologis ke arah kematangan yang merupakan tugas perkembangan
masa remaja yang penting. Adapun bahaya psikologis akibat ketidakmampuan penyesuaian
diri remaja biasanya ditandai dengan tidak bertanggungjawab,
tampak dalam perilaku mengabaikan pelajaran, sikap yang sangat agresif dan
sangat yakin pada diri sendiri, perasaan tidak aman, yang menyebabkan remaja
patuh mengikuti estándar-estándar kelompok, merasa ingin pulang bila berada
jauh dari lingkungan yang dikenal, terlalu banyak berhayal untuk mengimbangi
ketidakpuasan yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari, mundur ke tingkat
perilaku yang sebelumnya agar supaya disenangi dan diperhatikan serta
menggunakan mekanisme pertahanan seperti rasionalisasi, proyeksi, berkhayal
dan memindahkan.
Selain bahaya yang muncul pada masa remaja, juga remaja sering
melakukan perilaku antisocial atau yang sering dikenal dengan Juvenile
Delinguince yaitu tindakan pelanggaran/kejahatan yang dilakukan remaja yang
menjurus pelanggaran hukum. Adapun sebab-sebab terjadinya antara lain:1)
personality individu remaja sendiri seperti a) mempunyai kepribadian yang
lemah, karena lingkungan pembentuk psikis yang tidak tepat, b) ciri-ciri
kepribadian, seperti yang dinyatakan oleh Conger, 1973, Haditono, 1999, remaja
yang terlalu PD, memberontak, ambivalen terhadap otoritas, mendendam,
bermusuhan, curiga, destruktif, implulsif, control batin yang kurang, c) tidak suka
mentaati norma, d) perilaku awal ditunjukkan dengan suka membolos, merokok
pada usia awal, pelanggaran norma sekitar dan e) penampilan fisik yang berbeda
dengan kelompoknya, serta psikis seperti IQ rendah, kecenderungan psikopat,
sukar didik; 2) Latar belakang keluarga, seperti orangtua broken home, situasi
yang memaksa, orangtua kerja seharian; kurang perhatian hanya pemenuhan
kebutuhan materi, orangtua terlalu melindungi (over protective), orangtua yang
sangat memanjakan, status ekonomi orangtua yang rendah serta “duplikat orangtua yang
berperilaku jelek, serta penyebab yang ketiga adalah latar belakang masyarakat, antara lain
pengaruh peer group, media massa, kekangan sekolah dan lingkungan sosial yang tidak
menentu.

Anda mungkin juga menyukai